Jejak Karya

Jejak Karya
Showing posts with label pejuang literasi. Show all posts
Showing posts with label pejuang literasi. Show all posts

Monday, April 20, 2020

[CERNAK]: PION-PION KEMENANGAN

Monday, April 20, 2020 0 Comments




“Rafa, tumben akhir-akhir ini kamu jam segini sudah mandi?” ledek Kak Mita yang sedang sibuk membantu Bunda mengelap piring.
“Biarin!” Rafa malah menjulurkan lidahnya ke kakak sulungnya itu. Bunda yang melihat kelakuan kakak-beradik itu hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
Sore itu, Rafa kembali asyik dengan papan hitam-putih kesayangannya di teras rumah. Ia sedang menunggu seseorang. Dua hari yang lalu, Ayah membelikan oleh-oleh papan catur untuknya. Rafa belum mahir memainkannya. Tapi, ia sangat beruntung, ada yang mau mengajarinya.
Kreeek… Pagar besi rumahnya terbuka. Rafa segera berlari ke arah pagar.
“Kamu dah wangi, Rafa! Anak rajin,” kata orang yang baru datang itu sambil mengacak rambut Rafa.
“Ah, Kakek bisa saja. Ayo, Kek, masuk. Sudah Rafa tunggu, lho!”
Rafa dan Kakek Tomo kini bersila berhadap-hadapan di kursi bambu, di teras rumah Rafa. Sore ini, Rafa belajar main catur lagi dengan Kakek Tomo. Rumah Kakek Tomo bersebelahan dengan rumah Rafa.
“Ini aku sudah tata seperti yang sudah Kakek ajarkan,” kata Rafa senang.
“Coba Kakek lihat. Sudah benar belum posisinya.”
Kakek Tomo menatap Rafa dengan mata berbinar lalu menggangguk.
“Coba ulangi lagi yang Kakek ajarkan kemarin, Rafa,” pinta Kakek Tomo.
Rafa mulai menjelaskan kepada Kakek Tomo kalau pion jalannya bergerak maju satu petak ke petak yang tidak ditempati. Pion juga bisa bergerak secara menyerong atau diagonal untuk menangkap bidak lawan, apabila bidak lawan berada satu petak di diagonal depannya. Kalau benteng bisa bergerak sepanjang petak horizontal kayak gini, maupun vertikal kayak gini, tapi tidak bisa melompati bidak lain. Gajah dapat bergerak sepanjang petak secara menyerong atau diagonal, tapi juga tidak bisa melompati bidak lain.

