Jejak Karya

Jejak Karya

Tuesday, November 30, 2010

Ikan Bandeng

Tuesday, November 30, 2010 0 Comments

Ikan bandeng. Siapa yang tak suka? Dagingnya memang lezat, sayangnya bandeng memiliki tulang dan duri yang susah dipisahkan dari dagingnya. Tersimpan manis dalam ingatan, saat ibu bersusah payah memisahkan tulang dan duri satu per satu dari ikan bandeng saat menyuapi saya waktu kecil dulu. Betapa sangat berhati-hati agar tidak ada satu ruas duri pun yang masuk ke dalam mulut mungil saya. Semoga Allah memberkahi kasih sayang ibu... aamiin...

Salah satu cara mengatasi masalah tulang dan duri itu adalah dengan mengolah bandeng menjadi bandeng presto.Bandeng diolah dengan pressure cooker, alat masak yang bekerja dengan memberikan tekanan tinggi. Tekanan ini telah diatur sedemikian rupa, sehingga tulang dan duri bandeng tersebut menjadi lunak, tetapi dagingnya sendiri tidak rusak.

Hampir mirip dengan ikan bandeng, ada juga “tulang dan duri” dalam diri kita yang membuat hidup kita terkadang tidak menyenangkan. Entah itu bagi diri kita sendiri, orang lain, bahkan Sang Pemilik kita. Mungkin “tulang dan duri” itu berupa kesombongan, kekerasan hati, egois, pola pikir yang keliru, tingkah yang tidak beretika, dan lain sebagainya.

Maka, kerap kali Allah Swt harus mengatasinya dengan “memasukkan” kita untuk sementara waktu ke dalam pressure cooker, yakni situasi hidup yang membuat kita tertekan atau stress. Tentu Allah Swt mengaturnya dalam tekanan yang sesuai dan tidak melebihi kemampuan kita untuk menanggungnya. Tekanan itu akan cukup kuat untuk “melunakkan duri dan tulang” atau membentuk kita, tetapi tidak sampai membuat kita hancur.

Oleh karena itu, apabila saat ini kita dihadapkan pada situasi yang “tertekan”, misal : batas pengumpulan skripsi yang makin dekat, deadline pembayaran hutang, deadline naskah (bagi penulis nih!), isi dompet menipis padahal kebutuhan hidup semakin banyak, dll maka janganlah menyerah! Gunakan kesempatan ini untuk merenung dan mencari apa yang Dia inginkan untuk kita ubah. Jalani semua ini dengan kesabaran dan ketekunan.

Semoga dengan ‘tekanan’ itu, akan mengubah pribadi kita menjadi lebih baik...



Backsong : “Cermin Tak Pernah Berdusta” (Star Five)

Cermin yang biasa kupandangi di setiap hari
Sekali lagi membiaskan bayangan diri
Wajah ini hati ini tempat sgala rasa bermula
Kan indahkah akhir sgala kita
Apakah diriku ini kan bercahaya bersinar di syurga-Mu menatap penuh rindu
Ataukah diriku ini kan hangus legam terbakar dalam nyala di neraka membara
Sungguh berbeda yang nampak dan yang tersembunyi
Hanya kepalsuan menipu topeng belakajiwa ini tubuh ini hati yang merajai diri
Tlah bersalah hamba-Mu melangkah
Cermin tak pernah berdusta yang indah topeng semata
Ya Allah aku malu tlah tertipu
Ampuni hamba sebelum akhir waktu Kemanakah diriku ini berakhir di surga atau di neraka-Mu
Aku takkan mampu
Ampuni hamba sebelum akhir waktu
Selamatkan aku...
Kemanakah diriku... Diriku ini berakhir...
Amin Ya Rabbal 'alamiin...


Saat DEADLINE mendera,
30 November 2010_05:40

Aisya Avicenna

Monday, November 29, 2010

Ada yang Istimewa di HUT KORPRI Ke-39

Monday, November 29, 2010 0 Comments

Senin, 29 November 2010. Selamat HUT KORPRI ke-39, hari ini aku jadi salah satu anggota paduan suara Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.

Bagaimana kisahku???
Pagi ini berangkat ke kantor lebih pagi dari biasanya. Hmm, pakai seragam KORPRI pula? Ada apa gerangan? Yup, hari ini adalah HUT KORPRI ke-39. Untuk kedua kalinya aku memakai seragam ini. Pukul 06.30 berangkat. Waw, ternyata arus lalu lintas cukup padat merayap. macet. Mungkin banyak yang mau upacara kali ya.

Sampai kantor jam 7 lebih. Terlihat di lapangan, rekan-rekan sudah bersiap. Kali ini aku berkesempatan menjadi anggota regu paduan suara bersama-sama rekan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.

Wah, ternyata yang akhirnya menjadi dirigen adalah Bu Ika (mantan kepala seksiku waktu di subdit 1 dulu). Upacara dimulai. Bertindak sebagai inspektur upacara adalah Pak Mahendra Siregar (Wakil Menteri Perdagangan) karena Bu Menteri (Mari Elka Pangestu) sedang tidak ada di Indonesia.

Kami menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan penuh semangat meski panas begitu menyengat. Setelah pembacaan sambutan Presiden SBY yang dibacakan Pak Mahendra, kami menyanyikan Mars Korpri.

MARS KORPRI

Satukan irama langkahmu
Bersatu tekad menuju ke depan
Berjuang bahu-membahu
Memberikan tenaga tak segan

Membangun negara yang jaya
Membina bangsa besar sejahtera
Mamakai akal dan daya
Membimbing membangun mengemban

Berdasar Pancasila
Dan Undang-Undang Dasar Empat Lima
Serta dipadukan oleh haluan negara
Kita maju terus

Di bawah Panji Korpri
kita mengabdi tanpa pamrih
Di dalam naungan Tuhan Yang Maha Kuasa
Korpri maju terus

Setelah menyanyikan mars itu, beberapa peserta upacara bersorak gembira, dan seulas senyum Pak Wamen mengembang. Saat penutupan upacara, Pak Wamen sempat memberikan apresiasi pada regu paduan suara dan setelah upacara selesai beliau bersama rombongan pejabat eselon 1 berjalan menuju tempat kami dan meminta kami menyanyikan Mars Korpri sekali lagi. Waw, anggota paduan suara tidak menyangka akan hal ini. Padahal kami hanya latihan dua hari. Kalau aku hanya ikut sekali karena pas hari Kamisnya ada workshop.

Kami pun menyanyi kembali dengan penuh semangat. Sebelum turun dari panggung, kami sempat berfoto bersama. Selanjutnya, kami semua diajak sarapan bersama Pak Wamen di kantin kemendag. So awesome!

TAMBAHAN dari www.depdag.go.id

Wakil Menteri Perdagangan, Mahendra Siregar, hari ini (29/11) di lingkungan Kementerian Perdagangan memimpin Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) ke 39. Tema pada peringatan HUT KORPRI kali ini adalah: Dengan Netralitas dan Profesionalitas KORPRI Mendukung Reformasi Birokrasi dalam Rangka Optimalisasi Pelayanan Publik.

Dihadapan para Pejabat Eselon I, II dan karyawan/wati yang menghadiri upacara, Wakil Mendag membacakan sambutan tertulis Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono selaku Penasehat Nasional KORPRI, mengemukan 5 (lima) pesan :
Pertama
Tuntaskan pelaksanaan reformasi birokrasi, melaksanakan penerapan tata kelola pemerintahan yang baik (good Governance) di semua lini.
Kedua
Tingkatkan kerjasama produktif dengan semua pemangku kepentingan pembangunan. Jajaran birokrasi yang siap merespon berbagai tantangan pembangunan secara konstruktif. Ciptakan terobosan dan inovasi dalam memberikan layanan public terbaik bagi masyarakat. Ketiga
Bekerja lebih keras dan cerdas, sebagai abdi Negara, abdi masyarakat dan abdi pemerintah. Pedomani sumpah jabatan dan Panca Prasetya KORPRI.
Keempat
KORPRI dapat tampil sebagai organisasi profesi yang ikut meningkatkan daya saing bangsa melalui pelayanan birokrasi dan pelayanan public yang berkualitas.
Kelima
Mengedepankan semangat kebersamaan untuk bangsa dan negara. Melanjutkan pemberantasan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme.

Pada kesempatan tersebut Wakil Mendag dan pejabat Eselon I, II dan panitian HUT KORPRI, menyaksikan lebih dekat penampilan Paduan Suara Karyawan/wati Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, yang turut mengisi upacara


Aisya Avicenna

Tamu Tak Diundang

Monday, November 29, 2010 0 Comments


Senin, 29 November 2010. Sekitar pukul 00.30 alhamdulillah aku terbangun. Segera bangkit dan mengambil wudhu di kamar mandi lantai 1. Sebelum turun ke lantai 1 sempat berpapasan dengan Bu Hanum (ibu salah satu teman penghuni kos kami). Beliau baru selesai mandi. Hiks, aku kalah bangun duluan dari beliau. Biasanya sehabis mandi beliau sholat tahajud. Beliau sekarang memang kos bersama anaknya karena habis terkena stroke dan memang hanya anak perempuan satu-satunya lah yang bisa merawat (kisah ini sudah pernah saya ceritakan). Lanjut, saat turun ke lantai 1, memang merasa ada ‘sesuatu yang tidak biasa’. Tapi saya enyahkan ‘rasa aneh’ itu.

Setelah wudhu, kembali lagi ke Redzone (kamarku yang terletak di lantai 2). Lanjut sholat tahajud. Saat tengah khusyuk dalam doa, Gemini-ku bergetar. Biasanya kalau bergetar ada 5 pertanda :
1.SMS
2.Telepon
3.BBM
4.YM
5.Notifikasi FB

Aku selesaikan doaku. Kemudian bergeser meraih si Gemini. Sebuah SMS dari salah seorang teman kos. Nurul. Aku buka SMS-nya.

“Bangun! Kayaknya ada maling dibwh, nunggu sepi, Dy udah nyabut kunci bwh kyknya. Ayo kita serbu.”

Aku balas SMS-nya, “Hah? Nyerbunya gimana?”

“Dia lg dbwh jemuran nunggu sepi. Km siap-siap pakai jilbab trus ntar ke bwah kalau sudah aku kasih isyarat.” Balasan SMS Nurul membuatku semakin waspada.

Astaghfirullah. Langsung deg-degan juga. Tegang. Aku langsung memandang sekeliling kamar. Senjata apa ya yang bisa dipakai? Aha, kemoceng! satu-satunya ‘senjata’ yang cukup representatif untuk sekedar dipakai memukul sang maling. Hehe...

“Emang tahumu gimana ciri-ciri kalau itu maling? Waduw, ni yang dah bangun sapa ja ya?” SMS-ku lagi.

Nurul membalas, “Ada suara kresek-kresek. Kuncinya dah kecabut. Aku pikir Nizar. Soale kemarin Nizar pulang malam juga. Ni yang bangun kita berdua saja tik. Km bisa lihat dari atas gak? Tapi hati-hati buka pintunya!”

Nizar itu anaknya bapak Kos yang masih SMA. Hmm, aku memutuskan untuk mengaji saja sambil menunggu isyarat dari Nurul. Alhamdulillah, sudah masuk Q.S. Ar-Rad. Sampai juga di ayatnya yang ke-28. “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tentram.” Subhanallah, serasa Allah mengingatkanku langsung lewat ayat ini. Dan memang menjadi tenang setelah mengaji. Sebenarnya, aku ingin keluar dan melihat kondisi di bawah. Tapi, kalau aku keluar. Pintuku mendecitnya cukup keras, bisa kabur duluan tuh si maling!

Selang berapa lama, tidak ada SMS lagi dari Nurul. Aku telepon dia. Tulalit. Sepertinya tidak ada sinyal di lantai 1. Aku coba lagi. Tersambung! Diangkat Nurul. Aku bertanya bagaimana kondisi di bawah. Kami telepon-teleponan sambil berbisik-bisik! Lucu kalau diingat lagi ^^v.

Nurul SMS lagi, “Ngantuk. Dia sedang gelisah menunggu sepi, lha sibuk menarik kursi.”

Aku balas, “Jangan tidur dulu! Emangnya ada kursi deket jemuran to? Ayo kita timpuk saja!”

Sudah jam 2 lebih. Selesai mengaji, aku menatap netbookku. Mulai menulis. Tiba-tiba, Krek! Seperti ada yang membuka pintu bawah. Dan memang benar. Maling itu mencoba masuk! Nurul berteriak memanggil namaku. Aku langsung berdiri, dan berlari menuju lantai 1 masih dengan mengenakan mukena merah hatiku. Halah.. merah! ^^v. Aku lupa membawa kemoceng yang sejatinya sudah aku persiapkan sebagai senjata. Waduh...

