Jejak Karya

Jejak Karya
Showing posts with label inspirasiQ. Show all posts
Showing posts with label inspirasiQ. Show all posts

Friday, October 29, 2010

LIST DOKTER KANDUNGAN MUSLIMAH (Untuk Wilayah DKI Jakarta dan Sekitarnya)

Friday, October 29, 2010 0 Comments

Listnya dapat dari milis LDK Al-Azzam, semoga posting ini bermanfaat bagi kita semua….
1.dr. Puji Ichtiarti RS Hermina Bekasi Barat dan RS Hermina Jatinegara
2.dr. Yenny Julizir Rs.Anna Bekasi (Suaminya dr. Anak dan sebagai pemilik RS. ANNA)
3.dr. Susi RS Rawamangun
4.dr. Lidya Liliana RS. Mitra Bekasi Barat
5.dr. Lina Meilina Pujiastuti SpOG RS Mitra Keluarga Bekasi Barat
6.dr. Jenny Anggraeni RSIA Hermina Bekasi
7.dr. Nina Martini Somad RSIA Hermina Bekasi
8.Hj. Lina Meilina Spog RS Mitra keluarga Bekasi Barat
9.dr. Sri Redjeki – RS Hermina, Klinik Bella, Klinik Alifia Perumnas III Bulak Kapal Bekasi
10.dr. Koesmaryati – Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi Timur (Muslimah)
11.dr. Ariati RS. siloam cikarang
12.dr Santi (Marlisanti kalau gak salah) RS JMC Buncit Raya
13.dr Husna RS OMC Pulomas
14.dr Ramayanti RSIA Putra Dalima , BSD Serpong
15.dr Hasna, dr.. (bisa dicek di website harapan kita) RS harapan kita
16.dr. Lita Lilik RS Mitra International jatinegara
17.dr Dwiyana Ocviayanti (Ocvi) RS Permata Cibubur
18.dr. Sri Lestari Praktek di RS International Bintaro dan RS Fatmawati.
19.dr. Rudiyanti RS International Bintaro. Praktek setiap hari 10:00-13:00 di RSIB.
20.dr. Wenny Ningsih RS.Honoris Tangerang (Perumahan Taman modern Tangerang), dkt Metropolis Town Square )
21.dr. Lucky Syafitri RSIA Eva Sari di Jl Rawa Mangun (Pramuka) Jak Pus dan RS Thamrin JakPus
22.dr. Suharyanti, Spog Praktek di RS. MMC dan RS Hermina Jatinegara
23.dr. Mutia Prayanti RS Hermina Depok
24.dr. Nelwati RS Hermina Depok
25.dr. Tazkiroh RS ISLAM JAKARTA, Jl. Cempaka putih Tengah I/1 Jakarta Pusat,
Telp.(021) 4250451 – 42801567 (hunting) Fax. (021) 4206681
26.dr. Suharni Kahar, SpOG
27.dr. Isnariani, SpOG
28.dr. Hasnah Siregar RSIA Hermina Jatinegara
29.dr. Roslina Spog RSIA Trimitra Cibinong Jalan Raya Bogor, 1km selatan dari Matahari Cibinong
30.dr. SUSAN MELINDA RSB.Limijati Bandung Jl RE Martadinata atau di Melinda Hospital, Bandung Jl Pajajaran
31.dr. Sofie Kimia Farma Jl Juanda Bandung
32.dr. Dewi S Gaduh Hermina
33.dr. Laila Nurana SPOG Medistra dan Bunda
34.dr. Nana Agustina RS Bersalin Siaga Dua, Pejaten Barat
35.dr. Zanibar Aldy RS Malahayati Medan
36.dr. Ida Farida, SpOG RS Kramat 128 Jakpus dan RS Satyanegara, Sunter
37.dr. Botefilia di RSIA Tambak, Manggarai JakPus.
sumber : http://anissa-alwafaa.blogspot.com/2010_07_01_archive.html

