Jejak Karya

Jejak Karya

Monday, May 28, 2012

Tergelincir

Monday, May 28, 2012 1 Comments
Sang surya masih malu-malu tersenyum menyapa pagi di sebuah desa yang terletak di kota Brebes.
 ”Pak, Alhamdulillah, Tum masuk jurusan Biologi UGM.”
 ”Alhamdulillah, selamat ya Nduk! Tapi kok wajahmu seperti itu? Seharusnya kamu senang dong. Kamu sudah lulus dan sudah diterima. Memang kenapa lagi?”
 ”Berarti Tum akan jauh sama Bapak dan Ibu?”
”Nduk, kan sudah kita sepakati bersama. Jangan menyesal! Kamu harus percaya bahwa Allah akan memberikan yang terbaik kepada hamba-Nya. Mungkin Allah punya rencana untuk kamu di sana. Kamu harus yakin itu Nduk! Ayo mana anak Bapak yang pantang menyerah?”
Akhirnya, Tumini berangkat ke Jogja.
Saat Orientasi Mahasiswa Baru, dia bertemu Rossy. 
“Kenalin, gue Rossy dari Jakarta. Elo?” 
”Ehm.. Aku Tumini dari Brebes” 
”Tumini? Eh, lo mau ga jadi temen gue?”
 ”Wah, mau...”
 ”Sip, tapi aku panggil kamu Mini aja ya biar gaul gitu lho!” saran Rossy.
 ”Ehm.. Mini? Bagus juga! Okelah..” 
Sewaktu mereka asyik berbincang-bincang, datanglah seorang gadis berjilbab rapi yang ternyata bernama Dara. Tumini juga berkenalan dengannya. 
Saat Dara berlalu, Rossy kembali berujar. “Gimana kalau besok kita shopping aja sekalian beli perlengkapan kuliah!” 
“Shopping? Hmm.. ehh.. oke deh!” kata Tumini. 
Keesokan harinya mereka shopping. Tanpa kenal waktu, sampai-sampai shalatpun terlewatkan. Tumini pun terdesak dan memakai uang yang diberikan Bapaknya sebagai jatah biaya hidupnya sebulan. Mereka jadi kecanduan shopping. Tumini berubah menjadi gadis yang boros dan sering meninggalkan sholat. Tumini yang dulunya lugu dan pendiam mulai berubah seiring dengan pergaulannya bersama Rossy. Ia suka hura-hura dan sering berbohong pada orang tuanya. Dia selalu meminta uang dengan alasan untuk kuliah, beli buku, dan lain-lain. Padahal uang kirimannya digunakan untuk belanja, nonton, dan hura-hura. Hingga suatu ketika datanglah sepucuk surat dari Ibu. Dengan penuh semangat Tumini membuka surat itu. Namun, ekspresinya berubah seketika. 

Assalamu’alaykum. Wr.Wb... Tum, bapakmu sakit. Sekarang sedang opname di Rumah Sakit. Maaf, Bapak Ibu tidak bisa mengirim uang bulan ini. Tolong uangnya dihemat ya. Doakan Bapak cepat sembuh. Wassalamu’alaykum. Wr.Wb... Ibu 
Tangis Tumini pecah. Tak kuasa ia menahan air matanya. Uangnya habis. Padahal belum bayar biaya kuliah. Tuminipun mencari pinjaman pada Rossy. Akan tetapi, Rossy menolak saat dimintai tolong. Hati Tumini semakin terpukul. Ia mencari tempat untuk menenangkan diri. Ia teringat akan orang tuanya di desa yang susah payah memberi dukungan kepadanya. Tapi kepercayaan itu disalahgunakan. 
Dara memergoki Tumini yang sedang sedih di pojok ruangan. “Mini, aku perhatikan dari tadi kok kamu aneh. Kenapa? Kok menangis? Cerita saja Tumini! Apa gunanya ada teman kalau kamu tidak bisa berbagi dengannya.”
 ”Rossy jahat Ra. Dia ada kalau senang saja, ketika aku sedih dan membutuhkannya, dia malah meninggalkanku. Aku menyesal sudah terpengaruh. Sekarang aku kena batunya.” 
Akhirnya Tumini menceritakan semua kejadian kepada Dara. ”Ya sudah, sekarang begini saja. Aku punya simpanan, nanti pakai uangku dulu saja.”
 ”Makasih ya, kamu sudah menemani dan sudah memberi solusi untuk masalahku ini.”
 ”Iya, sama-sama. Itulah gunanya teman. Ya sudah, baiknya sekarang ikut aku kajian kemuslimahan di masjid yuk biar kamu lebih tenang,” ajak Dara. Tumini pun mengiringi langkah Dara menuju masjid kampus.

