Jejak Karya

Jejak Karya

Wednesday, July 21, 2010

Al-Qanitat

Wednesday, July 21, 2010 0 Comments

Selasa, 20 Juli 2010. Ya Allah, ternyata waktu berjalan begitu cepatnya. Sudah memasuki bulan Juli. Hari ke-20 malah! Sebentar lagi bulan Ramadhan, sebentar lagi tahun 2010 berakhir, sebentar lagi 24 tahun!! Kembali teringat tema besar di 2010 : “MERANGKAI KARYA”. Alhamdulillah, tema itu sudah terimplementasikan dengan baik, tapi memang masih harus ditingkatkan lagi. Prestasi kerja, amanah di lembaga, tulisan-tulisan, dan yang tak kalah urgennya adalah kontribusi pada masyarakat adalah sebentuk karya yang harus terus ditingkatkan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Hmm, sembari mempersiapkan tahun 2011 yang mengangkat tema : “MEMBANGUN KISAH PENUH MAKNA”. Mmm, kisah seperti apakah itu? (Yang jelas semoga tahun 2011 sudah menemukan ending dari kisah yang sedang saya tulis).
Kembali ke pembukaan kalimat di atas. Hehe... malah ngelantur ke mana-mana. Selasa, 20 Juli 2010. Pukul 07.00 seperti biasa sudah keluar dari RedZone untuk menuju Jalan Otista Raya. Sepanjang perjalanan ternyata banyak sesuatu yang menarik dan tak sekedar melintas di benak saya. Pertama, saya melihat seorang ayah yang hendak berangkat ke kantor. Sang istri mendudukkan anaknya di jok belakang sepeda motor ayahnya. Inilah salah satu cara agar sang anak tidak rewel ketika ayahnya pergi ke kantor. Jadi teringat dengan cara Ustadz Salim A Fillah saat meninggalkan anaknya tanpa membuat anaknya rewel (cari tulisan saya di blog archive bulan Agustus 2009 berjudul “INSPIRASI PENGEMBARA CINTA”). Kedua, saya melihat seorang ibu yang sedang menyuapi anaknya dalam gendongannya. Ibu itu membujuk agar anaknya bersedia memasukkan makanan ke mulut sambil memanggil seekor kucing yang bertengger di atas genteng. Yang membuat saya agak terkejut adalah mata si kucing yang demikian menyilaukan, kayak pakai lensa kontak. Hehe... (Boleh tersenyum kok setelah baca ini.. Lha wong saya juga senyum-senyum waktu menyimpulkan analisis yang rada ngaco di atas). Ketiga, saat saya sedang melintas di depan sebuah SD Muhammadiyah, tampak murid-murid begitu semangatnya mengaji di dalam kelas. Subhanallah. Sayangnya, beberapa orang tua mereka (ibu-ibu) malah asyik ngrumpi di depan pintu gerbang sekolah sambil menunggui anaknya. Saya jadi teringat salah satu tips manajemen waktu ala penulis dari Mbak Ifa Avianty, yakni : memanfaatkan waktu luang untuk menulis, termasuk saat menunggu anak di sekolah. Daripada ngrumpi, mending ngantar anak sambil bawa laptop, trus menulis deh! (Pikir saya). Hmm, kayaknya tiga aja pengamatannya. Sebenarnya banyak, kalau ditulis bisa berlembar-lembar nih. Btw, kok judul tulisan ini AL-QANITAT sih? Sebentar kawan, tunggu deretan huruf yang akan lewat selanjutnya.
Sekitar 10 menit berjalan kaki (udah biasa jalan kaki dari kost sampai gedung FMIPA UNS zaman kuliah dulu... jadinya ya ga capek! Itung-itung sembari olahraga), sampai jualah di Jalan Otista Raya. Menyeberang dan berjalan sampai depan ATM BRI. Alhamdulillah langsung ada Kopaja 502. Alhamdulillah lagi, masih tersisa beberapa bangku kosong. Akhirnya memilih duduk di deret ke dua dari belakang, bersebelahan dengan seorang mbak-mbak yang tengah terkantuk-kantuk. Sudah menjadi kebiasaan dan memang ada unsur ketersengajaan, setiap kali keluar rumah, pasti membawa buku dan membacanya di waktu luang atau di kendaraan. Kali ini buku yang saya bawa adalah buku “10 Sifat Bidadari Surga”. Buku kecil yang ditulis Dr. Aidh Al-Qarni dan Muhammad Khair Yusuf ini menjadikan bunga mawar sebagai sampul depannya. Jadi semangat membaca nih! Saat membaca di dalam kendaraan seperti itu, saya selalu membuka bukunya lebar-lebar atau terangkat ke atas, dengan harapan penumpang di dekat saya yang berdiri juga turut membacanya. Hehe... semangat membaca! Selain itu saya akan sangat senang jika bisa berdiskusi dengan penumpang di dekat saya tentang buku yang saya baca tersebut. Alhamdulillah, saat pulang kantor (ba’da Maghrib) juga mendapat tempat duduk di Kopaja 502 sehingga bisa merampungkan buku ini.
Berikut inspirasi yang saya dapat dari buku “10 SIFAT BIDADARI DUNIA”
Al-Qanitat adalah wanita yang tidak tergoda gemerlapnya perhiasan dunia di tengah banyaknya wanita yang tergoda. Akan tetapi tidak sembarang wanita di dunia ini bisa menggapainya. Tidak pula bagi wanita yang dipandang oleh masyrakat, ia secara otomatis disebut Al-Qanitat.
Al-Qanitat adalah salah satu istilah yang digunakan Al-Qur’am untuk merepresentasikan BIDADARI DUNIA. Mereka adalah wanita-wanita yang shalihah. Sebuah predikat yang diidam-idamkan seorang ayah kepada putri-putrinya, seorang suami kepada ibu dari anak-anaknya, bahkan impian dari seorang wanita muslimah itu sendiri. Hanya wanita yang mempunyai sifat-sifat tertentulah yang berhak meraih gelar tersebut. Ada sepuluh sifat yang dimiliki BIDADARI DUNIA bergelar Al-Qanitat ini.

1.Beriman kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala yang senantiasa menyertainya siang dan malam, ketika mukim (di rumah) maupun di perjalanan. Ketika sedang berdiri, duduk, atau berbaring.
Iman-lah yang menjadikan pengawasan Allah lebih dekat kepada dirinya dari urat lehernya. Dia selalu mengingat Allah pada saat sendiri atau bersama, pada saat rahasia atau terbuka, pada saat sedih atau gembira.
Setiap wanita muslimah hendaknya selalu menjaga iman di dalam hatinya, menyiraminya dengan dzikir, ibadah-ibadah sunnah, tafakkur, dan tadabbur terhadap ayat-ayat Allah
2.Berdiam di rumah dan tidak bertabarruj (bersolek untuk orang lain).
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah terdahulu (Q.S. Al-Ahzab : 33).
Berdiamnya seorang wanita di rumahnya, seorang wanita yang mampu menjaga kehormatan dan kemuliannya, maka pahala baginya lebih besar di sisi Allah. Orang Arab berlata, ‘Tidak ada yang menjaga seorang wanita kecuali tiga : suaminya, rumahnya, atau kuburnya”
3.Menundukkan pandangan dan menjaga dirinya.
Allah berfirman, “Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaknya mereka menahan pandangannya’ “ (Q.S. An Nur : 31).
“Wanita yang shalihah adalah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada karena Allah telah memelihara dirinya.” (Q.S. An-Nisa :34)
4.Menjaga lisannya dari ghibah (menggunjing) dan namimah (adu domba).
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (Q.S. Al-Hujurat : 12)
Wanita harus menjaga lisannya dari dosa-dosa tersebut, karena hal itu bisa menjerumuskannya ke dalam neraka.
5.Menjaga pendengarannya dari nyanyian-nyanyian, ucapan kotor, dan yang sejenisnya.
“Dan di antara manusia ada yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah.” (Q.S. Luqman :6).
Nyanyian-nyanyian yang tiada berguna juga sebaiknya dihindari oleh muslimah karena bisa menimbulkan penyakit di dalam hati.
6.Menghormati suami, menunaikan haknya, berusaha membuatnya tentram, dan mentaatinya dalam ketaatan kepada Allah SWT.
“Apabila seorang wanita menunaikan sholat lima waktu, berpuasa di bulan puasa, dan taat kepada suaminya, niscaya dia masuk surga Tuhannya.” (H.R. Ahmad)
Di antara ketaatan kepada suaminya adalah membuatnya merasa nyaman jika dia pulang. Tersenyum untuknya, menenangkan pikirannya, tidak memicu persoalan dengannya, tidak menuntut uang belanja yang memberatkan, menjaga amanatnya jika dia tidak ada, diam ketika dia berbicara, mendidik anak-anaknya di atas Islam dan tidak menyelisihi perintahnya
7.Hemat dalam kehidupan, tidak boros dalam makanan, pakaian dan tempat tinggal
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Q.S. Al-Isra : 27)
Wanita muslimah wajib berhemat dalam segala urusannya dan urusan rumah tangganya. Jangan membebani suami di luar batas kemampuannya, hanya karena alasan-alasan remeh. Wanita muslimah hendaknya menginfakkan kelebihan hartanya di jalan Allah, di mana Allah menyimpan pahala di sisi-Nya.
8.Tidak menyerupai laki-laki.
Hendaknya setiap muslimah berusaha untuk tidak meniru laki-laki dalam cara berjalan, berpakaian, atau urusan yang menjadi kekhususan bagi laki-laki. Jangan mengubah ciptaan Allah, di mana Allah telah menciptakannya di atasnya.
“Allah telah melaknat para wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Bukhari)
9.Berusaha menjaga shalat-shalat, puasa-puasa, dan sedekah sunnahnya.
Wanita mempunyai setumpuk kesibukan di rumah khususnya terhadap anak-anak.Akan tetapi, hendaknya dia tidak melupakan bagiannya, terutama Al Qur’an dan dzikir. Karena keduanya itu adalah ringan di lisan tapi berat di timbangan. Selain itu juga amalan-amalan sunnah lainnya tetap diusahakan untuk dilaksanakan.
10.Hendaknya dia menjadi seorang da'iyah di kalangan para wanita, menyeru pada kebaikan, dan melarang dari kemunkaran.
Laki-laki ada kalanya tidak bisa berdakwah di kalangan wanita. Ada masalah yang sensitif di kalangan wanita yang terkadang sosok wanita jualah yang mampu mengatasinya. Oleh karena itu, seorang da’iyah di kalangan wanita sangat dinanti perannya. Dia bisa memberi pengaruh di kalangan wanita dan menarik mereka pada kebaikan.
Semoga kita bisa mendapatkan gelar Al-Qanitat, aamiin...
***
Ternyata sudah hampir jam 6.00 pagi! Saatnya bersiap menjemput rizki. Tapi sebelum mengakhiri tulisan ini, saya ingin menulis sesuatu untukmu, saudariku...

