Jejak Karya

Jejak Karya
Showing posts with label taksi. Show all posts
Showing posts with label taksi. Show all posts

Friday, April 15, 2016

Aplikasi My Blue Bird Semakin Mempermudah Mobilitas Saya

Friday, April 15, 2016 8 Comments
 
Aplikasi My Blue Bird sangat membantu saya untuk memesan taksi secara online dan semakin mempermudah mobilitas keseharian saya ^_^ Love you, Blue Bird 

Saat ini saya mengelola sebuah komunitas sekaligus wadah pelatihan kepenulisan untuk anak-anak dan remaja di Semarang. Saya beri nama DNA WRITING CLUB. Setiap hari Senin sampai Jum’at kecuali hari Selasa ada kegiatan belajar menulis di rumah saya, markas Banyumanik. Sedangkan tiap Selasa, kegiatan DNA Writing Club berlangsung di markas KPA Regency. Kalau suami sedang ke luar kota, otomatis saya harus berangkat sendiri ke lokasi. Rumah tempat pelatihan berlangsung tidak dilewati kendaraan umum. Saya masih trauma naik motor sendiri jika harus melewati jalan raya yang ramai. So, naik taksi adalah salah satu solusi paling solutif yang bisa saya pilih.
Entah kenapa sejak saya masih bekerja di Solo, saat saya ‘berpetualang’ di ibu kota Jakarta, saat saya pergi kemanapun dan membutuhkan armada taksi, taksi Blue Bird selalu menjadi pilihan andalan saya. Faktor kenyamanan dan kepercayaan yang bisa saya rasakan dari pelayanan Blue Bird selama ini.
Blue Bird sekarang jauh lebih keren. Saya ingat sekali, awal naik taksi Blue Bird saat saya kuliah di Solo. Seiring dengan perkembangan teknologi, saat ini, Blue Bird pun mulai berinovasi dengan meluncurkan aplikasi online : “My Blue Bird”.
Setelah mengikuti acara Gathering Pengenalan Aplikasi Online “My Blue Bird” pada tanggal 13 Februari 2016, saya mendapatkan banyak informasi baru. Salah satunya cara penggunaan aplikasi tersebut. Beruntung saya bergabung dengan Komunitas Gandjel Rel sehingga bisa mendapatkan kesempatan istimewa untuk bisa hadir memenuhi undangan dari Manajemen Blue Bird Semarang itu. Saya jadi tahu kalau pesan taksi Blue Bird sekarang ini bisa langsung memanfaatkan aplikasi “My Blue Bird”, tidak perlu memesan via operator lagi. Wuih, senangnya!
Gathering Blogger Pengenalan Aplikasi "My Blue Bird" di Blue Bird Group Semarang

Aplikasi “My Blue Bird”
          Dengan munculnya aplikasi ini, pesan taksi sekarang jadi lebih mudah. Kalau dulu saya harus menghubungi call center Blue Bird dengan nomor (024) 6701234 –untuk wilayah Semarang-, dengan aplikasi My Blue Bird saya bisa langsung memesan taksi secara online. So, caranya…
  1. Terlebih dahulu, download aplikasi “My Blue Bird” di ponsel Sahabat  dengan Google Play atau Playstore. Selesai men-download, dan menyetujui beberapa syarat dan ketentuannya, kita akan diminta mengisi beberapa data yang diperlukan.
  2. Pilih kota, sementara ini baru ada 6 kota : Jakarta, Semarang, Medan, Bali, Bandung dan Surabaya.
  3. Memasukkan nomor ponsel, lalu kita akan mendapatkan kode verifikasi.
  4. Memasukkan data diri : nama, alamat, email, dan tanggal lahir.
  5. Setelah semuanya lengkap, aplikasi ini bisa langsung digunakan.