Tiba-tiba, Bunda datang sambil membawa nampan berisi teh jahe hangat dan pisang goreng. Aromanya sungguh menggugah selera.
“Wah, Rafa serius sekali belajarnya! Terima kasih ya, Kakek Tomo. Sudah meluangkan waktu untuk mengajari Rafa main catur,” kata Bunda.
“Sama-sama, Yunda. Dulu, tiap sore gini, aku sama ayahmu juga suka main catur di tempat ini. Rafa sangat berbakat jadi pemain catur, nih. Mungkin keturunan dari almarhum kakeknya,” kata Kakek Tomo sambil terkekeh.
Bunda tampak senang.
“Ya sudah, silakan dilanjutkan belajarnya. Rafa perhatikan dengan sungguh-sungguh apa yang diajarkan Kakek Tomo, ya.”
Rafa pun mengacungkan dua jempol tangannya.
“Ayo, kita lanjutkan. Nah, sekarang kakek jelaskan tentang kuda, raja, dan ratu.”
Rafa memerhatikan dengan sungguh-sungguh, kadang mengernyitkan dahi, lalu mengulangi penjelasan Kakek.
“Hmm, Raja dapat bergerak satu petak ke segala arah, Ratu punya gerakan kombinasi dari Benteng dan Gajah, kalau Kuda memiliki gerakan mirip huruf L, yaitu memanjang dua petak atau melebar satu petak. Kuda itu satu-satunya bidak yang dapat melompati bidak-bidak lain,” gumam Rafa sambil manggut-manggut.
[*]
Hari-hari berlalu, setiap sore Kakek Tomo mengajari Rafa teknik bermain catur yang benar.  Rafa pun mulai mahir. Sampai suatu hari,
“Rafa, coba baca apa yang Kakek bawa ini!” Kakek Tomo menyerahkan selembar kertas.
“Apa ini, Kek?” Rafa membaca isi kertas yang diberikan Kakek Tomo.
“Lomba catur junior?” Rafa menatap Kakek.
“Kamu coba ikut, ya, untuk mengasah kemampuanmu bermain catur,” Kakek Tomo menawarkan.
“Nanti Rafa tanyakan ke Ayah dan Bunda dulu, ya, Kek.”
“Oke, ayo, kita latihan lagi!”
Kakek Tomo sangat senang karena Rafa bisa menjadi sahabat kecilnya yang menyenangkan. Rafa sudah dianggap seperti cucunya sendiri. Kakek Tomo tidak kesepian lagi karena di rumah, ia hanya tinggal dengan anak bungsunya. Kedua anaknya yang lain tinggal di luar kota, istrinya sudah meninggal 5 tahun yang lalu.
Akhirnya, Rafa diperbolehkan ikut lomba catur junior. Rafa semakin giat berlatih.
[*]
“Kek, kenapa ya, aku sudah berkali-kali ikut lomba catur, tapi selaluuu saja kalah,” keluh Rafa suatu sore.
“Rafa, catur itu tidak hanya olahraga, tapi juga olah rasa. Harus dengan hati, tidak saja mengandalkan otak yang cerdas dan strategi yang jitu saja,” nasihat Kakek Tomo.
“Jadi, Rafa harus gimana dong, Kek?”
Kakek Tomo lalu memberikan trik khusus.
“Minggu depan ada perlombaan lagi, Kek. Doakan Rafa bisa menjadi juara ya, Kek.”
Kakek Tomo mengangguk mantap.
“Kamu pasti bisa, Rafa!”
[*]
Perlombaan catur dimulai. Rafa mengingat-ingat apa yang sudah diajarkan Kakek Tomo.
Ayah, Bunda, Kak Mita, dan Kakek Tomo turut datang untuk menyemangati Rafa. Satu per satu, lawan-lawan pecatur junior itu berhasil Rafa taklukkan hingga ia masuk final dan beradu dengan pecatur yang sudah sering menang di kompetisi nasional. Tapi, Rafa terus bersemangat.
Bidak-bidak catur yang ada di depannya itu ia anggap seperti sahabatnya. Pion-pion kecil itu adalah pion-pion kemenangan untuknya. Ia harus bisa menjaganya dengan baik agar tidak bisa dikuasai lawan. Rafa melangkahkan bidak-bidak caturnya dengan perlahan, namun pasti, penuh dengan strategi.
Sampai akhirnya, “skak mat!” Rafa berteriak sambil tersenyum lebar. Rafa memenangkan lomba catur kali ini.
Kini Rafa mengerti, kalau ingin juara, maka harus tekun berlatih, dan terus semangat.
Semuanya bahagia. Akhirnya, Rafa bisa jadi juara.




BIODATA PENULIS

Norma Keisya Avicenna
Terlahir kembar pada tanggal 2 Februari 1987. Alhamdulillah, 30an buku (baik solo maupun antologi) sudah ditulis. Sejak 2013 mendirikan sebuah komunitas sekaligus markas pelatihan menulis cerita untuk anak-anak dan remaja, yaitu DNA Writing Club di Semarang. Komunitas ini sudah melahirkan lebih dari 100 penulis cilik dan remaja. Penulis bisa dihubungi di:
~ WA : 085647122033
~ IG: @keisyaavicenna
~ FB: Norma Keisya Avicenna



Wednesday, April 08, 2020

MENULIS DAN MEMBACA, BUKTI CINTAMU PADA SEMESTA

Wednesday, April 08, 2020 17 Comments



Hobi membaca sejak belia
Sejak balita, saya dan kembaran saya memiliki ritual dibacakan buku atau mendengarkan cerita sebelum kami tidur. Momen ini sangat membekas bagi saya hingga sekarang. Tak heran, karena melihat kebiasaan orang tua yang mencintai aktivitas membaca, waktu itu Babe dan Ibuk berlangganan majalah dan tabloid (Babe majalah berbahasa Jawa “Panjebar Semangat” dan Ibuk “Tabloid Nova”) dan juga sering membeli koran, kami pun jadi maniak membaca. Tak hanya sekadar jadi “kutu buku”, namun juga “predator buku”. Bagi saya, membaca adalah hobi yang  menyenangkan.

Meskipun penghasilan sebagai PNS dan karyawan swasta tidak seberapa, tapi orang tua saya tidak pernah perhitungan kalau sudah urusan bacaan dan ada unsur belajarnya. Jadi, saat saya memasuki usia SD, Ibuk mulai berlangganan Majalah BOBO lalu ditambah dengan Majalah Donal Bebek untuk kami. Saat SD ini pula saya sering jadi delegasi sekolah untuk mengikuti lomba yang ada unsur “sastra”-nya, seperti lomba baca puisi, lomba mengarang, lomba sinopsis, juga lomba mata pelajaran Bahasa Indonesia. Waktu itu, saya dinilai oleh guru-guru SD saya sebagai murid dengan tulisan yang sangat rapi, rajin dan hobi membaca. Nah, salah satu prestasi yang paling berkesan adalah saat saya mewakili Kabupaten Wonogiri untuk mengikuti Lomba Sinopsis dan Menceritakan Kembali Buku Fiksi dan Nonfiksi tingkat Provinsi Jawa Tengah. Waktu itu, saya dikarantina selama 3 hari 2 malam di asrama GOR Jatidiri bersama teman-teman se-Jawa Tengah. Saya termasuk peserta “termungil”, baru kelas 5 SD waktu itu, sedangkan delegasi yang lain kebanyakan sudah kelas 6 SD. Setelah kegiatan itu, saya jadi punya sahabat pena. Ada yang dari Tegal, Temanggung, Sragen, Rembang, Cilacap, dan banyak lagi. Kami saling berkirim surat via Pos. Ada beberapa sahabat yang masih terjaga komunikasinya sampai sekarang. Unforgetable moment buanget, deh!