Apa kabar saudariku?

Apa kabar saudariku? Mungkin hari-hari yang kau lalui penuh dengan ujian dan rintangan. Tapi jangan putus asa ya! Allah bersamamu selalu. Betapa pun dalam setiap sujud panjangmu kau tak pernah lalai memohonkan hidayah untukmu, keluargamu dan saudaramu, terkadang dengan deraian air mata. Tapi kau selalu tersenyum, ceria, dan penuh semangat di tengah saudarimu yang lain. Seolah tak pernah ada duka menghampiri kehidupanmu. Kau terlihat begitu tegar, bahkan kau kerap menghadiahkan taushiyah yang mampu menguatkan saudarimu yang lain. Bersama kesulitan selalu ada kemudahan, janji Allah itu membuat engkau begitu kuat dan tegar.

Apa kabar saudariku? Kulihat kau begitu bersahaja, sederhana, dan anggun dengan jilbab panjang tanpa motif dan baju muslimah sederhana yang tak banyak kau miliki. Kau tak pernah iri melihat saudarimu mengenakan jilbab dan baju beraneka model dan motif, bahkan selalu berganti setiap hari. Selalu rasa syukur yang tergambar dari teduh wajahmu, kau tidak ingin menggunakan pakaian hanya untuk terlihat modis. Sutera hijau nan indah menjadi impianmu kelak di surgaNya.

Apa kabar saudariku? Hari-harimu terlewati penuh dengan kesahajaan. Tilawah Al-Qur'an nan syahdu selalu kau sempatkan. Dzikirullah tak pernah terlepas dalam setiap harimu. Sering terdengar alunan ayat-ayat Al-Qur'an dari bibirmu ketika kau menghapalkan surat cinta dari Illahi. Ketika banyak saudarimu lebih semangat menyenandungkan bait-bait nasyid yang begitu banyak mereka hapal, kau tak pernah tergoda. Subhanallah, kudengar sudah beberapa juz Al-Qur'an tersimpan di memorimu.

Apa kabar saudariku? Sudahkah engkau menyempatkan diri membaca lara yang menimpa saudaramu di belahan bumi lain? Di Afghanistan, Palestina, Kashmir, Moro, Maluku, Poso, dan belahan bumi lainnya. Sudahkah kau membaca koran dan majalah hari ini? Ataukah kau masih suka membaca buku cerita dan serial cantik yang menjadi santapanmu ketika jahiliyah dulu? Pernahkah kau baca Tafsir Al-Qur'an di rumah ketika tilawah, menekuni buku Fiqh Dakwah, Petunjuk Jalan, dan buku-buku Islam lainnya. Ataukah kau masih menunggu ta'limat murabbiyah untuk sekedar membukanya?

Apa kabar saudariku? Begitu banyak kewajiban dakwah yang belum tersentuh tanganmu, saudariku. Bagaimana kabar dakwah di kampusmu, di keluargamu, di lingkungan rumahmu, di tempat kerjamu? Sudahkah kau memberikan kontribusi berarti untuk membangun peradaban Islami ataukah kau lebih suka menjadi penonton? Pasif, diam, tidak percaya diri, takut menghadapi dunia luar, dan sibuk dengan diri sendiri? Saatnya bangkit dan berjuang, saudariku. Mari bersama berjuang membangun peradaban. Jangan tunggu lagi!
REDZone, 21 Juli 2010_05:59
Aisya Avicenna

Tuesday, July 20, 2010

Ketika Cinta Dirahasiakan

Tuesday, July 20, 2010 1 Comments

Cinta adalah hal fitrah yang tentu saja dimiliki oleh setiap orang, namun bagaimanakah membingkai perasaan tersebut agar bukan cinta yang mengendalikan diri kita, tetapi diri kita yang mengendalikan cinta. Mungkin cukup sulit menemukan teladan dalam hal tersebut di sekitar kita saat ini. Walaupun bukan tidak ada. Barangkali, kita saja yang tidak mengetahui saking rapatnya dikendalikan. Subhanallah…
Tapi, kebanyakan justru yang tampak ke permukaan adalah yang justru seharusnya tidak kita contoh. Kekurangan teladan? Mungkin..
Inilah fragmen dari khalifah ke-4, suami dari putri kesayangan Rasulullah tentang membingkai perasaan dan bertanggung jawab akan perasaan tersebut. Kisah di bawah ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, buah pena Ustadz Salim A.Fillah. Chapter aslinya berjudul “Mencintai Sejantan Ali”
Ada rahasia terdalam di hati Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah.
Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang juga sepupunya itu, sungguh mempesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya.
Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Terpercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah.
Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan! Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta.
Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan.
Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakar Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.
”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin Ali. Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakar. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan Rasul-Nya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakar menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah
sementara Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakar berdakwah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Mekah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakar ; Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti Ali. Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakar; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakar sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah. Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.
”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam Ali. ”Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan. Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakar ditolak.
Dan Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakar mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. Umar memang masuk Islam belakangan,
sekitar 3 tahun setelah Ali dan Abu Bakar. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakar dan Umar, aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar, aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar..”Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.
Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana Umar melakukannya.
Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir.
Menanti dan bersembunyi. Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang Umar di balik bukit ini!” Umar adalah lelaki pemberani.
Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. Umar jauh lebih layak.
Dan Ali ridha.
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian.
Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan. Maka Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran Umar juga ditolak. Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?
”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan.
”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”
”Aku?”, tanyanya tak yakin. ”Ya. Engkau wahai saudaraku!”
”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”
Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang. ”Engkau pemuda sejati wahai Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.
Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab.
Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.
”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?” ”Entahlah..” ”Apa maksudmu?”
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!” ”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka, ”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua!
Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”
Dan Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.
Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakar, Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti. Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”
Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan.
Yang kedua adalah keberanian. Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda” Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu” Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”
Kisah ini disampaikan di sini, bukan untuk membuat kita menjadi mendayu-dayu atau romantis-romantis-an Kisah ini disampaikan agar kita bisa belajar lebih jauh dari Ali dan Fathimah bahwa ternyata keduanya telah memiliki perasaan yang sama semenjak mereka belum menikah tetapi dengan rapat keduanya menjaga perasaan itu. Perasaan yang insya Allah akan indah ketika waktunya tiba.
***
" Jika belum siap, cintai ia dalam diam"
Bila belum siap melangkah lebih jauh dengan seseorang, cukup cintai ia dalam diam..
Karena diammu adalah salah satu bukti cintamu padanya..
Kau ingin memuliakan dia..dengan tidak mengajaknya menjalin hubungan yang terlarang,
Kau tak mau merusak kesucian dan penjagaan hatinya..
Karena diammu memuliakan kesucian diri dan hatimu
Menghindarkan dirimu dari hal-hal yang akan merusak izzah dan iffahmu..
Karena diammu bukti kesetiaanmu padanya..
Karena mungkin juga..orang yang kamu cintai adalah juga orang yang telah Allah SWT pilihkan untukmu..
Ingatkah kalian tentang kisah Fatimah dan Ali? Yang keduanya saling memendam apa yg mereka rasakan...Tapi pada akhirnya mereka dipertemukan dalam ikatan suci nan indah.
Karena dalam diammu tersimpan kekuatan..
Kekuatan harapan.. Hingga mungkin saja Allah akan membuat harapan itu menjadi nyata hingga “cintamu yang diam” itu dapat berbicara dalam kehidupan nyata..
Bukankah Allah tak akan pernah memutuskan harapan hamba yang berharap pada-Nya?
Dan jika “cinta dalam diammu” itu tak memiliki kesempatan untuk berbicara di dunia nyata, biarkan ia tetap diam..
Jika dia memang bukan milikmu, Toh ALLAH.. melalui waktu akan menghapus “cinta dalam diammu” itu dengan memberi rasa yang lebih indah dan orang yang tepat..
Biarkan “cinta dalam diammu” itu menjadi memori tersendiri dan sudut hatimu, menjadi rahasia antara kau dengan Sang Pemilik hatimu...

(sebuah kiriman dari seorang saudariku..)

Terinspirasi dari sebuah dialog kemarin siang. Buat seorang sahabat => Ukhti, yakinlah suatu saat kau akan mendapatkan yang TEPAT dan TERBAIK… untukmu… Untuk kita ^^v.

Jakarta, 20 Juli 2010
Aisya Avicenna

Monday, July 19, 2010

Dialog di Ujung Malam

Monday, July 19, 2010 0 Comments

Jam dinding merah berdetak
Pukul 01.00 dini hari...
Sesekali terdengar suara seekor cecak yang berdecak
Setelah itu diam... membisu!

