Jejak Karya

Jejak Karya
Showing posts with label keluarga. Show all posts
Showing posts with label keluarga. Show all posts

Wednesday, March 30, 2016

Melipatgandakan Doa Saat Kumpul Bersama Keluarga

Wednesday, March 30, 2016 5 Comments

 
KYDFENS makan bersama di Wonogiri
Alhamdulillah, Allah SWT telah memberikan begitu banyak kenikmatan dalam hidup saya. Salah satunya, berada di tengah-tengah keluarga besar yang sangat menyayangi saya.

Ada keluarga Wonogiri karena saya lahir di Wonogiri, keluarga Klaten karena saya menikah dengan putra asli Klaten, dan keluarga Semarang karena saya tinggal di Semarang. Hihihi, sebenarnya masih banyak keluarga lain dari berbagai pulau. Namun, dalam postingan kali ini saya akan menceritakan kebersamaan saya dengan keluarga Wonogiri dan keluarga Klaten.

Keluarga Wonogiri
“Bahagia itu sederhana, temukan jalan pulang dan kumpul dengan keluarga tersayang. Salah satu kalimat di iklan masyarakat yang terpampang di baliho saat memasuki Kabupaten Semarang. Ya, betul sekali! Setelah sekian tahun tumbuh dan besar dalam lingkungan keluarga, lalu setelah dewasa ‘hijrah’ untuk membuka lembar kehidupan yang baru, tentu saja aktivitas pulang dan kumpul keluarga tersayang selalu jadi momen yang sangat dirindukan.

Setelah menikah, saya sempat ikut suami tinggal di Bogor selama tiga bulan. Setelah memutuskan resign, suami mengajak saya untuk tinggal di Kota Semarang karena keluarga besar suami (3 kakaknya) tinggal di Semarang. Alhamdulillah, saya sangat bersyukur, karena saya merasa lebih cocok tinggal di lingkungan Jawa Tengah.

Paling tidak minimal satu bulan sekali saya dan suami pulang ke Klaten sekaligus Wonogiri. Karena dari rumah bumer (ibu mertua) di Klaten ke rumah saya Wonogiri ada jalan pintas. Kurang lebih satu jam naik motor sampai ke Wonogiri.

Keluarga Wonogiri kita beri nama KYDFENS, singkatan dari Kadri-Yati-Dhody-Febri-Etika-Norma-Sis. Biasanya bisa kumpul lengkap kalau Lebaran, itupun kalau Kak Thicko dan Kak Febri pas jadwalnya tidak Lebaran di Lahat, Sum-Sel. Banyak momen istimewa saat kami berkumpul. Biasanya kita jalan-jalan, piknik bersama, pergi ke rumah simbah di Nawangan, makan-makan bersama. Pokoknya super seru! Apalagi, kami tergolong keluarga super konyol yang selalu penuh canda tawa. Maklum, Babe itu pensiunan PNS yang hobi melawak dan pernah mendapatkan juara 3 lomba “guyon maton” (nglawak) tingkat Kabupaten Wonogiri. Kalau jaman dulu udah ada stand up comedy, mungkin Babe bisa ikutan. Hihihi.

Saat Lebaran ngumpul dengan Keluarga Nawangan
Babe, Ibuk, dan Mas Dhody tinggal di Wonogiri. Mas Dhody belum menikah, doain ya semoga segera ketemu jodohnya yang cantik hatinya dan shalihah. Aamiiin. Kak Thicko dan Kak Febri sekarang tinggal di Depok. Jadi, momen ngumpul-ngumpul bareng selalu kami rindukan. Insya Allah, Mei nanti kita akan ngumpul bareng lagi. Uhuy… Untuk mengobati rasa kangen, kita pun bikin grup Whatsapp (WA). Setidaknya, jauh di mata namun selalu dekat dalam doa.

KYDFENS piknik di Pantai Pacitan. Seruuu!

Keluarga Klaten
Alhamdulillah, saya bisa diterima dengan sangat baik dan menjadi bagian dari keluarga yang sangat kompak dalam banyak hal. Memiliki suami sholeh yang sangat mencintai keluarganya adalah harta tak ternilai dalam hidup saya. Suami adalah anak bungsu dari 5 bersaudara. Dari keluarga suami, saya sekarang jadi tante dengan buanyak ponakan. Bahkan ada 2 ponakan (anak pertama dan kedua dari kakak pertama) yang sekarang ikut tinggal bersama kami di Semarang. Anak pertama kerja sebagai perawat di RSI Sultan Agung dan yang kedua kuliah.

