Jejak Karya

Jejak Karya

Sunday, April 19, 2020

TERCENUNG KARENA CORONA

Sunday, April 19, 2020 2 Comments




Ytc. Penduduk Bumi
Oh ya, sebelumnya aku minta maaf. Aku datang hanya menjalankan tugas Penciptaku. Aku juga minta maaf, karena lewat aku, banyak yang menjemput takdir terbaiknya: berpulang menuju kehidupan abadi. Sekali lagi aku minta maaf, jika kehadiranku membuat dunia ini panik, membuat dunia ini sibuk, atau mungkin muncul rasa cemas juga takut tak berkesudahan. Sekali lagi, aku minta maaf.
Namun, lihatlah, wahai penduduk bumi… Ketika kalian tidak lagi berkendara menuju kantor atau sekolah, dan memilih untuk tetap tinggal di rumah, bumi mengembangkan senyumnya. Udara jadi lebih bersih, tidak begitu sesak dengan asap kendaraan.
Selain itu, kalian juga lebih dekat dengan keluarga, bukan? Membantu anak mengerjakan tugas sekolah. Membantu pasangan kalian mengerjakan pekerjaan rumah. Bukankah begitu indah? Aku juga sungguh senang, kalian sekarang lebih peduli dengan kebersihan. Lebih sering cuci tangan dengan sabun.
Kalian juga jadi beribadah bersama di rumah. Membaca kitab suci kalian bersama keluarga tercinta. Di mana hari-hari sebelumnya mungkin sangat jarang kalian lakukan bersama keluarga tercinta. Kalian jadi sering bercengkerama atau ngobrol apapun bersama keluarga untuk mengisi waktu, yang sebelumnya mungkin jarang, atau bahkan tidak pernah. Karena kehadiran aku, momen itupun tercipta.
Di malam hari kalian merenung. Betapa kecil dan tak berarti apa-apanya diri kalian. Kalian sadari itu. Kesombongan yang ada pun runtuh oleh makhluk seperti aku, yang hanya berukuran nanometer. Kalian pun lebih sadar akan keagungan Sang Maha Kuasa.
Sikap peduli kalian pun muncul. Meskipun ada social distance dan tidak bisa pergi ke mana-mana, namun lewat jari dan hape, kalian bisa mengirim donasi. Hati kalian berempati, tergerak untuk saling membantu kepada yang membutuhkan. Padahal tadinya mungkin kalian kurang peduliah bahkan cuek. Namun karena merasa sama-sama menderita, jiwa sosial itu muncul.
Saat rumah ibadah ditutup, kalian akan sadar, bahkan bertnaya: kapan terakhir kali mengunjungi rumah ibadah? Ya, Tuhan sedang menegur kalian lewat kedatanganku. Tuhan kangen banget sama kalian. Kangen curhatan kalian.
Aku tidak ingin kalian berterima kasih kepadaku. Berterima kasihlah kepada-Nya.
Surat cinta dariku ini hanya ingin kalian sadar, dunia hanya sementara, tempat persinggahan, bukan tujuan. Rumah kalian yang sesungguhnya adalah akhirat.
Jadi jangan sedih jika kalian dilarang pemerintah pulang kampung gara-gara aku. Itu belum seberapa. Perbanyaklah investasi akhirat, bekal untuk pulang kampung yang abadi.
Berkat kesadaran akan sementaranya di dunia, kalian tidak lagi saling menyalahkan. Justru kalian naik level, dari yang tadinya problem finder (penemu masalah) menjadi problem solver (penyelesai masalah). Saling bergandengan tangan, bersatu melawan aku. Jujur, aku senang.
Wahai penduduk bumi, kalian dapat salam dari teman-teman virus yang lain. Inilah saat kalian beribadah dengan cara kalian dan kami bertugas juga beribadah, dengan cara sebagai virus ciptaan Tuhan.
Sampai jumpa dariku yang tak tampak mata,
CORONA

***
Surat dari Corona di atas tersebar bebas di dunia maya, bahkan ada yang versi audio/videonya, entah siapa penulis aslinya, saya belum berhasil menemukannya. Ini saya tulis kembali dengan beberapa editan seperlunya. Yup, surat di atas seketika membuat diri ini #tercenung. Betapa kita sebagai manusia biasa adalah makhluk lemah tanpa daya di hadapan-Nya. Namun, seringkali kita lalai dan merasa sombong. Merasa segala yang kita punya, pencapaian prestasi kita, dan kesenangan duniawi lainnya yang saat ini kita miliki adalah murni kerja keras kita semata, padahal itu semua adalah bagian dari skenario indah-Nya.

