Jejak Karya

Jejak Karya

Saturday, November 20, 2010

CINTA LAKI-LAKI BIASA

Saturday, November 20, 2010 0 Comments

Cinta
Laki-laki Biasa
(Karya Asma Nadia)

Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan
alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru
setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui,
gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan
semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang;
Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman
Nania. Mereka ternyata sama herannya.
"Kenapa?" tanya mereka di hari Nania mengantarkan
surat undangan. Saat itu teman-teman baik Nania sedang
duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru
saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi.

Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.
Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya
berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya
sibuk merangkai kata-kata yang barangkali beterbangan
di otak melebihi kapasitas.

Mulut Nania terbuka.
Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari
sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan
enyadari, dia tak punya kata-kata!

Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak
jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia
menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus
adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara
mendadak gagap. Yang pertama terjadi tiga bulan lalu
saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk
melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang
tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi
ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga
membawa serta buntut mereka.

"Kamu pasti bercanda!"
Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di
wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak
nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama
membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika
mengira Nania bercanda.

Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan
keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan
gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!

"Nania serius!" tegasnya sambil menebak-nebak, apa
lucunya jika Rafli memang melamarnya.

"Tidak ada yang lucu," suara Papa tegas, "Papa hanya
tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang
paling cantik!"

Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa
barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak
sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang
mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh
selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang
duduk layaknya pesakitan.

"Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan?" Mama
mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan
nada penuh wibawa,

"maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun,
tapi jawabannya tidak harus iya, toh?"

Nania terkesima.
"Kenapa?"
Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik. Sebab kamu
paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajang
busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat
bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Suaramu
bagus! Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu
meraih gelar insinyur. Bakatmu yang lain pun luar
biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki
manapun yang kamu mau!

Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia
kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub
dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata
'kenapa' yang barusan Nania lontarkan.

"Nania Cuma mau Rafli," sahutnya pendek dengan airmata
mengambang di kelopak. Hari itu dia tahu, keluarganya
bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak
menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium
empat. Parah.

"Tapi kenapa?"
Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa,
dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan
pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa.

Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka
matanya.

"Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!" Cukup!
Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya
ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan
seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana
tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan
seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?

Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan
membela Rafli. Barangkali karena Nania memang tidak
tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itu tak punya
fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak
'luar biasa'.

Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang
telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur
duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di
sampingnya Nania bahagia.

Mereka akhirnya menikah.
***

Setahun pernikahan.
Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih
sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa
sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania
masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan
Rafli agar tampak dimata mereka.

Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli,...

(Bersambung ke Kumpulan cerpen Emak ingin Naik Haji terbitan Asma Nadia Publishing House. Hasil royalti buku tersebut akan disumbangkan sepenuhnya untuk sosial. Jadi dengan membelinya, maka akan mendapatkan sekumpulan cerita bermutu sekaligus beramal buat orang-orang yang membutuhkan. So? Tunggu apa lagi? ^_^)

Thursday, November 18, 2010

DALAM MALAM DI SEPERTIGA BAGIANNYA

Thursday, November 18, 2010 0 Comments



Masih dini untuk ia sebut pagi
Karena gulita masih terhampar di luar sana
Karena shift malam belum usai tunaikan tugasnya
Karena aku masih dalam episode ‘sebelum cahaya’
Dingin menyusup lembut, menerobos pori-pori kulit

Ada yang menyendiri sambil menatap langit
Menumpahkan setiap resah jiwa
Sebentuk kegelisahan yang saat ini tengah melanda
Hujan pertanyaan “mengapa” masih saja mencoba meruntuhkan benteng pertahanan hatinya

Dalam patahan waktu…
Menanti bagian jiwa yang lain
Merasakan desiran angin memainkan musik
Dentingan menyayat seperti terkoyak masa

Ia masih bertemu dengan sepotong malam di sepertiga bagiannya…
Desahan nafas kerinduan memecah kesunyian
Ia sungguh menikmati proses perenungan panjang ini..
Mencoba menguatkan pijakan
Melahirkan kedamaian dalam sanubari
Melarikan hati yang dirundung duka

Bagai rinai titik hujan yang liar menerobos sela-sela bumi
Ia pun ingin terbebas dari belenggu ‘kebimbangan’
Untuk terus menanti ataukah menghentikan episode penantian ini?
Karna sampai detik inipun ia takkan pernah bisa menceraikan sang melati dari harumnya..
Maka opsi pertama yang masih ia pilih :
“MENANTI”

