Jejak Karya

Jejak Karya

Sunday, October 28, 2012

101112: TEPAT dan TERBAIK

Sunday, October 28, 2012 0 Comments

Bismillaahirrahmaanirrahim…
Assalaamu’alaykum Warohmatullaahi Wabarokaatuh.

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”
(QS. Ar-Rahman [55]: 55)

Dengan memohon rahmat dan ridho Allah Swt, berbekal niat dan semangat untuk menjalankan sunnah Rasulullah, atas izin dan do’a restu orang tua, keluarga, murobbi-murobbiyah, kami…

Norma Keisya Avicenna [Norma Ambarwati]
MIPA Biologi UNS/2006
Putri Kembar Bapak Kadri – Ibu Yati
(Banaran, Rt 02/10 Jalan Anggrek II No.20 Wonoboyo Wonogiri Jawa Tengah)

dan

Siswadi Etos [Siswadi]
Teknik Industri UNDIP/2003
Putra ke-5 Alm. Bapak Darmo Suwito – Ibu Welas
(Jerukan, Bayat, Klaten Jawa Tengah)

Insya Allah, akan melangsungkan AQAD NIKAH pada Hari Sabtu, 10 November 2012 (10-11-12) jam 09.00 bertempat di Masjid Agung Taqwa Wonogiri.
Merupakan kehormatan dan kebahagiaan di hati kami apabila Bapak/Ibu/ Saudara/i berkenan untuk memberikan DO’A dan RESTU kepada kedua mempelai.
***
Ya Allah,
Limpahkanlah rasa cinta kepada kami…
Yang Kau jadikan pengikat rindu Rasulullah dan Khadijah Al Qubro
Yang Kau jadikan mata air kasih sayang Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra
Yang Kau jadikan penghias keluarga Nabi-Mu yang suci.
                                              
Ya Allah,
Cukupkanlah permohonan kami dengan ridho-Mu
Jadikanlah kami Suami dan Istri yang saling mencintai di kala dekat
Saling menjaga kehormatan di kala jauh
Saling menghibur di kala duka
Saling mengingatkan di kala bahagia
Saling mendoakan dalam kebaikan dan ketaqwaan
Serta saling menyempurnakan dalam peribadatan.

Ya Allah,
Sempurnakanlah kebahagiaan kami
Dengan menjadikan pernikahan kami sebagai ibadah kepada-Mu
Dan bukti ketaatan kami kepada sunnah Rasul-Mu.
Aamiin Allahumma Aamiin…

“Semoga Allah Swt menghimpun yang terserak dari keduanya memberkahi mereka berdua, meningkatkan kualitas keturunannya sebagai pembuka pintu rahmat,
sumber ilmu dan hikmah serta pemberi rasa aman bagi umat.”
(Doa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam, pada pernikahan putrinya Fatimah Az Zahra dengan Ali bin Abi Thalib)

***
“Merenda SAKINAH, MAWADDAH, WAROHMAH, dengan visi DAKWAH, membangun keluarga A.M.A.N.A.H
di IPK (Istana Penuh Kebahagiaan)”
[10-11-12: Norma & Siswadi]
[TEPAT & TERBAIK]
Kami yang berbahagia:
·         KYDFEN [Kadri-Yati-Dhody-Febri-Etika-Norma]
·         Bu Welas - Mb’PujiMasBas - MasPujiMbakNik - MbakJu’MasJu’ - MbakWin – Sis
·         Ani, Desi, Lia, Azfa, Akmal, Riza, Tiyas (para keponakan tercinta)
·  Segenap keluarga besar di Wonogiri, Klaten, Lahat Sumatera Selatan, Tim Management The Secret of Shalihah (TSOS), Tim Management The Lost Java (TLJ), FLP (Forum Lingkar Pena) Solo Raya, PELANGI dan KACAMATA.
·  Keluarga besar ETOS Semarang (Penerima Beastudi Etos Dompet Dhuafa Republika wilayah Semarang).
·         Keluarga besar JAMAIKA (Jaringan Mahasiswa Islam Klaten)

Wassalaamu’alaykum Warohmatullaahi Wabarokaatuh.

*(GAMBAR): Sebuah puisi yang pernah Keisya Avicenna tulis di lembaran hari ke-7 bulan Ramadhan 1433 H di MELATI [7]: “TEPAT dan TERBAIK”. Saat itu pula tertulis sebuah impian 101112 teriring do’a-do’a terbaik yang dipanjatkan pada setiap detik istimewa di bulan mulia. Pada akhirnya, diri ini pun belajar bahwa segala sesuatu “TIDAK ADA YANG TIDAK MUNGKIN JIKA ‘KUN FAYAKUUN-NYA’ TELAH BEKERJA SEPENUH ENERGI CINTA”! Allahu Akbar…

Saturday, October 27, 2012

OTAK-OTAK GORENG

Saturday, October 27, 2012 0 Comments
Bismillaahirrahmaanirrahiim

~~ Otak-otak Goreng ~~

Bahan Dadar:
~ 100 gram tepung terigu

~ 1butir telur
~ 225 mil air
~ 1/4 sendok teh garam
~ 2 sendok makan margarin, dilelehkan
~ 1 putih telur untuk perekat

Bahan Isi:
~ 200 gram daging ikan tenggiri
~ 1 butir telur
~ 50 ml santan
~ 2 sendok makan tepung kanji
~ 1/4 sendok teh garam
~ 1/2 sendok teh merica bubuk
~ 2 siung bawang putih, dicincang halus
~ 1 batang daun bawang, diiris halus
~ 50 gram keju cheddar, diparut

Bahan Saus:
~ 100 gram kacang tanah goreng, dihaluskan
~ 3 buah cabai rawit (sesuai selera)
~ 2 buah cabai merah
~ 3 siung bawang putih
~ 2 sendok teh gula merah
~ 1 sendok teh garam
~ 2 sendok makan kecap manis
~ 350 ml air

Cara Membuat:
~ 1. Aduk bahan dadar hingga rata lalu buat dadar tipis di pan dadar anti lengket, sisihkan.
~ 2. Aduk bahan isi sambil dibanting-banting hingga kalis.
~ 3. Oleskan bahan isi ke dadar lalu gulung dan rekatkan dengan putih telur. Goreng sampai kering.
~ 4. Buat saus, haluskan cabai rawit, cabai merah, dan bawang putih. Lalu tumis sampai harum. Masukkan kacang tanah halus, gula merah, garam, kecap manis, dan air lalu masak sampai kental.
~ 5. Sajikan otak-otak dengan saus kacang.