***
Berubahkah aku.. hanya bila ada sesuatu
Terus aku pulang pada sikap di mana ku berubah
Hanya sekedar sesuatu tak berapa lama pun itu
Jalanku terpendam dalam sikap di mana ku berubah
Tuhan... aku hanya manusia
Mudah berubah lagi dalam sekejap
Tuhan... aku ingin berubah
Dan ku bertahan dalam perubahanku

Satu bait nasyid yang didendangkan Edcoustic di atas mengiringi jemari ini menulis rangkaian huruf yang melaju mengikuti sebuah perenungan mendalam pada dini hari yang sangat sunyi ini.
Di setiap langkah membawa hikmah
Di setiap peristiwa ada rahasia
Di setiap kejadian ada pelajaran
Semua adalah proses pendewasaan
Dialah Sang Murobbi Tertinggi kita.
Yang menuntun, membimbing dengan limpahan cinta dan kasih sayang...

Allah sering mentarbiyah ruhiyah kita. Dia ingin tahu sebesar apa cinta kita pada-Nya. Dia selalu menguji di tempat yang sama. HATI. Mungkin di sinilah letak kelemahan kita (saya menggunakan kata ‘kita’ karena saya yakin, tidak hanya saya yang mengalami dan merasakannya). Allah akan selalu menguji di titik kelemahan hamba-Nya, sampai ia benar-benar sembuh, pulih dari sakitnya. Hati kita memang sering berada dalam kondisi ‘payah’. Jadi Allah memberi obat dengan ujian-Nya. Semoga saja kita termasuk hamba-Nya yang lulus ujian dengan nilai terbaik dan penyakit hati kita akan pulih tanpa bekas. Hilang, lenyap. sembuh, benar-benar sembuh. Dia memang Maha Tahu kondisi hamba-Nya. Dia Maha Tahu kapan harus memberi ujian dan kapan menyelesaikan. Dia menunggu saat yang tepat dan terbaik untuk mengakhiri ujian-Nya.
Saat hati itu mulai lapang, ikhlas, dan siap menerima keputusan-Nya, saat itulah ujian berakhir. Lega....semua telah lewat. Masa-masa tegang mengerjakan ujian telah berlalu. Masa kritis dan sakitpun telah terlampaui. Sekarang yang ada hanya ucapan syukur tak terhingga. Kecintaan yang semakin bertambah. Cita-cita yang semakin tinggi. Ikhtiar yang semakin besar, untuk menjadi hamba-Nya yang terbaik, terbaik, dan terbaik! Di dunia dan akhirat.
Semoga semua ini memberi hikmah yang begitu dalam pada kita. Mencoba untuk bangkit. Menatap masa depan. Menyusun rencana ke depan. Menata hati, memperbaiki diri! Menyiapkan bekal dan kado terbaik untuk dakwah, untuk Islam. Mencapai target, membenahi kekurangan. Terus! Menatap ke depan! Jangan selalu menoleh ke belakang. Yang telah lalu adalah pelajaran. Proses pendewasaan. Semakin hari semakin mengerti tentang arti kehidupan. Belajar, belajar, dan belajar.
Diri kita harus semakin kuat dan semakin tangguh menghadapi rintangan. Hadapi saja, Allah-lah sebaik-baik penolong. Serahkan semua pada-Nya. Intinya, dekatkan selalu diri kita pada-Nya. Jangan tertipu dengan cinta semu. Cinta-Nya lebih berharga dari apapun! Lebih besar dari siapapun! Lebih indah dari segala yang ada! Apapun yang terjadi, jangan menjauh dari-Nya. Jangan melupakan-Nya. Tegar, Tabah, Istiqomah..
***
Rabb...terima kasih atas semua yang Kau berikan pada hambaMu yang hina ini. Engkau memang Maha Pengasih. Nikmat ilmu, rizqi, kemudahan segala urusan, nikmat bersabar dan tawakkal, nikmat mencintai-Mu dan memperoleh cinta-Mu...Sungguh hamba tak mampu untuk membalasnya. Air mata ini tak sanggup tuk menebusnya. Amal dan ibadah seumur hidupku pun tak cukup untuk membayarnya.

Di setiap masa ada untaian cerita
Di setiap cerita ada penggalan episode
Di setiap penggalan episode ada hikmah
Di setiap hikmah ada cinta, cinta, dan hanya cinta yang tersisa...
Rabb...ajak aku untuk bangkit saat ku terjatuh
Raih tanganku saat ku terhempas
Dekap aku dengan kasih-Mu
Genggam aku dalam kuasa-Mu
Bawa aku berlari, berlari dan terus berlari mengejar cinta-Mu
Hingga ku temukan Kau, menungguku...menatapku...
Di ujung masaku, setelah habis pencarianku
Ku kembali menghadap-Mu dengan membawa berjuta rindu
Dan cinta di qalbu..
Terimalah persembahanku....

Ya Allah,
Aku hanyalah sebutir pasir di gurun-Mu yang luas
Aku hanyalah setetes embun di lautan-Mu yang meluap hingga seantero samudera
Aku hanya sepotong rumput di padang-Mu yang memenuhi bumi
Aku hanya sebutir kerikil di gunung-Mu yang menjulang menyapa langit
Aku hanya seonggok bintang kecil yang redup di bentang langit-Mu yang tanpa batas

Ya Allah...
Hamba yang hina ini menyadari tiada artinya diri ini di hadapan-Mu
Akan tetapi, hamba terus menggantungkan segunung harapan pada-Mu

Ya Allah...
Baktiku pada-Mu tiada arti, ibadahku hanya sepercik air
Bagaimana mungkin sepercik air itu dapat memadamkan api neraka-Mu yang berkobar?
Betapa sadar diri ini begitu hina di hadapan-Mu
Jangan jadikan diri ini hina di hadapan makhluk-Mu
Diri yang tangannya banyak maksiat ini...
Mulut yang banyak maksiat ini...
Mata yang banyak maksiat ini…
Hati yang telah terkotori oleh noda ini…memiliki keinginan setinggi langit
Mungkinkah hamba yang hina ini menatap-Mu yang mulia???

Ya Allah...
Kami semua fakir di hadapan-Mu
Tapi juga kikir dalam mengabdi kepada-Mu
Pintaku...
Ampunilah aku dan saudara-saudaraku yang telah memberi arti dalam hidupku
Mungkin tanpa kami sadari, kami pernah melanggar aturan-Mu
Bahkan sering!
Ampunilah kami...
Pertemukan kami dalam jannah-Mu..
Dalam bingkai kecintaan kepada-Mu...

Ya Allah...
Siangku tak selalu dalam iman yang teguh
Malamku tak senantiasa dibasahi air mata taubat
Pagiku tak selalu terhias oleh dzikir pada-Mu
Begitulah si lemah ini dalam upayanya yang sedikit
Janganlah kau cabut nyawaku dalam keadaan lupa pada-Mu
Atau…. dalam maksiat kepada-Mu
Ya Allah, cabut nyawaku dalam khusnul khatimah...

Aamiin Ya Rahman...
Aamiin Ya Rahim..
Aamiin Ya Rabbal ‘alaamiin..

***

Desiran di lubuk hati pada kesaksian
Merambah merayu diri pada kepastian
Semua akan direkatkan, akan diredupkan cahayanya
Semua akan dipulangkan dan dikembalikan
Ya Allah.. Ya Ghaffar... Ya Rabbi...

Bisikan di palung hati pada keinsyafan
Mengalir percik nurani pada kerinduan
Semoga Allah memberikan, Allah membukakan pintu rahmat-Nya
Semoga Allah melimpahkan lautan ampunan
***
Mengakhiri tulisan kali ini dengan beriring nasyid “Kau Tiada Terdua”-nya Rakhmat Fajar. Semoga semangat untuk berubah menjadi lebih baik senantiasa memenuhi rongga jiwa kita. Semangat berubah yang diselimuti rasa optimis! Optimisme yang mengantarkan kita pada keyakinan yang sangat, bahwa apapun yang terjadi dalam hidup kita adalah hadiah terindah dari Allah SWT.

Kumandang cinta
Mewarnai bergantinya hari
Bukanlah hari-hari biasa

Kepada-Mu Tuhan
Bersama bintang ku pun bertasbih
Merindu siang malam penuh keberkahan

Dalam doa penuh cinta ini
Ku tak akan lagi sendiri
Malaikat pun menaungi
Sujud malamku

Di tengah tunduknya hati ini
Mohon tanamkan iman di sini
Agar tiada ragu ku berkata
Kau tiada terdua

I’m praying
You’ll always watching me
Always loving me
And protecting me
Help me to put a side the doubt
Allah Ya Hadii…

***
Diri ini memang sering merasa sendiri..
Apakah itu bagian dari kefuturan??
Padahal jelas nyata Kau selalu ada Ya Rabb!!
Semoga rasa ‘sendiri’ itu tak lagi menghantui
Karena Engkau selalu menemani
Karena Engkau selalu menjaga
Karena Engkau TIADA TERDUA!!!!!!!!!!!
Ya Rabb… hamba mencintai-Mu…semakin mencintai-Mu!!!

Sering ku merasa bertakwa pada-Mu
Tapi itu hanya perasaan saja
Sering ku berdosa pada-Mu Illahi
Tapi sering ku mengingkarinya...
Sering ku mengingat cinta-Mu Illahi
Tapi lebih sering ku menjauhinya
Sering ku terlena dengan dunia ini
Hingga menjadi hamba yang merugi
Hari demi hari terus kulalui
Dalam keadaan sepinya hati ini
Ku mengharap cinta Illahi
Dapat bersemi di hati
Hari ini ku ingin berubah
Ke arah yang lebih baik lagi
Ku akan mengabdi pada Illahi
Agar cinta-Nya terus di hati...



Jakarta, 19 Juli 2010_01:13
Seorang hamba yang mencintai-Mu…
Seorang hamba yang ingin terus berubah...
Menjadi lebih baik dan lebih baik lagi!!!
Istiqomahkan hamba Ya Rabb...