Sampai di bawah, Nurul sudah berdiri di depan pintu. Maling berhasil kabur membawa kunci pintu kos kami. Kata Nurul, si maling adalah seorang laki-laki jangkung dan kurus yang mengenakan jaket dan celana jeans tiga perempat. Dia berhasil melompat pagar pintu kos kami. Mmm, sepertinya harus ekstra hati-hati nih! Pasalnya, dia sudah berhasil mengatahui cara membuka pintu kos yang begitu rumit. Padahal pak kos sudah memasang gerendel pintu yang cukup canggih untuk bisa membuka pintu itu dan hanya anak-anak kos saja yang tahu.
***
Ya Allah, tiada tempat berharap selain kepada-Mu. Penuhilah seluruh harapan kami dengan Kau bimbing kami ke jalan-Mu yang lurus, dengan Kau tuntun kami istiqomah dalam ketaatan dan terjatuh dari kemaksiatn, agar kami bisa meraih limpahan rahmat dan kasih sayang-Mu untuk akhirnya kami bisa berlabuh damai dalam rengkuhan ridho-Mu.. Aamiin..
Jakarta, 29 November 2010
Aisya Avicenna


Menulis Yuk di TKIT Fitrah Lebah

Monday, November 29, 2010 0 Comments

Sabtu, 27 Desember 2010 tim Menulis Yuk menggelar acara "Workshop Penulisan" bersama adik-adik kelas 1 SD sampai SMP di TKIT Fitrah Lebah, Bekasi.
Berikut ceritanya.

Pagi itu, sekitar pukul 06.30, Mbak Iecha SMS aku menanyakan apakah aku jadi ikut ke Bekasi atau tidak. Aku jawab kalau aku jadi ikut. Dia SMS lagi, kalau dia akan menungguku di halte Busway Gelanggang Remaja. Kami memang janjian ketemuan di UKI jam 07.30. Pukul 07.00 aku dah bertemu Mbak Iecha yang mengenakan kaos berwarna kuning. Setelah itu, kami berdua naik busway menuju halte UKI. Di sana sudah menanti Mbak Suri dengan baju pink-nya. Ternyata Mbak Suri sudah menunggu kami di halte angkot yang terletak di depan UKI. Kami bertiga bertemu.


Selang berapa saat kemudian, Mbak Ovy datang. Sudah jam 07.45. Wedew, Mbak Ria dan Mbak Rurie telat nih! Saat sedang asyik ngobrol sambil baca bukunya Kang Arul “A Complete Guide for Writerpreneurship”, mbak Ria datang dengan hebohnya. Dia naik ojek. Pakai acara uangnya kegedean dan akhirnya pinjam uang Mbak Ovy dulu. Tumben hari ini Mbak Ria pakai baju biru. Biasanya PINK terus! Beuh... hihi, dasar mbakku yang satu ini! Selanjutnya, tinggal menunggu Mbak Rurie yang masih dalam perjalanan.

Mbak Rurie akhirnya datang juga dengan tampang merasa bersalah karena terlambat. Tapi kita tidak akan marah kok! :) . Kemudian kami naik angkot kecil jurusan bekasi. Dalam perjalanan, aku dan Mbak Suri berdiskusi tentang banyak hal, salah satu hasil diskusi kami sudah saya tulis dalam “Menunggu di Sayup Rindu”. Sesekali kami tertawa melihat polah tingkah Mbak Ria yang super heboh. Dasar!!!

Sampai di daerah... mmm, aku lupa namanya. Kami turun! Awalnya mau ketemuan sama Mbak Ayu, tapi ternyata dia belum sampai. Akhirnya Mbak Ayu kami tinggal biar dia menyusul saja. Kami naik angkot 2 B. Sampai di pintu Gerbang Perumahan Villa Nusa Indah, kami turun. Setelah itu berjalan kaki menuju TKIT Fitrah Lebah.

Sampai di pintu gerbang, langsung disambut pengelolanya dan kami dipersilakan masuk. Di dalam, anak-anak sudah berkumpul. Kang Arul juga sudah datang. Acara “workshop penulisan” pun dimulai. Kang Arul mengawali workshop dengan memperkenalkan dirinya dan para pasukannya (kami, -red). Setelah itu, Kang Arul menggelar games kecil yang membuat adik-adik makin semangat. Pelatihan pun dimulai. Hmm, Kang Arul memang keren deh dalam berbagi ilmu soal kepenulisan. Sebenarnya, bukan adik-adik dari SD sampai SMP itu saja yang belajar menulis pagi ini, tapi aku juga belajar teknik menulis yang luar biasa dari Kang Arul.
Adik-adik mendapat tugas dari Kang Arul. Tugas menulis tentunya! Mereka dibagi menjadi 3 kelompok.
Kelompok 1, terdiri dari kelas 1 sampai 3 SD, dipegang oleh : aku, Mbak Suri, dan Mbak Ovy.
Kelompok 2, terdiri dari kelas 4 dan 5 SD, dipegang oleh : Mbak Rurie dan Mbak Ayu.
Kelompok 3, terdiri dari kelas 6 dan 7 (SMP), dipegang oleh : Mbak Iecha dan Mbak Ria.
Kami bertugas membimbing adik-adik dalam menulis. Wah, seru banget deh!!!! Aku jadi akrab dengan beberapa adik dan sempat bertukar alamat FB. Hehe, kecil-kecil punya FB!

Acara ini selesai pukul 12.00. Setelah acara selesai, kami foto bersama. Selanjutnya adik-adik bermain di depan “Rumah Pensil Publishing” (yang dulunya memang TKIT Fitrah Lebah). Aku dan Mbak Suri sempat diskusi tentang Rumah Pensil Publishing dengan salah satu pengelolanya. Kang Arul masih asyik ngobrol dengan ibu-ibu yang anaknya ikut acara tadi.
Pukul 12.00 lebih Kang Arul undur diri. Makasih ya Kang atas kesempatannya.

Aku dan mbak-mbakku masih menikmati snack, makan siang, dan sholat Zuhur dulu di Rumah Pensil Publishing. Setelah itu, kami menuju rumah Mbak Ayu untuk rapat membahas calon buku yang tengah kami tulis. Chayo buat tim MENULIS YUK!!!


Aisya Avicenna

NB : Kang Arul adalah nama panggilan dari Rully Nasrullah, penulis 200-an buku (lebih malah) dengan beragam nama pena, salah satunya "ARUL KHAN". Beliau adalah seorang "WRITER COACH" yang luar biasa keren! Saat ini beliau juga sebagai CEO MENULIS YUK KOMUNIKATA. Menjadi salah satu 'anak buah'-nya merupakan sesuatu yang luar biasa bagiku yang memang tengah belajar menjadi seorang "WRITERPRENEUR"

Sunday, November 28, 2010

Insya Allah Khair...

Sunday, November 28, 2010 0 Comments

Menuliskan kisah ini membuat saya mengenang masa itu. Jumat, jam 11 siang di dekat mushola lantai 2 Gedung B FMIPA UNS, bersama adik-adik yang sangat bersemangat mengenal Islam lebih dekat. Kisah ini adalah salah satu kisah yang pernah saya sampaikan dalam sebuah pertemuan di Jumat itu...

Pada zaman dahulu hiduplah seorang raja yang mempunyai daerah kekuasaan yang sangat luas. Ia mempunyai seorang penasihat yang bijaksana. Suatu ketika sang raja bingung dengan apa yang akan ia lakukan. Ia pun bercerita kepada penasihatnya. “Wahai penasihat, aku bingung dengan diriku ini. Aku telah menjadi raja, tapi mengapa aku merasa hidupku ini tidak enak, aku merasa sepi”. Maka dengan senyum dan bijak sang penasihat menjawab “Wahai raja, lebih baik kau menikah, insya Allah khoir, insya Allah kau tidak merasa sepi”.

Maka sang raja menuruti apa kata penasihat. Akhirnya sang raja menikah. Benar saja, sang raja merasa sangat bahagia, ia tidak merasa sepi lagi. Namun sang raja merasa ada yang kurang, ia belum mempunyai anak. Setelah berbincang dengan penasihat, penasihat menganjurkan untuk memiliki anak. “Insya Allah khair,” kata penasehat. Maka akhirnya sang raja memilih untuk memiliki anak. Hingga akhirnya ia mempunyai seorang anak laki- laki.

Seiring berjalannya waktu sang anak pun tumbuh besar. Hingga akhirnya ia mulai memasuki bangku sekolah. Pada saat itu sang raja kembali bingung, anaknya akan disekolahkan di mana. Maka ia kembali berbicara pada penasihatnya. “Wahai penasihat bagaimana menurutmu, sekolah mana yang pantas untuk anakku ini?” tanya sang raja. Maka dengan bijaksna penasihat berkata “Sekolahkan saja anak raja ke negeri seberang, Insya Allah khair, itu lebih baik”. Maka dengan berat hati sang raja menyekolahkan anaknya ke negeri seberang.

Dengan perginya anaknya, maka sang raja merasa kesepian. Pada suatu malam ia mengupas buah apel. Namun apa gerangan, tangannya terkena pisau hingga mau putus. Sang raja merasa hatinya resah, ia menganggap itu pertanda kalau sedang terjadi sesuatu yang tidak baik pada anaknya. Maka ia kembali bicara pada penasihatnya. “Wahai penasihat, menurutmu apa yang sedang terjadi, aku merasa tidak enak, ini tanganku teriris pisau dan mau patah,” kata sang raja. Maka dengan muka senyum penasihat berkata ”Insya Allah khair”. Mendengar jawaban penasihat raja merasa jengkel karena dari dulu setiap dimintai pendapat penasihat menjawabnya “Insya Allah khair” terus. Sang raja marah dan akhirnya menjebloskan penasihat tersebut ke dalam penjara.


Sang raja mengangkat penasihat baru. Setelah itu mereka langsung berburu di hutan. Sang raja memang suka berburu. Dengan membawa segenap pasukan dan penasihatnya, raja berangkat berburu di hutan. Di tengah jalan, raja melihat seekor rusa. Dengan menunggangi kuda sang raja dan penasihat barunya mengejar rusa tersebut. Namun, tidak dengan para pengawalnya. Mereka kelelahan mengejar sang raja, karena mereka harus berlari. Hingga tanpa disadari tinggal sang raja dan penasihat yang mengejar buruannya.


Akhirnya sang raja mendapatkan posisi yang tepat untuk memanah rusa tersebut. Tanpa disadari, ternyata mereka berdua telah dikepung oleh kaum kanibal yang menghuni hutan tersebut. Di saat yang bersamaan, kaum kanibal tersebut sedang mencari manusia untuk upacara adat. Tanpa bisa berbuat apa-apa maka raja dan penasihat baru itu dibawa. Dengan posisi seperti akan disate maka penasihat baru tersebut dipanggang, hingga akhirnya ia meninggal dunia. Saat giliran sang raja yang akan dipanggang, ada seorang dari kaum kanibal melihat bahwa ada bagian tubuh yang rusak dari sang raja, yaitu jari tangannya hampir putus. Mereka juga tidak enak kalau mau memberi sesajen pada leluhurnya dengan barang yang cacat. Maka sang raja tidak jadi dipanggang dan akhirnya dilepaskan.


Dengan perasaan takut maka rajapun kembali ke istana. Sang raja langsung menemui penasihatnya yang tengah dipenjara.”Wahai penasihat ternyata kau benar, kalau jariku ini tidak terluka, maka aku bisa dipanggang oleh kaum kanibal di hutan tersebut,” kata sang raja sambil minta maaf. Dengan tersenyum sang penasihat berkata ”Saya juga berterima kasih pada Paduka Raja, karena telah menjebloskan saya ke penjara. Karena kalau tidak dipenjara, mungkin saya juga sudah dipanggang oleh kaum kanibal tersebut”.


Selamat mengambil pelajaran dari kisah ini...


Everytime you feel like you cannot go on
You feel so lost
That your so alone
All you is see is night
And darkness all around
You feel so helpless

You can`t see which way to go
Don`t despair and never loose hope
Cause Allah is always by your side
Insya Allah
Insya Allah you`ll find your way
Everytime you can make one more mistake
You feel you can`t repent
And that its way too late
You`re so confused, wrong decisions you have made
Haunt your mind and your heart is full of shame
Don`t despair and never loose hope
Cause Allah is always by your side
Insya Allah
Insya Allah you`ll find your way
Insya Allah
Insya Allah you`ll find your way
Turn to Allah
He`s never far away
Put your trust in Him
Raise your hands and pray
Ya Allah
Guide my steps don`t let me go astray
You`re the only one that showed me the way,
Showed me the way
Insya Allah
Insya Allah we`ll find the way
(Insya Allah-Maher Zain)

Saat Jakarta tengah batuk, 28 November 2010_14.24
Aisya Avicenna

Saturday, November 27, 2010

NASIHAT UNTUK DIRI SENDIRI : “BUKAN (hanya) UNTUK DIBACA, TAPI DIRENUNGKAN…”

Saturday, November 27, 2010 0 Comments





Jumat, 26 November 2010

Masih terlalu dini untuk kusebut pagi…Malam masih membentangkan pesonanya…Alhamdulillah, masih diberi kesempatan untuk bermunajat kepada-Nya, pada malam di sepertiga bagiannya…Ya Rabb, ku adukan semua keluh kesahku hanya kepada-Mu.

Waktu berkurang dengan pola keteraturan yang sempurna, dan…hidup terus berubah mengikuti sunatullah, mengikuti arah takdir dari Sang Perencana.