Tante imut dengan ponakan-ponakannya. 11-12, kaaan? hehehe

Dari 5 bersaudara itu, 4 diantaranya tinggal di Semarang. Hanya kakak pertama yang tinggal di Klaten, tepatnya di Desa Jerukan, Kecamatan Bayat. Biasanya kita ngumpul-ngumpul bersama di Klaten saat liburan panjang, Lebaran, Idul Adha, saat ada kerabat yang menikah atau saat ada saudara yang meninggal dunia. Seperti dengan Keluarga Wonogiri, kami pun membuat grup WA.

Saat Idul Adha, kurban sapi bersama

Banyak keseruan yang terjadi saat momen kumpul bersama. Apalagi ada dua ponakan masih balita yang lagi lucu-lucunya. Kita pun sangat kompak untuk saling membantu satu dengan yang lainnya. Alhamdulillah, sampai detik ini tidak pernah ada konflik di antara kami, semoga rukun dan adem ayem hingga seterusnya.
 
Dinneromantis bersama suami, ponakan-ponakan, dan kakak-kakak ipar

Wednesday, July 06, 2011

TIME HEALS EVERY WOUND

Wednesday, July 06, 2011 0 Comments
TIME HEALS EVERY WOUND :
“Karena Aku Sangat Mencintaimu, Ibu…”

Ajaibnya sang waktu, masa lalu yang menyakitkan lambat laun bisa menjelma menjadi [NO]stalgia [R]o[MA]ntic yang tak ingin dilupakan…