  6.  Aplikasi My Blue Bird terbaru memiliki floating navigation menu yang terdiri dari opsi : Order untuk melakukan pemesanan baru, Tracking untuk memantau lokasi taksi pesanan, History yang merangkum catatan pemesanan kita, News and Promo sebagai layanan tambahan yang memberikan informasi terkini mengenai Taksi Blue Bird, Account untuk mengatur detail informasi diri pengguna, dan More ada beberapa pengaturan di dalamnya. 
  7. Jika masih penggunaan pertama, kita akan diminta untuk mengisi alamat baik dengan cara manual atau memanfaatkan GPS. 

Kita bisa menuliskan alamat rumah kita secara spesifik. Ada kolom “Extra Guidance” yang bisa diisi deskripsi tambahan alamat penjemputan kita. Kalau saya karena masuk gang meskipun dapat dilewati mobil, tapi saya memilih menunggu di halaman Masjid Al Kautsar. Saya tuliskan : “saya tunggu di halaman Masjid Al Kautsar”.Oh ya, tidak perlu khawatir ketika sedang berada di luar kota, aplikasi My Blue Bird bisa digunakan di 6 kota yaitu Jakarta, Semarang, Medan, Bali, Surabaya, dan Bandung. Tinggal pilih menu More-Change City, akan muncul pilihan seperti ini : 

Pilihan Kota (dok.pribadi)

Selain itu, kita juga dapat mengetahui harga estimasi atau ongkos taksi kita sampai ke tujuan. Caranya, scrool ke bawah, masukkan destinasi tempat yang akan Sahabat tuju, kemudian akan muncul harga estimasi dari tempat asal ke tujuan. Harga estimasi ini belum pasti karena tergantung situasi di jalan. Setelah itu, klik tombol ORDER.
Sistem akan otomotis mencari Taksi Blue Bird terdekat dari posisi Sahabat.
Setelah menunggu beberapa saat, aplikasi akan me-refresh secara otomatis dan menunjukkan informasi taksi yang kita dapat. Pada aplikasi akan menunjukkan nama driver, nomor lambung taksi, dan posisi taksi pada peta.

Pengalaman Berkesan Saya Bersama Blue Bird dan Penggunaan Aplikasi My Blue Bird
Selasa sore tanggal 29 Maret 2016, langit Banyumanik begitu gelap, mungkin sebentar lagi turun hujan. Sore itu saya harus ke KPA Regency untuk mengajar kelas menulis di sana. Suami saya tidak bisa mengantar karena ada rapat di luar kota. Setelah Ashar, saya pun memesan taksi Blue Bird menggunakan aplikasi My Blue Bird. Setelah order, muncul nomor lambung taksi FR 188 dengan nama driver Pak Aminudin. Tidak sampai 10 menit, taksi berwarna frost blue itu pun datang. Sang driver langsung turun dan memastikan itu adalah taksi pesanan saya. Lalu, beliau pun membukakan pintu untuk saya dan membawakan tas jinjing saya yang berisi sejumlah buku. Hari itu bawaan saya memang cukup rempong. Dan itulah salah satu kualitas pelayanan super prima yang saya rasakan dari Blue Bird sejak awal. 

Waktu itu saya sedang merampungkan buku yang beberapa waktu lalu saya pinjam di Perpustakaan Wilayah Kota Semarang. Buku biografi Blue Bird karya Alberthiene Endah. Buku itu pun saya bawa sambil saya baca di dalam taksi. Sebentar lagi selesai. Saat naik taksi sore itu, hati saya bergetar. Saya seolah turut merasakan hasil perjuangan panjang dari Bu Djoko dan keluarganya.

Baca buku Sang Burung Biru sambil naik Si Burung Biru (dok.pribadi)
Cerita selengkapnya tentang Sejarah Blue Bird : 
Blue Bird, Taksi Burung Biru yang Melesat dengan Nafas Perjuangan