Akhir-akhir ini menjadi masa yang dibilang cukup ‘berat’ dalam hidupku…hehe…begitu banyak peristiwa yang singgah, yang kadang menjadi sesuatu hal tak terduga, penuh derai air mata tapi kadang juga berbalut tawa. Tapi aku yakin, hidup selalu penuh rintangan namun selalu ada jalan untuk orang-orang pemberani dan selalu menumpukan dirinya dijalan yang diridhoi oleh-Nya. Kebahagiaan adalah saat kita mau memberi dan menjadi manusia bercahaya, bermanfaat bagi orang lain. Kita harus berubah, tak hanya sekedar mengikuti arah mata angin, tapi menentukan arah untuk mencapai tujuan ! Kalau istiqomah pasti aku, kamu, bisa ! [kalimat yang pernah menjadi status FB ku]

Seperti pagi ini, aku merasakan ada sesuatu yang ‘menyesakkan’ sekali…sampai akhirnya Ba’da Subuh usai melakukan rutinitas harian, N5310 ku melantunkan tembangnya Kang Maher Zain yang Insya Allah berulang-ulang…(cocok banget dengan suasana hati…aku mengenang kejadian yang kualami semalam sepulang ngajar dari GO. Ya Rabb, sebaik-baik rencana kita, jauh lebih baik rencana Allah untuk kita. THE LITTLE TEACHER OF IKHLAS!!!)

Everytime you feel like you cannot go on
You feel so lost
That your so alone
All you is see is night
And darkness all around
You feel so helpless
You can’t see which way to go
Don’t despair and never loose hope
Cause Allah is always by your side
Insya Allah…Insya Allah..Insya Allah…
Insya Allah you’ll find your way


Sampai akhirnya, ada SMS masuk di Inbox tepat bersamaan dengan keinginanku mengganti tembang Insya Allah..menjadi Thank You Allah, saat ku membaca kata demi kata dari SMS itu…bulir-bulir kristal bening membasahi kulit pipiku…Tangis bahagia di Jumat pagi yang penuh barokah. SEMANGAT DAHSYAT!!! “Alhamdulillah, Alhamdulillah…All praises to Allah, All praises to Allah”. Ada energy luar biasa yang memenuhi rongga-rongga jiwa!!!

***
Bersiap ke MIPA karena pagi ini jam 8 salah seorang sahabat terbaikku (Fina Ernawati) akan melaksanakan ujian pendadaran. Setidaknya pagi ini aku bisa mengobati kerinduanku pada kampus tercintaku terutama MIPA. Berkumpul dan bercerita banyak hal dengan sahabat-sahabat terbaikku (BIOLOGI 2006) menjadi sebuah momentum yang tak akan pernah kulewatkan begitu saja. Mereka semua terlalu berharga….indahnya sebuah persahabatan yang benar2 kurasakan!!!

Menunggu Fina pendadaran sambil membaca novel Mekanika Langit yang kemarin sempet beli di Solo IBF. Alhamdulillah, pendadaran Fina lancar!! Seneng banget bisa ketemu 4 dosen, 2 diantaranya adalah dosen pengujiku saat Sidang Sastra Intelektual tanggal 19 Maret 2010 silam. Menyempatkan diri dulu jalan-jalan di MIPA. Ketemu adik-adik dengan ‘kehebohannya’…hehe…bapak-bapak, ibu-ibu, pak Narto PD3, dll. Alhamdulillah, masih pada kenal…^^v

MIPA, selaksa rindu untukmu…

***
Berangkat ke GO jam 14.30, sebelumnya ngenet dulu mengirimkan tugas ke mysupertwin. Sepanjang perjalanan ke GO membaca, merenung, menghafal, dan berpikir…

“Aku berpikir, dan menyusun kembali rencana-rencana jangka pendek. Membuka kembali tentang strategi akselerasi itu. Dan kudapati diriku dalam keadaan ‘sempurna’ menyongsong akhir tahun. Tak mungkin aku tidak bersyukur karena dalam banyak keterbatasan, Allah SWT memberiku banyak kebaikan dan anugerah yang tak terkira…”

Sampai GO bertemu dengan para pengajar yang lain. Seperti biasa, ngobrol, sharing dan percakapan-percakapan ringan lainnya. Aku benar-benar merasakan menemukan keluarga baru disini. LUAR BIASA!!! THE SPIRIT OF GANESHA!!!

Jam 15.30…aku mendapatkan jadwal mengawas UAS di kelas 5 SDI 1 (Volta) 7 orang anak, karena kelas individu. Hm, salah satu kelas favoritku nih. Coz adik-adiknya lucu-lucu, cerdas, dan lebih anteng. Jadwal tes mereka hari ini PKN dan Bahasa Inggris. Belum ada jam 16.30 kebanyakan dari mereka sudah selesai. Istirahat 15 menit, dan sesi kedua kita gunakan untuk mengoreksi kembali LJK bagi yang sudah selesai dan kalau sudah dikumpulkan semua boleh melakukan aktivitas yang lain asalkan bermanfaat dan tetap di dalam kelas. Nah, pada kesempatan ini, aku gunakan untuk sharing banyak hal dengan adik-adik.

Hisyam, Henta, dan Rizky sudah tenggelam dengan keasyikan mereka main rubik. Rama bercerita pengalamannya saat kemarin ikut Olimpiade Matematika tingkat Nasional di Wonosobo dan dia berhasil meraih juara 1 dan mendapatkan medali emas, mengalahkan 200an peserta lainnya. Sherina sibuk menggelitiki aku (xixixi, jahil ni anak) sampai akhirnya tak kasih kertas kosong biar dipakai nggambar dan dia berhasil membuat gambar seorang putri yang cantik…Rosa asyik bercerita tentang keinginannya belajar beberapa jenis beladiri. Wow, dah kelihatan banget ni anak bakatnya ‘perang tanding’. Ciiaaat…hehe…sedangkan si imut Muna asyik menceritakan pengalamannya saat mengikuti GELAR KARYA EKSPLORASI PUSTAKA yang diadakan oleh Tiga Serangkai di sekolahnya, SD Al Firdaus. Kemarin dia ikut lomba cerpen dan berhasil membuat 9 halaman. Teman sekelasnya ada yang bisa nulis 20an halaman. Tapi Muna belum berhasil jadi juara. Sore itu dia juga bawa buku Kecil-Kecil Punya Karya milik temannya. Muna bilang, kalau di rumah tidak boleh baca buku kayak gini sama Mama, kan mau UAS. Jadi bacanya kalau di sekolah atau pas di GO. Hehe…Muna juga cerita kemarin dapat motivasi juga dari Pak Bambang Trim (General Manager-nya Tiga Serangkai Solo, saat kutanya kenal Pak Bambang Trim gak?? ^^v). Siippp, Pak!!!

Sore yang luar biasa!!! Mendengarkan celoteh adik-adik bercerita serasa dapat spirit yang dahsyat!!! Semangat-semangat mereka bagaikan energy baru yang menjadikanku selalu bersyukur dan mantab berkata : INI LANGKAHKU!!! Banyak mozaik berharga ketika ku berada di tengah-tengah mereka, murid-murid GO yang lucu-lucu…^^ (secara tidak langsung banyak dapat ilmu Tarbiyatul Aulad nih…)

***
Jam 19.15 di jemput Kang Dodoy, kemudian kita memutuskan untuk makan malam bersama di warung lesehan “Bebek Presto” di Jalan Urip Soemohardjo. Untuk yang kedua kalinya nih. Ni tempat menjadi salah satu tempat kuliner favorit kita. Setelah pesan, bebek presto bakar dan lemon tea hangat, kita berdua asyik bercerita, sharing dan curhat banyak hal…bener2, malam itu ku merasakan menjadi seorang adik yang sangat beruntung memiliki seorang kakak seperti Kang Dodoy. Langka-lah…tiada duanya!!! Hehe…dia mengawali dengan menceritakan kejadian yang baru saja dia alami di counter tempatnya bekerja. Ada kejadian tidak beres. Selain itu, ada sebuah kisah menarik yang dia ceritakan yang saat ini masih menjadi ‘sebuah misteri’ dalam hidupnya…akankah jadi nyata? Kalau iya, aku pun ingin sekali bertanya : Ini bukan mimpi kan??? Allah pasti tahu yang TEPAT dan TERBAIK buatmu, Kang!!! Berharap kisahmu happy ending…(bisa jadi ide bikin novel nih), kita saling memberikan pendapat dan berbagi banyak hal. Apa yang sekarang dia alami juga mengingatkan saat aku sakit dulu….dia adalah orang pertama yang paling yakin, suatu saat nanti Dik Nung pasti sembuh…benar-benar sembuh total…dan keyakinan itu yang kini merasuk kuat dalam hatinya. Keyakinan untuk kesembuhan seseorang.

Menikmati malam sambil makan bebek presto bakar, benar2 mantab surantab…hehe…mbak thicko di Jakarta aja mupeng…(kita saling comment di FB…), banyak pengamen yang berkeliaran, “walau raga kita terpisah jauh namun hati kita selalu dekat…” (like this dengan kalimat ini). Kangen KYDEN kumpul bareng!!!

Kang Dodoy sempat menyampaikan dan memberikan motivasi…”kalau sudah jodoh, gak bakal kemana kok…”. Dia juga bilang gak bakalan terlalu muluk-muluk dalam menetapkan kriteria, dsb…..panjang deh critanya…(bikin ku terharu). Dia juga bilang, satu hal yang menjadi impiannya, suatu saat nanti BISA MENG”HAJI”KAN BAPAK SAMA IBU. Dan itu jadi impian SUPERTWIN juga Mas!!! (aku makin terharu). Aku yakin kita bertiga pasti bisa mewujudkan impian ini!!! Dengan izin Allah SWT….Amin.


Skenario Allah SWT untukku hari ini benar-benar LUAR BIASA!!!

“Langit tetap tegak menaungi alam semesta seisinya. Seluruh planet beredar dengan orbit yang telah ditetapkan, bergerak mengelilingi matahari sebagai pusat revolusi dalam lintasan elips. Bintang-bintang pun tetap bercahaya benderang di ujung barat. Begitulah, jika Allah SWT telah menetapkan manzilah bagi garis edar setiap planet dan bintang. Segalanya telah diciptakan dalam keteraturan dan keseimbangan. Demikianlah, Allah SWT dengan segala kekuasaan-Nya. Menyuratkan scenario alam, mengukir mekanika langit, serta melukiskan garis takdir dengan kanvas keagungan-Nya…”
[Mekanika Langit]



“Ketika engkau terhimpit dan terlilit oleh problematika kehidupan, sesungguhnya, yang dapat membuatmu bertahan adalah harapanmu, dan sebaliknya, yang akan membuatmu kalah atau bahkan mematikan daya dan energi hidupmu, adalah saat di mana engkau kehilangan harapan. Maka, ketika engkau berdoa kepada Allah SWT, sesungguhnya engkau sedang mendekati sumber dari semua kekuatan, dan apa yang segera terbangun dalam jiwamu adalah harapan. Harapan itulah yang kelak akan membangunkan kemauan yang tertidur dalam dirimu. Jika kemauanmu menguat menjadi azzam (tekad), itulah saatnya engkau melihat gelombang tenaga jiwa yang dahsyat. Gelombang yang akan memberimu daya dan energi kehidupan serta menggerakkan segenap ragamu untuk bertindak. Dan, apa yang engkau butuhkan saat itu hanyalah : mempertemukan kehendakmu dengan kehendak Allah melalui doa dan tawakal.”

“Faidza ‘azamta fatawakkal ‘alallah…”
Maka, jika kamu telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah SWT!!!

“Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluaannya”
(QS. At-Thalaq [65] : 3)

[Zona NOstalgia RoMAntic…Sabtu, 27 November 2010…hari ini akan kembali menjadi salah satu hari yang bersejarah dalam hidupku!!!]

Friday, November 26, 2010

Menunggu di Sayup Rindu

Friday, November 26, 2010 1 Comments

burungpun bernyanyi
melepas sgala rindu
yang terendam malu
di balik qolbu

anginpun menari
mencari arti
apakah ini fitrah
ataukah hiasan nafsu

di dalam sepi ia selalu hadir
di dalam sendiri ia selalu menyindir
kadang meronta bersama air mata
seolah tak kuasa menahan duka

biarlah semua mengalir
berikanlah kepada ikhtiar dan sabar
untuk mengejar...

sabarlah menunggu
janji ALLAh kan pasti
hadir tuk mdatang
menjemput hatimu

sabarlah menanti
usahlah ragu
kekasihkan datang sesuai
dengan iman di hati
bila di dunia ia tiada
moga di syurga ia telah menanti
bila di dunia ia tiada
moga di syurga ia telah menunggu

-Maidany-

***

Jodoh tak usah terlalu dirisaukan, tiba waktunya ia akan menjemput, namun perlu juga membuka lorong-lorongnya agar jemputan mudah sampai dan tidak terhalang

Ketika kita pasrah dan tawakal kepada Allah, dalam menanti jodoh yang terbaik menurut sang Maha Pencipta, baiknya kita singkirkan segala permintaan tentang jodoh yang tepat menurut kita (kriteria idealis kita). Saat jodoh masih belum datang juga, bisa jadi penyebabnya karena tidak ada 'keharmonisan' saat berdoa. Ternyata ketika mulut kita meminta, hati tidak seiring dan sejalan dengan apa yang kita ucapkan. Oleh karena itu, kita harus berusaha sekuat tenaga menyelaraskan ucapan dan lintasan hati kita.