Aisya Avicenna

Friday, July 16, 2010

Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) ke-42 Tahun 2010

Friday, July 16, 2010 0 Comments


Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) Tahun 2010 merupakan event ke-42. Lomba ini diselenggarakan atas kerjasama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) – AJB Bumiputera 1912. Peserta, bisa Usia 12-19 tahun terhitung pada tanggal 25 September 2010 Perorangan atau kelompok maksimal 3 orang. Bidang penelitian yang dilombakan terdiri IPS, IPA, dan Ilmu Teknik Rekayasa. Proposal penelitian dikirimkan secara elektronik melalui situs LKIR 2010 diterima oleh panitia selambat-lambatnya tanggal 15 Juli 2010. Peserta sangat dianjurkan untuk mengirim secara elektronik, dan hanya bila tidak memungkinkan bisa dikirim melalui pos tetapi harus dilengkapi dengan berkas elektronik lengkap.

PERSYARATAN LOMBA

PESERTA

1. Usia 12-19 tahun terhitung pada tanggal 25 September 2010
2. Perorangan atau kelompok maksimal 3 orang
3. Belum pernah menjadi pemenang LKIR dalam kurun waktu dua tahun terakhir
1. Melampirkan surat keterangan dari sekolah/instansi terkait, riwayat hidup diketahui oleh orangtua atau wali, mencantumkan alamat dan nomor telepon yang mudah dihubungi.

BIDANG PENELITIAN

1. Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial.
2. Bidang Ilmu Pengetahuan Alam
3. Bidang Ilmu Teknik dan Rekayasa

PENULISAN PROPOSAL PENELITIAN (maksimal 10 halaman)

1. Judul bebas (dalam konteks obyek penelitian)
1. Materi merupakan proposal penelitian yang akan dilaksanakan dengan metode ilmiah dan ditulis sesuai dengan kaidah penulisan yang benar, memakai template yang telah ditentukan meliputi :

* Judul dan nama penulis dalam 1 halaman
* Penulisan abstrak tidak lebih dari 300 kata
* Substansi: pendahuluan, masalah yang akan diteliti, hal baru yang diajukan terkait masalah, metode yang akan dilakukan sebagai justifikasi atas hal baru yang diajukan, kesimpulan, referensi
* Daftar riwayat hidup setiap penulis
* Menandatangani perjanjian diatas meterai
* Format judul dan abstrak dapat diunduh di bagian akhir tulisan ini.

1. Diketik dengan jarak 1½ spasi, jenis huruf Arial, ukuran huruf 11, menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar
2. Proposal penelitian dikirimkan secara elektronik melalui situs LKIR 2010 diterima oleh panitia selambat-lambatnya tanggal 15 Juli 2010. Peserta sangat dianjurkan untuk mengirim secara elektronik, dan hanya bila tidak memungkinkan bisa dikirim melalui pos tetapi harus dilengkapi dengan berkas elektronik lengkap.
3. Pengumuman proposal penelitian yang disetujui akan dilakukan pembimbingan oleh LIPI diinformasikan pada tanggal 1 Agustus 2010 melalui situs di atas
4. 6. Kegiatan pembimbingan penelitian proposal yang telah disetujui akan dilakukan dalam periode Agustus – Oktober 2010
5. 7. Pengiriman hasil akhir penelitian yang telah melalui proses pembimbingan, harap dikirim melalui situs LKIR 2010 dan harus diterima Panitia paling lambat pada tanggal 30 Oktober 2010
6. Finalis akan diundang ke Jakarta untuk presentasi. Bagi finalis kelompok, yang diundang hanya Peneliti Utama (berada di urutan pertama) untuk mewakili kelompoknya. Pengumuman finalis dapat dilihat melalui situs LKIR 2010 pada tanggal 7 November 2010
7. Pemenang LKIR 2010 diumumkan pada malam penganugerahan
8. Panitia berhak menyebarluaskan karya tulis dan alat peraga yang diperlombakan melalui berbagai media
9. Panduan dan informasi lomba dapat dilihat melalui situs LKIR 2010

HADIAH

Pemenang akan mendapatkan uang tunai dari AJB Bumiputera 1912 dan Piala serta Piagam Penghargaan dari LIPI

Pemenang I : Rp 12.000.000,- (Dua belas juta rupiah)

Pemenang II : Rp 10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah)

Pemenang III : Rp 8.000.000,- (Delapan juta rupiah)

RANGKAIAN KEGIATAN

1. Penerimaan proposal penelitian : 15 Juli 2010 (paling lambat)
2. Pengumuman proposal yang dibimbing : 1 Agustus 2010
3. Proses pembimbingan penelitian : Agustus- Oktober
4. Penerimaan hasil akhir penelitian (Full Paper) : 30 Oktober 2010
5. Pengumuman Pemanggilan Finalis : 7 November 2010
6. Registrasi Finalis LKIR : 21 November 2010
7. Presentasi : 22 November 2010
8. Audiensi dan Field Trip : 23 November 2010
9. Malam Penganugerahan : 23 November 2010

Proses pembimbingan proposal penelitian akan dilakukan oleh Pembimbing (Scientific Review Committee/SRC) yang ditentukan oleh LIPI.
Panitia Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) Ke-42 Tahun 2010
Gedung Sasana Widya Sarwono Lt. 5
Jl. Jend. Gatot Subroto No. 10
Jakarta Selatan 12710
Telp (021) 5225711, ext. 273, 274, 276
Fax. (021) 52920839, 5251834

sumber: kompetisi.lipi.go.id

Monday, July 12, 2010

Aisya Avicenna dan Andrea Hirata

Monday, July 12, 2010 0 Comments

Sabtu, 10 Juli 2010 pukul 15.30 (ba’da Asar), mobil Toyota Yaris berwarna silver meluncur di kawasan Jalan Otista Raya. Mobil tersebut berisikan 4 orang muslimah yang baru saja menyelesaikan agenda rutin pekanannya. Empat sekawan itu meluncur menuju kawasan Senayan. Jakarta Book Fair tujuannya. Selly, sang pengemudi, seorang alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Izzah, duduk di samping Selly, seorang alumnus salah satu sekolah tinggi di Jakarta Timur. Nia, duduk di belakang Izzah, juga seorang alumnus salah satu sekolah tinggi di Jakarta Timur (teman sekelas Izzah). Aisya, duduk di samping Nia, seorang alumnus Universitas Nomor Satu di Surakarta.
Alhamdulillah, sore yang indah dalam balutan ukhuwah. Sepanjang perjalanan, sesekali mereka bercanda. Sesekali Aisya juga senyum-senyum sendiri. Wehh! Pasalnya (pasal berapa nih?), saat itu Aisya juga tengah membaca novel barunya, “THE LOST SIMBOK” karangan ‘Kawan-kawan dan Baim Lenon’ yang konon lucu banget. Mengisahkan petualangan seorang simbok yang tersesat. Novel ini merupakan novel plesetan dari buku “THE LOST SYMBOL”. Hehehe, benar-benar lucu! Wajib dibaca biar bisa senyum-senyum sendiri juga!
Sekitar pukul 16.00, mereka sudah memasuki kawasan Senayan. Sempat bingung juga mencari pintu masuk ke Gelora Bung Karno, akhirnya ketemu juga setelah muter-muter. Saatnya hunting buku!!!
Aisya langsung menuju stand Mizan. Sedangkan Izzah, Selly, dan Nia terpencar entah kemana. Novel “Padang Bulan” dan “Existere” langsung diambil Aisya. Kedua novel ini adalah titipan dari saudari kembar dan salah satu temannya. Ada SMS masuk dari Izzah, “Kalian ada di mana?”. Wehh, pada berpencar nih ceritanya! Aisya membalasnya. Kemudian, ia pun melanjutkan pencarian. BUKU!!! Alhamdulillah, buku-buku yang menjadi ‘sasaran tembak’nya berhasil didapatkan. Senja datang, Maghrib-pun menjelang. Dengan menenteng satu tas kresek besar berisi buku-buku setebal 5-10 cm plus menggendong tas punggung yang tak beda jauh isinya, Aisya menuju mushola. Bertemulah ia dengan Izzah dan Nia. Selly sudah pulang karena hendak ke Jogja sore itu.
Setelah sholat Maghrib, mereka sempat hunting buku lagi. Aisya juga sempat bertemu dengan Mbak Era (istri Kang Taufan) dan bundanya. Aisya sempat berujar, “Mbak, barusan saya beli buku ‘Doa-doa Enteng Jodoh’ lho! Hehe”. Mbak Era dan Kang Taufan adalah penulis dari buku itu. Asyik juga ya bisa menulis berdua, jadi terinspirasi ^^v!!! Setelah puas hunting bukunya, kami bertiga menuju panggung utama. Aisya surprise sekali tatkala ada sosok seseorang yang tak asing lagi baginya! IKAL!!! Tapi ini bukan Ikal-nya Andrea Hirata. Ikal yang rambutnya juga rada-rada ikal ini adalah salah satu sahabat perjuangan Aisya di Pramuda FLP angkatan 14. Ikal berada di divisi fiksi, kalau Aisya kan di divisi Nonfiksi. Ikal ternyata mendapat kesempatan untuk membacakan puisi Andrea Hirata di novel “Padang Bulan”. Saat sedang asyik menikmati puisi yang dibacakan Ikal, pandangan Aisya juga tertuju pada sosok yang juga begitu ia kenal, yakni Kang Taufan E. Prast (kepala suku FLP Jakarta nih!) dan Soson Rollin Pande (sahabat perjuangan Aisya di FLP juga).
Bulan di atas kota kecilku yang ditinggalkan zaman
Orang asing Orang asing Seseorang yang asing Berdiri di dalam cermin Tak kupercaya aku pada pandanganku Begitu banyak cinta telah mengambil dariku Aku kesepian Aku kesepian di keramaian Mengeluarkanmu dari ingatan Bak menceraikan angin dari awan Takut Takut Aku sangat takut Kehilangan seseorang yang tak pernah kumiliki Gila, gila rasanya Gila karena cemburu buta Yang tersisa hanya kenangan Saat kau meninggalkanku sendirian Di bawah rembulan yang menyinari kota kecilku yang ditinggalkan zaman Sejauh yang dapat kukenang Cinta tak pernah lagi datang (Padang Bulan, halaman 198)