Sepanjang perjalanan saya ngobrol dengan Pak Amin. Beliau baru 4 bulan bekerja di Blue Bird. Ia merasakan kenyamanan saat bekerja sebagai driver Blue Bird. Ia pun mengalami suka dan duka selama 4 bulan mengoperasikan Blue Bird. Ia bertemu dengan beraneka rupa tipe penumpang. Tapi, Pak Aminudin sangat semangat bekerja untuk menghidupi keluarganya. Istrinya sedang hamil anak pertama. Dari cerita beliau, saya belajar bahwa hidup itu adalah perjuangan dan kita nggak boleh menyerah untuk mencapai apa yang menjadi tujuan hidup kita. Pak Amin pun bercerita singkat tentang sejarah perjuangan Blue Bird Group. Ya, persis dengan yang saya baca di buku "Sang Burung Biru".
Pak Aminudin dengan Sang Burung Biru setiba mengantarkan saya di lokasi

Pengalaman selanjutnya, saat tanggal 5 April 2016, suami mendadak tidak bisa mengantar. Beliau kurang enak badan. Lagi-lagi, aplikasi My Blue Bird  jadi solusi. Usai shalat Ashar, saya segera melakukan ORDER taksi. Saya pun segera tahu taksi Blue Bird dengan nomor lambung FR 201 dengan driver bernama Pak Sunarto (B) sedang melaju dari Jalan Sukun Raya menuju lokasi penjemputan yang sudah saya tentukan. Sama dengan Pak Aminudin, sesampai di halaman masjid Al Kautsar, Pak Sunarto keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk saya. Lalu, dengan sangat sopan beliau mengucapkan "Selamat sore, Bu Norma..." dan menanyakan tujuan saya.

Tidak itu saja, saat di perjalanan, Pak Narto menawarkan rute yang lebih cepat sampai dan tidak harus memutar. Saya iyakan saja. Saya pun bisa mengecek lewat GPS. Sepanjang perjalanan, kami mengobrol. Pak Narto  bekerja di Blue Bird hampir 8 tahun, sejak 5 Mei 2008. Laki-laki berusia 56 tahun dengan 7 anak dan 7 cucu itu pun menceritakan suka dukanya saat menjadi driver Blue Bird. Menurut beliau lebih banyak sukanya karena Pak Narto merasa di usianya yang sekarang tetap bisa bekerja akan membuat badannya lebih sehat dan tidak sakit-sakitan. Dari cara beliau mengobrol, saya turut merasakan bahwa beliau sangat enjoy dengan pekerjaannya. Bahkan, Pak Narto sendiri sering jadi tempat curhat teman-teman sesama driver juga sering dijadikan contoh oleh manajernya. Pak Narto sosok yang disiplin dan pekerja keras. Waktu itu, beliau menunjukkan sudah berapa penumpang dan penghasilan beliau hari itu. Wow! Menurut Pak Narto kuncinya jangan jadi driver yang terlalu banyak menghabiskan waktu untuk nongkrong, lebih baik berkeliling karena order bisa datang lebih cepat. Namun, Pak Narto pun pernah nggak dibayar. Meskipun beliau sedih, tapi beliau belajar untuk sabar dan ikhlas. Ah, sosok driver yang inspiratif dan 'tua-tua super produktif' menurut saya. Sukses selalu ya, Pak Narto. Semoga rezekinya semakin lancar, berkah berlimpah. Aamiin.

Bersama Pak Narto (driver produktif) setiba kami di KPA Regency (dok.pribadi)
Dari aplikasi My Blue Bird ini, banyak keuntungan yang bisa kita dapatkan :
  1. Cepat, efektif dan efisien. Sebagai pengguna setia taksi Blue Bird, saya merasakan banyak sekali kemudahan. Dengan aplikasi ini saya pun merasakan tingkat keamanan dan kenyamanan yang semakin tinggi.
  2. Kita bisa mengetahui posisi taksi kita dari menu "Tracking". Dengan demikian, kita bisa memperkirakan waktu kapan taksi pesanan kita datang. Selain itu, kita tetap bisa melakukan tracking dari posisi awal sampai lokasi tujuan.
  3. Kita bisa memperkirakan tarif kita dari lokasi awal hingga lokasi tujuan. 
  4. Bisa menuliskan alamat dengan detail. Aplikasi ini sangat mempermudah pengemudi untuk menemukan lokasi penjemputan sang pemesan secara jelas dan detail. Misal, harus dijemput di gang nomor berapa atau rumah dengan warna cat hijau, dan sebagainya.
  5. Call driver. Ini keistimewaan lain dari aplikasi My Blue Bird, menu ini bisa dimanfaatkan apabila kita ingin melakukan konfirmasi secara langsung kepada driver yang akan menjemput kita. Namun, nomor handphone kita tidak akan terlihat sehingga keamanan pun tetap terjamin.
  6. Adanya menu History atau Riwayat Pemesanan. Menu ini sangat berguna jikalau ada barang kita yang tertinggal sehingga mempermudah untuk kita lacak atau ada masalah lainnya yang berhubungan dengan aktivitas kita saat menggunakan layanan taksi Blue Bird.
Banyak sekali kan keuntungannya? Jadi, tunggu apalagi? Kalau Sahabat Blogger belum men-download aplikasi My Blue Bird ini, segera download dan nikmati kemudahan dan kenyamanan dalam setiap perjalanan Sahabat dengan taksi Blue Bird.