Saat SMP, setiap liburan sekolah, saya selalu pergi ke perpustakaan yang terletak dekat gereja di daerah alun-alun Kabupaten Wonogiri. Saat si kembar memasuki dunia remaja inilah, Ibuk lalu berlangganan majalah remaja “Kawanku” dan “Aneka Yess!” untuk kami. Sempat waktu itu (saat saya SMP), kami gandrung sekali dengan boyband asal Irlandia, hayooooo yang generasi 90-an pasti tahu siapa.

I have a dream… a song to sing… #autonyanyi. 

Yups, WESTLIFE! Saya waktu itu ngefans banget sama Mark. Sampai-sampai alat tulis dan pernak-pernik saya beri label “Normark Feehily” wkwkwk (maksa banget yes!). Saya ingat sekali, waktu itu ada konser Westlife tengah malam di TV, Ibuk sampai ikut menonton bersama kami. Alhamdulillah, saya bersyukur punya orang tua yang bisa menjadi sahabat di kala kami memasuki masa remaja. Babe dan Ibuk benar-benar bisa menjadi sahabat terbaik bagi saya dan Mbak Thicko –kembaran saya-. Terus, waktu itu, jika ada majalah, tabloid, koran dan media cetak yang memuat segala hal tentang Westlife, Babe dan Ibuk pasti membelikan untuk kami kliping atau kami koleksi. Asyik sekali kalau ingat.

Hikmah suka Westlife, saya jadi semangat banget belajar Bahasa Inggris. Hehe.

Masa putih abu-abu yang sangat seru
Saat SMA, setelah kami ‘hijrah’, Ibuk berlangganan Majalah Annida, majalah Islami dengan genre remaja. Majalah yang banyak memberikan banyak pencerahan bagi kami. Saya pun makin semangat mengoleksi buku-buku keislaman dan novel/kumpulan cerpen remaja Islami. Waktu itu bacaan kami adalah karya-karya penulis dari Forum Lingkar Pena (FLP), seperti Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Izzatul Jannah, Gola Gong, Afifah Afra, dan banyak penulis lainnya. Masih terekam jelas dalam memori saya, waktu itu beli buku di Gramedia Solo bersama Ibuk. Ibuk membelikan kami beberapa buku.

Saat SMA ini pula, ada satu peristiwa di mana saya harus mengalami trauma MOS waktu naik kelas 2 SMA dan akhirnya cuti sekolah selama satu tahun. Pada masa-masa itu saya melakukan “self healing” dengan menulis, mungkin sekarang istilahnya “writing therapy”. Saya memiliki buku harian. Setiap hari buku harian itu menemani saya menjaga sebuah warung kecil yang orang tua saya siapkan agar saya punya kegiatan di rumah selama mereka tinggal bekerja. Setiap hari pula, saya menulis di buku harian itu apa yang saya rasakan, harapan-harapan saya, perenungan/kontemplasi diri, emosi saya, juga saya suka menulis puisi. Alhamdulillah, semua terlewati dengan sangat indah.

Saya kembali masuk sekolah, Alhamdulillah saya sembuh, meski harus mengulang belajar di kelas 2. Mbak Thicko jadi kakak tingkat saya dan yang dulunya adik tingkat saat itu jadi teman seangkatan. Saya berusaha beradaptasi dengan sebaik-baiknya. Alhamdulillah, di SMA favorit Kota Wonogiri itu, saya masih masuk peringkat 3 besar di kelas, gabung di OSIS sebagai Tim Kreatif, aktif di ROHIS sebagai Tim Mading Sekolah, juga terdaftar sebagai reporter di Majalah Sekolah “BASSIC”. Saya sangat menikmati masa putih abu-abu yang penuh warna. Saya pun bisa menyalurkan hobi saya menulis saat mengemban amanah-amanah itu.

Bersama sahabat-sahabat OSIS saat mereka main ke rumah. Ada yang jadi Polisi, Dokter, PNS, Dosen, Pengusaha, Penulis, Pegawai Bank,... Sukses selalu sahabat-sahabatku!