Ketika kita pasrah dan tawakal kepada Allah, dalam menerima jodoh yang terbaik menurut sang Maha Penentu Takdir, Insya Allah Dia akan memberikan lebih daripada yang kita kira. Ketika kita tidak lagi menuntut banyak kriteria, Allah mungkin justru akan memberikan kriteria yang sering kita minta di setiap doa-doa dalam mengharap jodoh kita.

Ketika kita pasrah dan tawakal kepada Allah, jika suatu saat nanti kita siap menerima seseorang sebagai pendamping hidup, kita sangat yakin kepada sang Maha Pengampun, kita akan jauh lebih baik dan lebih cantik/tampan di surga nanti. Dialah jalan bagi kita untuk menuju surga Allah. Ya Allah, kumpulkanlah kami dalam surgamu kelak. Amin.

Ketika kita mampu pasrah dan tawakal kepada Allah, dalam segala hal, maka yakinlah, sang Maha Mendengar segala doa, akan mengabulkan doa-doa kita.


~Hasil diskusi dengan seorang sahabat saat perjalanan Jakarta-Bekasi~

Aku, yang masih terus mencoba pasrah dan tawakal
Aisya Avicenna

HARAPAN ITU SENANTIASA ADA!!! OPTIMISLAH!!!

Friday, November 26, 2010 0 Comments


“Ketika engkau terhimpit dan terlilit oleh problematika kehidupan, sesungguhnya, yang dapat membuatmu bertahan adalah harapanmu, dan sebaliknya, yang akan membuatmu kalah atau bahkan mematikan daya dan energi hidupmu, adalah saat di mana engkau kehilangan harapan. Maka, ketika engkau berdoa kepada Allah SWT, sesungguhnya engkau sedang mendekati sumber dari semua kekuatan, dan apa yang segera terbangun dalam jiwamu adalah harapan. Harapan itulah yang kelak akan membangunkan kemauan yang tertidur dalam dirimu. Jika kemauanmu menguat menjadi azzam (tekad), itulah saatnya engkau melihat gelombang tenaga jiwa yang dahsyat. Gelombang yang akan memberimu daya dan energi kehidupan serta menggerakkan segenap ragamu untuk bertindak. Dan, apa yang engkau butuhkan saat itu hanyalah : mempertemukan kehendakmu dengan kehendak Allah melalui doa dan tawakal.”

Wednesday, November 24, 2010

Surat Cinta Untukmu Kekasihku..

Wednesday, November 24, 2010 0 Comments

Surat Cinta Untukmu Kekasihku..
by Kembang Anggrek on Wednesday, November 24, 2010 at 6:57pm

Di Copy Paste dari KUMPULAN KISAH NYATA PEMBERI INSPIRASI DAN MOTIVASI HIDUP



Bismillah,


sebelumnya afwan jiddan jika tulisan ana yang ini mungkin sedikit berbeda dengan tulisan yang lain. Ana share tulsian ini karena dengan tulisan ini yang sempat ana share ke dudung.net (pasti semua kawan tahu donk situs tersebut?) ^_^ Banyak teman dan sahabat yang datang ke fb dan YM Anna, bahkan kirim email dengan meminta izin untuk copas dan karena tulsian ini lah kekerabatan banyak terjalin. Ana benar - benar berterima kasih sekali dengan admin dudung.net yang mau menampung dan menawarkan untuk Ana menulis di situs tersebut. Semoga suka, dan bermanfaat atu bisa di berikan untuk orang terkasih sahabat semua... ( istri, suami, atau mungkin calon? hmm.. :) )

Namun mohon sekali, jangan ubah sedikitpun apa yang ada yah ( soalnya ada dulu yang copas tapi judulnya di ganti) hmm menurut saya itu sangat tidak enak ^_^ , Terima kasih :)





************************************************************





Bismillah.....,
Assalamualaikum cinta, apa kabar cinta?
Apa kabar dengan hati yang lama tak pernah ku jumpa?

Apa kabar dengan hati yang masih dalam perjuangannya demi menggapai ridho-Nya?

Apa kabar dengan setia dan kejujuran?

Cinta..., andai saja aku bisa mengungkap semua kata dan rasa dalam hati yang aku punya ini..., maka seribu lembar kertas pun tak akan cukup untukku menuangkannya. Banyak sekali cinta, banyak yang ingin aku ungkap secara langsung di hadapmu nanti. Andai kau tahu, aku hambar tanpa pengisi kasih dan pedulimu padaku, andai saja kau tahu apa yang aku rasakan ini untukmu....


Cinta bukan yang bernama keegoisan rasa, bukan yang megucap “bagaimana?” namun “ aku mengerti...”

bukan “ kamu di mana?” tapi “aku di sini....”

bukan “ aku ingin kamu seperti ini....” akan tetapi “ aku mencintaimu dengan apa adanya dirimu...”
sepinya diriku tanpa kau di sini, hampanya hatiku karena ku tahu dengan nyata kau tak berada di sampingku,

seringnya kau patahkan aku...., namun aku bukan seorang yang mudah menyerah...aku bertahan, karena ada kejujuranku... untuk mengasihimu....luka itu memang sakit cinta, akan tetapi lebih sakit lagi jika aku membohongi diri ini.Mungkin aku bisa menggunakan dusta putihku, namun selama aku masih bisa menjaga kebaikan dalam jujurku, sungguh... demi Dia yang Maha Menghargai, ku akan berjalan di sini tanpa ada paksa dari siapapun, dan yang ututh adalah hanya ada nurani dan hati yang suci.

Ketika luka – luka telah mengering, Selama itu pula aku haus untuk merindukanmu, pun selama luka itu masih basah dan masih pekat terasa ngilu di ulu hatiku. Cinta, inginnya aku bersamamu, menjaga hati mu, mendampingi mu ketika resah dan gundah melandamu, ahh... cinta akankah kau tahu begitu dalamnya kasihku. Sehingga semua luka dan kecewa itu tak akan mampu mengubahnya, sekalipun pernah kau memintanya untuk aku melakukannya.
Maafkan cinta, maafkan aku, karena aku terlalu jujur pada perasaanku. Dan semua, semua.... masih tetap utuh pada tempatnya. Rasa yang bercampur baur, ada duka, ada kecewa, namun ada pula rasa percaya di antara sejuta ragu, ada setitik cahya diantara gelapnya cakrawala.

Ketika smua terhempas karena sia – sia, maka akan ku coba pelajari kesedihan ini, kesakitan ini, dan ku anggap ini sebagai hadiah “besar”-Nya.

Derita ini adalah anugerah dan suatu kehormatan tersendiri bagiku di atasnya dan di bawah kekuasaan-Nya. Jiwa tak akan pernah mengenal arti tegar jika ia hanya datar merasakan perjalanan hidupnya. Hati tak akan pernah mengerti rasa sakit, jika ia selalu bahagia, Maha Suci Tuhan Semesta Alam atas segala rangakaian hidup yang sempurna ini.

Dan cinta...., kau membuatku banyak belajar dalam sakitnya aku ketika aku terhujam mendekam dalam tebing bebatuan yang tajam. Kau membuatku menjadi orang “ besar” dalam rasa kesyukuranku pada-Nya. Terima kasih cinta, kau membuat aku menjadi jiwa yang sabar atas segala penantian dan pengertian. Secuil apapun itu harapan adalah tetap menjadi harapan. Dimana ia juga bisa tumbuh dari rasa kecewa, dari rasa luka. Maka biarkanlah ia tumbuh menjadi dewasa dalam matangnya pemahaman.

Mungkin aku akan berdiri di atas rangakain jerami yang selalu ada di depanku ketika aku berjalan, dan tiada lain adalah rasa sabar ketika aku harus membersihkannya , tiada lain dari rasa ikhlas ketika aku merasa lelah untuk merapikannya agar ia tak melukaiku. Namun ketika goresan luka itu ada , tiada lain pula rasa bertahan dan pengupayaan untukku mengobatinya. Dan tiada lain dengan rasa tulus aku melakukannya.

Begitu pula dengan mu cinta..., jika pun harus ada air mata, maka biarlah ia menjadi teman sedihku untuk menyayangimu...jika ada rasa sakit mendera, maka biarkanlah ia menjadi teman setiaku dalam bertahan atas segala kejujuranku padamu ....


Sungguh aku bersyukur, karena aku mengenalmu cinta, sekalipun aku tak pernah utuh memilikimu, sekalipun utuh yang kau punya takhanya untukku...jangan tanyakan tentang kesedihan yang kau pun tahu cinta, jangan bertanya tentang rasa sakitku, bila kau pun merasakannya...aku memang manusia biasa, yang tak sempurna, dan kadang salah...namun rasa kasihku telah mengalahkan rasa sakitku,rasa asihku mengalahkan egoku …dan sayangku...., telah mampu mengobati luka – luka itu.

Cinta, kapan aku bisa menyentuhmu?

Dimana aku bisa menemui hangatnya jemarimu mengusap semua peluhku?Ataupun sebaliknya aku yang mengusap peluh di wajahmu...Dan aku yang akan membelai lembut bahumu ketika kau goyah di jalan perjuanganmu bersamaku, agar kau tahu betapa pedulinya aku terhadapmu...

Cinta, dalam sujudku pada-Nyaku titipkan doa dan pintaku.....

semoga kau senantiasa dalam penjagaan-Nya ketika penjagaanku tak sampai padamusemoga kau selalu dikasihi dan disayangi -Nya ketika kasih dan sayangku tak mampu melampaui dimana kau berada saat ini. Ku pinya pada-Nya agar Cinta-Nya selalu ada untukmu, ketika aku tak sanggup lagi mencintai

Ku tegarkan, segala kerapuhan, kan ku indahkan segala kesedihan...

bahagia mu adalah doa dan harapku....

senyumu, menjadi suatu cita – cita dimana aku bisa merasakannya itu tulus hanya untuku...

Semoga kan selalu baik adanya , meskipun jalan ini tak sempurna....
ucap terakhirku, ku harap kan terbaca jelas di mata dan hatimu...

aku mengerti...., aku di sini, dan aku mencintaimu apapun adanya kau dengan segala kurangmu...

dan biarlah........., biarlakanlah tulusku...yang mencintaimu....


Wassalamualaikum.....,

Bareng, Dong!

Wednesday, November 24, 2010 0 Comments

by : Fariecha The Explorer (penulis "Don't Touch Me")

Nulis keroyokan emang enak. Apalagi buat kita-kita yang "napasnya" belum kuat untuk nyelesain satu buku sendiri. Mungkin, kalau nulis fiksi (cerpen or novel), bikin sendiri lebih enak, karena lebih personal. Sedangkan, klo non fiksi, bikin rame-rame enak n ngebantu banget.

Bayangin, dari 5-8 bab yang harus dikerjain, kita paling kebagian satu atau dua bab. Selebihnya dikerjain sama temen-temen yang lain. Jelek-jeleknya, kita dapet jatah setengah buku. Itu juga udah jauh mendingan dibanding harus nulis sendirian dari ujung ampe ujung.

Terus, nulis barengan juga bisa saling menyemangati. Kalo ada temen yang belum selesai, yang lain bisa support. Kalo ada temen yang belum dapet data, yang lain bantu nyariin. Dari mulai bikin konsep sampe finishing, semuanya diselesaikan rame-rame.

Itu yang aku alamin sama temen-temen Band aku. Awalnya, aku yang cuma akrab sama Mba Dala. Begitu dapet instruksi untuk bikin non fiksi keroyokan, aku n Mba Dala nyusun pasukan. Tapi, berkali-kali band ini ganti personel. Banyak yang nggak konsisten untuk ngerjain. Alesannya bermacem-macem. Sampe, pada akhirnya, Mba Era dilibatin. Waktu itu, aku bener-bener nggak deket ama Mba Era. And, di waktu yang sangat mepet, Mba Astri n Mba Anisa (yang waktu itu baru diinagurasi) ikutan join.

Apakah kami udah akrab semua pas awal bikin tulisan? Nggak! Samasekali nggak akrab dan nggak deket. Sekali lagi, aku cuma akrab sama Mba Dala. Hingga, penerbit minta kami ngerevisi total naskah. Inagurasi angkatan 7 di Situ Gintung, itu pertama kalinya kami ketemu untuk ngomongin konsep dan bagi-bagi tugas.

Itu juga nggak langsung beres. Karakter dan latar belakang personel band yang beda-beda bikin gaya penyampaian lain-lain semua. Saat itu, kami harus ngerevisi sesuai dengan instruksi penerbit. Nggak cuma sekali. Buku Muslimah Nggak Gitu, Deh akhirnya terbit juga setelah ngerjain dua taun dan empat kali ngerevisi.

Lanjut ke buku-buku berikutnya, satu band itu nggak pernah kumplit ngumpul semua pas bahas konsep. Tapi, ngerevisi sampe empat kali bikin kami udah ngerasa deket dan saling percaya. Bikin konsep biasanya berempat. Baru, hasil rapat dikomunikasiin dengan semua personel, dan masing-masing milih bab.