Ssst, jelang akhir tulisan ini, saya ingin menuliskan rahasia sukses Blue Bird yang itu juga saya rasakan dari pelayanan dua driver di atas. Pak Amin yang pantang menyerah dan Pak Narto yang selalu sabar dan ikhlas. Ajaran Bu Djoko yang sangat fundamental terus dipeluk erat dan menjadi lentera untuk menembus zaman yang semakin berubah. Baik dari keluarga Bu Djoko sendiri, para pejuang di Blue Bird Group, sampai ke para pengemudinya. Inilah rahasia sukses Blue Bird :
  1. Kejujuran
  2. Kerja keras
  3. Teguh memegang prinsip dan idealisme
  4. Pantang menyerah
  5. Sabar
  6. Mau terus belajar
Sejarah Blue Bird merupakan lembar kenangan yang penuh warna dengan berbagai peristiwa emosional yang mengharukan. Banyak sekali kisah perjuangan yang menyentuh selama perusahaan Blue Bird Group ini tumbuh dan berkembang. Blue Bird adalah sumber pengajaran akan semangat hidup dan kerja keras. Ah, bersyukur rasanya sampai saat ini bisa menggunakan fasilitas armada transportasi hasil perjuangan panjang, karya monumental anak bangsa : BLUE BIRD.


Jalan-jalan super seru di Kota Semarang
Tak lupa nongkrong dan kulineran di Simpang Lima
Ayo, download aplikasi "MY BLUE BIRD" sekarang!
Pesan taksi makin mudah dan efektif pastinya...

Kota Semarang itu Kota Lumpia
juga terkenal Lawang Sewu-nya
Tak usah bingung memilih armada
Pilih taksi, ya... BLUE BIRD saja!



Tulisan ini diikutsertakan pada My Blue Bird Blogging Competition yang diselenggarakan oleh 
PT Blue Bird Tbk



BLUE BIRD, Taksi Burung Biru yang Melesat dengan Nafas Perjuangan

Friday, April 15, 2016 0 Comments

Sampai hari ini, sarana transportasi di Indonesia masih memiliki banyak ‘pekerjaan rumah’ yang tidak mudah. Faktor kenyamanan dan kemudahan masih menjadi tuntutan yang masih belum bisa terpenuhi sepenuhnya di berbagai pilihan sarana transportasi yang ada. Seperti halnya sarana transportasi darat. Rendahnya kualitas transportasi di Indonesia ditandai dengan timbulnya masalah-masalah transportasi yang saling mempengaruhi satu sama lain. Faktor-faktor penyebab rendahnya kualitas transportasi di Indonesia juga disebabkan oleh berbagai hal dan masalah lain yang cukup kompleks, diantaranya :
  1. Dana pengadaan atau peremajaan fasilitas transportasi yang tidak mencukupi.
  2. Kurangnya pengawasan dari pemerintah atau pihak yang terkait.
  3. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk ikut menjaga fasilitas serta sarana dan prasarana transportasi.
  4. Kurangnya rasa disiplin dalam diri masyarakat itu sendiri.