Masa-masa kuliah yang penuh berkah dan bertabur hikmah
Sejak SD-SMA, saya sering ditunjuk sebagai sekretaris kelas dengan alasan tulisan yang rapi dan bagus. Bahkan dulu teman-teman saya, ketika ada LKS baru yang datang, langsung menumpuknya di meja saya, meminta saya menuliskan nama mereka. Satu hal ini yang cukup membekas di ingatan mereka tentang saya ketika ada celotehan saat reuni atau obrolan di grup WA sekolah. Hal ini pun berlanjut saat kuliah. Karena saya tipe belajar visual-auditori, maka saya selalu memilih tempat duduk yang strategis saat di kelas. Saya suka mencatat penjelasan dosen, tentu saja dengan hiasan yang menarik dan full colour. Hehe. Kalau sekarang ngetren dengan handslettering dan catatan yang unik, beraneka rupa. Alhasil, tiap kali mau ujian, catatan kuliah saya selalu ramai dipinjam dan di-copy teman-teman. Hal senasib juga dialami oleh kembaran saya. Bahkan momen ini kami “bisniskan”, jadi kami edarkan kertas, siapa yang ingin menitip fotocopy catatan harus menuliskan namanya. Nanti kami mengambil untung sekian rupiah sebagai imbalan/jasa. Hehe. “Bisnis fotocopy catatan kuliah” namanya. Punya tulisan bagus dan hobil menulis jadi berkah tersendiri. Alhamdulillah.

Saya selalu menghias catatan kuliah saya seperti ini. Ada foto-foto di bagian depan juga kata-kata motivasi.


Meniti Tangga-tangga Impian Literasi
Lulus kuliah (2010) dan bekerja sebagai tentor di salah satu bimbingan belajar ternama di Kota Solo, saya pun mulai aktif di sebuah organisasi kepenulisan (Forum Lingkar Pena Solo Raya). Luar biasa rasanya saat bisa belajar dan bertemu dengan sosok-sosok penulis yang dulu karya-karya mereka saya baca. Saya sempat menjadi penulis freelance di 2011, waktu itu ada proyek menulis buku nonfiksi untuk anak-anak. Gaji menulis saya untuk pertama kali sebesar 2 juta. Waktu itu langsung saya serahkan ke ibuk dan ibuk sangat terharu, demikian juga dengan Babe. Saya pun menyampaikan ke mereka, kalau menulis itu bisa menghasilkan uang, tidak harus bekerja kantoran atau jadi PNS. Dan mereka sangat mendukung apapun pilihan karier saya. Saya sangat bersyukur sekali. Soalnya Babe pernah mengatakan keinginannya, bahwa beliau ingin salah satu anaknya ada yang meneruskan profesinya sebagai abdi negara (PNS), alhamdulillah sudah terwujud melalui Mbak Thicko. Desember 2009, saat Babe pensiun dari Departemen Dinas Sosial Kabupaten Wonogiri, Mbak Thicko diangkat sebagai PNS di Kementerian Perdagangan (Pusat). Saya pun lebih slow dan tidak ngoyo untuk jadi PNS juga. Hehe. Karena saya lebih suka bekerja model freelance, apalagi di “industri kreatif”.

Seiring berjalannya waktu, koleksi buku saya semakin bertambah banyak. Babe bahkan membuatkan saya rak buku dan rak itu masih saya gunakan sampai sekarang (miss you, Be!). Saya sering mengikuti seminar, talkshow, workshop, bedah buku, dan acara-acara yang berhubungan dengan dunia membaca dan menulis. Waktu itu, saya sering melakukan afirmasi positif ketika saya menghadiri acara penulis terkenal atau yang karyanya best seller.

“… Hari ini saya hadir sebagai peserta, membeli buku karya penulis X dan ia melakukan booksigning pada karyanya. Suatu hari nanti saya yang berdiri di depan sana sebagai pengisi acara, menceritakan buku karya saya, dan booksigning buku-buku karya saya itu. Suatu hari nanti, saya pasti punya buku best seller. Bismillah…”

Saya sangat terkesan ketika mengikuti workshop menulis bersama Ustaz Salim A. Fillah, beliau menyampaikan untuk selalu meluruskan niat saat menulis dan jadikan menulis sebagai jalan dakwah: dakwah bil qolam (dakwah dengan “pena”). Dakwah artinya menyeru/mengajak pada jalan kebaikan. Selanjutnya beliau juga menyampaikan kalau sebagai penulis harus semangat mengikhtiarkan BEST SELLER pada setiap karyanya. Kenapa harus BEST SELLER? Jika buku kita dibeli banyak orang dan bisa mendatangkan kebermanfaatan, bahkan orang yang membaca buku itu dan ia menjadi lebih baik hanya dari satu kalimat saja misalnya, Masya Allah, tabungan jariyah kita pun berlipat. Selain itu, jika dari menulis kita dapat royalti, semakin best seller semakin banyak royalti yang kita dapatkan, otomatis kesempatan bersedekah juga semakin besar, peluang kebaikan semakin banyak. Mak nyeeezzz sekali motivasi yang beliau sampaikan kala itu dan membakar bara semangat dalam diri ini untuk berkomitmen menghasilkan karya-karya yang BEST SELLER. Bismillah…