Bulan Juli 2003, detik ini Keisya kembali mengenangnya…
Tak terasa sudah 8 tahun yang lalu, tapi peristiwa itu selalu melekat dalam memori otaknya. Saat ini, Keisya seperti memutar kembali ‘sebuah rekaman skenario kehidupan’ yang telah dituliskan-Nya dengan luar biasa dan pastinya sarat akan makna.
Waktu itu, Keisya adalah seorang gadis remaja yang tengah asyik-asyiknya menikmati masa putih abu-abu. Bulan Juli 2003 ia naik kelas 2 SMA. Prestasinya di kelas 1 SMA pun tidak mengecewakan. Peringkat 5 besar masih menghiasi rapornya dan di kelas 1 SMA dia berkesempatan duduk satu bangku dengan saudara kembarnya dan seringkali membuat guru-guru dan teman-temannya keliru karena sulit membedakan. Keisya dan Aisya memang kembar identik.
Masuk hari pertama di tahun ajaran baru kelas 2 SMA. Keisya masuk di kelas 2.2 dan Aisya di kelas 2.3. Seperti biasa, tahun ajaran baru selalu identik dengan MOS (Masa Orientasi Siswa). Wah, Keisya dah punya adik tingkat nih. Berangkat pagi, bertemu dengan teman-teman baru di kelas yang baru. Keisya memutuskan untuk duduk satu bangku dengan Ifang. Sebelum bel masuk berbunyi, Keisya dan Ifang serta beberapa teman yang lain turun ke lapangan upacara untuk melihat murid-murid kelas satu yang di-MOS oleh para ‘senior’ (kebanyakan dari para pengurus OSIS). Keisya menyaksikan MOS yang tengah ‘panas-panasnya’ berlangsung, peraturan para ‘senior’ pun masih sama: pertama, senior selalu benar dan kedua, jika terjadi kesalahan, kembali ke peraturan yang pertama. Hah, peraturan macam apa ini??? Pada waktu itu, tiba-tiba Keisya mengalami sesuatu hal yang membuat dirinya seolah kembali ke masa MOS-nya satu tahun silam. Keisya seolah-olah ‘di-MOS’ lagi. Setahun lalu, Keisya memang pernah mengalami kejadian yang sangat tidak mengenakkan pada waktu MOS. Waktu itu, sehabis pengecekan barang PR, para senior berteriak-teriak mirip orang kesetanan, seolah mencari-cari kesalahan para junior dan Keisya juga menjadi salah satu ‘korban’ dari ‘keganasan’ para senior.
Pada waktu baris, tiba-tiba Keisya dihampiri oleh salah seorang senior (yang pada akhirnya senior ini dinobatkan sebagai ‘senior tergalak’), Keisya ditanya macam-macam. Keisya menjawab pertanyaannya sesuai dengan kenyataan dan sesuai dengan yang Keisya ketahui. Senior ini sepertinya tidak puas dengan jawaban Keisya. Mungkin jawaban Keisya membuat dia seolah diremehkan atau kurang dihargai jabatannya sebagai seorang senior. Wah, Keisya jadi bulan-bulanan senior nih! Apalagi dia memanggil beberapa senior yang lain. Nyali Keisya pun ciut. Bagaimana tidak, Keisya masih merasa terasing dengan lingkungannya yang baru. Masih butuh adaptasi. Keisya pun jadi bertanya-tanya : “Apa yang salah dengan jawaban tadi??”. Aduh, ni senior bikin gara-gara aja….
Yah, itu peristiwa setahun yang lalu dan saat Keisya melihat MOS adik kelasnya, ia seolah merasa seperti ‘di-MOS’ lagi. Ya mungkin ini yang disebut trauma! Trauma MOS. Pasca melihat MOS adik kelasnya itu, mendadak kepala Keisya pusing bukan main. Keisya benar-benar tidak bisa berkonsentrasi dengan kegiatan pengenalan kelas, pelajaran pertama Biologi, dan semua yang seharusnya ia nikmati pada hari pertama masuk sekolah. Di telinga Keisya berdengung suara-suara para senior yang berteriak-teriak, membentak-bentak, marah-marah seperti kejadian MOS yang ia alami satu tahun silam. Ketika di rumahpun ia mengalami hal-hal yang membuat seisi rumah kebingungan. Keisya jadi benar-benar aneh pada waktu itu.
Hari kedua masuk sekolah, Keisya kembali mengalami hal yang sama. Seperti kaset yang memutar kembali semua kejadian itu. Kejadian yang benar-benar menyakitkan dan menyisakan semacam trauma. Pada akhirnya, Keisya ‘ambruk’. Ia mengalami sebuah guncangan psikologis dalam dirinya. Kemudian ia pun dibawa pulang ke rumah. Sore harinya karena kondisi Keisya bukannya semakin membaik tapi justru semakin memburuk, Keisya akhirnya dibawa ke salah satu rumah sakit khusus syaraf di kota Solo. Keisya masih boleh dibawa pulang karena kondisinya bisa dibilang masih cukup stabil dan hanya butuh waktu dan istirahat total untuk menenangkan diri. Tapi selang beberapa hari kemudian, Keisya akhirnya harus ditangani serius oleh para dokter. Hasil Computerized Tomography Scan (CT-scan), menunjukkan ada yang bermasalah dengan syaraf otaknya. Rasa trauma ini bukan hal yang biasa. Terlalu rumit untuk dijelaskan dengan istilah kedokteran.