Blue Bird, armada taksi yang sangat populer di Indonesia. Blue Bird hadir dengan memberikan karakter pelayanan yang khas. Armada taksi dengan simbol ‘burung biru’ ini merupakan salah satu jasa transportasi yang mengedepankan kepuasan dan kenyamanan pelanggan. Kualitas prima yang diperlihatkan Blue Bird menjadikan armada taksi ini menempati peringkat teratas dari armada taksi yang ada di Indonesia.

Kesuksesan Blue Bird tidak diperoleh dengan mudah atau dalam hitungan waktu yang singkat. Kita tidak hanya melihat bagaimana sebuah perusahaan transportasi  taksi dibangun. Namun, lebih dari itu. Blue Bird kini adalah akumulasi dari perjuangan, tekad, keteguhan dalam menjaga prinsip dan mempertahankan idealisme, hingga usaha armada taksi ini tumbuh dan berkembang dikelilingi oleh nilai-nilai yang baik.

Bu Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono
Keteguhan dan Kekuatan Hati Seorang Ibu
          Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono, nama lengkap sosok perempuan tangguh itu. Bu Djoko, demikian ia akrab dipanggil. Rasa sedih dan kehilangan yang sangat mendalam ia rasakan saat suaminya tercinta kembali ke pangkuan Yang Maha Esa. Prof. Djokosoetono, S.H., beliau mengembuskan nafas terakhirnya tanggal 6 September 1965. Bu Djoko seperti kehilangan separuh dirinya. Namun, hati perempuan itu sangat kuat, meskipun kesunyian terasa sangat menyayat sepeninggal suaminya. Ia pun bertekad untuk membesarkan ketiga anaknya dengan penuh semangat. Bu Djoko adalah sosok perempuan yang aktif, dinamis, dan penuh dengan ide-ide baru.
          Keluarga mereka hidup dengan sederhana. Meskipun suami Bu Djoko memiliki jabatan yang sangat terhormat, yakni Gubernur PTIK dan PTHM. Terakhir, Pak Djoko menjadi penasihat hukum Presiden RI, Ir. Soekarno. Pak Djoko juga memegang peranan penting dalam pengambilalihan Universitas Indonesia dari tangan Belanda. Dan sepeninggal Pak Djoko, Bu Djoko harus menjadi orang tua tunggal untuk Chanda Suharto, Mintarsih Lestiani, dan Purnomo Prawiro. Bagi Bu Djoko, ketiga anaknya itu adalah poros semangat yang habis-habis memberikannya kekuatan. Waktu itu, Chandra dan Mintarsih telah kuliah, Purnomo masih duduk di bangku SMA.
          Sosok perempuan yang lahir di Malang, 17 Oktober 1921 itu sudah terbiasa hidup sederhana sejak kecil. Ia terlahir dari orang tua yang kaya raya. Namun, saat ia berusia 5 tahun, orang tuanya bangkrut. Sampai makan untuk keluarga saja tak pernah cukup. Bu Djoko kecil pun mulai akrab dengan kehidupan yang serba sulit. Bu Djoko tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang penuh semangat untuk mengejar cita-citanya. Karena kekayaan materi tidak dimilikinya, ia bertekad memperkaya diri dengan ilmu dan kepandaian.
Bu Djoko remaja sangat suka membaca buku-buku inspiratif yang diperoleh dengan meminjam. Salah satu kisah legendaris yang selalu menghiburnya adalah kisah “Si Burung Biru” atau “Bird of Happiness.” Bagi Bu Djoko, kisah Si Burung Biru bisa jadi pembakar semangat, penabur inspirasi, dan pemacu cita-cita dalam dirinya.