Selamat mencoba...
[PDM]

Friday, October 26, 2012

KEKUATAN ITU... CIUMAN [Fatih Zam]

Friday, October 26, 2012 0 Comments


Mama hanya tersenyum ketika pertanyaan itu kuajukan. Mungkin konyol, di usia yang sudah lebih dari bilangan 20, aku sama sekali belum mengerti apa artinya ini.
“Ma, kenapa lelaki harus mencium kening istri dan istri mesti mencium tangan suaminya?”
Perempuan embun itu tersenyum. Lantas memberikan tangannya untuk kucium. Ia tak lekas menjawab. Paham benar dengan keadaan diriku yang kelelahan setelah perjalanan yang cukup jauh. Ia malah beranjak ke kulkas, mengambil sebotol air dingin dan menuangkannya ke dalam gelas besar. Minuman itu diberikan kepadaku. 
Setelah kuteguk dan tandas setengahnya, Mama masih saja tersenyum. Ia lalu duduk.
“Apakah setelah hampir 24 tahun usiamu saat ini, kau belum mengerti tentang hal itu?” tanya mama.
Aku menggeleng sambil cengengesan. Mama kembali tersenyum.
“Zam, mama beritahukan kau satu hal. Bahwa semangat dan ketenangan lelaki itu terletak pada kening istrinya. Lalu sumber ketenangan dan kekuatan perempuan itu ada di punggung tangan suaminya.”
Demi menyamarkan ketakmengertian, kuteguk lagi sisa air di gelas yang masih setengahnya. Mama tampaknya tahu caraku menyembunyikan kebodohan. Maksudku, kelambatanku mencerna sesuatu.
“Zam, mengecup kening istri atau mencium tangan suami, hakikatnya sebuah simbol dari satu hal paling mahal dalam hubungan dua kekasih.”
“Apa itu?”
“Saling percaya.”
Keningku malah berkerut. Mama lagi-lagi tersenyum. Lantas menarik-hembuskan napas dengan tenang.
gambar dari sini
Jangan sampai kau menyimpan sangka, bahwa hanya birahi yang mendorong suami mengecup kening istrinya. Seorang suami tahu dan merasakan, Zam, bahwa mengecup kening istri adalah cara dirinya mendapatkan ketenangan. Dan engkau juga mesti mengingat, bahwa perempuan mau mencium tangan lelaki bukan semata tentang siapa yang lebih tinggi derajatnya, tetapi itu adalah tanda bahwa keikhlasan yang menuntunnya. Karena perempuan juga tahu, di tangan suaminya ada ridho Tuhannya.”
 “Ma,” kali ini aku memberanikan diri untuk bertanya, “kenapa mesti kening atau tangan?” aku pun merasakan betapa bodoh pertanyaan ini. Tetapi, mama tidak memperolok pertanyaanku. Wajahnya seperti sudah dipahat Tuhan untuk menampilkan sesuatu yang serupa namun tak membuat bosan: tersenyum.
“Zam, kening perempuan adalah sumber ketenangan dan semangat bagi suami, karena kening adalah saksi dari ketaatan pada Tuhan.”
Kulihat bola mata mama mengilat. Tampak bersemangat dengan kata-kata yang sedang dipahatnya pada dinding hatiku.
“Keninglah, Zam, yang menjadi perantaraan tunduk makhluk pada Penciptanya. Keninglah bagian tubuh pertama yang mengaku, bahwa Tuhan adalah tinggi sementara diri adalah rendah. Keninglah yang senantiasa bersujud, Zam. Kening berada paling bawah, sebagai simbol bahwa tiada yang lebih tinggi daripada Tuhan. Padahal engkau dan mama tahu, kening adalah bagian tubuh kita yang paling tinggi.”
Aku bisa merasakan getaran suara mama yang bersemangat. Ia lantas melanjutkan, “Maka pada kening perempuanlah Tuhan hembuskan sumber ketenangan. Maka tak heran jika suami bisa merasakan ketenangan setelah mengecup kening istrinya.”
“Lalu, apakah sama kondisinya dengan tangan suami yang dicium istri, Ma?”
gambar dari sini
“Zam, perempuan mencium tangan suami bukan semata menempelkan bibirnya. Ada doa yang ia pahatkan di tangan suami. Istri mencium tangan suami semata meletakkan doa di sana, karena dengan tangan itulah suaminya bekerja. Lewat ciuman di tangan suami, seorang istri sedang menghamba pada Tuhannya, agar menjaga tangan suaminya dari hal-hal yang dibenci oleh-Nya. Lewat ciuman yang diletakkan di tangan suami, seorang istri menitipkan doa agar Tuhan menjaga tangan suami untuk tak mengambil yang bukan haknya. Lewat ciuman yang disimpan di tangan suami, istri juga tengah mengiba pada Tuhan agar menghembuskan kasih sayang pada tangan suaminya. Karena dengan tangan yang diusap Tuhan melalui bibir istri, ia bisa membelai sayang, menenangkan, atau bahkan menghapus air mata. Bukankah hanya tangan yang tak dibasuh Tuhan yang mampu melayangkan hal-hal yang menyakitkan bagi jiwa dan badan?”
Ada rekah di bibir mama. Bibirku pun rekah. 
“Maka, lekaslah kaucari perempuan yang keningnya diberkahi oleh Tuhan.”
Senyumku yang semula rekah perlahan redup.
Bandung, 25 Okt 2012

Saturday, October 20, 2012

SEPUTIH MELATI

Saturday, October 20, 2012 0 Comments



Melati tak pernah berdusta dengan apa yang ditampilkannya. Ia tak memiliki
warna dibalik warna putihnya. Ia juga tak pernah menyimpan warna lain untuk
berbagai keadaannya, apapun kondisinya, panas, hujan, terik ataupun badai
yang datang ia tetap putih. Kemanapun dan dimanapun ditemukan, melati selalu
putih. Putih, bersih, indah berseri di taman yang asri. Pada debu ia tak
marah, meski jutaan butir menghinggapinya. Pada angin ia menyapa, berharap
sepoinya membawa serta debu-debu itu agar ianya tetap putih berseri.
Karenanya, melati ikut bergoyang saat hembusan angin menerpa. Kekanan ia
ikut, ke kiri iapun ikut. Namun ia tetap teguh pada pendiriannya, karena
kemanapun ia mengikuti arah angin, ia akan segera kembali pada tangkainya.

Pada hujan ia menangis, agar tak terlihat matanya meneteskan air diantara
ribuan air yang menghujani tubuhnya. Agar siapapun tak pernah melihatnya
bersedih, karena saat hujan berhenti menyirami, bersamaan itu pula air dari
sudut matanya yang bening itu tak lagi menetes. Sesungguhnya, ia senantiasa
berharap hujan kan selalu datang, karena hanya hujan yang mau memahami
setiap tetes air matanya. Bersama hujan ia bisa menangis sekeras-kerasnya,
untuk mengadu, saling menumpahkan air mata dan merasakan setiap kegetiran.
Karena juga, hanya hujan yang selama ini berempati terhadap semua rasa dan
asanya. Tetapi, pada hujan juga ia mendapati keteduhan, dengan airnya yang
sejuk.