Cobaan yang cukup berat dialami keluarga Keisya. Pada waktu itu, rumah Keisya sebenarnya tengah direnovasi. Tapi, karena Keisya harus opname dan menjalani perawatan di rumah sakit, dengan terpaksa renovasi dihentikan dan seluruh biaya dialihkan untuk biaya pengobatan Keisya. Ya Rabbi…cobaan ini terlalu berat bagi keluarga Keisya. Biaya rumah sakit, biaya pengobatan, biaya terapi, semuanya tidak murah.
Pada waktu Keisya pertama kali masuk rumah sakit, Ibu-lah sosok yang paling syok dengan peristiwa yang dialami Keisya. Ibu selalu menangis. Tapi Ibu jugalah sosok yang selalu mengajari Keisya makna ketegaran dan kesabaran dalam menghadapi ujian dari Allah SWT. Mas Dhody, kakak sulungnya Keisya menjadi orang yang pertama kali yakin, suatu hari nanti Keisya pasti sembuh. Sembuh total!! Bapak adalah sosok yang selalu memberikan motivasi. Satu hal yang paling Keisya ingat, sehabis terapi Bapak mengelus rambut Keisya dan membisikkan sesuatu ke telinga Keisya : “Bapak ingin melihat kamu sembuh, dik…” . Bapak berkata sambil menahan air matanya. Bisikan itu selalu membuat Keisya menangis dan memiliki semangat luar biasa untuk bisa sembuh. Aisya, saudari kembar Keisya juga menjadi sosok yang selalu berusaha menghadirkan keceriaan dan rasa optimis dalam hari-hari Keisya saat menjalani pengobatan dan terapi di rumah sakit.
Masa itu menjadi masa-masa terpuruk dalam kehidupan Keisya. Tapi kehadiran keluarga selalu bisa memberikan motivasi dan harapan baru bagi dirinya untuk selalu sabar dan tegar melalui masa-masa sulit itu. Keisya benar-benar merasakan kasih sayang dan cinta luar biasa dari keluarganya, terutama Ibu. Selama 22 hari, Ibu rela izin dari pekerjaannya di kantor. Selama 22 hari, Ibu rela jatah waktu tidurnya dikurangi. Selama 22 hari, Ibu-lah yang selalu ada di samping Keisya, selama 22 hari Ibu yang selalu memenuhi kebutuhan Keisya ketika dirawat di rumah sakit, selama 22 hari Ibu yang selalu menangis di setiap sholat malamnya, selama 22 hari Ibu-lah yang selalu berusaha membuat Keisya tersenyum. Ibu yang tak pernah lelah membisikkan kata-kata motivasi untuk Keisya, Ibu yang selalu menemani Keisya menikmati udara segar kala pagi dengan berjalan-jalan di sekitar rumah sakit, menyaksikan hiruk-pikuk jalan utama kota Solo, melihat pembangunan sebuah mall terbesar kota Solo….ya, selama 22 hari Keisya harus menjalani perawatan, terapi, dan pengobatan intens yang ditangani oleh dokter-dokter dan perawat yang ahli. Sampai akhirnya, Keisya sembuh!!!
Bulan Agusus 2003…setiap pekan Keisya harus rutin check up dan membeli obat. Dan inipun membutuhkan biaya yang tidak murah. Pertengahan Agustus 2003 dokter mengizinkan Keisya untuk kembali ke sekolah. Kebahagiaan luar biasa yang Keisya rasakan, bisa bertemu kembali dengan teman-teman, para guru, dan semua hal yang Keisya rindukan di SMA. Tetapi, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Bukan hal yang mudah mengejar ketinggalan pelajaran selama kurang lebih 1,5 bulan. Kemampuan otak Keisya belum maksimal. Akhirnya, Keisya ‘ambruk’ lagi. Dokter yang selama ini menangani Keisya akhirnya membuat keputusan Keisya cuti sekolah dulu selama satu tahun!!! Serasa petir menyambar di siang hari, Keisya benar-benar syok waktu itu. Menangis…ya Keisya menangis sejadi-jadinya. Di hadapan dokter, para perawat, bapak dan ibu. Ia sangat sedih…sedih sekali. Keisya tidak bisa membayangkan harus cuti sekolah selama satu tahun. Benar-benar Keisya merasa saat itu menjadi saat-saat paling rapuh dan terpuruk dalam hidupnya. Tapi sekali lagi, Ibu yang memeluk, ibu yang mencium, ibu yang menguatkan Keisya, Ibu yang menghapus air mata Keisya….Oh, Ibu…semoga Keisya bisa kuat dan tegar karena Allah SWT…”karena Allah SWT pasti punya hikmah dan pelajaran berharga di balik ini semua” dan itu yang selalu engkau ajarkan, Bu…