Yup. Kuncinya nulis bareng itu komunikasi. Komunikasi tentang apa pun. Khususnya tentang buku yang lagi dikerjain. Nggak mungkin tulisan bisa dikerjain kalo nggak pernah ngomongin konsep bareng. Nggak mungkin juga bisa jadi buku kalo masih mengedepankan ego masing-masing. Semua buat kepentingan bersama, buat kebaikan bersama, n buat keberhasilan bersama.

Nulis satu buku berdua tapi nggak pernah bahas konsep? Waduh... Kayak lagunya Armada: mau dibawa ke mana? Mau dibawa ke mana itu tulisan? Kita enak-enakan nulis jatah kita sendiri sementara temen masih kebingungan. Kita dengan pedenya ngumpulin naskah kita sendiri, sementara temen kita tulisannya masih babak belur dan kita cuek? Halo....!!!

Nulis keroyokan satu buku dan satu tema butuh kesabaran ekstra, Butuh usaha supaya buku itu nggak ketauan kayak ditulis rame-rame. Mungkin nggak hasil tulisan kita bisa kayak gitu kalo kita nggak peduli sama temen kita? Kalo kita nggak pernah bahas konsep sama partner? Kalo kita jalan sendiri aja dengan keyakinan kalo kita udah baik dan benar? Tugas kita bukan ngerombak punya temen. Tapi, tugas kita adalah ngasih tau temen dan diskusi bareng, supaya bisa maju sama-sama. Emangnya kita tega ngeliat temen kita masih terpuruk pas kita udah maju?

Aisya Avicenna feat. Tere Liye

Wednesday, November 24, 2010 0 Comments

Sabtu, 6 November 2010
Pagi yang luar biasa. Pukul 07.30 dengan mengenakan kostum merah hati melenggang menuju kampus STIS. Hmm, mau ngapain coba?
Sampai di depan kampus, langsung telepon salah satu panitia. Alhamdulillah, dia langsung menjemput dan mengantar ke ruangan. Mau ngapain sih?

Pukul 08.30 acarapun dimulai. Hmm, ceritanya hari ini jadi trainer untuk pelatihan corel draw buat adik-adik ROHIS STIS (yang akhwat). Didampingi Nisa sebagai moderator, akupun beraksi! Akhirnya, bisa cuap-cuap lagi setelah sekian lama “off” sejenak dari dunia training karena masa transisi dari kampus ke kantor. Sekitar 30-an peserta begitu antusias mengikuti acara ini. Kebanyakan dari mereka adalah pengurus akhwat pada buletin ROHIS STIS.

Pukul 09.50, saat tengah asyik menjelaskan materi pada peserta, tiba-tiba ada seorang laki-laki masuk ke ruangan itu. Dengan mengenakan kaos hitam, jaket putih dan celana jeans, lelaki itu duduk di bangku kosong paling depan didampingi seorang mahasiswa STIS.
“Mbak, Tere-Liye tuh!” bisik Nisa di sampingku.
Hah… konsentrasiku sedikit buyar. Wow!

Sejurus kemudian Bang Tere berdiri dan meninggalkan ruangan. Sepertinya salah tempat.
Memang sih, beliau mau mengisi sharing penulisan dengan adik-adik UKM Media jam 10, di ruangan yang tengaha aku pakai.
Jam 10, akhirnya selesai sudah. Wah, pengin banget ketemu Tere-Liye. Mencari-cari di luar ruangan tapi tidak ada. Ya sudah, akhirnya setelah selesai dan pamitan pada panitianya. Aku dan Nisa turun dari lantai 6.

Eits, di dekat pintu masuk gedung utama STIS, ada Bang Tere dengan kaos hitamnya yang melepas jaket. Hmm, akhirnya ketemu juga. Trus kita saling menyapa dan membicarakan “sebuah misi” di group FB. Iseng-iseng aku mengajak foto beliau. Ternyata memang benar kata teman-teman, beliau memang jarang mau diajak foto. Beliau bilang, “Saya tidak mau difoto.”.

Dingin. Kaku. Lugas. Misterius. Itulah kesan pertamaku bertemu beliau.

Tapi it’s so amazing!

Bertemu Bang Tere adalah salah satu impianku karena beliau adalah salah satu novelis favoritku.

Aisya Avicenna

Tuesday, November 23, 2010

MENCINTAI PENANDA DOSA

Tuesday, November 23, 2010 0 Comments
(Oleh : Salim A. Fillah)

Dalam hidup, Allah sering menjumpakan kita dengan orang-orang yang membuat hati bergumam lirih, “Ah, surga masih jauh.” Pada banyak kejadian, ia diwakili oleh orang-orang penuh cahaya yang kilau keshalihannya kadang membuat kita harus memejam mata.

Dalam tugas sebagai Relawan Masjid di seputar Merapi hari-hari ini, saya juga bersua dengan mereka-mereka itu. Ada suami-isteri niagawan kecil yang oleh tetangganya sering disebut si mabrur sebelum haji. Selidik saya menjawabkan, mereka yang menabung bertahun-tahun demi menjenguk rumah Allah itu, menarik uang simpanannya demi mencukupi kebutuhan pengungsi yang kelaparan dan kedinginan di pelupuk mata.

“Kalau sudah rizqi kami”, ujar si suami dengan mata berkaca nan manusiawi, “Kami yakin insyaallah akan kesampaian juga jadi tamu Allah. Satu saat nanti. Satu saat nanti.” Saya memeluknya dengan hati gerimis. Surga terasa masih jauh di hadapan mereka yang mabrur sebelum berhaji.

Ada lagi pengantin surga. Keluarga yang hendak menikahkan dan menyelenggarakan walimah putra-putrinya itu bersepakat mengalihkan beras dan segala anggaran ke barak pengungsi. Nikah pemuda-pemudi itu tetap berlangsung. Khidmat sekali. Dan perayaannya penuh doa yang mungkin saja mengguncang ‘Arsyi. Sebab semua pengungsi yang makan hidangan di barak nan mereka dirikan berlinangan penuh haru memohonkan keberkahan.

Catatan indah ini tentu masih panjang. Ada rumah bersahaja berkamar tiga yang menampung seratusan pelarian musibah. Untuk pemiliknya saya mendoa, semoga istana surganya megah gempita. Ada juru masak penginapan berbintang yang cutikan diri, membaktikan keahlian di dapur umum. Ada penjual nasi gudheg yang sedekahkan 2 pekan dagangannya bagi ransum para terdampak bencana. Semoga tiap butir nasi, serpih sayur, dan serat lelaukan bertasbih untuk mereka.

Ada juga tukang pijit dan tukang cukur yang keliling cuma-cuma menyegarkan raga-raga letih, barak demi barak. Ad dokter-dokter yang rela tinggalkan kenyamanan ruang berpendingin untuk berdebu-debu dan berjijik-jijik. Ada lagi para mahasiswa dan muda-mudi yang kembali mengkanakkan diri, membersamai dan menceriakan bocah-bocah pengungsi. Semua kebermanfaatan surgawi itu, sungguh membuat iri.
***
“Ah, surga masih jauh.”
Setelah bertaburnya kisah kebajikan, izinkan kali ini saya justru mengajak untuk menggumamkan keluh syahdu itu dengan belajar dari jiwa pendosa. Jiwa yang pernah gagal dalam ujian kehidupan dariNya. Mengapa tidak? Bukankah Al Quran juga mengisahkan orang-orang gagal dan pendosa yang berhasil melesatkan dirinya jadi pribadi paling mulia?
Musa pernah membunuh orang. Yunus bahkan sempat lari dari tugas risalah yang seharusnya dia emban. Adam juga. Dia gagal dalam ujian untuk tak mendekat pada pohon yang diharamkan baginya. Tapi doa sesalnya diabadikan Al Quran. Kita membacanya penuh takjub dan khusyu’. “Rabb Pencipta kami, telah kami aniaya diri sendiri. Andai Kau tak sudi mengampuni dan menyayangi, niscaya jadilah kami termasuk mereka yang rugi-rugi.” Mereka pernah menjadi jiwa pendosa, tetapi sikap terbaik memuliakan kelanjutan sejarahnya.
Kini izinkan saya bercerita tentang seorang wanita yang selalu mengatakan bahwa dirinya jiwa pendosa. Kita mafhum, bahwa tiap pendosa yang bertaubat, berhijrah, dan berupaya memperbaiki diri umumnya tersuasanakan untuk membenci apa-apa yang terkait dengan masa lalunya. Hatinya tertuntun untuk tak suka pada tiap hal yang berhubungan dengan dosanya. Tapi bagaimana jika ujian berikut setelah taubat adalah untuk mencintai penanda dosanya?
Dan wanita dengan jubah panjang dan jilbab lebar warna ungu itu memang berjuang untuk mencintai penanda dosanya.
“Saya hanya ingin berbagi dan mohon doa agar dikuatkan”, ujarnya saat kami bertemu di suatu kota selepas sebuah acara yang menghadirkan saya sebagai penyampai madah. Didampingi ibunda dan adik lelakinya, dia mengisahkan lika-liku hidup yang mengharu-birukan hati. Meski sesekali menyeka wajah dan mata dengan sapu tangan, saya insyaf, dia jauh lebih tangguh dari saya.
“Ah, surga masih jauh.”
Kisahnya dimulai dengan cerita indah di semester akhir kuliah. Dia muslimah nan taat, aktivis dakwah yang tangguh, akhwat yang jadi teladan di kampus, dan penuh dengan prestasi yang menyemangati rekan-rekan. Kesyukurannya makin lengkap tatkala prosesnya untuk menikah lancar dan mudah. Dia tinggal menghitung hari. Detik demi detik serasa menyusupkan bahagia di nafasnya.
Ikhwan itu, sang calon suami, seorang lelaki yang mungkin jadi dambaan semua sebayanya. Dia berasal dari keluarga tokoh terpandang dan kaya raya, tapi jelas tak manja. Dikenal juga sebagai ‘pembesar’ di kalangan para aktivis, usaha yang dirintisnya sendiri sejak kuliah telah mengentas banyak kawan dan sungguh membanggakan. Awal-awal, si muslimah nan berasal dari keluarga biasa, seadanya, dan bersahaja itu tak percaya diri. Tapi niat baik dari masing-masing pihak mengatasi semuanya.
Tinggal sepekan lagi. Hari akad dan walimah itu tinggal tujuh hari menjelang, ketika sang ikhwan dengan mobil barunya datang ke rumah yang dikontraknya bersama akhwat-akhwat lain. Sang muslimah agak terkejut ketika si calon suami tampak sendiri. Ya, hari itu mereka berencana meninjau rumah calon tempat tinggal yang akan mereka surgakan bersama. Angkahnya, ibunda si lelaki dan adik perempuannya akan beserta agar batas syari’at tetap terjaga.
“’Afwan Ukhti, ibu dan adik tidak jadi ikut karena mendadak uwak masuk ICU tersebab serangan jantung”, ujar ikhwan berpenampilan eksekutif muda itu dengan wajah sesal dan merasa bersalah. “’Afwan juga, adakah beberapa akhwat teman Anti yang bisa mendampingi agar rencana hari ini tetap berjalan?”
“Sayangnya tidak ada. ‘Afwan, semua sedang ada acara dan keperluan lain. Bisakah ditunda?”
“Masalahnya besok saya harus berangkat keluar kota untuk beberapa hari. Sepertinya tak ada waktu lagi. Bagaimana?”
Akhirnya dengan memaksa dan membujuk, salah seorang kawan kontrakan sang Ukhti berkenan menemani mereka. Tetapi bi-idzniLlah, di tengah jalan sang teman ditelepon rekan lain untuk suatu keperluan yang katanya gawat dan darurat. “Saya menyesal membiarkannya turun di tengah perjalanan”, kata muslimah itu pada saya dengan sedikit isak. “Meskipun kami jaga sebaik-baiknya dengan duduk beda baris, dia di depan dan saya di belakang, saya insyaf, itu awal semua petakanya. Kami terlalu memudah-mudahkan. AstaghfiruLlah.”
Ringkas cerita, mereka akhirnya harus berdua saja meninjau rumah baru tempat kelak surga cinta itu akan dibangun. Rumah itu tak besar. Tapi asri dan nyaman. Tidak megah. Tapi anggun dan teduh.
Saat sang muslimah pamit ke kamar mandi untuk hajatnya, dengan bantuan seekor kecoa yang membuatnya berteriak ketakutan, syaithan bekerja dengan kelihaian menakjubkan. “Di rumah yang seharusnya kami bangun surga dalam ridhaNya, kami jatuh terjerembab ke neraka. Kami melakukan dosa besar terlaknat itu”, dia tersedu. Saya tak tega memandang dia dan sang ibunda yang menggugu. Saya alihkan mata saya pada adik lelakinya di sebalik pintu. Dia tampak menimang seorang anak perempuan kecil.
“Kisahnya tak berhenti sampai di situ”, lanjutnya setelah agak tenang. “Pulang dari sana kami berada dalam gejolak rasa yang sungguh menyiksa. Kami marah. Marah pada diri kami. Marah pada adik dan ibu. Marah pada kawan yang memaksa turun di jalan. Marah pada kecoa itu. Kami kalut. Kami sedih. Merasa kotor. Merasa jijik. Saya terus menangis di jok belakang. Dia menyetir dengan galau. Sesal itu menyakitkan sekali. Kami kacau. Kami merasa hancur.”