Sekilas tentang “Bird of Happiness”

    
Shirley Temple yang memerankan tokoh si gadis kecil dalam film The Blue Bird
(Sumber : Google)

Sebuah kisah mengharukan tentang gadis cilik yang miskin dan hidup dalam penderitaan. Tapi, ia senantiasa bersemangat dengan harapan yang berkobar dan pikiran yang positif. Tak pernah bosan ia berdoa meminta petunjuk untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Sampai suatu ketika ia bermimpi. Dalam mimpinya itu, si gadis cilik yang miskin itu diperintahkan untuk mencari burung biru. Burung biru yang dipercaya dapat membawa kehidupannya menjadi lebih bahagia. Burung biru itu terletak di tempat yang jauh dan sulit dicapai. Banyak sekali tantangan dan perjalanan yang panjang untuk menemukannya.
          Si gadis cilik segera melakukan perintah itu. Ia melakukan perjalanan panjang yang penuh dengan kesulitan. Ia mengikuti petunjuk dalam mimpinya. Begitu banyak alasan untuk membuatnya berhenti dan menyerah. Tapi, ia tidak menyerah dan tidak pernah putus asa. Hingga akhirnya, di ujung perjalanan, gadis kecil itu menemukan burung biru seperti yang ada di dalam mimpinya. Perjalanan panjang dan berat itu berubah menjadi kebahagiaan yang tak terkira bagi si gadis kecil. Itulah kisah “Si Burung Biru” yang legendaris dan kemudian difilmkan di Hollywood, gadis kecil diperankan oleh Shirley Temple dan menjadi  box office di tahun 50-an.
          Kisah “Si Burung Biru” itu begitu meresap ke sanubari Bu Djoko. Dari kisah itu, Bu Djoko meyakini bahwa kemiskinan tidak akan abadi melekat dalam kehidupan manusia jika ada usaha dan keyakinan untuk keluar dari kondisi itu.

Jejak-jejak Perjuangan Bu Djoko
Lembaran demi lembaran kisah pun bergulir…
Saat Pak Djoko masih hidup, Bu Djoko tidak pernah gengsi juga tidak pernah terbersit rasa malu dalam dirinya untuk berjualan batik door to door. Bu Djoko tidak takut direndahkan oleh sesama istri pejabat tinggi. Ia lakukan itu semua murni sebagai kepedulian istri untuk membantu suami mencari nafkah. Ketiga anak Bu Djoko pun telah terbiasa hidup sederhana, bersabar menghadapi kesulitan hidup, dan mandiri. Setelah bisnis berjualan batik berhenti, Bu Djoko beralih ke bisnis berjualan telur. Waktu itu, jualannya Bu Djoko sangat laris manis. Rumah mereka di Jalan HOS Cokroaminoto penuh dengan telur-telur dagangan Bu Djoko. Hingga akhirnya Pak Djoko meninggal dunia. Meski kesedihan menyergap hatinya, namun bisnis yang sudah berjalan itu tetap ia kelola dengan baik. Bahkan muncul ide-ide bisnis baru.
Kala itu, keluarga Bu Djoko mendapatkan hadiah dari pemerintah dua buah mobil sedan. Bu Djoko berkata kepada Chandra, Mintarsih, dan Purnomo kalau akan menjadikan dua buah sedan –Opel dan Mercedes- itu sebagai… TAKSI.
Bu Djoko lalu mengkhayalkan, taksinya nanti akan menjadi angkutan yang sangat dicintai oleh penumpangnya. Orang-orang akan merindukan naik taksinya karena perasaan aman, nyaman, dan senang karena kondisi taksi yang prima.
Inilah fase yang sangat penting dalam sejarah kelahiran Blue Bird. Yakni, ketika Bu Djoko mantap memulai bisnis taksi dalam rancangan idealisme yang ia buat. Walau di hadapannya hanya ada dua mobil saja, tapi Bu Djoko mampu berpikir visioner, jauh ke depan. Bayangan indah tentang sebuah perusahaan taksi di masa depan sudah tergambar jelas di benaknya.
Bu Djoko lalu menyusun semua konsep dan rancangan untuk perusahaan taksinya. Ia mengandaikan dirinya sebagai penumpang. Jadi, taksi yang akan ia operasikan nanti harus memiliki nilai kenyamanan, keamanan, dan kepastian. Sedangkan jantung dari usahanya itu terletak pada pelayanan. Selain sukses melayani penumpang, agar bisnisnya nanti mendulang keuntungan maka harus dibuat manajemen yang rapi, seperti perhitungan yang cermat untuk pengeluaran bensin, komisi pengemudi, dan bengkel. Begitulah, konsep sederhana dari perempuan dengan semangat baja itu. Bu Djoko pun akan memperlakukan para karyawannya nanti seperti keluarganya sendiri. Bu Djoko yakin, bisnis taksinya akan berumur panjang juga berkembang besar.
Awalnya, Chandra –si sulung- mendapatkan kepercayaan untuk mengelola langsung bagian operasional, dengan bimbingan Bu Djoko. Di Jakarta, bisnis taksi gelap –berplat hitam- sudah merebak. Chandra dan Purnomo pun selalu siap menarik taksi bila mereka tidak kuliah. Taksi milik Bu Djoko pun terkenal dengan sebutan Taksi Chandra.
Bisnis taksi ini pun berkembang pesat, Taksi Chandra memiliki banyak pelanggan. Bu Djoko akhirnya menambah armada taksi dan merekrut pengemudi dan karyawan.
Banyak pengalaman menarik yang manusiawi selama menjalankan bisnis Taksi Chandra pada tahun pertama. Pernah usai menarik taksi hingga tengah malam, Purnomo dengan letih menemui ibunya. Ada dompet penumpang yang tertinggal di jok belakang taksi. Bu Djoko pun menyuruh Purnomo untuk mengantarkan dompet itu ke sang pemilik. Hingga akhirnya, sang pemilik dompet itu merasa sangat terharu dengan apa yang dilakukan oleh Purnomo. Dari peristiwa itu, Purnomo sendiri belajar tentang kepercayaan, kejujuran, dan ketulusan. Tiga poin penting yang selalu Bu Djoko ajarkan.