Al waqtu juz’un minal ilaj : “Waktu adalah sebagian dari proses penyembuhan”

Keisya mulai menjalani masa-masa ‘cuti’ nya di rumah, di istana KYDEN, istananya yang baru setengah jadi. Setiap hari, Keisya merasakan kesedihan yang teramat sangat saat menjalani masa-masa awal ‘cuti’ di rumah. Bagaimana tidak sedih, setiap hari ia menyaksikan saudari kembarnya, Aisya, memakai seragam putih abu-abunya dan berangkat ke sekolah dengan penuh semangat. Sedangkan ia??? Setiap hari di rumah, sibuk dengan pikirannya : ‘Kapan aku bisa kembali ke sekolah?”. Sampai akhirnya, tanggal 26 Oktober 2003, Bapak dan Ibu mendirikan sebuah warung kecil di depan rumah dan Keisya-lah yang harus mengelolanya. Setidaknya itu bisa menjadi hiburan tersendiri bagi Keisya. Setiap hari, setelah Keisya benar-benar bisa melakukan aktivitasnya sendiri, bapak dan ibu memulai aktivitasnya kembali seperti biasa, berangkat ke kantor, Mas Dhody bekerja di Solo dan Aisya menikmati masa-masa kelas 2 SMA. Iri, Keisya benar-benar iri sama saudari kembarnya waktu itu. Tapi rasa itu berangsur hilang karena Keisya mulai sibuk juga dengan aktivitasnya sehari-hari. Setiap hari ia menunggu warung kecilnya sambil membaca, menulis buku harian, membuat puisi, membuat es lilin aneka rasa, dan mendengarkan musik. Ia ditemani oleh tetangganya, salah seorang ‘murid’ Bapak di panti. Ya, orang yang sudah Keisya anggap sebagai kakak ini menderita gangguan pada pendengaran dan cara dia berbicara. Tapi, ia juga menjadi sosok motivator dalam hidup Keisya. Pada waktu luang, Keisya mengajari ia membaca, Keisya pun belajar main gitar. Seru…setidaknya Keisya bisa menikmati masa-masa keceriaan dalam hari-harinya. Sesekali ada beberapa sahabat SMA yang main ke rumah dan itu membuat Keisya terhibur dan semakin bahagia.
***
Detik merangkak menjadi menit, sang jam berlalu menggulung hari demi hari dan bulan demi bulan pun berganti…Tak terasa, sebentar lagi sudah memasuki tahun ajaran baru. Insya Allah, Keisya benar-benar sudah sembuh total. Keisya sudah bertekad tahun ajaran 2004/2005 Keisya kembali masuk sekolah. Pada suatu malam di sepertiga bagiannya, Keisya sempat mengalami kejadian luar biasa saat sholat tahajud. Benar-benar Allah SWT menunjukkan kebesaran-Nya dan pasca kejadian itu, Keisya semakin yakin dan mantab untuk kembali ke sekolah. Ibu-lah orang yang pertama kali bertanya : “Kenapa menangis, Dik?”. Keisya pernah ragu kala itu, apakah Keisya bisa menyesuaikan diri lagi di sekolah? Apakah mental Keisya siap untuk kembali menjadi murid kelas 2 SMA dan memiliki teman-teman yang dulu menjadi adik kelasnya sedangkan teman yang seangkatannya sekarang sudah menjadi kakak kelasnya? Dan lagi-lagi, Ibu-lah yang memeluk dan menghapus air mata Keisya. Ibu menenangkan dengan kata-kata bijaknya, ibu kembali menguatkan Keisya!!
Akhirnya, Keisya kembali ke sekolah. Respon dan sambutan yang luar biasa Keisya dapatkan dari semua teman-temannya yang sekarang sudah kelas 3 dan adik-adik kelasnya yang sekarang menjadi teman seangkatannya. Keisya pun menunjukkan prestasi gemilang di sekolahnya, selalu masuk peringkat 3 besar dan ini salah satu bukti kalau ia sudah benar-benar sembuh serta menjadi bukti rasa sayang dan cinta Allah SWT untuk dirinya begitu luar biasa!
“Ya Rabbi, Engkau takkan pernah memberikan keputusan-Mu yang nomor dua…keputusan-Mu pastilah selalu nomor satu dan itu pasti yang TERBAIK”. Ya Allah, izinkan Keisya memaknai semua ini. Setiap peristiwa pasti ada hikmahnya. Keisya pun menjalani hari-harinya di sekolah dengan penuh semangat. Ia seolah merasa ‘terlahir kembali’. Keisya menjadi gadis yang selalu tersenyum ceria, sosok yang selalu bersemangat, tegar, tidak mudah rapuh dan pantang mengeluh. Kalimat “Laa Yukalifullahu Nafsan Illa Wus’aha” senantiasa menjadi motivator terdahsyat dalam kesehariannya.
Tak terasa sudah 8 tahun silam, semua peristiwa itu menjadi sebuah [NO]stalgia [R]o[MA]ntic yang tak ingin dilupakan. Ketika mengenang peristiwa itu, mengingatkan Keisya akan perjuangan Ibu, Bapak, Mas Dhody, Aisya, dan semua orang yang telah berpengaruh dan membersamai Keisya pada masa-masa ‘terpuruk’ itu dan salah satu hikmahnya menjadikan Keisya semakin sayang dan cinta dengan keluarganya. Semangat BIRRUL WALIDAIN akan selalu ada dalam setiap hembusan nafasnya, dalam setiap detak jantungnya. Terutama untukmu, Ibu…
Melukiskan keindahan seorang ibu butuh kekuatan ekstra untuk menyadarkan kembali arti kehadirannya untuk diri kita. Terkadang kita sadar, banyak hal yang terjadi, banyak khilaf yang telah berlalu, begitu banyak arti, banyak makna dan mengalir begitu saja. Tanpa kita sadar, sudah banyak hal indah yang telah terlewati bersamanya, dan kita pun melupakan begitu saja. Sadar ataupun tidak, terkadang yang ada hanya harapan, tuntutan dan bahkan menyalahkan. Nauu`dzubillah…
Just for my mom…
Sebuah rangkaian kalimat sarat makna, menghadirkan berjuta inspirasi, menyuguhkan penggalan pertanyaan yang kita sendirilah yang mampu menjawabnya! ”Mau nggak dapat ‘door prize’ tanpa diundi dan surprise full prestise? Penghargaan besar, peluang yang jarang, investasi hakiki. Segera, rebut dan dapatkan kelas surga sebaik-baiknya! Beramal bakti sepanjang hari kepada kedua orangtua. Raih hidup penuh berkah. Anugerah di atas anugerah. Tak perlu gelisah. Pintu surga itu ada di rumah. Buku yang menggugah jiwa kepahlawanan, menggali energi kesuksesan, menemukan motivasi dan inspirasi dahsyat meraih sukses dan bahagia dunia akhirat. Bukalah pintu tobat kala dosa menggelisahkanmu. Bukalah jendela rahmat untuk mengantar suksesmu. Nikmati belaian ventilasi nan wangi kala berbagai problem menghampiri. Temukan relung-relung kebahagiaan dengan berbakti kepada kedua orangtua, khususnya kepada ibu. Ibu yang sangat berjasa kepadamu. “The Great Power of Mother, inspirasi dahsyat dunia akhirat.” [Solikhin Abu Izzudin]