Pada tangkai ia bersandar, agar tetap meneguhkan kedudukannya, memeluk erat
setiap sayapnya, memberikan kekuatan dalam menjalani kewajibannya,
menserikan alam. Agar kelak, apapun cobaan yang datang, ia dengan sabar dan
suka cita merasai, bahkan menikmatinya sebagai bagian dari cinta dan kasih
Sang Pencipta. Bukankah tak ada cinta tanpa pengorbanan? Adakah kasih sayang
tanpa cobaan?

Pada dedaunan ia berkaca, semoga tak merubah warna hijaunya. Karena dengan
hijau daun itu, ia tetap sadar sebagai melati harus tetap berwarna putih.
Jika daun itu tak lagi hijau, atau luruh oleh waktu, kepada siapa ia harus
meminta koreksi atas cela dan noda yang seringkali membuatnya tak lagi
putih?

Pada bunga lain ia bersahabat. Bersama bahu membahu menserikan alam, tak ada
persaingan, tak ada perlombaan menjadi yang tercantik, karena masing-masing
memahami tugas dan peranannya. Tak pernah melati iri menjadi mawar, dahlia,
anggrek atau lili, begitu juga sebaliknya. Tak terpikir melati berkeinginan
menjadi merah, atau kuning, karena ia tahu semua fungsinya sebagai putih.

Pada matahari ia memohon, tetap berkunjung di setiap pagi mencurahkan
sinarnya yang menghangatkan. Agar hangatnya membaluri setiap sel tubuh yang
telah beku oleh pekatnya malam. Sinarnya yang menceriakan, bias hangatnya
yang memecah kebekuan, seolah membuat melati merekah dan segar di setiap
pagi. Terpaan sinar mentari, memantulkan cahaya kehidupan yang penuh gairah,
pertanda melati siap mengarungi hidup, setidaknya untuk satu hari ini hingga
menunggu mentari esok kembali bertandang.

Pada alam ia berbagi, menebar aroma semerbak mewangi nan menyejukkan setiap
jiwa yang bersamanya. Indah menghiasharumi semua taman yang disinggahinya,
melati tak pernah terlupakan untuk disertakan. Atas nama cinta dan keridhoan
Pemiliknya, ia senantiasa berharap tumbuhnya tunas-tunas melati baru, agar
kelak meneruskan perannya sebagai bunga yang putih. Yang tetap berseri
disemua suasana alam.

Pada unggas ia berteriak, terombang-ambing menghindari paruhnya agar tak
segera pupus. Mencari selamat dari cakar-cakar yang merusak keindahannya,
yang mungkin merobek layarnya dan juga menggores luka di putihnya.

Dan pada akhirnya, pada Sang Pemilik Alam ia meminta, agar dibimbing dan
dilindungi selama ia diberikan kesempatan untuk melakoni setiap perannya.
Agar dalam berperan menjadi putih, tetap diteguhkan pada warna aslinya,
tidak membiarkan apapun merubah warnanya hingga masanya
mempertanggungjawabkan semua waktu, peran, tugas dan tanggungjawabnya. Jika
pada masanya ia harus jatuh, luruh ke tanah, ia tetap sebagai melati,
seputih melati. Dan orang memandangnya juga seperti melati.

Dan kepada melatiku, tetaplah menjadi melati di tamanku. Karena, aku akan
menjadi angin, menjadi hujan, menjadi tangkai, menjadi matahari, menjadi
daun dan alam semesta. Tetapi takkan pernah menjadi debu atau unggas yang
hanya akan merusak keindahannya, lalu meninggalkan melati begitu saja. ...

(Bayu Gawtama)

"KUPINANG KAU DENGAN PUISI_Kang Nass"

Saturday, October 20, 2012 0 Comments

 

(catatan ini spesial untuk TOBI 20 Maret 2012 - 20 Oktober 2012)



(Izin share ya, Kang Nass! ^_^)

Kupinang Kau dengan Puisi

aku ingin kau tak jadi aku
seperti aku pun tak ingin jadi kau
kau dan aku tak perlu saling mengaku
aku dan kau telah saling menyatu”

Ya, sekali lagi kukatakan, “Aku ingin kau tak jadi aku.” Karena aku membutuhkan perbedaan itu. Jadi berbanggalah kau dengan ke’engkau’anmu. Tetaplah dengan seluruh apa yang ada pada dirimu. Dengan keramahanmu, keluwesanmu, dan segala yang membuatmu berbeda total denganku.

Sungguh, aku sangat membutuhkan perbedaanmu. Karena aku telah terlanjur menjadi ‘aku’. Yang dingin dan beku. Yang tak bisa hangat dan ramah. Tidak sepertimu. Maka aku tak bisa untuk menjadi sepertimu. Biarlah aku berbahagia dengan segala kekuranganku, kau berbangga dengan kelebihanmu. Berikut seluruh kelebihanku, semua kekuranganmu. Aku tak akan pernah memaksamu menjadi sepertiku. Karena aku membutuhkan ke’engkau’anmu. Kau yang betul-betul berbeda denganku.

Kau tetaplah menjadi engkau, yang mempunyai kemampuan berpikir logis dan sistematis. Aku pun tetap menjadi aku, yang melebihkan perasaan sebagai bekal emosi liris melankolis. Kau tak perlu menjadi aku, introvert yang mencintai kesendirian dalam perenungan yang panjang. Dan aku pun tak harus menjadi kau, ekstrovert yang menikmati hubungan dalam pergaulan dengan banyak orang.

Biarlah semua perbedaan menjadi niatan untuk saling menghargai dan menghormati. Biarlah segala ketidaksamaan menjadi jalan untuk terus menerus saling mengerti dan memahami.

Mungkin seperti yin dan yang atau pun adanya gelap dan terang. Atau bahkan seperti siang dan malam yang sangat nyata segala bedanya. Namun perbedaan itu ada, bukan saling membedakan untuk kemudian mempertentangkan. Sejak dulu aku mencintai perbedaan, karena agar tak ada warna serupa dalam kanvas kehidupan. Justru tinggal disepakati, perbedaan adalah jalan untuk saling mengisi dan melengkapi. Saling sinergi. Karena aku yakin, kau dan aku telah saling menyatukan hati.