Berdiri. Tempat duduk sudah penuh! Ya sudahlah. Padahal biasanya kalau ada acara semisal bedah buku atau launching buku, Aisya selalu memilih tempat duduk paling depan. Selain bisa lebih konsentrasi, ia bisa dengan cepat mengajukan pertanyaan atau mendapat doorprise. Hehe!
Setelah pembacaan puisi, sang MC yang ternyata bernama Dita itu mengatakan bahwa sebentar lagi Andrea Hirata akan hadir. Dan benar saja, dengan diiringi lagu “Cinta Gila”, lagu ciptaannya yang dinyanyikan bersama Ungu, Andrea Hirata memasuki panggung utama. Wah, Ikal bertemu Pak Cik Ikal juga tuh! Ikal turun dari panggung dan langsung bergabung bersama Soson dan Aisya yang berdiri di sebelah Mbak Era dan ibunya. Kang Taufan tadi kemana ya??? Sementara itu, Izzah dan Nia duduk di dekat taman.
Alhamdulillah, impian Aisya bertemu Andrea Hirata akhirnya tidak hanya sekedar impian. Dengan penampilan khasnya, berkaos plus topi yang bertengger di kepalanya, Andrea Hirata membuat nuansa Jakarta Book Fair semakin meriah. Penonton pun semakin banyak. Andrea Hirata menjelaskan secara singkat tentang novel terbarunya, Dwilogi “Padang Bulan” dan “Cinta di Dalam Gelas”. Saat sesi tanya jawab, banyak yang antusias untuk bertanya. Termasuk Aisya! Dari jawaban atas pertanyaan demi pertanyaan yang terlontar dari penonton, Aisya menjadi tahu beberapa ‘rahasia’ di balik novel dwilogi tersebut. Ternyata novel itu lahir setelah Andrea Hirata melakukan riset budaya Melayu selama 3 tahun! Meski waktu menulis novelnya hanya butuh waktu 3 minggu. Luar biasa! VISIONER. Itulah penilaian Aisya pada Andrea Hirata karena ternyata novel dwilogi ini sudah digagasnya saat pembuatan novel Laskar Pelangi! Andrea Hirata berujar bahwa novel dwilogi ini merupakan jawaban atas ‘kekecewaan’ pembaca akan novel “Maryamah Karpov”. Pada dwilogi ini pembaca akan tahu asal-muasal nama ‘Maryamah Karpov’ tersebut.
Di tengah-tengah acara, sempat Aisya, Soson, dan Ikal menginterpretasikan cover novel “Cinta dalam Gelas”. Aisya jadi tahu siapa saja 4 orang yang dimaksud dalam cover itu. Selain itu, rasa penasaran Aisya pada salah satu bab di novel “Cinta dalam Gelas”, yakni di halaman 196 akhirnya terjawab sudah! Tiga orang peserta maju untuk membaca halaman 196 dengan diiringi musik rap! Nge-rap euy!! Seru juga...Lucu!
Judul “Padang Bulan” ternyata terinspirasi dari nama sebuah lapangan di kampung halaman Andrea Hirata, sedangkan judul “Cinta dalam Gelas” terinspirasi dari ‘segelas kopi’. Hmm, baca aja deh novel dwilogi tersebut! BAGUS!!! SERIUS nih!
Subhanallah, pada bulan Ramadhan nanti Andrea Hirata akan meninggalkan Indonesia untuk melanjutkan studinya di luar negeri (lupa nih nama univeristasnya). Andrea Hirata mendapatkan beasiswa untuk memperdalam sastra. Ia benar-benar ingin belajar tentang ‘menulis dan sastra’, begitu katanya! Dia berujar dirinya memang tidak mempunyai bassic sastra yang bagus, karena ia memang orang ekonomi. Padahal kan novel-novelnya tuh dah ‘nyastra’ banget ya! Hmm... Saat ini novel tetralogi Laskar Pelangi juga sudah diterbitkan dalam edisi internasional dan sudah beredar di beberapa negara. Sungguh luar biasa!
Berorientasi pada karya dan mempersembahkan yang terbaik pada pembaca, itulah visi Andrea Hirata! Saat menulis, ia akan ‘tenggelam’ di dalam tulisannya. Merasuk ke dalam jiwanya... Terbang bersamanya... ^^v
Sastra sungguh sebuah keindahan yang asing Seperti surga di dalam hutan Seperti sumur jernih yang ditinggalkan Seperti kekasih yang merindu...
Hmm, Andrea Hirata sempat berpuisi.
Setelah acara selesai, penonton diberi kesempatan untuk meminta tanda tangan dan foto bersama Andrea Hirata. Senangnya...

OPEN YOUR MIND! Pesan Andrea Hirata pada Aisya Avicenna. So inspiring! Makasih buat Andrea Hirata yang mau diajak berbicara meski begitu singkat. Aisya sempat menyampaikan salam dari saudari kembarnya, Keisya Avicenna!
Jakarta, 120710_03:40
Aisya Avicenna

Rekam Jejak Tugas Akhir Aisya Avicenna

Monday, July 12, 2010 0 Comments

Prolog : Jumat, 8 Juli 2010 pukul 08:47 update status FB “Terjebak sejenak, menyeruak, kemudian tersontak! "CINTA"... aku menemukannya!!! ^^v”. Banyak yang penasaran dengan status tersebut. Inilah saatnya saya menjawabnya. Jumat pagi itu saya masih ‘disibukkan’ dengan Tugas Akhir Pramuda angkatan 14 FLP Jakarta, awalnya saya sudah punya konsep tulisan yang berjudul “Kaya dengan Kata”, sudah hampir jadi (75 %-lah). Saya masih merasa belum sreg dengan tulisan saya itu. Nah, dalam perjalanan menuju ke kantor, di dalam Kopaja 502, saya terus memikirkan tugas saya yang belum kunjung jadi tersebut. Akhirnya, EUREKA!!! Saya menemukan formula “CINTA” untuk tulisan saya. Jadilah Tugas Akhir saya berjudul “Jalan Cinta Para Penulis”.
***
JALAN CINTA PARA PENULIS

Ketika huruf bisa tersusun menjadi kata, ketika kata dapat tertautkan menjadi kalimat, dan ketika kalimat berhasil terangkai menjadi tulisan yang inspiratif. Ketika itulah akan terasakan suatu kebahagiaan yang luar biasa
(Aisya Avicenna)

Setiap orang sebenarnya mampu menulis. Seseorang yang buta huruf sekalipun, sebenarnya mampu menulis hanya saja ia tidak berlatih atau dilatih untuk menulis. Setiap manusia yang bisa menulis seharusnya bersyukur akan kemampuannya tersebut. Allah SWT membekali setiap manusia dengan tiga potensi dasar yakni : ruh, akal, dan fisik. Manusia dibekali akal untuk berpikir. Salah satu cara untuk menuangkan buah pikiran adalah dengan menulis. Pikiran merupakan unsur yang paling mendukung dalam menulis. Bisa dikatakan bahwa menulis adalah proses berpikir paling kreatif. Dengan menulis, kita bisa menumpahkan semua beban perasaan kita, sehingga pikiran yang sebelumnya terasa keruh akan bisa menjadi jernih. Selain itu, kita bisa berbagi pengetahuan kepada orang lain sehingga tulisan kita bisa mendatangkan manfaat bagi sesama. Itulah esensi dari suatu ibadah dan menulis adalah salah satu amal ibadah.
Walaupun kelihatannya mudah, pada prakteknya tidak semua orang mudah melakukan aktivitas menulis ini. Banyak di antaranya yang justru mengalami kesulitan pada waktu pertama kali hendak menulis. Terkadang mereka mengalami kebuntuan ide/gagasan, tengah enggan/malas, merasa tidak bisa, tidak berbakat, tidak mampu atau tidak kompeten, takut, dan lain-lain. Jika kita ingin menjadi penulis handal yang produktif dalam berkarya, maka semua hambatan ini harus dikikis habis.
Menjadi seorang penulis handal memang butuh perjuangan. Seorang penulis juga harus ditempa melewati beragam proses yang tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Setiap proses yang ditapaki penuh dengan konsekuensi. Akan tetapi, bukan berarti hal ini menjadi sesuatu yang tidak mungkin dicapai, hanya saja diperlukan kesungguhan dan kerja keras untuk menjadi seorang penulis handal. Berikut dipaparkan hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seseorang yang ingin menjadi penulis hebat nan isnpiratif. Kuncinya adalah ‘CINTA’.