Buku karya Mbak Watiek Ideo dan Mbak Maya tentang Corona


Dear Corona,
Terima kasih atas surat yang kamu tulis. Setiap kalimat yang terangkai menciptakan ruang renung dalam hati ini. Apalagi sebentar lagi Ramadan. Tentu saja, semuanya akan berbeda karena kami masih harus #dirumahaja sebagai upaya “memerangi” dirimu yang tak tampak mata. Aktivitas ibadah yang biasanya bisa dikerjakan berjamaah di masjid, Ramadan tahun ini cukup dikerjakan di rumah. Tarawih, tadarus, TPQ anak-anak, majelis taklim, pawai takbiran, dll. Semuanya pasti akan sangat berbeda. Belum menjalani saja, rasa haru itu sudah memenuhi rongga dada.

Dear Corona,
Betapa sedih diri ini saat mengetahui kabar kalau satu per satu tenaga medis pun berguguran, terakhir kabar dari 46 tenaga medis RSUP dr.Kariadi yang tes swabnya menunjukkan hasil positif. Semua bermula karena ketidakjujuran pasien. Ya Rabb… tidak habis pikir dengan ulah pasien yang seperti ini. Kalian sungguh berdosa besar!
Untukmu para tenaga medis, terima kasih tak terhingga saya ucapkan. Insya Allah, hadiah syahid karena engkau adalah pahlawan kemanusiaan akan kau dapatkan, berpulang dalam keadaan husnul khatimah. Aamiin Ya Rabb.
Sampai tanggal 17 April ini, data kasus positif Covid-19 di Indonesia hampir mencapai angka 6000, dengan kasus pasien meninggal mendekati angka 600. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Beberapa daerah sudah menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), tentu saja banyak yang terdampak, terutama dari segi ekonomi. (Hiks… semoga Allah mampukan. Semoga Allah kuatkan. Bersama kesulitan, pasti ada kemudahan). Benar sekali yang engkau bilang di suratmu itu, Corona… semoga hati-hati ini bisa lebih berempati, saling menanggung beban, juga saling meringankan.

Dear Corona,
Banyak sekali hikmah yang bisa diri ini ambil, tatkala menjalani aktivitas #dirumahaja selama 1 bulan ini. Kami sekeluarga semakin sering melakukan aktivitas bersama. Hari Sabtu yang biasanya menjadi “Sabtu tanpa Abi” bagi Dzaky karena tiap Sabtu Abi harus kuliah di Jogja, berangkat jam 3 pagi sebelum Dzaky bangun dan pulang lagi ke Semarang jam 10 malam saat Dzaky sudah tidur. Sekarang, menjadi “Sabtu Bersama Abi” karena kampus libur. Dzaky dan Abi bisa berolahraga tiap pagi dan melakukan kegiatan bersama. Seperti mencuci mobil/motor bersama, membersihkan kandang burung, bermain bersama, dan banyak lagi. Sabtu bersama Abi menjadi momen istimewa untuk Dzaky. Demikian juga dengan saya. Saya menjadi punya banyak kelas online sebagai sarana mengisi kegiatan belajar di rumah.  Saya belajar menulis naskah nonfiksi, belajar menulis cerita anak, belajar penyuntingan naskah, kajian persiapan Ramadan, kajian pekanan bersama sahabat “ngerumpi berfaedah”, setoran hafalan, bahkan sampai belajar memasak. Satu aktivitas yang paling mencolok, berbeda dari hari-hari sebelumnya adalah saya jadi rajin memasak sekaligus rajin food preparation (food prep). Belanja langsung untuk kebutuhan minimal 3 hari, lalu meracik menu harian. Masya Allah, seru sekali rasanya dan tentu saja jadi sarana untuk berhemat.

          Dear Corona,
          Waktu adalah milik-Nya yang patuh, setiap detik berjalan menurut Titah Tuhannya. Sebagai manusia biasa, tentu saja tidak ada yang tahu kapan semua ini akan berakhir, hanya Allah Yang Maha Tahu. Diri ini hanya bisa melangitkan doa, semoga pandemi karena “aksimu” ini segera berlalu.
         Demikian balasan surat dariku, segera selesaikan tugasmu dan kembalilah kepada Penciptamu.
          Salam,
          Nungma