Seperti dzikir yang selalu kita baca tiap sore dan pagi, “Ya Allah, Engkau tahu, hati-hati kami telah berpadu, dalam cinta dan taat hanya kepadaMu. Ya Allah, Engkau tahu hati-hati kami telah bersatu, untuk dakwah dan menegakkan syariatMu. Ya Allah, teguhkan hati kami, abadikan cintanya. Tunjukilah jalannya, penuhilah ia dengan cahyaMu. Ya Allah, lapangkan dada ini, dengan iman dan tawakal. Hidupkan dengan ma’rifah, matikan kami sebagai syuhada. ”

hanya waktu dan bukan menunggu
akulah panas dari airmu
engkaulah dingin dalam apiku
kau dan aku sering panas dingin
mencair dan membeku”

“Demi Masa,” demikian Allah bersaksi dengan jelasnya, bahwa seluruh manusia berada dalam kerugian sepanjang waktunya. “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.”

Maka aku pun mengamininya, “Hanya waktu, dan bukan menunggu.” Waktu akan membunuh segala kesempatan, ketika kita tak bisa memanfaatkan. Muhammad Iqbal telah mengisyaratkan, “Berhenti tak ada tempat di jalan ini. Sikap lamban berarti mati. Mereka yang bergerak, merekalah yang akan maju ke depan. Mereka yang menunggu, meski hanya sekilas, pasti tergilas.”

Dan aku tak ingin menunggu. Aku telah memilih untuk maju. Bahkan dengan segala kekuranganku. Dengan langkah pertama, mampu menundukkan waktu. Sekadar untuk melepaskan diri dari barisan orang-orang yang mengalami kerugian. Yang hari ini sama, atau bahkan lebih buruk dari kemarinku. Aku mau kini dan esokku, lebih baik dari kemarin. Maka sekali lagi, hanya waktu, dan bukan menunggu.

Untuk itulah, kita harus bersatu.

Akulah panas yang selalu ada dalam dingin batinmu. Dan engkaulah dingin yang selalu ada dalam panas jiwaku. Keluasan dan kedalaman samudera kesabaranmu, menjadi muara sungai ketergesaanku. Namun aku sadar, proses saling memertemukan pemahaman kadang membutuhkan gesekan. Mencoba menggembalakan ego yang seringkali harus membuat otak dan hati panas dingin, saling menahan emosi.

aku di sini kau di situ
mari berpadu, mari berpacu
menata laku meniti liku
mencari sebenar Pintu
kau atau aku
kan sampai lebih dulu”

Aku di sini dengan jiwa kesenimananku yang acak abstrak tak terpeta. Dan kau di situ dengan logika berpikirmu yang lurus dan tertata. Aku berpijak di duniaku yang kadang maya dan tak teraba. Kau pun tegak di duniamu yang tegar di dada semesta. Dan marilah kita berpadu, dalam semangat yang sama menuju pintu yang senantiasa terbuka, pintu kebahagiaan untuk kita bersama. Pintu gerbang Surga.

Kita berpacu dengan segala potensiku dan juga potensimu. Maksimalkan apa yang telah menjadi kelebihanku, sekecil apa pun itu. Menyempurnakana kekuranganmu, apa juga itu. Kubur rasa mindermu, karena di mataku kekuranganmu tak ada, meski hanya seujung kuku. Dan aku tak pernah meributkan itu.

Tinggal bagaimana kita menata laku jalan kita, untuk meniti liku tanjak jalanNya. Telah kupahami, perbedaan pasti membuahkan ketidaksamaan pandangan. Tapi untuk saling menemukan sebenar kebahagiaan, cukuplah kita agungkan persamaan. Memahami perbedaan, menyepakati persamaan.

Niatan itulah yang membuat kita harus berlomba. Berlomba dalam kebaikan menjadi sebenar-benar diriku, dan sebenar-benar dirimu. Berlomba menjadi sebaik-baik diriku dan sebaik-baik dirimu.

Dan sepertinya kau yang akan sampai lebih dulu. Yakinku, kau lebih segalanya daripada aku.

(Inilah terjemahan bebas dari puisiku yang berjudul ‘Hanya Waktu dan Bukan Menunggu’.)

Puisi yang sangat kuhafal di luar kepala, karena kutuliskan sepenuh jiwa. Waktu itu kucipta dengan satu tujuan, untuk melamar calon istriku. Mungkin inilah puisi cinta paling tidak romantis yang pernah ada.

Maka tak heran kalau kemudian lamaran keluargaku diterima olehnya. Tentu aku sangat bahagia, karena kita belum saling kenal sebelumnya. Namun pasti karena ia telah dulu membaca puisiku.

Maka beberapa bulan setelah menikah, aku pun penasaran dan mencoba meminta komentarnya.

Dan jawabannya sungguh membuat hatiku melayang berbahagia, “Ummi kan orangnya nggak suka puisi. Jadi ya sama sekali nggak bisa mengerti kata-kata dan makna dalam puisi Abi.”

Alhamdulillah!

(Nassirun PurwOkartun)

***
Tak sengaja menemukan file ini di doralepito, kata-kata yang sarat akan pesan cinta dari seorang Kang Nass. Mantap dah...
Dan di hari ini bertepatan dengan tanggal 20, membawa ingatan ini pada moment bahagia penuh cinta 7 bulan silam. Ihiiir... TOBI euy!
"Barokallahulakumma wabaroka'alaikumma wajama'a bainakumma fii khoir..."
Banyak do'a terbaik untuk TOBI! Luph u... mumumu [Keisya Avicenna]

Jejak Kelana di Kota Jogja: “INDAHNYA BERSYUKUR, MENANTI, dan BERHARAP…"

Saturday, October 20, 2012 0 Comments

by Norma Keisya Avicenna on Thursday, October 18, 2012 at 2:05pm ·
 
 
Hidup adalah serangkaian rencana yang menuntut aplikasi nyata. Dan aku adalah orang dengan tipe yang suka sekali menuliskan rencana-rencana bahagia dalam hidupku, melingkari angka-angka di kalender, entah itu mencatat ada hal bahagia yang bisa aku letakkan di tahta tertinggi dalam hati ataukah mencatat rencana tindakan yang akan aku lakukan. Semua terangkum dalam 1 kata: visioner! Visioner yang semoga selalu siap menghadapi tantangan, menganggap semua tantangan di hadapan sebagai pemacu semangat untuk menjadi pribadi yang semakin berkualitas dan berkuantitas. Menjadi sebaik-baik manusia dalam rangka merengkuh keridhoan-Nya.

Termasuk apa yang akan aku lakukan dalam 2 hari ini (16-17 Oktober). Awal bulan aku lingkari tanggal 16 dan 17 Oktober: “Mulung Inspirasi di Jogja”. Alhamdulillaah, tanggal 16 Oktober sekalian ada Roadshow Indonesia Mengajar bersama Anies Baswedan di UGM. Mantaaap!