Sunday, May 27, 2012

Dari Blog Turun ke Hati

Sunday, May 27, 2012 1 Comments
Namaku Adnan Cahyono. Pada usia yang sudah dikatakan wajib untuk menikah, belum juga Allah mempertemukanku dengan seorang muslimah yang tepat. Setelah kegagalan proses dengan seorang muslimah dari Bandung, aku semakin berhati-hati dalam menentukan pilihan. Ternyata muslimah itu melakukan ta’aruf dengan laki-laki lain, padahal jelas-jelas dia sudah aku lamar. Alhamdulillah, Allah memberiku petunjuk untuk mengetahuinya sehingga proses itu tak dilanjutkan. Kembali aku mencari referensi tentang kriteria istri yang baik. Aku banyak bertanya pada ustadz, baca buku, dan searching di internet. Aku pun berlayar di dunia maya, hingga akhirnya berlabuh di sebuah blog. Blog tersebut memberi banyak informasi tentang kriteria istri yang baik. Pemilik blog itu seorang muslimah bernama Rosma Khoirunnisa.

Sebuah ide gila mampir di benakku, “Aku lamar saja pemilik blog ini. Sepertinya ia muslimah yang baik, sesuai dengan kriteriaku, dan satu lagi... belum menikah!” Aku beranikan diri untuk mengirim email pada Rosma. Kebetulan dalam profil blognya, ada alamat emailnya. Dalam email itu, aku memperkenalkan diri dan menyampaikan harapan untuk menjadi temannya. Gayung bersambut, tiga hari kemudian ada email balasan. Senangnya hati ini tatkala Rosma mau bersahabat denganku. Email kedua kukirim lagi. Kali ini aku memberanikan diri bertanya, “Kapan ia menikah? Seperti apakah kriteria calon suaminya?” Aku lampirkan biodata dan sebuah surat berisi kesungguhan untuk menikahinya. Uhf, pertanyaan yang terlalu lugas dan tindakan yang terlampau berani. Tapi, aku tetap mengirimkannya demi sebuah misi besar dalam hidup ini. Pernikahan! Berhari-hari aku menunggu email balasan. Tapi, baru dua minggu kemudian email itu datang. Pedih hatiku tatkala dalam emailnya Rosma mengatakan bahwa ia akan menikah sebulan lagi. “Rabb, berikan aku kesabaran yang berlipat. Perjuangan mencari pendamping hidup ini memang terasa berat, tapi aku yakin Engkau pembuat skenario terbaik.” Batinku menyemangati diri. 