***
          Saat ini adalah saat di mana Allah menguji kesabaran kita, menguji keteguhan hati kita, bahkan menguji keimanan kita. Dampak dari pandemi ini sungguh luar biasa. Saya bisa melihat kondisi orang-orang di sekitar tempat tinggal saya. Ada beberapa bahkan “dirumahkan” tanpa pesangon, ada yang jadi pekerja harian, dan banyak lagi. Namun, mereka tak lantas patah arang lalu menghalalkan segala cara untuk mengais rezeki atau hanya berdiam diri mengharap uluran tangan dermawan. Sebagian besar dari mereka justru lebih kreatif, mencoba mencari solusi terbaik. Ada yang kini berjualan online lauk pauk, berjualan snack, delivery order sayur mayur juga kebutuhan rumah tangga, dan banyak lagi. Yups, semua kini tengah berjuang untuk tetap bertahan. Saya pun kini merindukan banyak hal.

Inilah 3 hal yang ingin saya lakukan after covid-19 nanti. Saya benar-benar kangen untuk bisa segera menunaikannya.

Mudik ke Klaten dan Wonogiri
Biasanya kalau sudah merasa kangen rumah, kami sekeluarga segera pulang tanpa pikir panjang. Jarak tempuh tidak sampai 3 jam, betapa kemudahan akses perjalanan via tol cukup membantu kami melepas rindu. Namun, rindu ini harus menciptakan jarak terlebih dahulu… Ah, jauh di mata namun dekat dalam doa. I miss you full, 2 kota tercinta!

Foto Lebaran di Wonogiri (2019)


Umroh bersama keluarga
Seharusnya bulan April ini, keluarga kakak ipar dan ibu mertua menunaikan ibadah umroh. Kalau saya dan suami rencana riilnya insya Allah masih tahun 2022, setelah target perkuliahan dan pekerjaan suami selesai, dari segi dana juga lebih longgar. Namun, karena pandemi ini dan terjadi penundaan jadwal keberangkatan umroh, tidak mustahil bagi Allah, jika Haromain sudah benar-benar resmi dibuka nantinya dan Allah “memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka”, kami bisa umroh bersama-sama. Masya Allah, ingin sekali rasanya. Mengajak Titi Ya (ibuk saya) juga, plus keluarga Mamiko juga Dedoy. Tidak ada yang tidak mungkin jika Kun Fayakuun-Nya telah bekerja sepenuh energi cinta.

Berkegiatan bersama DNA dan kumpul komunitas
Perjumpaan fisik selalu menjadi hal yang ditunggu-tunggu untuk belajar hal baru juga melepas rindu karena lama tak bertemu. Sudah sebulan lebih rindu ini membelenggu. Hari-hari belajar dan bermain bersama anak-anak DNA, hari-hari berkumpul bersama sahabat pengajian atau sahabat komunitas, menjadi hari-hari yang istimewa dan penuh cinta. Semoga segera tiba masa di mana Pemerintah memberikan pengumuman resmi kalau semuanya bisa beraktivitas normal lagi. Aamiin Ya Rabb.

***

Di penghujung tulisan ini, saya copas-kan tulisan dari Ustaz Cahyadi Takariawan. Semoga bisa jadi bahan perenungan khususnya buat diri ini.

Keluhan hamba yang lelah dan jawaban Allah Yang Maha Penyayang dalam Al Qur'an
Oleh : Cahyadi Takariawan

Ya Allah, apakah gerangan yang sedang menimpa kami saat ini?
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.” 
(QS. Al-Baqarah : 155).

Mengapakah kami harus diuji dengan wabah corona seperti ini?
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” 
(QS. Al-Ankabut : 2)

Untuk apa sesungguhnya ujian ini, ya Allah?
“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali dengan izin Allah; barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya.” 
(QS. At-Taghabun : 11)

Namun, mengapa harus terjadi pada kami?
“Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” 
(QS. Al-Ankabut : 3)

Dari mana datangnya musibah ini, ya Allah?
“Dari mana datangnya ini?” Katakanlah: “Itu dari dirimu sendiri.”
(QS. Ali Imran: 165).

Tapi ya Allah, wabah ini sungguh buruk bagi kami…
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah : 216)

Telah sesak nafas kami, berat hidup kami, gara-gara wabah ini…
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” 
(QS. Al-Baqarah : 286)

Kami tidak bisa bekerja ya Allah, kami dikurung di rumah saja, kami tidak bisa berbuat apa-apa….
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” 
(QS. Ali Imran : 139)

Terkadang, wabah ini memberikan tekanan yang demikian dahsyat kepada kami. Rasanya kami telah menyerah kalah. Sebagian dari kami bahkan telah berputus asa.
“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”
(QS. Yusuf : 87)
“Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Rabbnya, kecuali orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Hijr: 56)

Kami menjadi gelisah, tidak tenang, karena beban berat yang kami hadapi akibat wabah ini…
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS. Ar-Ra’du: 28).