Oh ya, ada satu peristiwa jelang Ramadan 1433H. Waktu itu, saya menulis dan saya susun sendiri Diary Ramadan ala saya, saat saya posting di FB, banyak sekali yang berminat. Akhirnya, Diary Ramadan 1433H itu saya gandakan. Bahkan dalam pembuatan cover saya izin langsung dengan Mas Danang Kawantoro (ilustratornya Kawanimut). Harga jualnya waktu itu 33.000. Saya jadi sangat sibuk. Pesanan sangat banyak. Mungkin ada sekitar 300-an eksemplar hanya dalam waktu beberapa hari karena Ramadan semakin dekat. Tiap hari saya dibantu teman kost melakukan packaging dan pengiriman lewat Kantor Pos UNS. Sampai petugas Posnya hafal dan jadi pembeli Diary Ramadan juga. Pokoknya saat Lebaran, saya mengantongi omset jutaan dari penjualan Diary Ramadan fotokopian itu. Terlintas sebuah impian dalam benak saya kala itu, semoga kelak punya Diary Ramadan dalam bentuk buku cetak yang bagus, eksklusif dan BEST SELLER!

Impian-impian itu Allah Izinkan Menjejak Nyata
Alhamdulillah, saya menikah di 2012. Saya masih bekerja di bimbel Ganesha Operation (GO). Dari Solo mutasi ke Wonogiri. Setelah menikah, mutasi ke GO Bogor. Hijrah ke Semarang, mutasi lagi ke GO Semarang. Kala itu GO sedang “famous”, muridnya sangat banyak, tiap hari parkiran penuh, dan GO sangat profesional. Kurang lebih 3 tahun bekerja di GO (sebagai pengajar SD) saya mendapatkan banyak pengalaman keren yang luar biasa. Sampai akhirnya, Februari 2013 saya memutuskan resign lalu 6 bulan kemudian merintis bimbel sendiri di rumah. Awalnya saya beri nama DNA College karena fokusnya untuk les mata pelajaran. Murid-murid pertama saya adalah anak-anak tetangga rumah kontrakan di Damar. Lalu, saya mendapat limpahan 3 murid menulisnya Mbak Aan Wulandari: Khansa, Tasya, dan Putri di November 2013. DNA pun berkembang tidak hanya les mata pelajaran tapi juga les menulis cerita yang kemudian saya beri nama DNA WRITING CLUB. Prestasi pertama murid DNA di 2013 adalah bisa lolos KPCI (Konferensi Penulis Cilik Indonesia) 2013 dan terbit 1 buku kumpulan cerpen di KKPK Mizan. Masya Allah, senang sekali rasanya melihat prestasi anak-anak. Banyak peluang dan kerja-kerja besar menanti DNA! (Batin saya berkata dengan sangat optimis kala itu).

Special Title di Gramedia. Masya Allah sederet sama buku BEST SELLER-nya Ustaz Felix

Beauty Jannaty

Oh ya, pada September 2013, buku solo nonfiksi saya pun terbit di Tiga Serangkai (Beauty Jannaty).  Saya pun mendadak cukup sibuk, sering mendapatkan undangan untuk mengisi seminar, bedah buku, talkshow di beberapa kampus dan sekolah, seperti UNDIP, UNNES, UNNISULA, POLINES, UDINUS, UNS, UMS, UII, UGM, UNY, STIKES Muhammadiyah Kudus, IAIN Pekalongan, Universitas Jember, BSI Bekasi, dan lainnya. Saya dan Mbak Thicko (kami mendapat julukan dari Ibuk: SUPERTWIN) juga pernah launching buku “The Secret of Shalihah” sekaligus diundang sebagai pengisi acara seminar nasional kemuslimahan di Universitas Andalas, Padang. Itu pertama kalinya saya naik pesawat PP Gratis. Uhuuuy!