Dan kini, sambil menikmati penghujung sang malam
Ia menanti sang mentari kembali merekah
Menghadirkan pesona batang-batang cahaya yang penuh harapan
Harapan yang menguatkan..
Melarutkan segala kepedihan…
Menggantikan itu semua dengan rasa bahagia yang tak terperikan…

Karena sebentar lagi ‘penulis cahaya’ yang dinanti itu akan datang
dalam hati yang penuh bahasa kasih
dalam keagungan cinta…
dalam kedamaian yang menjadi istananya…

Ia membiarkan skenario Allah menunjukkan kebesaran-Nya
Karena “proses” itu menentukan keberkahan…

Maka wahai diri…
”BERSABARLAH DALAM KEISTIQOMAHAN DALAM OPTIMISME PENANTIAN”…

[Keisya Avicenna, 9 November 2010…dalam malam-Mu di sepertiga bagiannya, di sudut ruang Masjid Perjuangan NH IC…03:03 WIB. Dedicated to mysupertwin : MASIH BANYAK YANG HARUS KITA PERJUANGKAN DALAM FASE PENANTIAN INI!!! Ayo, SEMANGAT BERKARYA!!!! ^^v]



ANGAN SAKINAH : “Sebuah rumah yang senantiasa dimetaforkan sebagai surga, tempat kenikmatan paripurna. Sebagai angan tentu saja ideal, dan sesuatu yang ideal biasanya tetap melangit. Meskipun demikian, bukan berarti kita tak mampu menariknya mendekat ke bumi. Langit merupakan padang gembala ideal-ideal yang terus membuat kepala mendongak. Namun, dari sanalah justru ada mimpi yang terus menggelorakan gerak hidup untuk meraihnya.

INILAH SIKAP TERBAIK AKTIVIS DAKWAH DALAM KEHIDUPAN

Thursday, November 18, 2010 0 Comments

INILAH SIKAP TERBAIK AKTIVIS DAKWAH DALAM KEHIDUPAN...SIMAKLAH..!!!
by Ratu Surya Atmajaya on Thursday, November 18, 2010 at 7:54am

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS. Al Anfal: 60)

Kemenangan merupakan anugerah Allah swt. yang sangat berharga. Ia juga menjadi harapan orang yang sedang berjuang. Bagi mereka yang berada di medan juang kemenangan amat dinanti-nanti segera tiba. Mereka ingin kemenangan itu jadi dekat. Akan tetapi perlu diketahui bahwa kemenangan tidak akan datang secara ujug-ujug. Melainkan ada beberapa persoalan yang patut untuk dilakukan agar bisa menghadirkannya.

Kemenangan bagian dari ketentuan Allah swt. atas urusan hamba-Nya (Qudratullah). Dia yang Maha Tahu akan nasib yang dialami ciptaan-Nya. Dia pula yang berhak untuk memberikan kemenangan ataupun menundanya. Kemenangan dari Allah swt. pasti datangnya baik di dunia ataupun akhirat. Sehingga tidak ada kamus kekalahan di hati para pejuang.

Namun kemenangan itu datang dengan jalan-jalan yang akan memuluskan kehadirannya. Melalui upaya maksimalitas manusia (ikhtiyar basyariyah). Adapun mereka yang telah melakukan upaya yang maksimal untuk mencapai prasyarat kemenangan, maka kemenangan menjadi haknya. Oleh karena itu ikhtiyar basyariyah juga menjadi bagian yang harus diperhitungkan oleh mereka yang menunggu-nunggu kemenangan. Ikhtiyar basyariyah yang optimallah yang perlu dibangun dalam perjuangan ini agar kememangan itu menjadi hak yang mutlak.

Bila para dai yang sedang berada di barisan terdepan dalam medan perjuangan ini memahami akan hakikat kemenangan dari dua hal di atas, maka sikap utama dari diri mereka tidak lain adalah sikap siap untuk digerakkan dalam menunaikan sebuah operasionalisasi dakwah ini (isti’dad lil amal). Adapun upaya yang mesti dilakukannya sebagai berikut:

1. Kesanggupan untuk dimobilisasi (Al Qudrah li tanfidz)

Kesanggupan dimobilisasi dengan cepat dalam berbagai keadaan merupakan watak para pahlawan Islam dalam memenangkan dakwah di medan peperangan. Sikap ini secara umum memang perilaku prajurit sejati. Kesanggupan diri membuat mereka berani maju menghadapi tugas dan amanah dakwah sekalipun berat rasanya. Baginya tidak ada pilihan lain kecuali kemenangan yang hakiki. Hidup mulia atau mati syahid.