Di saat sempit seperti ini, masih adakah jalan keluar bagi kami? Masih adakah pintu rezeki untuk menyambung hidup kami ya Allah?
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.”
 (QS. Ath-Thalaq: 2-3).

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya” 
(QS. Ath-Thalaq: 4).

Tapi, perusahaan sudah memotong gaji kami. Bahkan sebagian dari kami, sudah tidak memiliki pekerjaan lagi. Siapa yang akan memberikan rezeki kepada kami?
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.”
(QS. Hud: 6)

Sudah lebih dari sebulan kami menjalani kebijakan stay at home. Rasanya sudah tidak kuat untuk terus menerus dikurung di dalam rumah. Lelah ya Allah. Sungguh kami tidak tahu, sampai kapan suasana ini….
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” 
(QS. Ali Imran : 200)

Mengapa Engkau menyuruh kami untuk bersabar?
“Allah mencintai orang-orang yang sabar.” 
(QS. Ali Imran : 146)

Adakah balasan atas kesabaran kami ya Allah?
“Sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.” 
(QS. An-Nahl : 96)

Alhamdulillah. Seberapa banyakkah pahala yang akan Engkau berikan kami?
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
(QS. Az-Zumar : 10)

Subhanallah… Lalu bagaimana nasib kami kelak di akhirat ya Allah ?
“Sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu (surga), (sambil mengucapkan): ‘Selamat untuk kalian atas kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” 
(QS. Ar-Ra’du : 23-24)

Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah. Sekarang kami tenang ya Allah. Kami ridha dengan ketentuan-Mu. Kami bersabar dengan ujian-Mu.

“Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya.”
(QS. Al-Bayyinah : 8)
“Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” 
(QS. At-Taubah : 72).

Masya Allah. Laa haula walaa quwwata illa billah…
Semoga tulisan Ustaz Cahyadi di atas bisa semakin meneguhkan keimanan kita. Kepada-Nya lah segalanya bermuara.

***
Mari persiapkan diri sebaik-baiknya untuk menyambut tamu istimewa, Ramadan mulia. Marhaban Yaa Ramadan.








Wednesday, April 08, 2020

MENULIS DAN MEMBACA, BUKTI CINTAMU PADA SEMESTA

Wednesday, April 08, 2020 17 Comments



Hobi membaca sejak belia
Sejak balita, saya dan kembaran saya memiliki ritual dibacakan buku atau mendengarkan cerita sebelum kami tidur. Momen ini sangat membekas bagi saya hingga sekarang. Tak heran, karena melihat kebiasaan orang tua yang mencintai aktivitas membaca, waktu itu Babe dan Ibuk berlangganan majalah dan tabloid (Babe majalah berbahasa Jawa “Panjebar Semangat” dan Ibuk “Tabloid Nova”) dan juga sering membeli koran, kami pun jadi maniak membaca. Tak hanya sekadar jadi “kutu buku”, namun juga “predator buku”. Bagi saya, membaca adalah hobi yang  menyenangkan.

Meskipun penghasilan sebagai PNS dan karyawan swasta tidak seberapa, tapi orang tua saya tidak pernah perhitungan kalau sudah urusan bacaan dan ada unsur belajarnya. Jadi, saat saya memasuki usia SD, Ibuk mulai berlangganan Majalah BOBO lalu ditambah dengan Majalah Donal Bebek untuk kami. Saat SD ini pula saya sering jadi delegasi sekolah untuk mengikuti lomba yang ada unsur “sastra”-nya, seperti lomba baca puisi, lomba mengarang, lomba sinopsis, juga lomba mata pelajaran Bahasa Indonesia. Waktu itu, saya dinilai oleh guru-guru SD saya sebagai murid dengan tulisan yang sangat rapi, rajin dan hobi membaca. Nah, salah satu prestasi yang paling berkesan adalah saat saya mewakili Kabupaten Wonogiri untuk mengikuti Lomba Sinopsis dan Menceritakan Kembali Buku Fiksi dan Nonfiksi tingkat Provinsi Jawa Tengah. Waktu itu, saya dikarantina selama 3 hari 2 malam di asrama GOR Jatidiri bersama teman-teman se-Jawa Tengah. Saya termasuk peserta “termungil”, baru kelas 5 SD waktu itu, sedangkan delegasi yang lain kebanyakan sudah kelas 6 SD. Setelah kegiatan itu, saya jadi punya sahabat pena. Ada yang dari Tegal, Temanggung, Sragen, Rembang, Cilacap, dan banyak lagi. Kami saling berkirim surat via Pos. Ada beberapa sahabat yang masih terjaga komunikasinya sampai sekarang. Unforgetable moment buanget, deh!