Tiga bulan berlalu, aku masih dalam perjuangan mencari pendamping hidup. Siang itu aku hendak menuju toko buku Al-Firdaus. Sambil membaca di dalam bus, aku duduk bersebelahan dengan seorang ibu bersama anak balitanya di kursi berjok tiga. Selang berapa lama, naiklah seorang muslimah di bus itu. Dia duduk di bangku samping ibu dan anaknya tadi. Aku hanya menatapnya sekilas. Pandanganku kembali fokus pada buku yang tengah kubaca. Tapi, telingaku tetap bisa mendengar percakapan mereka. “Adik, namanya siapa?” tanya muslimah itu “Dela, Kak!” jawab si kecil. “Kakak namanya siapa?” tanya Dela. “Rosma.” Jawab muslimah itu Deg. Rosma? Batinku bergejolak. Jangan-jangan... Konsentrasiku sedikit buyar. Penasaranku terjawab sudah tatkala muslimah berkacamata itu mengeluarkan sebuah buku. Aku mengamatinya. Subhanallah, buku itu tertulis nama, ‘Rosma Khoirunnisa’. “Turun di mana Dik?” tanya ibu di sebelahku kepada Rosma. “Toko buku Al-Firdaus, Bu!” jawabnya. Subhanallah, kami satu tujuan. “Ooo...” ibu itu manggut-manggut. “Sendirian saja Dek, tidak sama suami?” Ibu itu kembali bertanya. “Iya Bu. Hmm, saya belum menikah” jawab Rosma lirih. Meski suaranya lirih, tapi telinga ini bisa menangkap jawaban muslimah itu. Ada tanya besar dalam benakku. Ahh, ingin rasanya segera membuka blog Rosma untuk mencari tahu apa yang terjadi. “Bukankah ia akan menikah tiga bulan yang lalu?” tanya batinku. Akan tetapi, terselip juga rasa bahagia dalam hatiku. “Alhamdulillah, harapan untuk menjadi pendampingnya masih ada!”

Saturday, April 28, 2012

[NO]stalgia [R]o[MA]ntic Sang Manajer : 200312-200412

Saturday, April 28, 2012 0 Comments
200312-200412
Saat keheningan pecah oleh tetesan air mata langit Ada hati yang tertunduk syahdu dalam lantunan do’a-do’a panjang Kala pagi menyapa… Saat itulah episode baru akan tertapaki Membawa diri menjemput penghujung terbaik dari sebuah penantian Awal yang istimewa untuk sebuah akhir yang indah… Gerimis pagi mendulang bahagia Tetesannya jatuh meresap di bumi cinta-Nya Membuat tanah basah :menjaring cinta Sebuah cinta, mencinta ketulusan Cinta-Nya Saat kelembutan menjadi bahasa kalbu… Dan kebahagiaan itu ada pada kerja membahagiakan Ada sejuta rasa yang tiba-tiba menyapa hati Inilah keajaiban sang waktu! Dan janji Allah benar adanya… Detik terbaik kala persembahan mahar terindah menggema di rumah suci-Nya : QS. Ar-Rahman “…Dan nikmat Tuhan-mu yang manakah yang akan kamu dustakan…?” Detik teristimewa kala ikrar suci terucapkan dari lisan laki-laki istimewa pilihan-Nya teruntuk sosok wanita istimewa yang sudah dipilihkan-Nya… : jabat erat tangan sang ayah dan janji suci terucap sudah Seketika butiran kristal bening mengambang di sudut mata Perlahan namun pasti mencipta jejak di kulit pipi Luruh bersama do’a yang membahana Haru… Syahdu… Allahu Akbar!!! (dua hati itu akhirnya bersatu) Ya Rabbi, wajah keduanya seolah terlukis syurga… Inilah pancaan senyuman paling melegakan sepanjang usia Inilah cinta paling menyeluruh Cinta penuh kesyukuran… Sepasang kekasih halal yang telah melepas sauh kesendirian ‘Tuk mengarungi bahtera rumah tangga Dan bersama membangun jembatan ke syurga-Nya… Membangun sebuah peradaban kecil sebagai batu bata peradaban dunia “Kami tidak hanya akan membagi cinta ini, tapi kami akan melipatgandakannya. Kami pun tidak akan jatuh cinta, tapi kami akan saling bangun cinta…” [Special untuk sepasang kekasih halal: TOBI, ThickO-feBrI]
*** Tangis Cenung kala itu adalah tangis bahagia penuh syukur, haru nan syahdu. Akhirnya TOBI bersatu dengan spirit “Indah, Mudah, Full Barokah! Totalitas Optimis Bisa, Insya Allah… ^_^” Sebuah skenario terindah dari-Nya, saat diri ini terpilih menjadi salah satu sosok “manajer” yang “mengawal” keduanya hingga tetap saling menjaga hati agar tidak terkotori sampai akhirnya masa “TEPAT dan TERBAIK” itu tiba… (sebuah masa perjuangan super super dahsyaaat. Insya Allah, sedang menyusun sebuah dokumentasi istimewa berjudul “L.C.D.A”). Sebuah naskah yang akan saya selesaikan ketika nanti saya berhasil menulis puisi secara langsung sambil ‘nangkring’ di Jembatan Ampera, Palembang… :) Ahihihi… Dan gempita syukur membahana di seluruh penjuru langit yang tidak mampu diterjemahkan dengan bahasa sastra tertinggi negara manapun… Tepat sebulan sudah, semoga KYDFEN (Kadri-Yati-Dhody-Febri-Etika-Norma) dan Keluarga Wonogiri-Lahat senantiasa menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah, bervisi dakwah, dengan misi S.M.A.R.T dan A.M.A.N.A.H!!! [Catatan Sang Manajer] ^^b