Dan kecelakaan itupun terjadi. Mobil mereka menghantam truk pengangkut kayu di tikungan. Tepat sepekan sebelum pernikahan.
“Setelah hampir empat bulan koma”, sambungnya, “Akhirnya saya sadar. Pemulihan yang sungguh memakan waktu itu diperberat oleh kabar yang awalnya saya bingung harus mengucap apa. Saya hamil. Saya mengandung. Perzinaan terdosa itu membuahkan karunia.” Saya takjub pada pilihan katanya. Dia menyebutnya “karunia”. Sungguh tak mudah untuk mengucap itu bagi orang yang terluka oleh dosa.
“Yang lebih membuat saya merasa langit runtuh dan bumi menghimpit adalah”, katanya terisak lagi, “Ternyata calon suami saya, ayah dari anak saya, meninggal di tempat dalam kecelakaan itu.”
“SubhanaLlah”, saya memekik pelan dengan hati menjerit. Saya pandangi gadis kecil yang kini digendong oleh sang paman itu. Engkaulah rupanya Nak, penanda dosa yang harus dicintai itu. Engkaulah rupanya Nak, karunia yang menyertai kekhilafan orangtuamu. Engkaulah rupanya Nak, ujian yang datang setelah ujian. Seperti perut ikan yang menelan Yunus setelah dia tak sabar menyeru kaumnya.
“Doakan saya kuat Ustadz”, ujarnya. Tiba-tiba, panggilan “Ustadz” itu terasa menyengat saya. Sergapan rasa tak pantas serasa melumuri seluruh tubuh. Bagaimana saya akan berkata-kata di hadapan seorang yang begitu tegar menanggung semua derita, bahkan ketika keluarga almarhum calon suaminya mencampakkannya begitu rupa. Saya masih bingung alangkah teganya mereka, keluarga yang konon kaya dan terhormat itu, mengatakan, “Bagaimana kami bisa percaya bahwa itu cucu kami dan bukan hasil ketaksenonohanmu dengan pria lain yang membuat putra kami tersayang meninggal karena frustrasi?”
“Doakan saya Ustadz”, kembali dia menyentak. “Semoga keteguhan dan kesabaran saya atas ujian ini tak berubah menjadi kekerasan hati dan tak tahu malu. Dan semoga sesal dan taubat ini tak menghalangi saya dari mencintai anak itu sepenuh hati.” Aduhai, surga masih jauh. Bahkan pinta doanya pun menakjubkan.
Allah, sayangilah jiwa-jiwa pendosa yang memperbaiki diri dengan sepenuh hati. Allah, jadikan wanita ini semulia Maryam. Cuci dia dari dosa-dosa masa lalu dengan kesabarannya meniti hari-hari bersama sang buah hati. Allah, balasi tiap kegigihannya mencintai penanda dosa dengan kemuliaan di sisiMu dan di sisi orang-orang beriman. Allah, sebab ayahnya telah Kau panggil, kami titipkan anak manis dan shalihah ini ke dalam pengasuhanMu nan Maha Rahman dan Rahim.
Allah, jangan pula izinkan hati kami sesedikit apapun menghina jiwa-jiwa pendosa. Sebab ada kata-kata Imam Ahmad ibn Hanbal dalam Kitab Az Zuhd yang selalu menginsyafkan kami. “Sejak dulu kami menyepakati”, tulis beliau, “Bahwa jika seseorang menghina saudara mukminnya atas suatu dosa, dia takkan mati sampai Allah mengujinya dengan dosa yang semisal dengannya.”

-salim a. fillah, www.safillah.co.cc-

***
NB: sahibatul hikayah berpesan agar kisah ini diceritakan untuk berbagi tentang betapa pentingnya menjaga iman, rasa taqwa, dan tiap detail syari’atNya di tiap langkah kehidupan. Juga agar ada pembelajaran untuk kita bisa memilih sikap terbaik menghadapi tiap uji kehidupan. Semoga Allah menyayanginya.

PEMUDA BERKUDA PUTIH

Tuesday, November 23, 2010 0 Comments

Pada zaman dahulu, ada seorang raja yang mengatakan kepada seorang pemuda yang bekerja sebagai pemelihara kuda kerajaan. “Pilihlah salah satu kuda terbaik di kandang ini, tunggangi dan jangkaulah daerah sebanyak yang kamu mampu. Aku akan memberikan wilayah sebanyak yang kamu jangkau.”

Tentu saja, pemuda tadi tidak menyiakan kesempatan yang diberikan sang raja. Tanpa ragu dia memilih seekor kuda putih yang merupakan kuda terbaik di kerajaan. Kemudian dengan cepat ia melompat naik ke atas kudanya dan secepat mungkin pergi untuk menjangkau wilayah sebanyak mungkin.

Dia terus memacu kudanya. Tak kenal lelah. Terus mencambuk si kuda putih agar terus berlari. Ketika ia merasa lapar atau lelah, ia tak mau berhenti karena ia ingin memperoleh wilayah sebanyak mungkin. Pada akhirnya, ketika ia telah menjangkau wilayah yang cukup banyak, ia kelelahan dan sekarat.

Pemuda berkuda putih itu lantas bertanya kepada dirinya sendiri, “Mengapa aku memaksakan diriku begitu keras untuk menjangkau begitu banyak wilayah? Sekarang aku sekarat dan hanya memerlukan sebidang tanah yang sangat kecil untuk menguburkan diriku sendiri.”
***
Kisah di atas hampir sama dengan perjalanan hidup kita. Setiap hari kita kerap memaksa diri kita dengan keras (dalam bahasa Jawa : ngoyo) untuk menghasilkan lebih banyak “kepuasan duniawi”, baik itu uang, kekuasaan, atau sekedar ketenaran.

Kita sering mengabaikan kesehatan kita, waktu bersama keluarga, dan parahnya kita sering lupa mengetuk pintu-Nya. Tak pernah khusyu’ saat ‘menghadap’ pada-Nya. Terlalu larut dan hanyut dalam aktivitas duniawi yang terkadang memang membuat kita “puas”, tapi sebenarnya kepuasan itu akhirnya berujung pada kegelisahan hati.

Seringku merasa bertaqwa pada-Mu
Tapi itu hanya perasaan saja
Seringku berdosa pada-Mu Illahi
Tapi sering ku mengingkarinya
Seringku mengingat cinta-Mu Illahi
Tapi lebih sering ku menjauhinya
Sering ku terlena dengan dunia ini
Hingga menjadi hamba yang merugi
Hari demi hari terus kulalui
Dalam keadaan sepinya hati ini
Ku mengharap cinta Illahi
Dapat bersemi di hati
Hari ini kuakan berubah
Ke arah yang lebih baik lagi
Ku ingin mengabdi pada Illahi
Agar cinta-Mu terus di hati
(Sesal – Heru Herdiana)
***
Hidup ini rapuh, jika kita tak membentengi diri dengan iman dan taqwa.
Hidup ini singkat, jika kita membiarkan lewat begitu saja, bisa jadi hanya penyesalan yang kita bawa.
Hidup ini sangat indah, jika kita tak melulu memandang ke atas dan merasa iri dengan kepunyaan orang lain yang tak kita punya.
Hidup ini luar biasa, jika kita sadari bahwa kita adalah pemain kehidupan yang harus melakonkan peran kita dengan sebaik-baiknya.
Selamat merangkai kisah kehidupan dalam naungan kasih dan ridho-Nya!
***
Keimanan dan ketaqwaan kita jadikan bekal
Tuk hidup bahagia kelak di akhirat
Harta kekayaan tiada akan bernilai...
Di hadapan Allah, hanyalah amal yang sholih

Saat subuhku berteman rintik hujan, 231110_05.25
Aisya Avicenna

Mencintai Penanda Dosa

Tuesday, November 23, 2010 1 Comments

(Oleh : Salim A. Fillah)

Dalam hidup, Allah sering menjumpakan kita dengan orang-orang yang membuat hati bergumam lirih, “Ah, surga masih jauh.” Pada banyak kejadian, ia diwakili oleh orang-orang penuh cahaya yang kilau keshalihannya kadang membuat kita harus memejam mata.

Dalam tugas sebagai Relawan Masjid di seputar Merapi hari-hari ini, saya juga bersua dengan mereka-mereka itu. Ada suami-isteri niagawan kecil yang oleh tetangganya sering disebut si mabrur sebelum haji. Selidik saya menjawabkan, mereka yang menabung bertahun-tahun demi menjenguk rumah Allah itu, menarik uang simpanannya demi mencukupi kebutuhan pengungsi yang kelaparan dan kedinginan di pelupuk mata.

“Kalau sudah rizqi kami”, ujar si suami dengan mata berkaca nan manusiawi, “Kami yakin insyaallah akan kesampaian juga jadi tamu Allah. Satu saat nanti. Satu saat nanti.” Saya memeluknya dengan hati gerimis. Surga terasa masih jauh di hadapan mereka yang mabrur sebelum berhaji.

Ada lagi pengantin surga. Keluarga yang hendak menikahkan dan menyelenggarakan walimah putra-putrinya itu bersepakat mengalihkan beras dan segala anggaran ke barak pengungsi. Nikah pemuda-pemudi itu tetap berlangsung. Khidmat sekali. Dan perayaannya penuh doa yang mungkin saja mengguncang ‘Arsyi. Sebab semua pengungsi yang makan hidangan di barak nan mereka dirikan berlinangan penuh haru memohonkan keberkahan.

Catatan indah ini tentu masih panjang. Ada rumah bersahaja berkamar tiga yang menampung seratusan pelarian musibah. Untuk pemiliknya saya mendoa, semoga istana surganya megah gempita. Ada juru masak penginapan berbintang yang cutikan diri, membaktikan keahlian di dapur umum. Ada penjual nasi gudheg yang sedekahkan 2 pekan dagangannya bagi ransum para terdampak bencana. Semoga tiap butir nasi, serpih sayur, dan serat lelaukan bertasbih untuk mereka.