Saat SMP, setiap liburan sekolah, saya selalu pergi ke perpustakaan yang terletak dekat gereja di daerah alun-alun Kabupaten Wonogiri. Saat si kembar memasuki dunia remaja inilah, Ibuk lalu berlangganan majalah remaja “Kawanku” dan “Aneka Yess!” untuk kami. Sempat waktu itu (saat saya SMP), kami gandrung sekali dengan boyband asal Irlandia, hayooooo yang generasi 90-an pasti tahu siapa.

I have a dream… a song to sing… #autonyanyi. 

Yups, WESTLIFE! Saya waktu itu ngefans banget sama Mark. Sampai-sampai alat tulis dan pernak-pernik saya beri label “Normark Feehily” wkwkwk (maksa banget yes!). Saya ingat sekali, waktu itu ada konser Westlife tengah malam di TV, Ibuk sampai ikut menonton bersama kami. Alhamdulillah, saya bersyukur punya orang tua yang bisa menjadi sahabat di kala kami memasuki masa remaja. Babe dan Ibuk benar-benar bisa menjadi sahabat terbaik bagi saya dan Mbak Thicko –kembaran saya-. Terus, waktu itu, jika ada majalah, tabloid, koran dan media cetak yang memuat segala hal tentang Westlife, Babe dan Ibuk pasti membelikan untuk kami kliping atau kami koleksi. Asyik sekali kalau ingat.

Hikmah suka Westlife, saya jadi semangat banget belajar Bahasa Inggris. Hehe.

Masa putih abu-abu yang sangat seru
Saat SMA, setelah kami ‘hijrah’, Ibuk berlangganan Majalah Annida, majalah Islami dengan genre remaja. Majalah yang banyak memberikan banyak pencerahan bagi kami. Saya pun makin semangat mengoleksi buku-buku keislaman dan novel/kumpulan cerpen remaja Islami. Waktu itu bacaan kami adalah karya-karya penulis dari Forum Lingkar Pena (FLP), seperti Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Izzatul Jannah, Gola Gong, Afifah Afra, dan banyak penulis lainnya. Masih terekam jelas dalam memori saya, waktu itu beli buku di Gramedia Solo bersama Ibuk. Ibuk membelikan kami beberapa buku.

Saat SMA ini pula, ada satu peristiwa di mana saya harus mengalami trauma MOS waktu naik kelas 2 SMA dan akhirnya cuti sekolah selama satu tahun. Pada masa-masa itu saya melakukan “self healing” dengan menulis, mungkin sekarang istilahnya “writing therapy”. Saya memiliki buku harian. Setiap hari buku harian itu menemani saya menjaga sebuah warung kecil yang orang tua saya siapkan agar saya punya kegiatan di rumah selama mereka tinggal bekerja. Setiap hari pula, saya menulis di buku harian itu apa yang saya rasakan, harapan-harapan saya, perenungan/kontemplasi diri, emosi saya, juga saya suka menulis puisi. Alhamdulillah, semua terlewati dengan sangat indah.

Saya kembali masuk sekolah, Alhamdulillah saya sembuh, meski harus mengulang belajar di kelas 2. Mbak Thicko jadi kakak tingkat saya dan yang dulunya adik tingkat saat itu jadi teman seangkatan. Saya berusaha beradaptasi dengan sebaik-baiknya. Alhamdulillah, di SMA favorit Kota Wonogiri itu, saya masih masuk peringkat 3 besar di kelas, gabung di OSIS sebagai Tim Kreatif, aktif di ROHIS sebagai Tim Mading Sekolah, juga terdaftar sebagai reporter di Majalah Sekolah “BASSIC”. Saya sangat menikmati masa putih abu-abu yang penuh warna. Saya pun bisa menyalurkan hobi saya menulis saat mengemban amanah-amanah itu.

Bersama sahabat-sahabat OSIS saat mereka main ke rumah. Ada yang jadi Polisi, Dokter, PNS, Dosen, Pengusaha, Penulis, Pegawai Bank,... Sukses selalu sahabat-sahabatku!