Selasa, 16 Oktober 2012
Alhamdulillaah, terbangun jam 02:02 (jam biologis bangun tidur. Alhamdulillaah, perlahan namun pasti sudah bisa beradaptasi di Wonogiri). Langsung merengkuh kenikmatan sepertiga malam terakhir. Luruh dalam do’a, munajat istimewa, dan sujud-sujud panjang. Lanjut berselancar di dunia maya sampai Subuh menjelang. Ba’da Subuh baru packing. Asyiiik… Satu hal yang paling aku suka saat mempersiapkan sebuah perjalanan istimewa adalah memasukkan satu per satu barang keperluan, menatanya, dan checking semuanya jangan sampai ada yang ketinggalan. Sayangnya episode mbolang kali ini Zen nggak aku ajak. Hihi, baik-baik di markas ya, Zen!

Jam 05.30 diantar Babe ke cegatan bis dekat rumah, lanjut menikmati perjalanan dengan bis Wonogiri-Solo sambil menoleh ke kanan. Hehe. Paling suka melihat pendar jingga di hamparan langit sebelah timur. Cakep banget!

Turun di Terminal Tirtonadi, sudah banyak bapak-bapak menawarkan jasanya. Tapi aku memilih sosok laki-laki paruh baya yang tengah tersenyum saat aku berjalan ke arahnya. Pak Rus namanya. Naik becak sampai Stasiun Balapan. Sudah menjadi kebiasaan, selama dalam perjalanan aku pasti ingin punya kenalan baru, membuka percakapan, dan mendapatkan banyak hal dari obrolan sederhana bersama orang itu. Semangat menjemput rezeki, Pak Rus!

Sampai di Stasiun Balapan, lihat di loket Prameks/ Madiun Jaya. Jiaaah, ‘delay’ semua! KA Manja baru ada jam 08:21. Yasudah, beli tiket, masuk peron, ambil posisi duduk yang nyaman, mengeluarkan sebuah buku “NASIHAT buat BUNDA” (+stabilo). Saatnya MEMBACA! Masih ada waktu 1,5 jam untuk mengisi fase penantian. Heuheu…

Kenalan dengan seorang ibu yang duduk di sampingku. Beliau orang asli Madura dengan logat dan dialek yang khas Madura. Wow! Beliau mau ke Surabaya menengok cucu yang di Surabaya setelah sebulan di Solo (menengok cucu di Solo juga). Wah, touring rindu cucu ceritanya… Keren ya?

Dan banyak kejadian unik lainnya! Serunya lagi saat ada si kecil Olivia duduk di sampingku, bermain dengannya, dan aku ngobrol banyak dengan ibunya. Nggemesin banget!

Detik pun merangkak menjadi menit, menit pun berjalan menjadi jam, sang jam pun berlari tanpa terasa 1,5 jam selesai terlewati. Dari pengeras suara pun memberikan informasi kalau Manja datang. Asyiiik. Dan Alhamdulillah dapat tempat duduk. Satu gerbong dengan adik-adik SDN 15 Surakarta yang mau outing class di Jogja. Jadi inget murid-murid GO Solo-ku yang kebanyakan dari SDN 15, salah satu SD unggulan di kota Solo!

Bismillahi majreha wamursaha…
“Kulayangkan pandangku melalui kaca jendela. Dari tempat ku bersandar seiring lantun kereta. Membawaku menikmati tempat-tempat yang indah. Membuat isi hidupku penuh riuh dan berwarna…” [Konser sama Padi dulu. Hihi]

Stasiun Lempuyangan, Jogja
Turun di stasiun menuju pintu keluar dan terjadilah adegan paling seru pagi ini. Bertemu seorang mahasiswi tingkat akhir yang saat ini sedang menempuh studinya di Fakultas Hukum UII. Dian namanya. Dian dulu adalah tetangga dekat rumah, selisih usia kita 4 tahun. Bisa dibilang, Dian itu teman bermain dan belajar di masa kecil. Main lompat tali yuuuuk! Hihi. Gak nyangka euy, ni anak makin jangkung aja! Hari ini Dian free dari agenda kampus dan dia bersedia menjadi guideku hari ini di Jogja. Asyiiik…

Agenda pertama kita ke daerah Monjali, tepatnya ke rumah Ham-ham yang tanggal 121012 kemarin melahirkan seorang putri pertamanya. Ihiiir, bezuk Avicena junior nih! Karena nama si kecil juga pake Avicena (tapi n nya 1). Hadeeeuh, mbolang tanpa nyasar tuh bagai sayur tanpa garam. Nyasar lah kita berkali-kali sebelum akhirnya ketemu juga rumahnya Ham-ham. Hihi… *nyegirgaringbanget!

Subhanallah, cantik banget Avicena junior! Hidungnya mancung banget! Ehem, nggak beda jauh kok ama yang senior… (aih,*langsungdikrukupikreseksamaemaknya). Ngobrol seru sama Ham-ham, njawil-njawil pipi chubbynya Zia, foto-foto sama Zia dan ZIKAMON. Hihi…

Ba’da Dhuhur, kita pamit. Soalnya harus segera ke Grha Sabha UGM. Tapi sebelumnya kulineran dulu sama Dian. Asyik, traktiran pertama di Jogja nih. Sampai Grha, langsung deh heboh sendiri karena ketemu Dian Karyati Pamungkas. Foto-foto sama temen-temennya yang tergabung dalam sebuah komunitas, dia juga beli TSOS, dan ngobrol banyak hal juga meski cuma sebentar. Teman SMP-nya SUPERTWIN. Dan hanya SUPERTWIN yang manggil dia dengan panggilan “Karya”.  Hihi… Nung dapat info roadshow Indonesia Mengajar itupun dari dia. Seru deh!

“AWALI LANGKAHMU DENGAN MENGAJAR”, tema besar acara siang itu. Diawali dengan presentasi beberapa komunitas yang konsen dalam hal pendidikan, seni, social development, dll. Paling seru pas ada hiburan Tari Saman. Ah, ingatanku langsung melayang di sebuah tempat, saat aku pernah duduk bersama orang-orang luar biasa di suatu malam. Depan sekre BEM UNSOED Purwokerto. Ya, aku langsung ingat Jun, Sendy, Uon, n the gank. Anak-anak Teater Receh yang malam itu pada heboh sendiri saat latihan Tari Saman.

Acara inti bersama Pak Anies. Keren banget euy! So inspiring…
Paling mak cles, saat beliau berkata: “MIMPI ITU MENGGERAKKAN”. Hoho, so jangan pernah takut untuk bermimpi. Berani bermimpi dan beranilah mewujudkannya! Ada dua pengajar muda yang menceritakan pengalamannya saat ditugaskan di wilayah Aceh Utara dan Fak-fak Papua. Huaaa, gue mupeeeeeeeeeeeeeeeng sangaaaaaaaaaat!