Ada juga tukang pijit dan tukang cukur yang keliling cuma-cuma menyegarkan raga-raga letih, barak demi barak. Ad dokter-dokter yang rela tinggalkan kenyamanan ruang berpendingin untuk berdebu-debu dan berjijik-jijik. Ada lagi para mahasiswa dan muda-mudi yang kembali mengkanakkan diri, membersamai dan menceriakan bocah-bocah pengungsi. Semua kebermanfaatan surgawi itu, sungguh membuat iri.
***
“Ah, surga masih jauh.”
Setelah bertaburnya kisah kebajikan, izinkan kali ini saya justru mengajak untuk menggumamkan keluh syahdu itu dengan belajar dari jiwa pendosa. Jiwa yang pernah gagal dalam ujian kehidupan dariNya. Mengapa tidak? Bukankah Al Quran juga mengisahkan orang-orang gagal dan pendosa yang berhasil melesatkan dirinya jadi pribadi paling mulia?
Musa pernah membunuh orang. Yunus bahkan sempat lari dari tugas risalah yang seharusnya dia emban. Adam juga. Dia gagal dalam ujian untuk tak mendekat pada pohon yang diharamkan baginya. Tapi doa sesalnya diabadikan Al Quran. Kita membacanya penuh takjub dan khusyu’. “Rabb Pencipta kami, telah kami aniaya diri sendiri. Andai Kau tak sudi mengampuni dan menyayangi, niscaya jadilah kami termasuk mereka yang rugi-rugi.” Mereka pernah menjadi jiwa pendosa, tetapi sikap terbaik memuliakan kelanjutan sejarahnya.
Kini izinkan saya bercerita tentang seorang wanita yang selalu mengatakan bahwa dirinya jiwa pendosa. Kita mafhum, bahwa tiap pendosa yang bertaubat, berhijrah, dan berupaya memperbaiki diri umumnya tersuasanakan untuk membenci apa-apa yang terkait dengan masa lalunya. Hatinya tertuntun untuk tak suka pada tiap hal yang berhubungan dengan dosanya. Tapi bagaimana jika ujian berikut setelah taubat adalah untuk mencintai penanda dosanya?
Dan wanita dengan jubah panjang dan jilbab lebar warna ungu itu memang berjuang untuk mencintai penanda dosanya.
“Saya hanya ingin berbagi dan mohon doa agar dikuatkan”, ujarnya saat kami bertemu di suatu kota selepas sebuah acara yang menghadirkan saya sebagai penyampai madah. Didampingi ibunda dan adik lelakinya, dia mengisahkan lika-liku hidup yang mengharu-birukan hati. Meski sesekali menyeka wajah dan mata dengan sapu tangan, saya insyaf, dia jauh lebih tangguh dari saya.
“Ah, surga masih jauh.”
Kisahnya dimulai dengan cerita indah di semester akhir kuliah. Dia muslimah nan taat, aktivis dakwah yang tangguh, akhwat yang jadi teladan di kampus, dan penuh dengan prestasi yang menyemangati rekan-rekan. Kesyukurannya makin lengkap tatkala prosesnya untuk menikah lancar dan mudah. Dia tinggal menghitung hari. Detik demi detik serasa menyusupkan bahagia di nafasnya.
Ikhwan itu, sang calon suami, seorang lelaki yang mungkin jadi dambaan semua sebayanya. Dia berasal dari keluarga tokoh terpandang dan kaya raya, tapi jelas tak manja. Dikenal juga sebagai ‘pembesar’ di kalangan para aktivis, usaha yang dirintisnya sendiri sejak kuliah telah mengentas banyak kawan dan sungguh membanggakan. Awal-awal, si muslimah nan berasal dari keluarga biasa, seadanya, dan bersahaja itu tak percaya diri. Tapi niat baik dari masing-masing pihak mengatasi semuanya.
Tinggal sepekan lagi. Hari akad dan walimah itu tinggal tujuh hari menjelang, ketika sang ikhwan dengan mobil barunya datang ke rumah yang dikontraknya bersama akhwat-akhwat lain. Sang muslimah agak terkejut ketika si calon suami tampak sendiri. Ya, hari itu mereka berencana meninjau rumah calon tempat tinggal yang akan mereka surgakan bersama. Angkahnya, ibunda si lelaki dan adik perempuannya akan beserta agar batas syari’at tetap terjaga.
“’Afwan Ukhti, ibu dan adik tidak jadi ikut karena mendadak uwak masuk ICU tersebab serangan jantung”, ujar ikhwan berpenampilan eksekutif muda itu dengan wajah sesal dan merasa bersalah. “’Afwan juga, adakah beberapa akhwat teman Anti yang bisa mendampingi agar rencana hari ini tetap berjalan?”
“Sayangnya tidak ada. ‘Afwan, semua sedang ada acara dan keperluan lain. Bisakah ditunda?”
“Masalahnya besok saya harus berangkat keluar kota untuk beberapa hari. Sepertinya tak ada waktu lagi. Bagaimana?”
Akhirnya dengan memaksa dan membujuk, salah seorang kawan kontrakan sang Ukhti berkenan menemani mereka. Tetapi bi-idzniLlah, di tengah jalan sang teman ditelepon rekan lain untuk suatu keperluan yang katanya gawat dan darurat. “Saya menyesal membiarkannya turun di tengah perjalanan”, kata muslimah itu pada saya dengan sedikit isak. “Meskipun kami jaga sebaik-baiknya dengan duduk beda baris, dia di depan dan saya di belakang, saya insyaf, itu awal semua petakanya. Kami terlalu memudah-mudahkan. AstaghfiruLlah.”
Ringkas cerita, mereka akhirnya harus berdua saja meninjau rumah baru tempat kelak surga cinta itu akan dibangun. Rumah itu tak besar. Tapi asri dan nyaman. Tidak megah. Tapi anggun dan teduh.
Saat sang muslimah pamit ke kamar mandi untuk hajatnya, dengan bantuan seekor kecoa yang membuatnya berteriak ketakutan, syaithan bekerja dengan kelihaian menakjubkan. “Di rumah yang seharusnya kami bangun surga dalam ridhaNya, kami jatuh terjerembab ke neraka. Kami melakukan dosa besar terlaknat itu”, dia tersedu. Saya tak tega memandang dia dan sang ibunda yang menggugu. Saya alihkan mata saya pada adik lelakinya di sebalik pintu. Dia tampak menimang seorang anak perempuan kecil.
“Kisahnya tak berhenti sampai di situ”, lanjutnya setelah agak tenang. “Pulang dari sana kami berada dalam gejolak rasa yang sungguh menyiksa. Kami marah. Marah pada diri kami. Marah pada adik dan ibu. Marah pada kawan yang memaksa turun di jalan. Marah pada kecoa itu. Kami kalut. Kami sedih. Merasa kotor. Merasa jijik. Saya terus menangis di jok belakang. Dia menyetir dengan galau. Sesal itu menyakitkan sekali. Kami kacau. Kami merasa hancur.”

Dan kecelakaan itupun terjadi. Mobil mereka menghantam truk pengangkut kayu di tikungan. Tepat sepekan sebelum pernikahan.
“Setelah hampir empat bulan koma”, sambungnya, “Akhirnya saya sadar. Pemulihan yang sungguh memakan waktu itu diperberat oleh kabar yang awalnya saya bingung harus mengucap apa. Saya hamil. Saya mengandung. Perzinaan terdosa itu membuahkan karunia.” Saya takjub pada pilihan katanya. Dia menyebutnya “karunia”. Sungguh tak mudah untuk mengucap itu bagi orang yang terluka oleh dosa.
“Yang lebih membuat saya merasa langit runtuh dan bumi menghimpit adalah”, katanya terisak lagi, “Ternyata calon suami saya, ayah dari anak saya, meninggal di tempat dalam kecelakaan itu.”
“SubhanaLlah”, saya memekik pelan dengan hati menjerit. Saya pandangi gadis kecil yang kini digendong oleh sang paman itu. Engkaulah rupanya Nak, penanda dosa yang harus dicintai itu. Engkaulah rupanya Nak, karunia yang menyertai kekhilafan orangtuamu. Engkaulah rupanya Nak, ujian yang datang setelah ujian. Seperti perut ikan yang menelan Yunus setelah dia tak sabar menyeru kaumnya.
“Doakan saya kuat Ustadz”, ujarnya. Tiba-tiba, panggilan “Ustadz” itu terasa menyengat saya. Sergapan rasa tak pantas serasa melumuri seluruh tubuh. Bagaimana saya akan berkata-kata di hadapan seorang yang begitu tegar menanggung semua derita, bahkan ketika keluarga almarhum calon suaminya mencampakkannya begitu rupa. Saya masih bingung alangkah teganya mereka, keluarga yang konon kaya dan terhormat itu, mengatakan, “Bagaimana kami bisa percaya bahwa itu cucu kami dan bukan hasil ketaksenonohanmu dengan pria lain yang membuat putra kami tersayang meninggal karena frustrasi?”
“Doakan saya Ustadz”, kembali dia menyentak. “Semoga keteguhan dan kesabaran saya atas ujian ini tak berubah menjadi kekerasan hati dan tak tahu malu. Dan semoga sesal dan taubat ini tak menghalangi saya dari mencintai anak itu sepenuh hati.” Aduhai, surga masih jauh. Bahkan pinta doanya pun menakjubkan.
Allah, sayangilah jiwa-jiwa pendosa yang memperbaiki diri dengan sepenuh hati. Allah, jadikan wanita ini semulia Maryam. Cuci dia dari dosa-dosa masa lalu dengan kesabarannya meniti hari-hari bersama sang buah hati. Allah, balasi tiap kegigihannya mencintai penanda dosa dengan kemuliaan di sisiMu dan di sisi orang-orang beriman. Allah, sebab ayahnya telah Kau panggil, kami titipkan anak manis dan shalihah ini ke dalam pengasuhanMu nan Maha Rahman dan Rahim.
Allah, jangan pula izinkan hati kami sesedikit apapun menghina jiwa-jiwa pendosa. Sebab ada kata-kata Imam Ahmad ibn Hanbal dalam Kitab Az Zuhd yang selalu menginsyafkan kami. “Sejak dulu kami menyepakati”, tulis beliau, “Bahwa jika seseorang menghina saudara mukminnya atas suatu dosa, dia takkan mati sampai Allah mengujinya dengan dosa yang semisal dengannya.”

-salim a. fillah, www.safillah.co.cc-
***
NB: sahibatul hikayah berpesan agar kisah ini diceritakan untuk berbagi tentang betapa pentingnya menjaga iman, rasa taqwa, dan tiap detail syari’atNya di tiap langkah kehidupan. Juga agar ada pembelajaran untuk kita bisa memilih sikap terbaik menghadapi tiap uji kehidupan. Semoga Allah menyayanginya.

KULIAH CINTA DARI DAPUR

Tuesday, November 23, 2010 0 Comments

KULIAH CINTA DARI DAPUR (Refleksi bagi lelaki, tentang perempuan di sekitarnya)
by Fatih Zam on Monday, November 22, 2010 at 8:15am

Engkau tidak bisa protes, hai lelaki. Bahwa perempuan memang lebih tinggi ketimbang kita. Barangkali engkau pernah mendengar bahwa Nabi Saw. menyebut sosok perempuan (ibu) sebanyak tiga kali sementara lelaki (ayah) hanya satu kali. Itu jawab Nabi kala ada sahabat yang bertanya, tentang siapakah yang mesti didahulukan penghormatannya.

Ragam kisah pun sudah menggambarkan kepada kita, betapa permata seorang ibu. Mungkin engkau pernah menyimak, bagaimana seorang lelaki menggendong ibunya untuk bertawaf di ka’bah. Lelaki itu menggendong ibunya dari tempat yang sangat jauh. Bertemulah dia dengan Nabi Saw, lalu bertanya, “Apakah sudah lunas utang budiku kepada ibuku?”

Lelaki tersebut tidak mendapatkan pengaminan dari sang Nabi. Karena apa yang dilakukannya belumlah seujung kuku.

Lalu, kita pun akan menjumpai kisah kontemporer. Tentang citra-citra anak yang durhaka dan mendapatkan kutukan mengerikan. Salah satunya barangkali Malin Kundang. Atau, Al Qamah di zaman Rasulullah. Mereka adalah aktor-aktor yang berperan sebagai manusia durhaka yang mengalami kesakitan di akhir hayat, tersebab oleh hal yang sama; mendurhakai ibunya, mendurhakai perempuan.


Sebuah tanya besar lantas menggantung dalam benak kita; kenapa Nabi Saw. mewartakan bahwa kaum perempuanlah terbanyak di neraka?

Mungkin, karena fitrah perempuan adalah bengkok. Karena dia tercipta dari rusuk Adam. Hal ini pun lalu menjadi sebuah informasi yang banyak disalahguna para lelaki. Para lelaki mengklaim bahwa kebengkokan perempuan ini mestilah diluruskan. Siapa yang meluruskan, tentu para lelaki (karena mereka yang memiliki klaim). Untuk mengesahkan klaim ini, para lelaki lalu menambahkan bahwa tabiat rusuk memang bengkok dan mesti pelan-pelan meluruskannya. Karena tulang rusuk begitu rapuh, dan semacamnya. Itulah klaim lelaki, yang lalu disulap menjadi klaim dunia. Kesepakatan bersama.

Klaim ini terus mengambang di angkasa dunia. Klaim bahwa tugas lelaki adalah sebagai arsitek yang meluruskan kebengkokan rusuk perempuan. Klaim yang ternyata membutakan mata para lelaki, bahwa kebanyakan mereka bukannya meluruskan tapi malah mematahkan. Tidak terpikir oleh para lelaki, bahwa bengkok itu tidak akan pernah lurus. Ya, bengkok itu selamanya tidak akan pernah lurus.


Satu pertanyaan besar untuk pernyataan saya “bahwa bengkok itu tidak akan pernah lurus” adalah; apa yang salah dengan ‘bengkok’? Apakah keindahan itu mesti selalu lurus?

Hal yang tidak mungkin bisa disangkal adalah bahwa lelaki adalah pemimpin perempuan. Itu sudah terukir di kitab suci. Tetapi, tidak serta-merta bahwa lelaki adalah pemimpin perempuan, lantas lelaki naik tahta menjadi sosok raja yang mesti “iya” segala inginnya. Sampai-sampai, sang pemimpin itu melakukan pemaksaan bahwa kebengkokan harus gegas diluruskan. Kepemimpinan yang membutakan sang raja, bahwa tangan besi pun adalah halal adanya.


Tidakkah kita, para lelaki, berpikir bahwa—sadar maupun tidak—kitalah yang memiliki andil menjebloskan perempuan itu ke liang neraka? Tidakkah kita berpikir bahwa akan selalu ada resiprokal di dunia ini. Tidak ada akibat tanpa sebab. Mungkin, perempuan itu tidak tahan dengan “tangan besi” sang raja. Sedangkan ketidakpatuhan perempuan (istri) kepada lelaki (suami) mampu mengundang marah malaikat. Kita (para lelaki) kadang tidak menyadari bahwa mereka punya batas kapasitas. Pemaksaan kitalah yang menyebabkan mereka berada pada satu pilihan yang memang satu-satunya; memberontak. Dan imbalan dari pemberontakan itu adalah laknat malaikat.


Oya, saya tidak sedang menjadi seorang feminis. Bukan pula seorang yang sudah berpengalaman “menangani” perempuan. Sama sekali bukan. Ini tersebab karena saya pun adalah aktor yang telah beberapa kali membuat kecewa perempuan, khususnya ibu saya.


Waktu kecil bahkan hingga kini—tanpa saya sadari—saya masih saja menanam duri kepada ibu saya. Saya selalu mengeluh dengan “pelayanan” ibu saya, mulai dari cucian yang tidak bersih, makanan yang tidak enak (sesuai lidah saya tentunya), dan lain-lain. Saya pun lalu menjumpai ibu saya marah, meski lebih banyak diamnya. Saya tidak berpikir, bahwa ulah saya itu pelan-pelan telah menempatkan ibu saya di posisi yang sulit, yakni—mungkin—mendapat laknat malaikat. Itu saya lakukan terus-menerus, hingga barangkali kejengkelan ibu saya sudah bertumpuk dan beranak pinak.