Masa-masa kuliah yang penuh berkah dan bertabur hikmah
Sejak SD-SMA, saya sering ditunjuk sebagai sekretaris kelas dengan alasan tulisan yang rapi dan bagus. Bahkan dulu teman-teman saya, ketika ada LKS baru yang datang, langsung menumpuknya di meja saya, meminta saya menuliskan nama mereka. Satu hal ini yang cukup membekas di ingatan mereka tentang saya ketika ada celotehan saat reuni atau obrolan di grup WA sekolah. Hal ini pun berlanjut saat kuliah. Karena saya tipe belajar visual-auditori, maka saya selalu memilih tempat duduk yang strategis saat di kelas. Saya suka mencatat penjelasan dosen, tentu saja dengan hiasan yang menarik dan full colour. Hehe. Kalau sekarang ngetren dengan handslettering dan catatan yang unik, beraneka rupa. Alhasil, tiap kali mau ujian, catatan kuliah saya selalu ramai dipinjam dan di-copy teman-teman. Hal senasib juga dialami oleh kembaran saya. Bahkan momen ini kami “bisniskan”, jadi kami edarkan kertas, siapa yang ingin menitip fotocopy catatan harus menuliskan namanya. Nanti kami mengambil untung sekian rupiah sebagai imbalan/jasa. Hehe. “Bisnis fotocopy catatan kuliah” namanya. Punya tulisan bagus dan hobil menulis jadi berkah tersendiri. Alhamdulillah.

Saya selalu menghias catatan kuliah saya seperti ini. Ada foto-foto di bagian depan juga kata-kata motivasi.


Meniti Tangga-tangga Impian Literasi
Lulus kuliah (2010) dan bekerja sebagai tentor di salah satu bimbingan belajar ternama di Kota Solo, saya pun mulai aktif di sebuah organisasi kepenulisan (Forum Lingkar Pena Solo Raya). Luar biasa rasanya saat bisa belajar dan bertemu dengan sosok-sosok penulis yang dulu karya-karya mereka saya baca. Saya sempat menjadi penulis freelance di 2011, waktu itu ada proyek menulis buku nonfiksi untuk anak-anak. Gaji menulis saya untuk pertama kali sebesar 2 juta. Waktu itu langsung saya serahkan ke ibuk dan ibuk sangat terharu, demikian juga dengan Babe. Saya pun menyampaikan ke mereka, kalau menulis itu bisa menghasilkan uang, tidak harus bekerja kantoran atau jadi PNS. Dan mereka sangat mendukung apapun pilihan karier saya. Saya sangat bersyukur sekali. Soalnya Babe pernah mengatakan keinginannya, bahwa beliau ingin salah satu anaknya ada yang meneruskan profesinya sebagai abdi negara (PNS), alhamdulillah sudah terwujud melalui Mbak Thicko. Desember 2009, saat Babe pensiun dari Departemen Dinas Sosial Kabupaten Wonogiri, Mbak Thicko diangkat sebagai PNS di Kementerian Perdagangan (Pusat). Saya pun lebih slow dan tidak ngoyo untuk jadi PNS juga. Hehe. Karena saya lebih suka bekerja model freelance, apalagi di “industri kreatif”.

Seiring berjalannya waktu, koleksi buku saya semakin bertambah banyak. Babe bahkan membuatkan saya rak buku dan rak itu masih saya gunakan sampai sekarang (miss you, Be!). Saya sering mengikuti seminar, talkshow, workshop, bedah buku, dan acara-acara yang berhubungan dengan dunia membaca dan menulis. Waktu itu, saya sering melakukan afirmasi positif ketika saya menghadiri acara penulis terkenal atau yang karyanya best seller.

“… Hari ini saya hadir sebagai peserta, membeli buku karya penulis X dan ia melakukan booksigning pada karyanya. Suatu hari nanti saya yang berdiri di depan sana sebagai pengisi acara, menceritakan buku karya saya, dan booksigning buku-buku karya saya itu. Suatu hari nanti, saya pasti punya buku best seller. Bismillah…”

Saya sangat terkesan ketika mengikuti workshop menulis bersama Ustaz Salim A. Fillah, beliau menyampaikan untuk selalu meluruskan niat saat menulis dan jadikan menulis sebagai jalan dakwah: dakwah bil qolam (dakwah dengan “pena”). Dakwah artinya menyeru/mengajak pada jalan kebaikan. Selanjutnya beliau juga menyampaikan kalau sebagai penulis harus semangat mengikhtiarkan BEST SELLER pada setiap karyanya. Kenapa harus BEST SELLER? Jika buku kita dibeli banyak orang dan bisa mendatangkan kebermanfaatan, bahkan orang yang membaca buku itu dan ia menjadi lebih baik hanya dari satu kalimat saja misalnya, Masya Allah, tabungan jariyah kita pun berlipat. Selain itu, jika dari menulis kita dapat royalti, semakin best seller semakin banyak royalti yang kita dapatkan, otomatis kesempatan bersedekah juga semakin besar, peluang kebaikan semakin banyak. Mak nyeeezzz sekali motivasi yang beliau sampaikan kala itu dan membakar bara semangat dalam diri ini untuk berkomitmen menghasilkan karya-karya yang BEST SELLER. Bismillah…