Acara belum selesai, kita sudah keluar duluan. Oya, bertambah 1 personil. Siti namanya, tapi aku lebih suka manggilnya Kokom. Teman dari UII, kenal pas ikut Finansial Revolution bersama Tung Desem Waringin di Jogja beberapa waktu silam.

Sholat Ashar di Maskam UGM berdua ama Dian, Kokom malah sholat di dekat Grha. Yasudah… Adhem banget suasananya. Diri ini sempat menangkap dua sosok yang tidak asing. Alumni mahasiswa FP UNS angkatan 2004 dan 2005 yang sekarang sedang menempuh studi S2 di UGM. Selesai sholat, sambil nunggu Kokom kita pun ke lantai dasar. Ada kajian. Hm, dan siapa sangka kalau yang mengisi Ustadz Fauzil Adhim. Huaaa, akhirnya bisa ikut KAJIAN PRA NIKAH langsung sama beliau di tempat istimewa pula.

Saat duduk di tempat itu pun ada SMS masuk. SMS yang… (*ah, sulitditerjemahkandengankata-kata.hihi.lebay.com)

Langsung deh Bold dan Underline saat Ustadz bilang mengutip salah satu hadits: “Sebaik-baik pernikahan adalah yang PALING MUDAH PROSESNYA dan PALING MURAH MAHARNYA!” (Langsung deh ngangguk manteeep! Hihi)

Kajian selesai dan sedikit syok juga (hehe) ternyata ada Kun Geia (penulis The Lost Java) yang tadi juga ikut menyimak kajian. Ngobrol-ngobrol sama dia tentang rencana-rencana roadshow TLJ ke depan.

Menikmati senja kota Jogja. Asyiiik, ba’da Maghrib dapat traktiran makan malam di depan Toga Mas! Terima kasih, KG! hihi… *kapanlagiditraktirpenulishebat! ^_^

Masuk Toga Mas, ada dua buah buku istimewa yang aku beli. Buku yang selama ini masuk dalam deretan daftar buku-buku yang harus aku miliki. Sippks! Siap menemaniku dalam fase METAMORFOSA. Jam 19.30, aku gantian mbonceng Kokom karena aku nebeng nginep di kostannya. Berpisah deh sama Dian. Terima kasih ya Say atas semua kisah mbolang kita hari ini… ^_^

Kembali menikmati malam kota Jogja. Alhamdulillah banget, sore-malam ini tidak hujan. Sampai di kost Kokom, ketemu Sammy. Ah, seru banget lah! Seru tuh kalau mau mbolang ke suatu kota ada banyak sahabat yang bisa kita singgahi (eh, tebengi maksudnya! Hehe). Malam itu kita bertiga heboh sendiri di kamar Kokom. Bercerita banyak hal.

Rabu, 17 Oktober 2012
Sepertiga malam yang istimewa.
Saat pagi menjelang pun, sudah banyak rencana yang harus siap dieksekusi hari ini.

Ikut Kokom ke UII. Pagi ini dia harus ngasih pretest para praktikannya. Aku pun ikutan masuk di lab. Ah, jadi kangen masa-masa jadi praktikan, masa-masa jadi aslab, masa-masa pake jas lab, masa-masa praktikum, dll. Kangeeen!

Setelah Kokom ketemu dosennya pasca kemarin dia pendadaran (masih menyisakan kegalauan. Hehe) kita pun melanjukan perjalanan ke daerah UGM. Sarapan perdana: siomay. Laper berat euy! Terus ke Pondok Bambu. Janjian sama Kang Saka di sana. Tempatnya unik banget euy… seruuu! Kang Saka datangnya agak telat karena harus nganter berobat kakeknya dulu. Gakpapa, yang penting siang ini dapat traktiran makan lagi. Hihi. Mak nyuz tenan lah! *mbolang tuh paling asyik kalau dapat santunan makan gratis dari ‘tuan rumah’. Hehe.

Jam 12.30, Kokom dan Kang Saka mengantarkan ke Stasiun Lempuyangan. Alhamdulillah, ada prameks jam 13.30. Aih, dapat 5 kotak bakpia ‘n yangko dari Kang Saka buat orang rumah. Makasih ya, Bro! Moga makin ndut aja. Wkwkwk… Foto-foto dulu sebelum berpisah. Hehe… *tepokjidat!

Sempat ketemu Ika Sunu, dan nggak nyangka bisa bareng Ucik. Asyik, ada temen ngobrol dan ‘menggila’ selama perjalanan pulang ke Solo. Terima kasih, ya cik! Alhamdulillah, sampai di Stasiun Purwosari jam 14.30. Berpisah sama Ucik dan aku melanjutkan perjalanan menuju tempat istimewa di mana kita akan melingkar penuh cinta.

***
Dan hujan sore ini sangaaaaat deras! Salah satu waktu yang mustajab untuk melantunkan do’a…
***
Denting hujan meramaikan kebisuan
Membuat jiwa terjaga dari lamunan panjangnya
Menyejukkan nurani dari kegersangan cinta
Yang tlah lama terbuai nestapa

Hujan, menawarkan kerinduan dari tiap tetesannya
Titik yang menjadi rintik
Pelan, kemudian menderas…
Menghujam bumi dengan laju yang pasti

Kurindukan dalam alunan rintiknya yang damai
Tak membawa angkara
Tak jua resahkan jiwa

Kunantikan hujan yang kan hapus kesedihan
Meski dalam setiap tetesannya
Ia masih mencari “apa itu arti cinta?”

Bait-bait hujan merenda harapan
Akan cinta dalam penantian
Bilakah ia kan datang selepas hujan mengering?

***

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?