Bagi seorang prajurit yang siap, memikul tugas dan tanggung jawab adalah kemuliaan. Sehingga mereka akan mengerahkan segenap kemampuan untuk tetap berada di garis tugasnya. Berbalik ke belakang sama artinya dengan mewariskan keburukan dan kekalahan. Karena itu mereka berupaya untuk menunaikannya dengan sebaik-baiknya.

Semangat Abdullah bin Rawahah RA. yang berapi-api di Perang Muktah memacu keberanian para sahabat sehingga mampu mengobarkan kepahlawanan mereka. Membuat jiwa para sahabat lebih mencintai harumnya syurga dari pada pulang kembali ke Madinah. Padahal mereka harus menghadapi musuh dengan jumlah dan kekuatan yang besar. Kecintaan pada hari akhirat menjadi landasan sikap mereka menyongsong tugas mulia. Dan modal itulah kaum muslimin memenangkan pertarungan dan mewariskan perilaku keimanan yang sebenar-benarnya kepada generasi berikutnya.

Hari yang kita lalui saat ini tampak sangat jelas. Karena jelasnya tugas dan amanah yang mesti kita tunaikan. Bila kita runut tugas itu satu persatu maka akan kita dapati begitu banyak tugas yang menanti kita. Tugas itu sedang antri untuk diselesaikan. Masalahnya adalah siapakah gerangan yang akan menunaikannya. Apalagi jika ditinjau dari waktu yang tersedia untuk penyelesaiannya, maka ia memerlukan kader dakwah yang amat banyak.

Dalam situasi dan kondisi yang pelik dimana tugas dan waktu saling berlomba. Maka perilaku dai sejati untuk selalu siap dimobilisasi harus dikedepankan dari pada sikap gamang untuk menunaikannya. Karena kegamangan dalam melaksanakan tugas sering menghambat kemampuan untuk berpartisipasi aktif dalam menunaikan tugas mulia tersebut. Sikap gamang bagi kader dakwah merupakan batu sandungan yang harus segera disingkirkan. Dan yang perlu dihidupkan adalah sikap untuk selalu sanggup dimobilisasi dengan cepat dalam berbagai situasi. Selanjutnya menempati pos-pos yang lowong dengan sabar dan disiplin.

Pada jihad siyasi banyak pos-pos dakwah yang perlu diisi dengan segera. Karena waktu dan tugas yang perlu diselesaikan saling mendahului. Kader dakwah mesti tanggap dengan kemampuannya dan pos yang ada. Sehingga bisa segera mengistijabahi tugas-tugas mulia tersebut.

2. Bersabar berada di pos-pos dakwah (As Shabru fi ‘aba’i ad da’wah)

Berada pada pos dakwah terkadang banyak kendala dan cobaan. Baik yang menyenangkan maupun yang menyulitkan. Ini memang ujian dakwah yang diberikan Allah swt. pada kita untuk menilai sejauh mana tingkat kesabaran dan kesetiaan prajurit sejati pada tugasnya. Serta keberhasilannya dalam menjalankan amanah yang diberikan padanya.

Adakalanya berada pada pos-pos tugas membosankan bahkan menegangkan karena beban yang berat. Namun adakalanya juga menyenangkan karena fasilitas dan pendapatan yang menggiurkan. Tidak jarang kita jumpai orang yang minta dipindahkan ke pos lain karena tidak suka pada tugas yang harus dikerjakan sehari-hari. Ada pula yang minta terus berada pada posnya karena penghasilan dan fasilitas yang ia dapatkan. Akhirnya tugas itu dinilai dari kesenangan material.

Kaum muslimin pernah mengalami pelajaran pahit di medan Uhud. Ini mesti menjadi catatan mahal umat Islam. Tatkala pos-pos tugas itu dinilai dengan pandangan kesenangan material maka berakibat fatal bagi mereka. Sebab pos-pos yang harusnya dijaga dengan sabar dan disiplin, akhirnya ditinggalkan begitu saja. Kekosongan pos tugas itu menjadi peluang musuh untuk mengkocar-kacir barisan kaum muslimin hingga porak poranda. Dan kerugianlah yang diperolehnya.