Oh ya, ada satu peristiwa jelang Ramadan 1433H. Waktu itu, saya menulis dan saya susun sendiri Diary Ramadan ala saya, saat saya posting di FB, banyak sekali yang berminat. Akhirnya, Diary Ramadan 1433H itu saya gandakan. Bahkan dalam pembuatan cover saya izin langsung dengan Mas Danang Kawantoro (ilustratornya Kawanimut). Harga jualnya waktu itu 33.000. Saya jadi sangat sibuk. Pesanan sangat banyak. Mungkin ada sekitar 300-an eksemplar hanya dalam waktu beberapa hari karena Ramadan semakin dekat. Tiap hari saya dibantu teman kost melakukan packaging dan pengiriman lewat Kantor Pos UNS. Sampai petugas Posnya hafal dan jadi pembeli Diary Ramadan juga. Pokoknya saat Lebaran, saya mengantongi omset jutaan dari penjualan Diary Ramadan fotokopian itu. Terlintas sebuah impian dalam benak saya kala itu, semoga kelak punya Diary Ramadan dalam bentuk buku cetak yang bagus, eksklusif dan BEST SELLER!

Impian-impian itu Allah Izinkan Menjejak Nyata
Alhamdulillah, saya menikah di 2012. Saya masih bekerja di bimbel Ganesha Operation (GO). Dari Solo mutasi ke Wonogiri. Setelah menikah, mutasi ke GO Bogor. Hijrah ke Semarang, mutasi lagi ke GO Semarang. Kala itu GO sedang “famous”, muridnya sangat banyak, tiap hari parkiran penuh, dan GO sangat profesional. Kurang lebih 3 tahun bekerja di GO (sebagai pengajar SD) saya mendapatkan banyak pengalaman keren yang luar biasa. Sampai akhirnya, Februari 2013 saya memutuskan resign lalu 6 bulan kemudian merintis bimbel sendiri di rumah. Awalnya saya beri nama DNA College karena fokusnya untuk les mata pelajaran. Murid-murid pertama saya adalah anak-anak tetangga rumah kontrakan di Damar. Lalu, saya mendapat limpahan 3 murid menulisnya Mbak Aan Wulandari: Khansa, Tasya, dan Putri di November 2013. DNA pun berkembang tidak hanya les mata pelajaran tapi juga les menulis cerita yang kemudian saya beri nama DNA WRITING CLUB. Prestasi pertama murid DNA di 2013 adalah bisa lolos KPCI (Konferensi Penulis Cilik Indonesia) 2013 dan terbit 1 buku kumpulan cerpen di KKPK Mizan. Masya Allah, senang sekali rasanya melihat prestasi anak-anak. Banyak peluang dan kerja-kerja besar menanti DNA! (Batin saya berkata dengan sangat optimis kala itu).

Special Title di Gramedia. Masya Allah sederet sama buku BEST SELLER-nya Ustaz Felix

Beauty Jannaty

Oh ya, pada September 2013, buku solo nonfiksi saya pun terbit di Tiga Serangkai (Beauty Jannaty).  Saya pun mendadak cukup sibuk, sering mendapatkan undangan untuk mengisi seminar, bedah buku, talkshow di beberapa kampus dan sekolah, seperti UNDIP, UNNES, UNNISULA, POLINES, UDINUS, UNS, UMS, UII, UGM, UNY, STIKES Muhammadiyah Kudus, IAIN Pekalongan, Universitas Jember, BSI Bekasi, dan lainnya. Saya dan Mbak Thicko (kami mendapat julukan dari Ibuk: SUPERTWIN) juga pernah launching buku “The Secret of Shalihah” sekaligus diundang sebagai pengisi acara seminar nasional kemuslimahan di Universitas Andalas, Padang. Itu pertama kalinya saya naik pesawat PP Gratis. Uhuuuy!