Allah swt pun telah berfirman dalam ayat-ayat CINTA-Nya…
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang Ibu Bapaknya; Ibunya telah mengandung dalam keadaan LEMAH yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kedua Ibu Bapakmu, hanya kepada-Ku-lah tempat kembalimu”.
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mensekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia ini dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah kembalimu maka Ku-berikan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
(Q.S. Luqman [31]:14-15).
Betapa dahsyatnya ayat tersebut menjelaskan posisi orang tua. Bahkan, ketika mereka memaksa kita untuk mensekutukan-Nya, meski kita diperintahkan oleh Allah untuk menolaknya, tapi kita tetap harus mempergauli/ memperlakukan mereka dengan baik di dunia. Bahkan, amalan kepada orang tua merupakan salah satu amalan yang paling utama selain sholat tepat pada waktunya dan Jihad fisabilillah.
Sekarang Keisya masih mendapati Ibu menanti kedatangannya, kepulangannya di rumah. Keisya masih mendapatkan kasih sayang Ibu setiap saat…Untuk itu saudaraku, jika Ibu-mu masih ada, belum terlambat jika mulai saat ini kita mencoba untuk menghargai jerih payahnya..untuk memberikan yang TERBAIK bagi Ibu. Menunjukkan PRESTASI dan KESUKSESAN kita, untuk ditukar dengan senyum BANGGA dan BAHAGIA dari Ibu…! Pun jika beliau sudah kembali ke Sang Pemilik Kehidupan dan Kematian, tetap jadilah anak yang sholih dan sholihah agar Ibu senantiasa tersenyum bahagia di syurga-Nya.

"Ya Allah, cintai Ibuku, beri aku kesempatan untuk bisa membahagiakan Ibu dan jika saatnya nanti Ibu Kau panggil, panggillah dalam keadaan khusnul khatimah. Ampunilah segala dosa-dosanya dan sayangilah ia, sebagaimana ia menyayangi aku selagi aku kecil "
"Titip Ibuku ya Allah"

[Based on true story, by : Keisya Avicenna]

Keisya Avicenna adalah nama pena dari Norma Ambarwati, S.Si. Terlahir kembar pada tanggal 2 Februari 1987. Saat ini ia berprofesi sebagai pengajar SD di Ganesha Operation Solo dan penulis freelance. Menguatkan azzamnya untuk menjadi seorang penulis dengan bergabung di Forum Lingkar Pena (FLP) Solo Raya angkatan ke-7. Senang membaca, menulis,menggambar, membuat puisi, mengisi training, koleksi buku, berpetualang, melihat bintang, berkontemplasi, dan melakukan hal-hal yang menantang serta full inspirasi. Penulis yang berdomisili di Banaran Rt 02/X Wonoboyo Wonogiri ini bisa dihubungi di keisya_avicenna@yahoo.com, webblog : http://nungma.blogspot.com

Link postingan Ke FB :
http://www.facebook.com/note.php?created&¬e_id=10150095001855660#!/note.php?note_id=10150095001855660¬if_t=like&fbb=r9ce69696&refid=0

KETIKA AKU MERASA FUTUR, SEMANGAT MELEMAH… KISAH INI YANG KEMBALI MELECUTKAN SEMANGATKU!!!
Semoga “senyuman” senantiasa menghias di wajah ini… ^^v. Love u, all…

Wednesday, May 11, 2011

Celoteh Aksara [37]: “Surat Untuk Istriku: Sirami Bunga Kita Dengan Cinta” [Mas Bayu Gawtama]

Wednesday, May 11, 2011 0 Comments


by Norma Keisya Avicenna on Monday, May 9, 2011 at 12:12pm

“Surat Untuk Istriku: Sirami Bunga Kita Dengan Cinta”



Awal bulan depan, genap satu tahun pernikahan kita. Sementara bunga kecil di perutmu sudah mulai mendesak-desak ingin keluar, hmm, tak terasa sebentar lagi bunga itu akan keluar dan menghiasi harum rumah kecil ini. Dik, sungguh aku sudah tidak sabar untuk menciuminya sepuasku hingga tak satupun orang lain kuberikan kesempatan mencium dan memeluknya sebelum aku, ayahnya, bosan menciumnya.



Satu tahun empat bulan yang lalu, aku masih ingat saat datang ke rumahmu untuk berkenalan dengan keluargamu. Takkan pernah hilang dalam ingatanku, betapa kedatanganku yang ditemani beberapa sahabat untuk berkenalan malah berubah menjadi sebuah prosesi yang aku sendiri tidak siap melakukannya, yah, aku melamarmu dik.