Rekah indah terpancar di jiwa
Kala pandang gores melukis kata
Sebagai pengukir nuansa rasa
Bersemi sekuntum ranum tentang rindu
Sebuah goresan indah dalam jejak pengembaraanku
Dalam dekapan sunyi
Di antara ucap beribu janji

Mengayun bersama senyuman penuh arti
Untuk sebuah masa TEPAT dan TERBAIK yang tengah dinanti  

#For The A.M.A.N.A.H of My Life…

[Keisya Avicenna, 19 Oktober 2012. INDAHNYA BERSYUKUR, MENANTI, dan BERHARAP... Terima kasih Aptika atas kata-kata yang sungguh berdaya! Love u...^_^]

(BUKAN RESENSI) : “FRIENDSHIP NEVER ENDS” ^_^

Saturday, October 20, 2012 0 Comments



“PERSAHABATAN 7 WARNA BIANGLALA”

Shela Kesepian
Shela adalah seorang anak piatu, ibunya telah tiada. Ia tinggal di sebuah desa yang sangat asri. Desa Harmoni namanya. Desa itu terletak di dataran rendah, dekat pegunungan yang sangat hijau dan sejuk.
Shela hidup bersama neneknya yang bernama Oma Lely. Sejak Ibunya meninggal saat melahirkan putra kedua yaitu adiknya Shela, ayah Shela pun memutuskan untuk ke luar kota, melupakan kesedihan sekaligus bekerja untuk membiayai hidup Shela dan masa depan putri semata wayangnya itu.
Shela pun benar-benar kesepian. Semenjak kepergian ayahnya, Shela jadi semakin sering mengurung diri di dalam kamar. Banyak kenangan indah bersama ayah dan ibunya di kamar yang penuh gambar pelangi itu. Ya, Shela sangat menyukai pelangi.
Untungnya, ada Oma Lely dan Mang Parjo yang selalu menghibur Shela dan menemani Shela jalan-jalan. Shela punya tempat favorit. Tiap sore, terkadang ia ditemani Oma Lely, bermain di taman bunga dekat rumahnya. Shela sangat suka bermain, berkejar-kejaran dengan kupu-kupu, memetik bunga melati, dan melihat biasan warna pelangi dari air mancur taman yang terpancar.

Lukisan Peninggalan Ibu
Ibu Shela adalah seorang pelukis. Banyak sekali lukisan yang menjadi hiasan di dinding rumah mereka. Semuanya karya Ibu Shela. Lukisan pemandangan alam yang paling banyak tertempel di dinding. Bakat melukis itu sepertinya diwarisi juga oleh Shela.
Shela juga hobi menggambar. Kemana-mana dia selalu membawa buku gambar kecil dan pensil warna. Seminggu sebelum Ibu meninggal, bertepatan dengan ulang tahun Shela yang ke-7, Ibu memberikan hadiah Shela sebuah lukisan. Lukisan yang sangat indah. Bergambar pelangi dan ada 4 orang di kedua ujung gambar pelangi itu. Ujung yang sebelah kiri ada gambar seorang ayah yang sedang menggenggam tangan seorang anak perempuan kecil. Shela tahu, itu pasti gambar ayahnya yang sedang menggandeng tangannya. Sedangkan, ujung gambar pelangi sebelah kanan, ada gambar seorang Ibu yang tengah menggendong seorang bayi mungil. Nah, itu pasti gambar Ibu Shela dan adik Shela. Tapi sekarang, mereka berdua sudah bahagia di surga.

Warna-warna itu Hidup
Shela sangat rindu saat Ibu bercerita tentang pelangi, tentang warna-warna yang sangat indah itu. Tapi, warna putih adalah warna favorit Shela. Mengapa putih? Karena ia sangat menyukai aroma bunga melati yang berwarna putih.
Sampai pada suatu malam, saat Shela benar-benar merasa sangat kesepian dan rindu pelukan Ibunya, ia merasakan ada keanehan dari lukisan yang tertempel di dinding kamar, dekat meja belajarnya itu.
Warna-warna pelangi di lukisan itu seolah hidup. Shela terkejut dengan apa yang terjadi.

Enam Peri Niji yang Centil
Warna-warna pelangi itu berubah menjadi sosok peri-peri lucu dengan kostum warna-warni seperti warna pelangi. Shela tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Shela mengira mereka adalah sosok yang jahat seperti di dongeng-dongeng yang biasa Oma Lely bacakan untuknya sebelum tidur. Tapi akhirnya, Shela berkenalan dengan mereka. Keenam peri lucu dan centil itu menamai diri mereka Peri-Peri Niji. Peri-Peri Niji  sangat suka menghibur gadis kecil yang kesepian. Dan mereka dikirim oleh Ratu Rainbow dari Negeri Bianglala untuk menjadi sahabat Shela.
Shela pun berkenalan dengan Meril si Peri Merah, Jinung si Peri Jingga, Kurin si Peri Kuning, Hijani si Peri Hijau, Biruni si Peri Biru, dan Ungil si Peri Ungu. Mereka berenam memiliki keunikan sifat masing-masing.
Meril-lah pemimpin Peri-Peri Niji. Jinung sangat suka makan permen karet dan menggelembungkan permen itu di mulutnya sampai besar. Kurin adalah si kutubuku Peri-Peri Niji. Hijani dan Biruni merekalah si kembar Peri-Peri Niji, kemana-mana selalu bersama dan sering melakukan tindakan konyol serta hal-hal unik. Dan Ungil adalah si peri paling mungil yang sangat usil. Selalu saja membuat masalah dan suka menghilang sendiri.
Shela pun menjalani hari-hari yang seru bersama Peri-Peri Niji.

Kemanakah Ungil?
Peri-Peri Niji juga sangat senang berteman dengan Shela.
Shela kembali ceria saat di rumah maupun di sekolah. Shela kembali menjadi gadis cilik yang periang. Teman-teman sekelasnya juga semakin senang dengan sikap Shela yang ramah dan murah senyum. Shela memang punya banyak teman di sekolah. Tapi ada seorang gadis cilik gendut yang selalu iri dengan Shela. Namanya Rainy. Ia merasa Shela adalah saingan terberatnya di kelas. Ya, Shela memang gadis cilik yang cerdas.
Suatu hari, saat jam istirahat di sekolah, Rainy memasukkan seekor ulat bulu ke dalam tas Shela. Rainy, gadis cilik yang usil dan pemberani. Untungnya, aksi Rainy diketahui oleh Ungil, si Peri Ungu yang tadi pagi sempat menyusup ke dalam tempat pensil Shela yang berwarna ungu.
Hmm… Peri-Peri Niji memang bisa bersembunyi di manapun asalkan tempat persembunyiannya memiliki warna yang sama dengan warna diri mereka. Ungil pun kumat penyakit usilnya.

Persahabatan 7 Bianglala
Shela merasa sangat bahagia karena memiliki teman Peri-Peri Niji.
Tak terasa, tugas Peri-Peri Niji dari Ratu Rainbow di Negeri Bianglala sudah selesai. Mereka berenam harus kembali ke Negeri Bianglala. Shela sudah berjanji kepada Peri-Peri Niji kalau tidak akan bersedih dan merasa kesepian lagi.
Tiap kali memandang lukisan “Pelangi Cinta Bunda”, Shela yakin ada senyuman Ibunya di sana, cinta adiknya, dan persahabatan yang sangat indah dengan Peri-Peri Niji. Shela merasa bahagia. Inilah Persahabatan 7 Bianglala. Shela pun belajar menjadi warna putih, warna dasar dari pelangi…warna yang melambangkan kebersihan hati. Sheila ingin menjadi gadis cilik yang selalu ceria dan suka menolong sesama.