Usai mengisi seminar di Universitas Andalas, Padang


2014, akhirnya terwujud impian saya mencetak buku Diary Ramadan “Menyemai Cinta, Merajut Harmoni”. Suami yang membantu mengurusi percetakannya di Jogja. Yups, sistemnya indie publishing. Ada teman yang membantu jadi investor. Alhamdulillah, cetak 1500 eksemplar dan laris manis. 2015, kami buat lebih eksklusif dan full colour dengan judul “Mengetuk Pintu Ar-Royyan”. Antusiasme pembaca buku karya SUPERTWIN sangat luar biasa. Cetak ulang 2x hingga lebih dari 2500 eksemplar dan bisa nangkring dengan sangat elegan di rak buku Gramedia dengan laporan penjualan yang lumayan. Bahagia sekali rasanya. Apalagi dapat feedback dari pembaca yang sangat dahsyat mengenai isi buku itu. Kami bisa mendapatkan omset yang cukup fantastis.

Diary Ramadhan "Mengetuk Pintu Ar-Rayyan".
Alhamdulillah, buku ini pernah nangkring cantik di Gramedia dengan penjualan cukup fantastis.

The Secret of Shalihah dan Diary Ramadhan "Menyemai Cinta Merajut Harmoni"

Demikian juga dengan Beauty Jannaty (cetak ulang ke-2) yang membuat saya sangat sibuk sampai 2016. Berkat Beauty Jannaty, saya juga mendapat penghargaan Penulis Buku Best Seller kategori Nonfiksi dari FLP Solo Raya di 2015. Kalau dihitung-hitung, berdasarkan laporan dari penerbit, lebih dari 15 juta royalti dari buku itu terhitung sejak royalti pertama 2014. Bahkan 2019 kemarin saya masih menerima royati dari buku itu sekitar 400an ribu. Masya Allah, semua ini karena izin Allah. Rezeki dari profesi menulis yang ditekuni dan berusaha untuk selalu profesional memang bisa menjadi pundi-pundi yang membuat gemuk rekening kita. Rekening saya pernah dapat transferan langsung dengan nominal di atas 20 juta karena klien sangat puas dengan kinerja saya dan tim. Haru sekali rasanya. 


Atas izin Allah pula, saya menuliskan pengalaman dan perjuangan saya membersamai DNA WRITING CLUB sejak 2013, lalu saya ikutkan tulisan itu dalam Lomba Menulis Praktik Baik Literasi Masyarakat Tingkat Nasional 2019 kemarin. Alhamdulillah, saya mendapatkan Juara Harapan I. Saya mendapatkan kesempatan untuk menjadi peserta Festival Literasi Indonesia sekaligus peringatan Hari Aksara Internasional di Makassar selam 3 hari 2 malam, bertemu para pegiat dan pejuang literasi dari berbagai daerah, naik pesawat PP gratis, piknik plus kulineran di Makassar, dan mengantongi hadiah sebesar 5 juta rupiah. Allah benar-benar Maha Baik. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Yups, proses dan perjuangan takkan pernah menghianati hasil. Yakini itu!

D-N-A

Acara yang keren banget!

Alhamdulillah, dapat penghargaan.

Alhamdulillah, menulis dan membaca adalah hobi yang menyenangkan bagi saya. Perlahan menjadi passion dan mendarah daging, bahkan menjadi hobi yang menghasilkan. Saya tekuni hobi sekaligus potensi saya tersebut sebagai wujud rasa syukur kepada Sang Maha Pembuat Skenario Terbaik. Dan inilah “strong why” saya untuk terus bersemangat sebagai pejuang literasi. Mengapa saya harus terus menulis, melahirkan generasi penulis, dan berkomitmen untuk sukses di dunia literasi yang menjadi jalan juang hidup saya? Karena ketika jatah hidup saya di dunia ini habis, saya tidak ingin hanya dikenang orang dari 3 kalimat saja : NAMA, TANGGAL LAHIR, dan TANGGAL WAFAT. Karena itu, harus ada “warisan karya” yang semoga penuh makna yang bisa saya tinggalkan, bisa menjadi tabungan jariyah sebagai pemberat timbangan amal di Yaumul Mizan kelak. Aamiin Ya Rabb. Awal menikah, suami pun pernah bertanya, “Dik, kelak kamu ingin dikenang sebagai apa?” Pertanyaan ini selalu saya re-call ketika semangat dalam diri melemah dan butuh di-charge kembali. Yups, semoga Allah senantiasa memudahkan dan meridhoi jalan juang ini. Hingga detik ini saya masih punya banyak impian dan saya masih harus terus berjuang mewujudkan impian-impian itu…
Indah, jika semua karena Allah.
DNA, Dream ‘N Action!

Impian Literasi






Sunday, March 29, 2020

DNA LITERASI 2020-2024

Sunday, March 29, 2020 0 Comments
DNA Literasi 2020-2024


DNA… Dream ‘N Action!


Nah, salah satu action (aksi) untuk merealisasikan impian di atas, yaitu membuat jurnal literasi pekanan seperti di bawah ini.