[C]ukuplah Allah sebagai Tujuan
Islam memandang umat manusia sebagai makhluk yang mulia. Lalu, apa tugas manusia sebagai makhluk yang dimuliakan oleh Allah SWT? Allah SWT menerangkan bahwa tugas manusia di bumi adalah untuk beribadah. "Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan." (QS. Adz-Dzariyat [56] : 57). Ibadah dalam Islam mencakup seluruh aspek kehidupan. Melaksanakan semua perintah yang tertulis dalam Al-Qur`an dan As Sunnah serta menjauhkan larangan yang tertulis di dalam keduanya adalah ibadah. Ibadah mencakup semua aktifitas manusia bila diiringi dengan niat yang benar untuk mencapai ridha Allah SWT. Sholat, zakat, dan infaq adalah ibadah. Sampai-sampai memalingkan mata dari pandangan yang harampun termasuk ibadah. Tak ada pemisahan antara ibadah dan aktivitas keduniaan dalam Islam. Semua perbuatan menjadi ibadah di sisi Allah bila diniatkan semata-mata karena mencari dan mencapai ridha-Nya. Hadist 1 Arba’in berikut menjadi pengingat akan esensi niat dalam setiap amal kita.
Dari Amirul Mu’minin Abi Hafsh Umar ibn Al Khaththaab Radhiyallahu ‘Anhu, berkata: "Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, 'Sesungguhnya amal-amal itu bergantung kepada niatnya. Dan setiap orang memperoleh sesuai dengan apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang dikejarnya atau wanita yang hendak ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia (niatkan) hijrah kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian, nilai suatu perbuatan dalam pandangan Islam dilandasi niatnya, bukan dari hasilnya. Hasil suatu perbuatan berada di tangan Allah SWT dan karenanya ganjaran perbuatan seseorang tidak tergantung pada hasilnya, tetapi pada niat yang ada di dalam hati. Niat yang benar juga harus dilanjutkan dalam amal yang benar pula. Setelah niat seseorang telah lurus, amal yang dilakukan pun tidak boleh melanggar rambu-rambu yang benar. Tidak ada kamus ‘menghalalkan segala cara’ dalam mencapai apa yang diinginkan. Seorang muslim tidak dibenarkan menggunakan cara yang tidak disukai Allah SWT demi mengapai tujuan dan cita-citanya.
Demikian halnya dengan menulis. Aktivitas menulis akan bernilai ibadah jika diniatkan semata-mata mencari ridha Allah SWT. Merangkai kata demi kata sehingga menghasilkan karya dengan menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya tujuan itulah visi mulia seorang penulis. Ia menegakkan kalimat Allah melalui pena, menuliskan bait demi bait kebenaran, dengan harapan banyak yang akan terinspirasi dari tulisan itu untuk senantiasa berbuat baik, Karena tiada balasan yang lebih pantas dari kebaikan selain kebaikan pula. Hendaknya setiap penulis selalu memperbaharui niatnya, jangan sampai kehilangan orientasi dalam menulis. Selayaknya setiap penulis meyakinkan dirinya bahwa ia menulis untuk menebarkan kebaikan, saling mengingatkan, dan tentunya mengharapkan ridha-Nya. Saat menulis, jangan berharap adanya popularitas dan keuntungan finansial semata. Memang, dengan menulis hal itu bisa saja kita dapatkan. Tapi yakinlah, saat itu diniatkan pada awalnya dan ternyata berhasil didapatkan, maka kita akan kehilangan satu investasi besar, yakni investasi akhirat.
Telah disebutkan bahwa menulis juga termasuk bagian dari ibadah. Bahkan menjadi suatu amal yang sangat bermanfaat dan menjadi investasi akhirat jika tulisan itu bermuatan pesan moral yang diamalkan oleh orang banyak sehingga bisa mengubah karakter manusia yang kurang baik menjadi bermoral dan berbudi luhur. Nah, dari sini bisa kita lihat betapa pentingnya menulis. Di dalam tulisan bisa kita sampaikan apa saja yang kita mau sehingga orang lain bisa membacanya, mengamalkannya, dan terinspirasi karenanya.

[I]nspirasi Datang, Jangan Dibuang!
Inspirasi adalah nyawa dalam kehidupan kita. Inspirasi bagaikan oase di tengah padang gurun yang meranggas tertelan panas. Ia hadir dalam setiap jiwa manusia dan menjadikannya sebagai penyejuk. Inspirasi bagai nyawa dalam diri seseorang. Ia bisa saja jadi semangat tak berkarat, bagai aliran listrik yang menjalar cepat dan hebat. Ia mampu menghentakkan motivasi. Membangkitkan yang lemah. Mengubah kondisi terbatas menjadi teratas.
Tidak peduli kita suka menulis, serajin apa kita menulis, selalu ada waktu dimana kita memang membutuhkan inspirasi untuk mendapatkan gagasan atau tema dari tulisan kita. Kebanyakan justru inspirasi didapat dari luar diri kita, karena bisa jadi pikiran kita memang sudah cukup letih atau jenuh untuk menggali topik atau tema apa yang hendak kita tulis.
Inspirasi itu tidak akan datang jika hanya ditunggu. Inspirasi ada karena dicari atau diciptakan. Sumber inspirasi bisa didapat dari mana saja, baik dari internal maupun eksternal penulis.
1. Sumber Internal
Inspirasi bisa datang dari dalam diri penulis. Lewat pemikirannya yang mendalam dari hasil renungan (kontemplasi) yang dilakukannya. Atau bisa melalui kepekaan panca inderanya. Oleh karena itu, seorang penulis harus sensitif terhadap lingkungan sekitarnya. Apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan seharusnya bisa menjadi inspirasi dahsyat yang bisa melahirkan karya atau tulisan.
2. Sumber Eksternal
Banyak sekali sumber inspirasi yang berasal dari luar. Berikut beberapa sumber inspirasi yang bisa didapat seorang penulis.
a. Al Qur’an
Segala inspirasi ada di dalam Al Qur’an. Jika tidak menemukan inspirasi dari Al Qur’an, bisa jadi kita belum mengenal atau cukup berinteraksi dengan Al Qur’an. Kita boleh mengambil inspirasi dari manapun, selama inspirasi tersebut tidak melanggar syariat dan nilai Al Qur’an. Agama Islam tidak membatasi kita mendapatkan hikmah dari mana pun, selama rujukan utama kita Al Qur’an dan As Sunnah.
b. Siroh Nabawiyah
Sebaik-baik kisah yang patut dijadikan inspirasi adalah kisah Rasulullah SAW, keluarga Rasul, sahabat-sahabat Rasul, dan orang-orang terpilih yang menjadi “kekasih” Allah SWT. Tentunya banyak inspirasi yang bisa kita dapatkan dari kisah mereka.
c. Orang lain
Orang di sekeliling kita bisa dijadikan sumber inspirasi yang menarik. Coba perhatikan mereka, pastinya ada beberapa yang memiliki karakter yang unik. Ini bisa kita gali lebih dalam. Karakter seperti suka marah, bisa kita jadikan tulisan bertemakan sifat marah, bagaimana mengatasinya, dan lain sebagainya. Orang lain yang dimaksud juga bisa berasal dari tokoh inspiratif yang sukses atau bisa juga penulis tenar.
d. Lingkungan
Lingkungan sekitar kita adalah sumber inspirasi yang bagus. Nuansa alam seperti pantai, pegunungan, lembah, dan sebagainya bisa menjadi daya tarik untuk setting tulisan kita. Bahkan lingkungan kumuh di pinggiran kota juga bisa menjadi bahan tulisan.
e. Buku/Bacaan
Menulis dan membaca adalah kebiasaan yang saling tertaut. Banyak wawasan baru yang akan kita dapatkan dengan banyak membaca. Belajar dari karya orang lain sesungguhnya juga membuat kita belajar bagaimana proses kreatif mereka terbentuk. Memperbanyak bahan bacaan akan membuat wawasan kita menjadi lebih luas. Banyak hal baru yang akan kita dapatkan dari membaca, seperti ragam kehidupan dengan segala pernik dan maknanya, penggunaan bahasa dan pemakaian kata-katanya, gaya penulisan dan lain sebagainya. Membaca majalah, koran, novel, cerpen, lirik lagu, puisi, ensiklopedia, buku-buku nonfiksi, peribahasa, komik, atau apa saja juga bisa memicu datangnya inspirasi.
f. Blog
Caranya mudah saja, kita tinggal blog walking ke blog-blog yang bagus. Kita bisa belajar banyak dari proses kreatif penulis blog tersebut atau bisa melihat dari segi ide atau gagasan di setiap tulisan yang ada di blog.
g. Film
Dari film kita juga bisa mendapat banyak inspirasi sebagai bahan tulisan kita, misalnya kita bisa menulis tentang karakter tokohnya atau situasi dan kondisi yang kita olah ulang sedemikian rupa untuk ditulis. Bisa juga kita membuat resensi film dan dikirimkan ke media.
h. Peristiwa
Setiap saat dan dimanapun kita pasti tak bisa lepas dari peristiwa yang terjadi di sekeliling kita. Nah coba kita pilah-pilah, mana yang kira-kira menarik untuk dijadikan tema tulisan. Peristiwa sehari-hari yang sepertinya biasa saja, tapi bila kita kemas dengan gaya penulisan yang asyik, tentunya menjadi menarik untuk dibaca oleh orang lain.
i. Seni
Seni, baik itu seni lukis, seni musik atau lainnya, merupakan salah satu sumber inspirasi yang kaya makna. Seperti misalnya kalau kita lihat lukisan yang indah. Menggambarkan apa lukisan itu, apa maksud dari goresan lukisan itu, bisa kita jadikan ide untuk menulis.

Inspirasi sering datang tak diundang. Oleh karena itu, segera dokumentasikan setiap inspirasi yang singgah dalam benak kita. Kita menyadari bahwa kemampuan otak kita dalam menampung informasi memang sangat terbatas sehingga kita harus mampu menyiasatinya. Jangan sampai inspirasi yang bagus terbuang sayang hanya gara-gara kita tidak segera mendokumentasikannya. Tuliskan setiap inspirasi yang kita dapatkan! Oleh karena itu, setiap saat jangan lupa membawa alat tulis dan catatan kecil. Atau bisa juga kita memanfaatkan sarana lain, seperti handphone untuk mengabadikan inspirasi kita. Semoga inspirasi-inspirasi itu bisa melahirkan tulisan-tulisan inspiratif juga.