Padahal, baru satu minggu sebelum itulah kita berkenalan di rumah salah seorang sahabatmu. Waktu itu, aku tak berani menatap wajahmu meski ingin sekali aku beranikan diri untuk mengangkat wajahku dan segera menatapmu. Tapi, entah magnet apa yang membuatku terus tertunduk. Kenakalanku selama ini ternyata tidak berarti apa-apa dihadapanmu, kurasakan sebuah gunung besar bertengger tepat di atas kepalaku dan membuatku terus tertunduk.



Dik, aku juga masih ingat dua hari setelah pernikahan kita, kamu masih tidak mau membuka jilbab didepanku meski aku sudah sah sebagai suamimu. Tidurpun, kita masih berpisah, kamu diatas kasur empuk yang aku belikan beberapa hari sebelum pernikahan, sementara aku harus kedinginan tidur dilantai beralaskan selimut.



Hmm, aku masih sering tersenyum sendirian kala mengingat kata-kataku untuk merayumu agar mau membuka jilbab. "Abang cuma ingin tahu, istri abang nih ada telinganya nggak sih". Kata-kata lembutku pada malam ketiga itu langsung disambar dengan pelototan mata indahmu. "Teruslah dik, mata melotot adik takkan pernah membuat abang takut atau menyerah, malaaah, adik makin terlihat cantik, makin jelas indahnya mata adik".



Setelah kata-kata itu meluncur dari mulut jahilku, bertubi-tubi pukulan sayang mendarat di tubuh dan kepalaku karena adik menganggap aku meledekmu. Tapi waktu itu, aku justru merasakan kehangatan pada setiap sentuhan tanganmu yang mengalir bak air di pegunungan. Karena aku yakin, dibalik pukulan-pukulan kecil itu, deras kurasakan cintamu seiring hujan yang turun sejak selepas maghrib.



Indah bunga seroja di taman mungkin takkan pernah bisa mengungkapkan eloknya cinta kita, cinta yang didasari atas kecintaan kepada Allah. Allah-lah yang menciptakan hati, jiwa dan ragamu begitu rupa sehingga aku mencintaimu. Aku pun berharap, atas dasar cinta Allah pulalah adik mencintaiku. Karena hanya dengan cinta karena Allah, cinta ini akan terus berbunga dan mewangi selamanya.



Cinta hakiki adalah cinta kepada zat yang menciptakan cinta itu sendiri, begitu seorang bijak berkata. Cinta tidak dirasa tanpa pengorbanan, kasih sayang bukan sekedar untaian kata-kata indah, dan kerinduan yang terus takkan pernah terwujud jika hanya sebatas pemanis bibir, tambah sang bijak.



Langit akan selamanya cerah, bila kita suburkan cinta ini. Mentari takkan pernah bosan bersinar selama kasih antara kita tetap terpatri dan rembulan pun tetap tersenyum, selama kita isi hari-hari dengan segala keceriaan yang jujur.



Tak terasa, malam semakin larut dik. Baru saja kudengar dentang jam berbunyi duabelas kali. Sementara tangan ini masih asik dengan pena dan secarik kertas putih. Kan kutulis semua rasa bathinku malam ini, semua keindahan, kehangatan, dan hidup dibawah naungan cinta bersamamu karena Allah. Tapi, maafkan aku dik, karena aku juga akan mengkhabarimu hal yang tidak pernah kuceritakan kepadamu sebelumnya.



Kau sandarkan kepalamu di dadaku, lelap sudah malam menghantarmu tidur. Tapi, ah, bunga kecil kita ternyata belum tidur dik, sesekali kurasakan sentuhan kakinya dari dalam perutmu. Rupanya bunga kecil itu sudah mengenaliku sebagai ayahnya, kurasakan berkali-kali diberbagai kesempatan berdampingan denganmu, tangan-tangan kecilnya berupaya menggapai dan menyentuhku seakan memintaku untuk segera menggendongnya.



Malam ini, ada tangis dihatiku yang tidak mungkin aku curahkan padamu. Karena aku tahu, kaupun sudah cukup sering menahan tangismu agar tidak terlihat olehku. Jadi, mana mungkin aku menambahinya dengan air mataku yang mulai menggenang di bibir kelopak mataku ini.



Sebagai suami, aku merasa belum mampu membahagiakanmu dik. Nafkah yang kuberikan kepadamu setiap bulan, tidak pernah cukup bahkan untuk dua minggu pun. Sehingga untuk keperluan dua minggu berikutnya, aku harus meminjamnya dari teman-temanku tanpa sepengetahuanmu dan aku hanya membisikimu, "rizqumminallaah".