Beberapa waktu terakhir ini, saya selalu menyempatkan diri memasak. Meskipun masakan yang saya buat masih sederhana, dan baru lidah saya yang mengatakan bahwa masakan itu layak disebut sedap. Dari aktivitas ini, saya lalu menemukan pelajaran permata. Bukan semata pelajaran tata boga, tetapi lebih dari itu. Dari dapur inilah, saya menemukan bahwa adalah cinta yang membuat perempuan (istri sekaligus ibu) bertahan dan menghabiskan separuh usianya untuk berada di dapur; memasak makanan.


Di dapur, saya kadang mengiris bawang, cabai, dan bumbu lainnya. Bawang merah mampu memedihkan mata, bawang putih baunya luar biasa, cabai pun takayal memedihkan segala. Belum lagi cipratan minyak goreng panas, baunya terasi, asap yang menyergap. Mata memerah, keringat keluar, belum bau-bauan yang menusuk hidung sampai menimbulkan bersin, terkadang jari teriris pisau, adalah pengalaman yang saya dapatkan ketika beraktivitas di dapur. Luar biasa besar pengorbanan yang mesti disajikan hanya untuk mendapatkan satu atau dua porsi makanan.


Saya lantas bertanya kepada diri sendiri, bagaimana bisa seorang perempuan (istri sekaligus ibu) melakukan ini semua? Bahkan bukan sekali dua, melainkan separuh masa usia! Saya pun bertanya kepada diri saya sendiri (mewakili kaum lelaki), bagaimana bisa saya marah-marah seenaknya tersebab makanan yang tidak sesuai dengan keinginan saya? Bagaimana bisa saya mengeluh sampai berpeluh? Bagaimana bisa…bagaimana bisa….bagaimana bisa….?



Gampang saja bagi lelaki (anak atau suami) untuk memberikan penilaian tentang masakan. Gampang saja bagi lelaki untuk mengatakan bahwa masakan itu belum layak dikatakan enak, dan lain-lain. Dan secara manusiawi, kita pun seharusnya memaklumi, jengkel atau marahnya seorang perempuan (istri sekaligus ibu) ketika mendapati diri kita sebagai sosok yang tidak memiliki kepekaan menghargai.



Itu baru dari memasak, belum dari mencuci, menyetrika, membersihkan rumah, mengelola keuangan, dan sebagainya. Bisakah lelaki mengerjakan itu semua dalam satu waktu? Patutkah kita marah-marah kepada mereka atas apa yang mereka kerjakan, sementara Nabi Saw berkata bahwa bentuk jihad perempuan adalah di rumahnya?



Tuhan, ampuni saya yang sudah menjelma lelaki durhaka. Lelaki yang sudah menyulap jihad mereka menjadi sesuatu yang tidak berharga. Lelaki yang telah menjungkalkan mereka ke liang neraka, dengan ingin dan pinta yang bahkan tidak sesuai realita.



Tuhan, muliakanlah para ibu, para istri, dan para perempuan. Tuhan, berikanlah kepekaan hebat kepada para lelaki. Jadikanlah kami lelaki yang selalu menghargai. Amin.


::catatan reflektif

Fatih ZAM

Monday, November 22, 2010

Pertengkaran Kecil

Monday, November 22, 2010 0 Comments
SP : "Bagi sy, mnulis bkn utk dinilai.Skedar menulis…menulis..
dan menulis…"
AA : "Tp ada kalanya penilaian itu perlu utk mlihat sjauh
mana kualitas tulisan kita. Dgn begitu, kita bisa blajar mjd lbh baik lg."
SP : "Menikmati tulisan orang lain jg bs djadikan parameter,
karena setiap penulis pny resepnya masing2, sebagaimana cheef… mmpu meramu
bumbu2 dasar mjd makanan yg lezat…"

MUHARROM SEBENTAR LAGI TIBA..APA KEISTIMEWAAN MUHARROM..? YUK KITA SIMAK...!!!

Monday, November 22, 2010 0 Comments
MUHARROM SEBENTAR LAGI TIBA..APA KEISTIMEWAAN MUHARROM..? YUK KITA SIMAK...!!!
by Ratu Surya Atmajaya on Friday, November 19, 2010 at 8:40pm

Bulan muharam adalah bulan pertama dalam kalender Hijriah. Bulan ini termasuk salah satu dari empat bulan haram (suci), sebagai mana yang difirmankan oleh Allah:

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram”. (At-Taubah: 36).

Semua ahli tafsir sepakat bahwa empat bulan yang tersebut dalam ayat di atas adalah Zulqa’dah, Zul-Hijjah, Muharam dan Rajab.

Ketika haji wada’ Rasulallah bersabda:

Dari Abi Bakrah RA bahwa Nabi SAW bersabda: “Setahun ada dua belas bulan, empat darinya adalah bulan suci. Tiga darinya berturut-turut; Zulqa’dah, Zul-Hijjah, Muharam dan Rajab”. (HR. Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad).



Dalam hadist di atas Nabi SAW hanya menyebut nama empat bulan, dan ini bukan berarti selain dari nama bulan yang disebut di atas tidak suci, karena bulan Ramadhan tidak disebutkan dalam hadist diatas. Dan kita semua tahu bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan kesucian, ada Lailatul Qadar, juga dinamakan dengan bulan rahmat, maghfirah dan pembebasan dari api neraka.

Ibnu Rajab al-Hambali ( 736 – 795 H ) mengatakan, Muharam disebut dengan syahrullah (bulan Allah) karena memiliki dua hikmah. Pertama, untuk menunjukkan keutamaan dan kemuliaan bulan Muharam. Kedua, untuk menunjukkan otoritas Allah SWT dalam mensucikankan bulan Muharam.

Bulan Muharram mempunyai karakteristik tersendiri, dan diantara karakteristik bulan Muharram adalah:

Pertama: Semangat Hijrah Setiap memasuki tahun baru Islam, kita hendaknya memiliki semangat baru untuk merancang dan melaksanakan hidup ini secara lebih baik. Kita seharus merenung kembali hikmah yang terkandung di balik peristiwa hijrah yang dijadikan momentum awal perhitungan Tahun Hijriyah.

Tahun hijriyah mulai diberlakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Sistem penanggalan Islam itu tidak mengambil nama ‘Tahun Muhammad’ atau ‘Tahun Umar’. Artinya, tidak mengandung unsur pemujaan seseorang atau penonjolan personifikasi, tidak seperti sistem penanggalan Tahun Masehi yang diambil dari gelar Nabi Isa, Al-Masih (Arab) atau Messiah (Ibrani).

Tidak juga seperti sistem penanggalan Bangsa Jepang, Tahun Samura, yang mengandung unsur pemujaan terhadap Amaterasu O Mi Kami (dewa matahari) yang diproklamasikan berlakunya untuk mengabadikan kaisar pertama yang dianggap keturunan Dewa Matahari, yakni Jimmu Tenno (naik tahta tanggal 11 pebruari 660 M yang dijadikan awal perhitungan Tahun Samura) Atau penangalan Tahun Saka bagi suku Jawa yang berasal dari Raja Aji Saka.

Penetapan nama Tahun Hijriyah (al-Sanah al-Hijriyah) merupakan kebijaksanaan Khalifah Umar. Seandainya ia berambisi untuk mengabadikan namanya dengan menamakan penanggalan itu dengan Tahun Umar sangatlah mudah baginya melakukan itu. Umar tidak mementingkan keharuman namanya atau membanggakan dirinya sebagai pencetus ide sistem penanggalaan Islam itu.

Ia malah menjadikan penanggalan itu sebagai zaman baru pengembangan Islam, karena penanggalan itu mengandung makna spiritual dan nilai historis yang amat tinggi harganya bagi agama dan umat Islam. Selain Umar, orang yang berjasa dalam penanggalan Tahun Hijriyah adalah Ali bin Abi Thalib. Beliaulah yang mencetuskan pemikiran agar penanggalan Islam dimulai penghitungannya dari peristiwa hijrah, saat umat Islam meninggalkan Makkah menuju Yatsrib (Madinah).

Dalam sejarah hijrah nabi dari Makkah ke madinah terlihat jalinan ukhuwah kaum Ansor dan Muhajirin yang melahirkan integrasi umat Islam yang sangat kokoh. Kaum Muhajirin-Anshar membuktikan, ukhuwah Islamiyah bisa membawa umat Islam jaya dan disegani. Bisa dimengerti, jika umat Islam dewasa ini tidak disegani musuh-musuhnya, menjadi umat yang tertindas, serta menjadi bahan permainan umat lain, antara lain akibat jalinan ukhuwah Islamiyah yang tidak seerat kaum Mujahirin-Anshar.

Dari situlah mengapa konsep dan hikmah hijrah perlu dikaji ulang dan diamalkan oleh umat Islam. Setiap pergantian waktu, hari demi hari hingga tahun demi tahun, biasanya memunculkan harapan baru akan keadaan yang lebih baik. Islam mengajarkan, hari-hari yang kita lalui hendaknya selalu lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Dengan kata lain, setiap Muslim dituntut untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari.

Hadis Rasulullah yang sangat populer menyatakan, ”Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari kemarin, adalah orang yang beruntung”.

Bila hari ini sama dengan kemarin, berarti orang merugi, dan jika hari ini lebih jelek dari kemarin, adalah orang celaka.” Oleh karena itu, sesuai dengan firman Allah:

”Hendaklah setiap diri memperhatikan (melakukan introspeksi) tentang apa-apa yang telah diperbuatnya untuk menghadapi hari esok (alam akhirat) dan bertakwalah, sesungguhnya Allah maha tahu dengan apa yang kamu perbuatkan”. (QS. Al-Hasyar: 18).

Karakteristik Kedua: Di sunnahkan berpuasa Pada zaman Rasulullah, orang Yahudi juga mengerjakan puasa pada hari ‘asyuura. Mereka mewarisi hal itu dari Nabi Musa AS.

Dari Ibnu Abbas RA, ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa.

Rasulullah SAW bertanya, “Hari apa ini? Mengapa kalian berpuasa?” Mereka menjawab, “Ini hari yang agung, hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun. Maka Musa berpuasa sebagai tanda syukur, maka kami pun berpuasa. “Rasulullah SAW bersabda, “Kami orang Islam lebih berhak dan lebih utama untuk menghormati Nabi Musa daripada kalian.” (HR. Abu Daud).

Puasa Muharram merupakan puasa yang paling utama setelah puasa ramadhan. Rasululllah SAW bersabda: Dari Abu Hurairah RA, Rasululllah SAW bersabda: “Sebaik-baik puasa setelah puasa ramadhan adalah puasa dibulan muharram, dan sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. (HR. Muslim, Abu Daud, Tarmizi, dan Nasa’ ).

Puasa pada bulan Muharam yang sangat dianjurkan adalah pada hari yang kesepuluh, yaitu yang lebih dikenal dengan istilah ‘asyuura.

Aisyah RA pernah ditanya tentang puasa ‘asyuura, ia menjawab, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW puasa pada suatu hari yang beliau betul-betul mengharapkan fadilah pada hari itu atas hari-hari lainnya, kecuali puasa pada hari kesepuluh Muharam.” (HR Muslim).

Dalam hadits lain Nabi juga menjelaskan bahwa puasa pada hari ‘asyura (10 Muharram) bisa menghapuskan dosa-dosa setahun yang telah lewat.

Dari Abu Qatadah RA, Rasululllah SAW ditanya tentang puasa hari ‘asyura, beliau bersabda: ”Saya berharap ia bisa menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang telah lewat” (HR. Muslim).

Disamping itu disunnahkan untuk berpuasa sehari sebelum ‘Asyura yaitu puasa Tasu’a pada tanggal 9 Muharram, sebagaimana sabda Nabi SAW yang termasuk dalam golongan sunnah hammiyah (sunnah yang berupa keinginan/cita2 Nabi tetapi beliau sendiri belum sempat melakukannya):

Ibnu Abbas RA menyebutkan, Rasulullah SAW melakukan puasa ‘asyuura dan beliau memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. Para sahabat berkata, “Ini adalah hari yang dimuliakan orang Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah saw. bersabda, “Tahun depan insya Allah kita juga akan berpuasa pada tanggal sembilan Muharam.” Namun, pada tahun berikutnya Rasulullah telah wafat. (HR Muslim, Abu Daud).

Berdasar pada hadis ini, disunahkan bagi umat Islam untuk juga berpuasa pada tanggal sembilan Muharam. Sebagian ulama mengatakan, sebaiknya puasa selama tiga hari: 9, 10, 11 Muharam.

Ibnu Abbas r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Puasalah pada hari ‘asyuura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Puasalah sehari sebelum ‘asyuura dan sehari sesudahnya.” (HR Ahmad).

Ibnu Sirrin berkata: melaksanakan hal ini dengan alasan kehati-hatian. Karena, boleh jadi manusia salah dalam menetapkan masuknya satu Muharam. Boleh jadi yang kita kira tanggal sembilan, namun sebenarnya sudah tanggal sepuluh. (Majmuu’ Syarhul Muhadzdzab VI/406) .

Mudah-mudahan dengan masuknya awal tahun baru hijriyah ini, kita bisa merancang hidup kita kedepan agar lebih baik dan bermanfaat bagi umat manusia, yakni mengubah perilaku buruk menjadi baik, melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.