[N]ulis… Nulis... Nulis…
Ada tiga kunci utama untuk menjadi seorang penulis. Kunci pertama, menulis. Kunci kedua, menulis. Kunci ketiga, menulis. Nah, mudah saja kan? Hanya saja seorang penulis kerap terbebani dalam mengawali sebuah tulisan, merasa kesulitan dalam mengembangkan inspirasi atau ide yang didapat ke dalam tulisan yang enak dibaca, atau bingung menuliskan ending dari tulisan. Berikut ada beberapa tips yang semoga bisa membantu kita dalam menulis.
1. Mulailah Menulis Apa Saja
Misal kita akan menulis dengan tema “Isra’ Mi’raj”. Saat menulis, jangan ‘menyiksa diri’ dengan kebingungan harus mulai menulis dari mana. Apa yang sedang dipikirkan saat itu tentang Isra’ Mi’raj, tulis saja! Tak perlu runtut dengan harus menulis dari sejarahnya atau dalil-dalil yang berkenaan dengan peristiwa ini. Kita bisa saja menulis tentang Rasulullah SAW. Lambat laun kita akan menemukan kesesuaian dan alur tulisan kita sehingga akan dihasilkan tulisan yang utuh. Sebelum menulis, ada baiknya kita membuat kerangka tulisan agar tulisan kita terarah dan tidak keluar dari ide dasar atau tema. Saat awal-awal menulis draft, janganlah mengubah kata-kata atau tanda baca. Lupakan dulu tata bahasa, pemilihan kalimat, diksi, dan semua pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah! Kita akan membutuhkannya ditahap selanjutnya. Yang sekarang harus dilakukan adalah mengalirkan semua gagasan yang terpikirkan di otak. Tuliskan semua ide yang bergelora dalam pikiran, tidak masalah kalau ide-ide itu tidak saling berkaitan.
2. Mencari Waktu yang Tepat
Memilih waktu yang tepat akan sangat membantu kita dalam menulis. Misalnya, kita memilih waktu di tengah malam. Saat suasana hening, akan membuat hati dan pikiran kita menjadi tenang. Pikiran kita bisa fokus dan konsentrasi. Selain itu, dalam setiap aktivitas keseharian kita, ada kalanya kita memiliki waktu luang. Manfaatkan waktu luang itu untuk menorehkan tulisan. Untuk menjadi penulis yang efektif, kita harus mulai berkomitmen terhadap waktu. Pilihlah waktu luang satu-dua jam tiap hari, untuk menulis.
3. Menciptakan Kondisi yang Nyaman
Saat menulis, pilihlah tempat yang membuat kita nyaman dalam menulis. Kurangi sebanyak mungkin gangguan dari luar. Kalau kita suka mendengarkan musik, bisa juga menggunakan musik sebagai backsound selama kita menulis. Belahan kanan otak kita akan menjadi aktif bila terstimulasi oleh musik. Karenanya, pilihlah musik-musik favorit, agar mood menulis tetap terjaga. Hadirnya musik yang sesuai dengan suasana hati, akan membuat tulisan yang kita buat menjadi semakin hidup.
4. Mengedit dan Menulis Ulang
Pada tahap inilah kita bisa mengedit dan menyusun setiap kalimat agar lebih tertata dan sistematis. Ukirlah setiap paragraf, dan pastikan tiap kalimat berada di tempat yang cocok. Ambil thesaurus, lalu cari kata-kata yang seharusnya menggunakan istilah lain. Lihat ensiklopedia, dan masukkan data-data yang sepertinya layak untuk dimasukkan. Perhatikan tata bahasa, dan usahakan tulisan yang dibuat tidak membuat jemu yang membaca.
5. Membaca Ulang
Setelah tulisan sudah terangkai dengan baik, baca ulang dengan teliti! Apakah ada yang perlu ditambahkan lagi? Apakah ada kata-kata yang kurang tepat atau ada kalimat yang salah? Kalau iya, perbaiki kembali tulisan tersebut. Menulis memang butuh kesabaran. Jangan mudah mengeluh!

[T]eruslah Berlatih tanpa Mengenal Letih!
Menulis itu adalah keterampilan. Setiap keterampilan pastinya memerlukan latihan. Latihan yang rutin. Sedikit demi sedikit, tapi sering dilakukan! Latihan dalam menulis memang butuh waktu, maka harus menyiapkan waktu khusus untuk menulis. Jangan menunggu siap. Jangan menunggu mood. Tapi harus menyiapkan waktu dan menyiapkan diri sebaik-baiknya.
Latihan menulis dapat dilakukan seorang diri. Ada baiknya juga bila dilakukan bersama. Misalnya dengan mengikuti pelatihan kepenulisan atau dengan bergabung dalam komunitas penulis. Dengan berlatih bersama dengan orang-orang yang memiliki visi yang sama, yakni visi untuk menjadi seorang penulis, maka akan bisa membangkitkan semangat kita untuk terus berkarya. Kalau perlu, milikilah seorang writer coach, seseorang yang bisa memandu kita dalam menulis, mengkritisi tulisan kita, dan bisa memberikan kita motivasi untuk terus menulis.
Menulis jelas membutuhkan motivasi. Bahkan motivasi atau niat dalam menulis ini memegang peranan penting. Sebab, jika kita kehilangan motivasi, segalanya akan ikut hilang. Miliki motivasi positif dalam menulis! Jangan pernah merasa jenuh atau lelah dalam menulis. Karena menulis akan membuat kita kaya. Kaya ilmu, kaya hati, kaya amal, dan bisa juga kaya harta. Dengan menulis, pengetahuan kita akan bertambah karena kita juga dituntut untuk banyak membaca dan mencari inspirasi. Itulah yang dimaksud kaya ilmu. Menulis juga merupakan wujud sedekah. Sedekah memang tak selalu identik dengan uang sebagai sarana yang disedekahkan. Menulis adalah sedekah kata. Kita memberi sesuatu kepada orang lain lewat rangkaian kata yang kita tuliskan. Hal inilah yang membuat seorang penulis menjadi kaya hati karena banyak memberi lewat tulisan-tulisannya. Menulis adalah wujud amal yang bernilai ibadah jika tulisan yang dihasilkan adalah tulisan yang menginspirasi dan menebar kebaikan. Itulah kaya amal. Pintu rezeki banyak macamnya. Tulisan pun bisa mendatangkan rezeki. Misal, jika dibukukan dan banyak diminati serta dibeli pembaca (best seller), tentunya akan mendatangkan banyak pendapatan bagi penulisnya. Penulis pun bisa kaya harta! Akan tetapi, jangan jadikan hal yang satu ini sebagai motivasi utama. Tetaplah menjadi penulis yang bersahaja, yang tetap menjadikan ridha Allah SWT sebagai tujuan utama.
Panggillah rasa lelahmu, dan ajaklah bermain dan bercanda, karena bila lelah itu karena LILLAH, maka insya Allah akan bernilai pahala dan diganjar surga (Burhan Sodiq).

[A]badikan Karya pada Tempatnya
“Khairunnas anfa’uhum linnas” yang artinya “Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.” Menjadi penulis, mungkin inilah salah satu cara yang menjadikan kita pribadi yang bermanfaat. Tulisan sebagai hasil karya kita tidak ada gunanya kalau hanya untuk konsumsi sendiri, tapi kalau dipublikasikan lewat berbagai media yang ada, maka karya tersebut akan bisa mendatangkan manfaat untuk diri kita dan orang lain. Kalau ada yang baik dalam tulisan itu maka akan menjadi penebar kebaikan dan terhitung sebagai amal jariyah. Sebaik-baik tulisan adalah tulisan yang dipublikasikan (Taufan E. Prast).
Dewasa ini begitu banyak media yang bisa dijadikan sasaran untuk mempublikasikan tulisan kita, baik itu media cetak maupun elektronik.
1. Media Cetak
Media cetak sekarang banyak ragamnya, baik berupa koran, majalah, buletin, dan lain sebagainya. Banyak peluang terbuka bagi seorang penulis untuk mempublikasikan karyanya lewat media cetak. Tulisan tersebut dapat berupa opini, artikel, resensi, puisi, cerpen, dan lain-lain. Misalnya saja ketika akan memasukkan sebuah puisi di koran mingguan yang menerbitkan puisi seminggu sekali. Maka akan terdapat sekitar empat kesempatan di setiap minggunya. Belum lagi, jika dikalikan banyaknya koran yang sekarang beredar. Banyak sekali kesempatan, tinggal bagaimana kita memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.
2. Media Elektronik
Media elektronik yang bisa dijadikan sasaran untuk mempublikasikan tulisan kita juga banyak ragamnya. Blog misalnya. Ada baiknya seorang penulis memiliki blog pribadi karena dengan begitu ia memiliki tempat khusus untuk menyalurkan inspirasi-inspirasinya sekaligus sebagai sarana untuk berlatih menulis. Karena blog bisa diakses banyak orang, tidak menutup kemungkinan akan semakin banyak juga yang akan memberikan masukan pada tulisan-tulisan kita. Bisa juga lewat catatan di Facebook, bahkan dari status-status yang kita update di Facebook tersebut. Kita bisa menuliskan sesuatu yang inspiratif lewat status Facebook. Tulisan berwujud naskah atau skenario bisa juga terpublikasikan lewat cerita yang ditayangkan di televisi atau film layar lebar. Saat ini banyak film layar lebar atau sinetron yang diangkat dari novel atau tulisan. Sebut saja, ada film Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Laskar Pelangi, dan Sang Pemimpi.
Dalam membidik media memang perlu kecermatan dari seorang penulis. Jika ingin menerbitkan tulisannya menjadi sebuah buku, seorang penulis harus cermat dalam memilih penerbit dan memahami persyaratan yang ditetapkan penerbit pada setiap naskah yang masuk pada penerbit tersebut, seperti genre dari penerbit, kriteria tulisan (font, jumlah halaman, spasi, ukuran dan jenis huruf), cara pengiriman naskah (via email atau pos), dan lain-lain. Oleh karena itu, media mapping (pemetaan media) memang penting untuk dilakukan oleh seorang penulis.
Tulislah apa yang ada
Karya adalah anugerah
Tetap menulis sejak kini
Menulislah yang terbaik…
Ya, menulislah yang terbaik. Diawali dengan niat yang baik, dilakukan dengan latihan sebaik-baiknya, dan diabadikan dalam prasasti karya yang terbaik. Menulis bisa menjadi sarana untuk mengubah diri sendiri. Kita juga bisa mengubah paradigma dan akhlak seseorang lewat tulisan-tulisan kita. Menulislah dengan hati. Menulislah dengan CINTA. Jadikan tulisan kita sebagai sesuatu yang pantas untuk kita tinggalkan kelak jika nyawa sudah tak lagi ada. Kita pasti akan mati, tapi semoga karya kita akan abadi dan akan membawa kita ke surga-Nya di akherat nanti. Amin.