Padahal Rasululah saw. mengingatkan mereka dengan komandonya: “Berjagalah di pos kalian ini dan lindungilah pasukan kita dari belakang. Bila kalian melihat pasukan kita berhasil mendesak dan menjarah musuh, janganlah sekali-kali kalian turut serta menjarah. Demikian pula andai kalian melihat pasukan kita banyak yang gugur, janganlah kalian bergerak membantu.” (HR. Bukhari)

Kasus Uhud menjadi ibroh (pelajaran) berharga bagi orang-orang beriman. Cukup sekali saja hal itu terjadi. Tidak boleh terulang lagi apalagi sampai berulang-ulang. Oleh karena itu bekal kesabaran dan keteguhan hati perlu terus dipasok jangan sampai berkurang sedikitpun. Panglima Saad bin Abi Waqqas r.a. menyerukan pasukan yang akan menghadapi tentara Persia dengan instruksinya: “Tempati pos kalian dan bersabarlah, karena kesabaran menjadi jalan kemenangan.”

Bagi kader dakwah ketika sudah menempati pos tugasnya, ia akan menjaganya dengan baik. Ia tidak akan tergiur sekejappun untuk meninggalkannya. Ia juga tidak tergoda oleh kesenangan material yang mengganggunya. Namun ia akan terus berada pada posnya dengan penuh kesabaran. Sebagaimana Sang Junjungan telah mengingatkan bahwa, “Prajurit yang baik adalah bila ditugaskan di bagian belakang, maka ia ada di tempatnya. Bila ia ditugaskan di barisan terdepan, maka ia pun ada di tempatnya.” (HR. An-Nasai).

3. Siap siaga menyongsong tugas (Al Istijabah lil amal)

Bila peluit sang komandan telah dibunyikan, berarti tugas-tugas harus segera diselesaikan. Kesiagaan menyongsong tugas menjadi indikasinya. Dari sana kadang menang dan kalah dapat diperkirakan. Mereka yang siap siaga artinya mereka siap menghadapi situasi apapun. Akan tetapi mereka yang lengah berarti mereka akan menjerumuskan dirinya pada jurang kebinasaan.

Kesiagaan kader dakwah indikasi kesiapannya untuk bertarung. Tentunya, siap di segala sektor. Kesiapan ruhiyah, fikriyah, jasadiyah dan nafsiyah. Dengan kesiapan yang demikian, maka dapat dipetakan kekuatan diri dan musuhnya. Dan seberapa besar kendala yang peluang kemenangan yang akan didapatinya.

Manakala kesiapan itu sudah begitu gamblang di hati kaum muslimin dan kader dakwah secara khusus, maka Allah swt. yang akan memback-upnya. Yang Maha Kuat dan Perkasalah yang akan menggerakkan seluruh potensi yang dimiliki kader dakwah apabila sudah digerakkan sejak awal.

“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mu’min, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Anfal: 17)

Yang menjadi persoalannya adalah apakah kader dakwah saat ini seluruhnya sudah siap siaga menyongsong tugas atau masih asyik termangu dengan kebingungannya. Semuanya kembali pada diri masing-masing. Akan tetapi yang perlu diingat adalah bila kader dakwah belum siap siaga menyongsong tugas jangan berharap hari esok lebih baik dari kemarin.

Generasi Qur’ani masa lalu menjadi umat terbaik bukan terletak pada keberadaan Rasul bersama mereka. Melainkan sikap mereka terhadap Qur’an dan sikap mereka secara keseluruhan yang siap siaga menerima tugas dan perintah. Bila saat itu disodorkan amanah tugas, maka saat itu pula mereka kerjakan tanpa reserve. Nah, kalau begitu sikap mereka itulah yang perlu kita ulang pada diri kita saat ini. Karena tugas dan instruksi komandan untuk jihad siyasi saat ini begitu sangat jelas.

4. Pantang Mundur (Adamul dubur)

Bila pertarungan sudah di hadapan, hanya satu sikap saja yang dilakukan, yaitu maju ke depan. Tidak boleh ada kata mundur atau balik ke belakang. Karena mundur artinya kekalahan. Dan kekalahan adalah kehinaan bagi kader dakwah di dunia dan akhirat. Allah swt. sudah menegaskan: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (QS. Al Anfal: 15 -16)

Bagi kader dakwah tugas mulia menjadi jalan mulus untuk masa depan. Ia tidak akan pernah berpikir balik ke belakang. Ia akan maju terus menyongsong masa depan. Begitulah kemenangan kaum muslimin di berbagai tempat, termasuk di Eropa. Panglima Thariq bin Ziyad menyampaikan pidatonya di hadapan para prajurit, “Wahai kaum muslimin di belakangmu lautan lepas, tidak ada lagi perahu yang akan membawa kalian ke negeri kampung halaman. Dan di depanmu musuh menghadang. Tidak ada pilihan lain untuk kemenangan kecuali maju ke hadapan songsong musuh dengan hati lapang. Sambut tugas dengan ringan.”