Agenda Literasi Pekanan


Tinggalkanlah jejak yang bermakna, maka bukan saja kehidupan kita yang akan menjadi lebih baik tapi juga kehidupan mereka yang mengikutinya. Berikanlah jejak-jejak yang berharga dan membawa kebahagiaan bagi setiap orang dan suatu waktu, cepat atau lambat, kita pasti akan menemukan jejak kesuksesan dan kebahagiaan dalam diri kita.

Agar lebih semangat, saya juga menyusun REWARD sekaligus PUNISHMENT yang saya sesuaikan dengan kemampuan diri.



SEMANGAT, N.U.N.G.M.A!!!


[N]ikmati indah perjalanan yang terbentang di depanmu.
[U]kirlah kisah terindah ‘tuk membuat jejak terhebat dalam hidupmu.
[N]iscaya ‘kan kau temui beraneka ragam keagungan-Nya.
[G]ali dan rasakan gema alam yang berembus bersama sentuhan kasih-Nya.
[M]enulis dan berkaryalah, jadilah pencetak sejarah
[A]gar nama dan karyamu lebih abadi daripada usiamu



#misiasik4
#KelasBatalyon
#KelasMenulisOnline
#HessaKartika
#PejuangLiterasi





Saturday, March 21, 2020

IMPIAN LITERASI 2020

Saturday, March 21, 2020 0 Comments


The future belongs to those who believe in the beauty of their dreams - Eleanor Roosevelt -


Impian akan mengarahkan kita kemana akan melangkah, bagaimana akan berbuat dan bersikap. Dengan impian kita akan tahu dimana titik akhir dari perjuangan. 

Keberhasilan dan kesuksesan dalam hidup selalu berawal dari impian. Namun tidak semua orang berhasil mewujudkan impiannya. Hal ini bergantung pada bagaimana kita bisa mengarahkan impian kepada kenyataan yang kita harapkan. Orang yang berhasil mewujudkan impiannya adalah orang yang dapat menyelaraskan antara impian dengan tindakan. Suatu impian akan dapat dicapai jika kita tidak terlena dengan impian-impian kita dan selalu hidup dalam dunia impian, namun kita juga harus mau mengubah sikap dan tindakan kita menuju ke arah impian yang kita cita-citakan. 

Jika saat ini kondisi dan keadaan kita sangat jauh dari impian yang kita miliki, kita harus mengubah perilaku dan tindakan untuk mencapainya. Dengan kata lain, kita harus berani keluar dari zona nyaman (comfort zone). Are you ready? (Yes, I’m ready! Insya Allah…).

Inilah Impian Literasi saya di 2020. Semoga Allah izinkan menjejak nyata bersama alur cerita yang sungguh istimewa.
  1. Menulis dan menerbitkan buku nonfiksi ‘motivasi kemuslimahan’ yang BEST SELLER.
  2. Menulis dan menerbitkan buku cerita anak (pict book, kumcer anak, novel anak, komik anak muslim, dll)
  3. Menjuarai lomba kepenulisan/lomba literasi: lomba menulis novel anak, lomba menulis esai/artikel, lomba blog, dll.
  4. DNA Writing Club semakin produktif berkarya dan berprestasi di dunia literasi.
  5. Aktif menulis dan posting di blog minimal 3x/pekan.




Mengapa saya harus terus menulis, melahirkan generasi penulis, dan berkomitmen untuk sukses di dunia literasi yang menjadi jalan juang hidup saya? Karena ketika jatah hidup saya di dunia ini habis, saya tidak ingin hanya dikenang orang dari 3 kalimat saja : NAMA, TANGGAL LAHIR, dan TANGGAL WAFAT. Karena itu, harus ada ‘warisan karya’ yang semoga penuh makna yang bisa saya tinggalkan, bisa menjadi tabungan jariyah sebagai pemberat timbangan amal di Yaumul Mizan kelak. Aamiin.

Oh ya, jangan lupa untuk selalu membawa serta impian kita ke mana pun kita pergi, di mana pun kita berada, dalam berbagai kondisi dan situasi yang bagaimana pun yang sedang menimpa. Kita harus selalu percaya dan yakin bahwa impian yang kita miliki akan tercapai melalui usaha-usaha kita yang tekun dan tidak kenal menyerah serta tidak lupa untuk meminta pertolongan Allah, penulis skenario terindah. Dengan demikian keberhasilan akan dapat kita peroleh. Bermimpilah, iringi dengan aksi dan percayalah!