Perjuangan Mendapatkan Lisensi
Pengalaman yang diperoleh keluarga Bu Djoko selama menjalankan taksi gelap menghasilkan banyak “ide-ide berharga”. Idealisme yang kuat, konsep manajemen, sistem, pengelolaan karyawan, dan penguasaan medan, ditambah dengan ‘jam terbang’ dalam mengatasi situasi sulit adalah simpul-simpul kekuatan yang akhirnya melahirkan “BLUE BIRD”.
Memasuki tahun 1971, Bu Djoko mulai mengupayakan surat izin operasional untuk Taksi Chandra. Namun, ia ditolak oleh pejabat DLLAJR. Bu Djoko dianggap tak layak mengajukan surat izin bisnis taksi karena tidak memiliki pengalaman yang memadai. Bu Djoko dan keluarganya kecewa. Namun, hari itu saja mereka kecewa. Esoknya, bisnis Taksi Chandra tetap berjalan dan upaya untuk memperoleh surat izin tetap Bu Djoko perjuangkan. Berkali-kali Bu Djoko ke kantor DLLAJR, tapi tetap ditolak. Alasan penolakan kesekian kalinya yang sangat menyakitkan hati Bu Djoko adalah karena Bu Djoko itu perempuan dan perusahaan angkutan adalah dunia laki-laki. Namun, Bu Djoko tetap tegar dan tak gentar.
Sampai akhirnya, Bu Djoko mendapatkan ide untuk mengumpulkan komentar dan tanda tangan dari orang-orang yang merasa bahwa Taksi Chandra adalah taksi yang baik dan berkualitas. Bu Djoko juga mengajak para janda pahlawan untuk bersama-sama menyerukan petisi kemampuan perempuan dalam memimpin usaha. Mereka mendatangi kantor Gubernur dan menghadap langsung Ali Sadikin. Hingga akhirnya, Ali Sadikin memberikan izin usaha untuk mengoperasikan taksi.
Tanggal 1 Oktober 1971, kegembiraan menyeruak di rumah Jalan HOS Cokroaminoro nomor 107. Ada surat dari DLLAJR. Isinya, Bu Djoko atas nama PT Sewindu Taksi akhirnya memperoleh izin operasional. Kesabaran keluarga Bu Djoko membuahkan hasil baik. PT Sewindu Taksi itulah yang merupakan cikal bakal PT Blue Bird di masa mendatang.