Usai mengisi seminar di Universitas Andalas, Padang


2014, akhirnya terwujud impian saya mencetak buku Diary Ramadan “Menyemai Cinta, Merajut Harmoni”. Suami yang membantu mengurusi percetakannya di Jogja. Yups, sistemnya indie publishing. Ada teman yang membantu jadi investor. Alhamdulillah, cetak 1500 eksemplar dan laris manis. 2015, kami buat lebih eksklusif dan full colour dengan judul “Mengetuk Pintu Ar-Royyan”. Antusiasme pembaca buku karya SUPERTWIN sangat luar biasa. Cetak ulang 2x hingga lebih dari 2500 eksemplar dan bisa nangkring dengan sangat elegan di rak buku Gramedia dengan laporan penjualan yang lumayan. Bahagia sekali rasanya. Apalagi dapat feedback dari pembaca yang sangat dahsyat mengenai isi buku itu. Kami bisa mendapatkan omset yang cukup fantastis.

Diary Ramadhan "Mengetuk Pintu Ar-Rayyan".
Alhamdulillah, buku ini pernah nangkring cantik di Gramedia dengan penjualan cukup fantastis.

The Secret of Shalihah dan Diary Ramadhan "Menyemai Cinta Merajut Harmoni"

Demikian juga dengan Beauty Jannaty (cetak ulang ke-2) yang membuat saya sangat sibuk sampai 2016. Berkat Beauty Jannaty, saya juga mendapat penghargaan Penulis Buku Best Seller kategori Nonfiksi dari FLP Solo Raya di 2015. Kalau dihitung-hitung, berdasarkan laporan dari penerbit, lebih dari 15 juta royalti dari buku itu terhitung sejak royalti pertama 2014. Bahkan 2019 kemarin saya masih menerima royati dari buku itu sekitar 400an ribu. Masya Allah, semua ini karena izin Allah. Rezeki dari profesi menulis yang ditekuni dan berusaha untuk selalu profesional memang bisa menjadi pundi-pundi yang membuat gemuk rekening kita. Rekening saya pernah dapat transferan langsung dengan nominal di atas 20 juta karena klien sangat puas dengan kinerja saya dan tim. Haru sekali rasanya. 


Atas izin Allah pula, saya menuliskan pengalaman dan perjuangan saya membersamai DNA WRITING CLUB sejak 2013, lalu saya ikutkan tulisan itu dalam Lomba Menulis Praktik Baik Literasi Masyarakat Tingkat Nasional 2019 kemarin. Alhamdulillah, saya mendapatkan Juara Harapan I. Saya mendapatkan kesempatan untuk menjadi peserta Festival Literasi Indonesia sekaligus peringatan Hari Aksara Internasional di Makassar selam 3 hari 2 malam, bertemu para pegiat dan pejuang literasi dari berbagai daerah, naik pesawat PP gratis, piknik plus kulineran di Makassar, dan mengantongi hadiah sebesar 5 juta rupiah. Allah benar-benar Maha Baik. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Yups, proses dan perjuangan takkan pernah menghianati hasil. Yakini itu!

D-N-A

Acara yang keren banget!

Alhamdulillah, dapat penghargaan.

Alhamdulillah, menulis dan membaca adalah hobi yang menyenangkan bagi saya. Perlahan menjadi passion dan mendarah daging, bahkan menjadi hobi yang menghasilkan. Saya tekuni hobi sekaligus potensi saya tersebut sebagai wujud rasa syukur kepada Sang Maha Pembuat Skenario Terbaik. Dan inilah “strong why” saya untuk terus bersemangat sebagai pejuang literasi. Mengapa saya harus terus menulis, melahirkan generasi penulis, dan berkomitmen untuk sukses di dunia literasi yang menjadi jalan juang hidup saya? Karena ketika jatah hidup saya di dunia ini habis, saya tidak ingin hanya dikenang orang dari 3 kalimat saja : NAMA, TANGGAL LAHIR, dan TANGGAL WAFAT. Karena itu, harus ada “warisan karya” yang semoga penuh makna yang bisa saya tinggalkan, bisa menjadi tabungan jariyah sebagai pemberat timbangan amal di Yaumul Mizan kelak. Aamiin Ya Rabb. Awal menikah, suami pun pernah bertanya, “Dik, kelak kamu ingin dikenang sebagai apa?” Pertanyaan ini selalu saya re-call ketika semangat dalam diri melemah dan butuh di-charge kembali. Yups, semoga Allah senantiasa memudahkan dan meridhoi jalan juang ini. Hingga detik ini saya masih punya banyak impian dan saya masih harus terus berjuang mewujudkan impian-impian itu…
Indah, jika semua karena Allah.
DNA, Dream ‘N Action!

Impian Literasi