#pejuangLiterasi
#kelasMenulis
#kelasBatalyon
#HessaKartika
#MisiAsik3



Sunday, March 15, 2020

BERKOMUNITAS DENGAN BAHAGIA, IKHLAS, DAN BERETIKA

Sunday, March 15, 2020 0 Comments


Salah satu cara agar selalu terjaga semangatnya dalam suatu bidang yang kita tekuni adalah bergabung dalam komunitas. Tentu saja, komunitas yang memiliki visi dan misi yang kita harapkan, berhubungan dengan sesuatu yang kita suka. Sebuah komunitas dimana jika kita ikut dan terlibat aktif didalamnya, kita akan merasakan perubahan ke arah yang lebih baik.
Banyak keuntungan yang bisa kita dapatkan jika kita bergabung dalam suatu komunitas, diantaranya:
  • Menambah ilmu dan pengetahuan baru, bisa saling sharing/tukar pikiran dan pendapat juga bisa saling melengkapi.
  • Menambah pengalaman baru.
  • Dapat memperkaya inspirasi dan sumber ide dalam berkarya
  • Memperluas pergaulan dan networking.
  • Mendapatkan ruang untuk berkarya dan bisa jadi wadah yang sehat untuk menyalurkan hobi.
  • Mengasah kompetensi yang dimiliki.
  • Eksistensi diri

Karena passion saya di dunia literasi, maka saya pun memutuskan untuk bergabung di Komunitas PejuangLiterasi. Tentu saja, Komunitas Pejuang Literasi sangat terbuka dalam memberikan ruang belajar dan berkarya bagi para anggotanya untuk tumbuh dan berkembang.

Dalam perjalanannya, bisa saja ada kejadian yang membuat komunitas jadi ’kurang nyaman’ dihuni. Ada beberapa studi kasus yang bisa kita jadikan bahan perenungan dalam berkomunitas.

Kasus 1:
Member yang selalu saja terlambat mengikuti kegiatan online di WAG Markas.
Sebagai member tentu saja harus taat aturan dan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya. Jika dalam kondisi terpaksa yang menyebabkan keterlambatan mengikuti kegiatan online, bisa disampaikan alasannya dengan jujur dan jelas. Namun, kalau keterlambatan itu dilakukan secara berulang-ulang dan terus-menerus, mungkin para Komandan yang bersangkutan ditanyakan kembali keseriusannya dalam Komunitas Pejuang Literasi, mau terus bergabung atau lebih baik mundur dengan segala konsekuensinya.

Kasus 2:
Komandan yang hanya menjadi ‘silent reader’ di WAG Markas Besar maupun WAG Teritori.
Silent Reader (SR) adalah seseorang yang pasif dalam sebuah platform online, seperti WA Group. Menjadi SR adalah pilihan setiap orang. Seseorang yang menjadi SR bisa jadi ia punya alasan tertentu, seperti: malu; kurang percaya diri untuk menyampaikan ide, pertanyaan, gagasan, maupun pendapatnya; merasa tidak nyaman saat harus berkontribusi di sebuah grup media sosial, dan alasan lainnya. Alangkah bijaksananya, ketika kita sudah memutuskan bergabung di sebuah komunitas atau WA Group, kita juga memahami etika dalam berkomunitas, salah satunya memberikan respon atau tanggapan agar orang lain juga merasa dihargai, tidak hanya sekadar ‘nge-read’ doang. Belajar menyampaikan aspirasi daripada hanya sekadar menjadi penikmat. Saya sendiri pun masih harus banyak belajar dalam hal ini. Biasanya alasan saya cukup klasik, ketinggalan chat atau keasyikan dengan grup lain yang membuat saya ‘lebih sibuk’. Astaghfirullah… Semoga ke depan, jika memang harus jadi SR, jadilah SR yang bijak dalam arti mampu menempatkan diri, menggunakan aktivitas SR itu di waktu yang benar-benar pas, tanpa menyinggung perasaan orang lain, tanpa merugikan pihak lain.

Kasus 3:
Ketika ternyata bertemu dengan banyak komandan, beberapa diantaranya memiliki profesi atau hobi yang sama (selain menulis), bolehkah membuat WAG tersendiri untuk kepentingan tersebut?
Menurut saya, itu kurang etis karena membuat komunitas baru di dalam komunitas yang telah terbentuk sebelumnya. Kecuali kalau ‘penjaga gawang’ Markas Besar Pejuang Literasi ikhlas mengizinkan dan disetujui oleh semua pasukan.
.
.
.
Marilah saling menyemangati untuk menjadi pribadi yang produktif dan lebih baik lagi. Terus semangat bertumbuh menjadi anggota pasukan (komandan) yang SEHAT agar menumbuhkan lingkungan berkomunitas yang sehat pula. Jika sudah memutuskan untuk mengikuti sebuah komunitas, maka FOKUS dan AKTIFLAH!

Pertanyaan ini yang selalu saya tanyakan pada diri saya:
“Apakah dengan mengikuti dan bergabung dengan komunitas itu, kamu menjadi jauh lebih baik atau hanya sekadar ikut-ikutan saja agar terlihat keren?”


Akhirnya, selamat berjejaring!

#PejuangLiterasi
#KelasBatalyon
#HessaKartika
#MisiAsik2