Setahun kita menikah, tak sehelaipun pakaian kubelikan untukmu. Bahkan aku sering menangis, saat mengajakmu pergi, adik harus bingung mencari-cari sandal yang layak dipakai. Tak pernah aku mengajakmu untuk berjalan-jalan, karena aku selalu disibukkan dengan segala urusanku, tak peduli hari libur. Aku selalu berharap adik tampil cantik dan segar sepanjang hari, tapi tak pernah kubelikan adik alat-alat kecantikan. Dan yang terakhir, aku tak kuasa mengingatnya dik, meski berat kita harus melalui saat-saat kita makan dengan makanan seadanya, bahkan tidak jarang kita berpuasa. Waktu itu adik bilang, "Biarlah bang, adik lebih rela makan sedikit dan seadanya daripada kita harus berhutang, karena hidup tidak akan tenteram dan selalu merasa dikejar-kejar".



Sebentar lagi, bunga kecil itu akan hadir dik. Akankah aku, ayahnya, membiarkannya tumbuh dengan apa adanya seperti yang aku lakukan terhadapmu dik. Bersyukurlah ia karena mempunyai ibu yang sholehah dan selalu menjaga kedekatannya dengan Allah. Karena, walau gizi yang diberikannya kelak tidak sebanyak kebanyakan anak-anak lainnya, tetapi ibunya akan mengalirkan gizi takwa dihatinya, mengenalkan Allah sebagai Rabb-nya, Muhammad sebagai tauladannya dan mengajarkan Al Qur'an sebagai petunjuk jalannya kelak. Ibunya akan mengajarkan kebenaran kepadanya sehingga mampu membedakan mana hak dan mana bathil,



Dik, jika ia lahir nanti, sirami hatinya dengan dzikir, suburkan jiwanya dengan lantunan ayat-ayat suci Al Qur'an, hangatkan tubuhnya dengan keteguhan menjalankan dinnya, baguskan pula hatinya dengan mengajarkannya bagaimana mencintai Allah dan Rasul-Nya, ajarkan juga ia berbuat baik kepada orangtua dan orang lain, bimbinglah ia dengan ilmu yang kau punya, sehingga dengan ilmu itu ia tidak menjadi orang yang tertindas. Jadikan jujur sebagai pengharum mulutnya serta kata-kata yang benar, baik, lembut dan mulia sebagai penghias bibirnya. Sematkan kesabaran dalam setiap langkahnya, taburi pula benih-benih cinta di dadanya agar ia mampu mengukir cinta dan kasih sayang dalam setiap perilakunya, dan yang terakhir kenakan takwa sebagai pakaiannya setiap hari.



Jika demikian, insya Allah harapan dan do'a kita untuk tetap bersama sampai di surga kelak akan lebih mudah kita gapai. Aku berharap, engkau membaca surat yang kuselipkan di bawah bantalmu malam ini. Dan jika kau telah membacanya esok pagi, jangan katakan apapun kecuali ciuman hangat di tanganku. Karena dengan begitu, aku tahu kau telah membacanya.

(Bayu Gawtama, 22 November 2001)

***

Hidup pada dasarnya seperti menata perjalanan

Selangkah demi selangkah

Merangkak…berjalan…kemudian berlari…

Tak jarang suatu saat harus dihadapkan pada rasa lelah…letih…

Harus dihadapkan dengan keras dan beratnya jalan yang dilalui



Hidup adalah sebuah perjalanan

Yang akan terus mengembara tanpa henti

Pengembaraan untuk selalu mencari kemenangan

Pengembaraan untuk selalu menjadi pemenang!!!

Pengembaraan itu akan terus berlanjut…



Sampai Sang Penguasa waktu memutuskan untuk menghentikan langkah demi langkah kehidupan



Maka…bagi siapa yang tiada sanggup…

Untuk mengawali lalu mengakhiri perjalanan ini

Mereka akan hancur lenyap

Bagai besi rapuh karena tetesan air…

Seperti kayu yang menjadi abu karena bara…



(by: ASKA, a long time ago…)



***

[Keisya Avicenna, Renungan 6 Mei 2011. Dua pekan lalu aku berhasil merampungkan membaca buku beliau yang “11 AMANAH LELAKI”. Kereeen dah…Dan ba’da Maghrib tadi dengan latar air mata langit yang makin menderas di luar sana, saat membaca tulisan ini pun membuat gerimis di hatiku juga semakin menderas. Hikshikshiks…Terima kasih, Mas Bayu Gawtama. Tulisan-tulisan Mas sarat dengan makna kehidupan…^^v. Benar-benar belajar bersungguh-sungguh dan bersungguh-sungguh belajar dari tulisan ini. Semangat merangkai karya dan membangun istana harapan dalam untaian kisah penuh makna, ya Nung…*TEPAT dan TERBAIK!]