Lahirnya Blue Bird
          Bu Djoko pun memberikan ide nama taksi mereka “Blue Bird” dengan warna biru sebagai nuansa logo dan badan taksi mereka. Biru dinilai sebagai warna yang jernih, sejuk, dan mencerminkan energi. Logo Blue Bird dibuat oleh Pak Hartono –pematung asal Yogyakarta-, berbentuk siluet burung berwarna biru tua yang sedang melesat. Logo ini seperti menggambarkan cita-cita yang diilhami dari kisah “The Bird of Happiness”.
          Tanggal 1 Mei 1972, jalan-jalan di Jakarta mulai diwarnai taksi-taksi berwarna biru dengan logo burung yang tengah terbang melesat. Blue Bird semakin berkembang ketika diberlakukan alat dan pencatat tarif, argometer. Bisa dibilang tahun 1970-an itu merupakan masa penggodokan idealisme Blue Bird.

         Setelah sukses mengalirkan nafas perjuangan dan idealisme pada ketiga anaknya, Bu Djoko juga berhasil menularkan semangat pada cucu-cucunya. Semua cucunya, dengan pengabdian yang tinggi, turut andil dalam membesarkan perusahaan yang dirintis sang nenek.
          Setelah perjuangan berat di era 70-an dan 80-an, maka era 90-an memberikan Blue Bir Group buah yang manis. Kemajuan demi kemajuan tak terbendung lagi di tubuh Blue Bird. Manajemen yang rapi, idealisme yang dijaga ketat, pengaturan finansial yang sangat matang, dan strategi ekspansi yang arif, membuat perkembangan Blue Bird semakin pesat.
      Di era 90-an, jumlah taksi mencapai hampir 5.000 mobil. Jumlah pool terus bertambah. Blue Bird juga telah berkembang di sejumlah provinsi di Indonesia. Gedung kantor pusat dengan megah berdiri di Jalan Mampang Prapatan, diresmikan tahun 1991. Sebuah inovasi baru dimunculkan oleh Blue Bird Group dengan peluncuran Silver Bird, executive taxi pada tahun 1993. Taksi kelas eksekutif dengan tarif yang lebih tinggi dibandingkan Blue Bird.
     Tanggal 1 Mei 1997, Blue Bird juga meresmikan kelahiran Pusaka Group yang kemudian dikelola oleh cucu-cucu Bu Djoko. Pengelolaan Pusaka Group sama dengan Blue Bird dari sisi kualitas. Setelah Silver Bird ada inovasi baru dengan peluncuran Golden Bird. Beberapa tahun kemudian, logo seluruh anak perusahaan di Blue Bird Group dibentuk lebih seragam untuk menunjukkan visi dan semangat yang sama. Hanya warnanya yang berbeda, Golden Bird memakai warna gold. Silver Bird, warna silver. Big Bird, warna hijau. Dan Iron Bird, warna tembaga.
     Noni Purnomo –cucu Bu Djoko- sejak tahun 1997 mulai menggagas SOP dan pembaruan dalam keseluruhan sistem kerja Blue Bird Group. Selain itu, dengan kemajuan teknologi, Blue Bird Group pun mulai mengenalkan budaya baru, budaya kerja berteknologi modern dengan kekayaan filosofi dari masa lalu. Blue Bird Group terus terbang melesat meraih kesuksesan demi kesuksesan dengan perjuangan orang-orang luar biasa di dalamnya.

Armada Blue Bird Group

“Orang yang berada dalam kondisi sulit atau diadang ujian berat adalah orang-orang terhormat yang dipercaya Tuhan untuk belajar survive, untuk ditempa. Mereka dilatih untuk mencari jalan keluar dan terlepas dari kesulitan.
Orang-orang seperti itu akan mengisi hidupnya dengan terus berusaha, mereka memiliki kapasitas besar untuk menjadi sukses.”
[Bu Djoko]
Film Sejarah Blue Bird :

Sumber bacaan :

Sang Burung Biru, Alberthiene Endah