Monday, March 19, 2012

Antara Aku, Ayah, dan Dia

Monday, March 19, 2012 0 Comments

“Yah, Nanda boleh nikah tahun ini ya?” tanya Nanda pada Ayahnya awal tahun 2010 lalu lewat SMS.
“Mmm, memangnya sudah punya calon?” Ayah membalas SMS-nya
“Ada yang baru mau kenalan dengan Nanda, Yah. Namanya Azzam Mumtaza. Nanda baru kenal dari biodata yang dikasih guru ngaji Nanda sore ini. Nanda boleh nikah tahun ini, Yah?” tanya Nanda kemudian.
“Kalau memang kamu sudah siap, Ayah hanya bisa merestui.” Balasan SMS Ayah membuat Nanda sangat bahagia.
Selang beberapa hari kemudian, Asri, adik bungsu Nanda SMS mengabarkan kalau Ayah mereka sakit. “Kak, Ayah sakit. Entahlah, akhir-akhir ini sepertinya Ayah kehilangan nafsu makannya. Beliau juga sering melamun.”
Nanda terkejut. Ia segera menekan 12 digit tombol di ponselnya, menghubungi sang Ayah.
“Assalamu’alaikum...” Nanda cemas.
“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh...” jawab suara di seberang sana.
“Ayah sakit ya? Sakit apa, Yah? Ayah jangan kecapekan dong...” Nanda menghamburkan semua tanyanya.
“Ayah nggak apa-apa, Nak... Cuma capek saja. “ jelas Ayah dengan nada lemah.
“Jaga kesehatan ya, Yah... Nanda jadi kepikiran nih,” tutur Nanda.
“Iya, Nak. Eh, Nanda benar sudah siap nikah tahun ini? Nak, selesaikan dulu masa diklatmu. Tahun depan saja. Kan kamu sudah jadi pegawai tetap. Lagipula kakak sulungmu belum menikah.” Rentetan kata dari Ayah tersebut membuat Nanda terkesiap.
“Yah... sepertinya Ayah masih belum meridhai Nanda menikah tahun ini. Bismillah, baiklah Yah. Nanda akan turuti keinginan Ayah. Nanda tidak ingin membuat Ayah kecewa. Tapi tahun depan Nanda boleh nikah ya, Yah?” tanya Nanda penuh harap.
“Insya Allah, saat itu mungkin Ayah sudah benar-benar siap melepasmu, Nak!” jawab Ayah.
***
Kisah di atas terinspirasi setelah membaca sebuah artikel yang saya baca di majalah Tarbawi edisi special tentang Ayah.
Ayah dan putrinya, bisa diibaratkan dengan seorang lelaki dengan bunga mawar di kebunnya. Seseorang yang menanam bunga mawar, merawatnya dalam waktu yang tak singkat, dan menemaninya dalam setiap fase pertumbuhannya, tidak akan mungkin begitu saja memberikan bunga itu pada orang yang baru saja melihatnya, kemudian ingin memetiknya. Pemilik mawar itu pasti ingin memastikan apakah mawar tersebut akan dirawat lebih baik atau minimal sama dengan sebelum diberikannya kepada si pemetik tadi.