Menghadapi kenyataan ini, keberanianlah yang perlu kita perbesar. Berani karena benar dan berani karena membawa misi kesucian. Kader dakwah pemberani dalam melaksanakan tugas dapat menjadi pintu kegemilangan. Khususnya kegemilangan dakwah di negeri dambaan ini.

5. Tidak bermaksiat (Adamul Ma’shiyah)

Kemenangan dan kekalahan yang dialami kaum muslimin sangat dipengaruhi oleh perbuatan para prajuritnya. Kemaksiatankah atau ketaatan. Kemaksiatan dapat menjadi penyebab kekalahan dan ketaatan dapat membawa kemenangan.

Para pemimpin Islam selalu mewasiatkan untuk mewaspadai perilaku kemaksiatan kadernya. Karena kemaksiatan yang dilakukan satu orang dapat berakibat buruk bagi yang lainnya. Kemaksiatan yang dilakukan seorang kader dakwah harus lebih ditakuti daripada besarnya jumlah dan kekuatan musuh. Sebab maksiatan membuat Allah swt. menjauhi mereka. Dan tidak akan memberikan bala bantuan-Nya.

Catatan hitam dari kasus Uhud pun terjadi lantaran kemaksiatan sebagian prajurit muslim. Mereka tidak mematuhi perintah Rasulullah saw. karena tergiur dengan rampasan perang yang berserakan di depan mereka. Lalu mereka meninggalkan bukit Uhud dan mengumpulkan ghanimah tersebut. Akhirnya pos yang kosong itu segera diambil alih musuh sebagaimana yang diingatkan Allah swt.

“Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah mema`afkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Iman: 152)

Cukuplah Uhud menjadi pelajaran besar bagi kita. Satu hal yang perlu dicamkan. Jangan pernah bermaksiat sedikitpun ketika pertarungan telah di hadapan. Kemaksiatan lobang jurang kebinasaan dan kehinaan dunia dan akhirat.

Manakala anashir-anashir kemenangan tersebut dapat terealisir di jiwa para kader dakwah, maka pertolongan dan bala bantuan yang dijanjikan Allah swt. akan tampak nyata di depan mata. Kemenangan tersebut menjadi hak bagi para pejuang (nashrullah wal futuhat). Sebagaimana kemenangan dan penaklukan Kota Mekkah, banyak musuh-musuh dakwah yang tunduk terhina di hari itu dan segera menjadi pengikut Nabi saw. dan kemuliaan orang beriman sebagai pakaian para pejuang yang dahulu telah memberikan investasinya pada dakwah ini. Dan kita telah memahaminya bahwa hal itu melalui proses yang panjang dan rumit. Wallahu ‘alam bishshawab.

MENIKMATI HUJAN

Thursday, November 18, 2010 0 Comments

MENIKMATI HUJAN

Denting hujan meramaikan kebisuan
Membuat jiwa terjaga dari lamunan panjangnya
Menyejukkan nurani dari kegersangan cinta
Yang tlah lama terbuai nestapa

Hujan, menawarkan kerinduan dari tiap tetesannya
Titik yang menjadi rintik
Pelan, kemudian menderas….
Menghujam bumi dengan laju yang pasti

Kurindukan dalam alunan rintiknya yang damai
Tak membawa angkara
Tak jua resahkan jiwa

Kunantikan hujan yang kan hapus kesedihan
Meski dalam setiap tetesannya
Ia masih mencari “apa itu arti cinta?”

Bait-bait hujan merenda harapan
Akan cinta dalam penantian
Bilakah ia kan datang selepas hujan mengering???


[GO Veteran, 6 Oktober 2010…”Menikmati Hujan” di saat para siswa tengah asyik mengerjakan test harian…^^]

“No naMe…???”

Thursday, November 18, 2010 0 Comments


Sosok itu…
Masih berupa bayangan yang masih samar
Siluet…belum terwujud nyata
Belum jelas tertangkap mata

Berawal dari satu titik…
Mungkin titik itu bertemu titik lain
Berjalan bersama
Membentuk sebuah garis
Garis saling berhubung, tersambung, kadang melengkung
Terciptalah sebuah huruf
Huruf yang tercipta kan berjajar dengan huruf yang lainnya
Terangkai menjadi sebuah nama…

Sebuah nama yang masih menjadi rahasia-Nya
Nama yang kan menjadi ‘pendatang baru’ dalam register perasannya…
Nama yang kelak akan menjadi bermakna…
Pelengkap kehidupannya
Penyempurna separuh diennya…^^v

[Keisya Avicenna, 111110…@Kelas UNSOED GO Veteran…]