“Mereka tetap bersama. Tak peduli kata siapa. Suka dirasakan bersama. Duka pun dibagi rata. Merah lalu belajar menjadi jingga. Jingga belajar mengerti kuning. Kuning memahami hijau. Hijau menyenangkan hati biru dan ungu.  Menerima dengan putihnya hati yang terbuka, saling bersahabat penuh cinta Sebuah kebersamaan dalam indahnya persahabatan…”

***
Hehe… inilah salah satu storyboard yang sampai sekarang belum saya lanjutkan lagi. Ada saran? Mari berdiskusi! Hihi.

Tapi di tulisan kali ini saya ingin mengajak para rekan-rekan hebat saya yang luar biasa untuk sejenak merenungi 1 kata 7 aksara yang sudah sangat melekat dalam jiwa kita: SAHABAT! Ya, sahabat! Dan bukan sekadar teman atau kawan.

Tiada mutiara sebening cinta
Tiada sutra sehalus kasih sayang
Tiada embun sesuci ketulusan hati
Dan tiada hubungan seindah persahabatan

Ibnu Taimiyah mengatakan, “Ukhuwah (persaudaraan atas dasar Islam) adalah sesuatu yang diikat karena Allah. Sehingga, tidak memerlukan adanya sumpah setia, tidak membutuhkan sandaran-sandaran, dan tidak membutuhkan instrumen-instrumen ilegal. Semuanya itu tidak dibutuhkan. Karena Allah telah mengikatnya dari atas langit yang ketujuh.”
Karena seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, maka, “Ia tidak boleh berbuat zhalim terhadapnya dan juga tidak boleh menelantarkannya.” (HR. Bukhari)
Dalam riwayat yang lain, “Ia tidak boleh berbuat zhalim terhadapnya. Tidak boleh merendahkannya, dan tidak boleh menelantarkannya. Di sinilah letak taqwa (sambil menunjuk ke dada beliau sampai tiga kali). Cukuplah seseorang itu disebut sebagai orang jahat jika ia sampai merendahkan saudara sesama muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya adalah haram (terlindungi), baik darahnya, hartanya, juga kehormatannya.” (HR. Muslim)

Subhanallah…
Mari kita renungkan!
Sudahkah kita menjadi sahabat yang mengerti akan makna yang dalam dari sebuah PERSAHABATAN bagi sahabat-sahabat kita?
Kicau anak burung kan terdengar sangat merdu
Bila ada jiwa-jiwa yang memberi dengan keikhlasan hati
Sosok yang kan menjadi pengobar semangat akan cinta yang dalam
Memaknai hidup yang penuh tantangan di masa depan.
Kau kah sosok itu, Sahabatku?
SEMOGA!

***
FRIENDSHIP NEVER ENDS,sebuah karya istimewa penuh cinta karya kakak saya yang luar biasa, Santi Artanti. Mengupas secara lugas dan jelas tentang persahabatan, ketika konflik melanda persahabatan kita, kisah sahabat inspiratif, berbagai tips yang terangkum dalam catatan persahabatan yang tak pernah berakhir.

Yups, dengan bahasa yang ringan, bernas, namun khas gaya Mbak Santi, saya merekomendasikan buku istimewa ini untuk menjadi kado persahabatan super istimewa teruntuk sahabat-sahabat Anda tercinta. Mantap kan? Buruaaaaan serbu toko-toko buku terdekat atau bisa pesan langsung ke penulisnya (FB: Santi Artanti). Bisa bonus tanda tangan lhoh… Hihi ^_^

***
TERLALU MANIS UNTUK DILUPAKAN

Di kala sang waktu mengisyaratkan tanda
Kisah kita akan sampai pada penghujungnya…
Awal kisah kita dulu, dimulai dari seutas tali yang sepakat kita namakan PERSAHABATAN…
Ku hulurkan satu ujungnya
Dan kaupun meraih ujung lainnya
Bersama kita simpulkan.
Erat, dan semakin kuat saja ikatannya
Hingga akhirnya kita menjalani sebuah episode penuh cita, cinta dan cerita
Terbingkai dalam manisnya PERSAHABATAN!
Rentetan janji kita ikrarkan…
Tuk mensketsa jalinan ini dalam derasnya arus sang waktu

Kala hati tak ada senang
Kau pancarkan setitik terang
Di saat hati tersiksa
Kau ubahnya jadi tawa
Indah keindahan dalam duniaku
Tak seindah melepaskan tangis di pundakmu
Di kala hati ini terluka…
Engkau ada laksana cahaya
Penerang langkah tertatihku
Kuatkan pijakanku…

KEHIDUPAN telah menempaku dengan tangan besarnya, hingga aku tak lagi merasa takut…
Kehidupan telah menyiramku dengan kesejukan mata air yang mengalir dari dalamnya, hingga aku tak lagi merasa kehausan…
Kehidupan telah memberiku DIRIMU, SAHABAT-SAHABATKU dengan CINTA sepenuhnya, hingga aku merasa BAHAGIA

Sampai akhirnya, kita hanyutkan kisah kita pada untaian takdir
Hingga bermuara pada masa depan…
Dan kini, kan segera aku kayuh kembali PERAHU IMPIANKU

Sahabat…
Ceria ini kan selalu mengembang bersama untaian senyummu
Kebersamaan karena CINTA
Berbalut lembutnya KASIH SAYANG…
TERIMA KASIH, SAHABAT!

 “Setiap yang datang pasti akan pergi, hanya waktu yang membedakan antara awal dan akhir. Semua adalah indah, tergantung dari sudut pandang mana kita menilainya…”

[Keisya Avicenna, lembar ke-20 bulan ke-10. Terima kasih Mbak, ada nama “NORMA” dan PELANGI di halaman 70. Hihi… *numpangkeren.wkwkwk]

Sedikit catatan Keisya Avicenna:
“Cukuplah setiap kenangan yang telah kita tanam, akan menjadi kenangan yang tumbuh subur, menyemaikan benih-benih cita, cinta, dan cerita di antara kita.  Karena kita tak harus di sini, kita tak harus selalu bersama, kita harus melanjutkan langkah ini, mungkin ke tempat yang lain, yang siap untuk kita tapaki.  Sahabat, biarkan aliran airmata ini jatuh sesukanya, biarkan dia mengalir, mengucap kata seindah-indahnya.  Biarkan dia, karena air mata tak berarti sedih, air mata tak berarti duka, air mata juga lambang bahagianya hati.  Biarkan dia menemani kita di hari ini.  Biarkan! Karena dia memang hadir untuk ini, menjadi saksi INDAHNYA PERSAHABATAN KITA!” (Ingat, s = v x t!)