Sang pemilik mawar pasti ingin agar bunganya senantiasa harum dan tak ternoda oleh apapun! Ia inginkan mawarnya tetap indah dan terawat saat ia tak lagi ada di kebunnya. Jikapun pada saatnya nanti mawarnya berpindah ke sebuah vas bunga yang tak seindah dan seluas kebunnya, ia hanya ingin sang pemilik vas itu memetik bunga mawarnya dengan penuh hormat. Sang pemilik mawar mungkin merasa cemas jika bunga kesayangannya itu tidak mendapatkan cinta dan perlindungan seperti saat ia merawatnya.
Hmm, begitu pun dengan Ayah. Waktu itu, Ayah mungkin merasa cemas ... bahwa dalam pandangannya, sepertinya belum ada lelaki yang dapat mencintai putrinya seperti dirinya! Ayah hanya perlu waktu untuk mengizinkan seseorang yang tepat untuk mendapatkan putrinya dengan cara terhormat. Dan insya Allah waktu itu kini telah tiba.
Hmm... Seringnya, saat putrinya meminta sesuatu pada Ayah. Ayah pasti tak kuasa mengatakan “tidak”. Dia memilih diam atau mengangguk sebagai tanda demi melihat senyum manis putrinya. Meski dalam hatinya, seringnya tidak selaras dengan apa yang dia katakan. Diam-diam dia akan berusaha mewujudkan keinginan sang putri. Entah dengan bekerja lebih keras dari hari biasanya atau usaha lain. Meski saat keinginan sang putri begitu berat baginya. Seperti dalam contoh kisah di atas. Awalnya Ayah akan mengiyakan, meski pada akhirnya Ayah tidak mengabulkan permintaan putrinya dengan cara yang halus dan di saat yang tepat. Ah, ayah memang punya cara sendiri dalam menunjukkan cintanya. Ia pasti inginkan yang terbaik untuk putrinya.
“Nak, jangan cengeng meski kamu seorang perempuan, jadilah selalu bidadari kecilku dan bidadari terbaik untuk ayah anak-anakmu kelak, laki-laki yang lebih bisa melindungimu melebihi perlindungan Ayah. Tapi jangan pernah kau gantikan posisi Ayah di hatimu,” pesan Ayah pada putri kesayangannya.
190312_sehari jelang sunnah bersejarah (pertemuan ketiga antara aku, Ayah, dan dia), saat Ayah benar-benar mengamanahkan putrinya ini pada sosok laki-laki (shalih, insya Allah) yang baru ia kenal...
Ayah, aku mencintaimu.. Memang, tak bisa menyamai cintamu padaku sedari dulu, tapi aku berjanji akan lebih sering mengungkapkan cintaku padamu...
Aisya Avicenna

Saturday, December 03, 2011

DESEMBER

Saturday, December 03, 2011 0 Comments
Alhamdulillah.. Sudah memasuki bulan DESEMBER.
Tema sa bulan ini : "Akhir untuk Awal yang Indah! DESEMBER!".
DESEMBER ini ada kepanajangannya.
[D]are to dream!
[E]nlighting your mind!
[S]pirit will never end!
[E]ncourage yourself to do the best!
[M]ake your family proud of you!
[B]e inspirator for others!
[E]nd to begin more exciting!
[R]emember Allah always give the best!

Aisya Avicenna