***

AISYA AVICENNA

Pemilik nama asli Etika Suryandari, S.Si ini lahir pada hari Senin, 2 Februari 1987. Ia menyapa dunia tidak sendirian, karena sebelum ia dilahirkan, dari rahim yang sama juga telah lahir saudari kembarnya (Norma Ambarwati, S.Si/ Keisya Avicenna). Sehari-hari ia biasa dipanggil dengan sebutan Etika/Thicko. Ia lahir, besar, dan sekolah dari TK sampai SMA di kota berslogan SUKSES, yakni Wonogiri, Jawa Tengah (satu almamater dengan saudari kembarnya). Pada tahun 2005 ia merantau ke kota Solo untuk melanjutkan kuliah di bidang konsentrasi Statistika Jurusan Matematika FMIPA UNS dan berhasil menamatkan kuliahnya selama 3 tahun 11 bulan pada tahun 2009. Sebulan setelah wisuda S1-nya, ia mendapat amanah menjadi seorang statistisi di sebuah instansi pemerintah di kota Jakarta.
Ia menyukai dunia tulis-menulis sejak duduk di bangku SD. Dari SD sampai kuliah, ia selalu ditunjuk untuk menjadi sekretaris kelas. Saat memasuki dunia putih abu-abu (SMA), ia sempat menjadi anggota OSIS yang mengelola majalah sekolah.
Semasa kuliah, ia juga aktif di beberapa organisasi kampus dengan amanah yang tidak jauh dengan dunia tulis-menulis.
Penyuka mawar dan warna merah ini mempunyai motto hidup :
Be SMART & VISIONER... Be MY SELF .. ETIKA!!!
[E]ncourage urself to do the best!
[T[ime always go on..
[I]s your life usefull for another???
[K]eep istiqomah and believe that...
[A]llah always give the best for us!!!
Saat ini ia berprofesi sebagai seorang statistisi di salah satu instansi pemerintah di Jakarta. Selain itu, ia juga menjadi anggota FLP DKI Jakarta dan senat mahasiswa Lembaga Bimbingan Al-Qur’an Al Utsmani, Jakarta. Ia juga menjadi redaktur www.mudataqwa.com bersama Fachmy Casofa (Penulis “Muslim Inspiratif”).
Jika ada yang ingin menjadi sahabatnya, bisa berkorespondensi melalui email : aisyaavicenna@yahoo.com. Ratusan tulisannya dimuat dalam www.thickozone.blogspot.com, blog yang menjadi sarana untuk menuangkan inspirasi-inspirasinya.
***

Aisya Avicenna dalam ‘Perempuan-perempuan Menulis Cinta’

Monday, July 12, 2010 0 Comments

Sabtu, 3 Juli 2010 pukul 09.00 Aisya keluar dari Alfamart di Jalan Otista Raya dengan membawa bungkusan berisi sebotol aqua dan sebungkus roti. Kemudian ia menunggu bus 921 di bawah pohon yang ia tak tahu namanya. Sambil mengeluarkan mushaf kecil, ia melanjutkan hafalannya yang harus disetorkan hari ini. Ia akan berpetualang ke Jakarta Book Fair. Sendirian.
Aisya berkata dalam hati, kalau pukul 09.15, bus 921 tak kunjung datang, ia akan naik taksi. Meski harus merogoh Rp 25.000,- untuk sampai ke Gelora Bung Karno, tak masalah baginya. Asal cepat sampai. Karena ba’da Dhuhur ada agenda yang sangat penting sehingga waktu terasa sangat berharga. Alhamdulillah, selang berapa lama bus tua impor dari Jepang bernomor 921 akhirnya menunjukkan batang hidungnya di Jalan Otista Raya (emangnya bus punya hidung ya? Hehe). Aisya tak mendapat tempat duduk. Sekitar waktu berjalan selama 20 menit, Aisya turun di depan Senayan. Ahh, tempat ini mengingatkannya tatkala tes CPNS Kemendag akhir September 2009 silam.
Sampai jualah di Jakarta Book Fair. Senangnya! Hunting buku dimulai. Sedang asyik hunting buku di stand Mizan, Aisya bertemu dengan Mas Ratno Fadilah. Dia adalah ‘foto model’ di novel ‘Ayat Amat Cinta’. Wajahnya memang rada mirip dengan Fahri. Hehe. Mas Ratno pernah menjadi pembicara waktu pertemuan di Masjid Amir Hamzah, TIM. Waktu menunjukkan pukul 11.00. Sudah puas hunting buku. Aisya melangkah menuju panggung utama untuk mengikuti talkshow “Perempuan-Perempuan Menulis Cinta”. Seperti biasa, duduk di depan dan bersiap dengan pulpen dan note kecil.
Sebelum dimulai, sang MC yang ternyata adalah Bang Boim Lebon menantang penonton untuk mengomentari Novel “2012-an” dan menyampaikan apa yang akan dilakukannya jika 2012 akan kiamat. Aisya salah satu penonton yang kena tunjuk Bang Boim. Apa yang akan dilakukan Aisya Avicenna kalau kiamat terjadi tahun 2012. Ditanyakan sendiri saja ya (Aisya lagi pengin bikin penasaran!).
Ada 4 pembicara yang dihadirkan dalam acara ini. Mereka adalah :
1.Ifa Avianty (penulis novel “Facebook on Love”)
2.Sinta Yudisia (penulis novel “Existere”)
3.Nova Ayu Maulita (penulis novel “Sakura”)
4.Tria Barmawi (penulis novel “A Message of Love”).
Penasaran seperti apa isi novelnya??? Baca sendiri aja ya!!! ^^v
Saat sesi tanya jawab, Aisya mendapat kesempatan menjadi penanya terakhir meski tangannya sudah terangkat sejak dulu. Lhoh! Sejak MC mulai mempersilahkan penonton untuk bertanya, gitu maksudnya.
Ada 3 pertanyaan yang diajukan Aisya
1. Selain sebagai seorang penulis, tentunya keempat pembicara di depan juga memiliki aktivitas lain. Bekerja, mengurus rumah tangga, dan lain sebagainya. Nah, bagaimana memanajemen waktu antara aktivitas menulis dengan aktivitas tersebut?
Keempat pembicara itu memiliki jawaban yang hampir sama, yakni menyediakan waktu khusus untuk menulis dan memanfaatkan waktu luang di tengah-tengah aktivitas mengurus rumah tangga untuk menulis. Hmm, semoga nanti bisa memanajemen waktu dengan baik saat sudah berumah tangga, batin Aisya! Pokoknya, menulis jalan terus!
2. Tertuju kepada Mbak Nova Ayu Maulita, penulis novel Sakura. Kan tadi Mbak bilang, Mbak bisa ke Jepang salah satunya berkat doa Bang Boim. Aisya juga minta didoain ya biar bisa ke Jepang! Hehe... Bang Boim pun ikutan menyeletuk dan mendoakan. Makasih Bang!!!
3. Tertuju kepada Mbak Ifa Avianty. Kalau Mbak Ifa menjadikan Facebook sebagai setting untuk novelnya. Nah, Aisya berencana membuat blog sebagai setting novelnya. Novel itu bercerita tentang sebuah kejadian yang ia alami karena adanya blog tersebut. Tapi, Aisya bingung mencari ending kisahnya karena kisahnya juga belum sampai pada endingnya. Nah, bagaimana ya membuat endingnya?
Mbak Ifa pun menjawab, itu adalah otoritas penulis dalam membuat ending kisahnya. Kalau menunggu ending dari kisah nyatanya, lalu kapan novel itu akan jadi? Intinya, terserah penulis untuk membuat ending kisahnya seperti apa.
Hmm, tapi kayaknya memang harus nunggu ending kisah ini dulu deh (minimal 1 tahun lagi), karena sampai sekarang belum ada inspirasi bikin endingnya seperti apa. (hehe... ^^v moga HAPPY ENDING). Dan lagi juga harus banyak berlatih menulis fiksi. Karena Aisya tuh kalau nulis fiksi masih terlalu ‘lugas’, diksinya kurang ‘cantik’. Hehe.. Yaaa… begitulah! Setiap proses harus dinikmati!

Senangnya, Aisya bisa berdiri di samping Bang Boim dan keempat penulis itu. Aisya pun mendapat kesempatan memilih hadiah. Dan pilihannya tertuju pada novel Sakura. Mbak Nova secara langsung menyerahkan novel itu pada Aisya. Ia juga mendapat sebuah pin Existere dari Mbak Sinta Yudisia.
Acara pun selesai. Aisya kembali ke atas panggung untuk menyapa keempat pembicara lagi. Meminta tanda tangan dan kata inspiratif dari mereka.
Turun dari panggung, eh... ada Fatih Beeman (sempat ngobrol dan minta tanda tangan plus kata inspiratif dari penulis “Beginilah Seharusnya Hidup” dan “Beginilah Seharusnya Cinta” ini), Azzura Dayana, dan Kang Taufan E. Prast! Ketemu lagi dengan Mas Ratno Fadilah. Sempat juga minta tanda tangan di novel “2012-an” pada Kang Taufan dan Mas Ratno. Begitulah kalau para penulis lagi kumpul. Rame!!!
Waktu sudah menunjukkan pukul 13.00. Segera kembali ke Otista. Alhamdulillah tidak terlambat!
Nice single adventure today!!!
Jakarta, 120710_06:11
Aisya Avicenna