Thursday, October 21, 2010

Lelah vs Lillah

Thursday, October 21, 2010 1 Comments

Detik waktu terus berjalan Berhias gelap dan terang Suka dan duka, tangis dan tawa Tergores bagai lukisan (Rapuh – Opick)

Idealnya dan memang seharusnya demikian, bahwa setiap aktivitas kita hendaknya berlandaskan pada niat untuk mendapatkan ridho-Nya, menempatkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya di atas segala, karena hanya dengan cinta itu yang dapat mengalahkan godaan dunia yang meraja. Cinta itu adalah cinta hakiki yang membuat manusia melihat dari sudut pandang yang berbeda, menjadikan hidupnya lebih bermakna dan lebih indah.

“Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu dinilai sebagai hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya” (H.R Bukhari dan Muslim)

Tapi, tak bisa dipungkiri! Dalam perjalanan hidup ini, hati kita kerapkali terisi oleh cinta selain-Nya, mudah sekali terlena oleh indahnya dunia, terkadang melakukan segalanya bukan karena-Nya. Terkadang kita tersudutkan dalam ruang hati yang kelam, hati terbuai karena merasa senang jika dilihat dan dipuji orang, keikhlasan pun menghilang, kecewa dan lelah kerap mendera, padahal Allah tidak pernah menanyakan hasilnya. Dia hanya melihat kesungguhan dalam setiap proses perjuangan kita.

“Dan di antara manusia, ada yang berkata : ‘Kami beriman kepada Allah dan hari akhir’. Padahal sesungguhnya mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal nereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu dan mereka mendapat azab yang pedih karena mereka berdusta.” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 8 – 10)

Seribu mimpi berjuta sepi
Hadir bagai teman sejati Di antara... lelahnya jiwa Dalam dosa dan air mata Kupersembahkan kepada-Mu Yang terindah dalam hidupku (Rapuh-Opick)

Kala perjuangan terasa berat, saat amanah makin bertambah, hadirlah rasa lelah menapaki jalan-Nya. Mulai mengeluh, merasa terbebani bahkan terpaksa untuk menjalankan tugas yang mulia. Astaghfirullah!!! Padahal tiada kesakitan, kelelahan serta kepayahan yang dirasakan oleh seorang hamba melainkan Allah mengampuni dosanya.
“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik” (Q.S. Ali ‘Imran [3] : 14)

Dunia memang kerap menyuguhkan kedahsyatan tipuannya. Jangan sampai kita terlena! Jangan sampai amalan baik kita tertutup oleh maksiat yang tak kita sadari. Sedihnya, saat nurani yang bersih menjadi terkotori oleh nafsu duniawi, saat ibadah hanya rutinitas belaka, saat fisik dan pikiran disibukkan oleh dunia, saat wajah menampakkan kebahagiaan yang semu.

Coba tanyakan pada hatimu! Bagaimanakah kabarnya? Sedang bahagiakah? Menangis? Damai? Atau Merana?

Meski ku rapuh dalam langkah Kadang tak setia kepada-Mu Namun cinta dalam jiwa Hanyalah pada-Mu (Rapuh – Opick)

Sombongnya kita! Sering bangga pada diri sendiri, padahal sungguh tiada satupun yang membuat kita lebih di hadapan-Nya selain ketaqwaan. Padahal kita menyadari bahwa tiap-tiap jiwa pasti akan mati, namun kita masih bergulat dengan kefanaan. Taqwa? Sudah cukup layakkah kita menyandang gelar itu???!!!

Naudzubillah, saat tiada getar ketika asma Allah disebut, saat tiada sesal ketika kebaikan terlewatkan begitu saja, saat tiada rasa dosa ketika mendzolimi diri dan saudara. Apakah hati kita sudah mati??? Oh, tidak!!!

Maafkanlah bila hati Tak sempurna mencintai-Mu Dalam dada, kuharap hanya diri-Mu yang bertahta (Rapuh – Opick)

Semoga jiwa kita masih memiliki cahaya cinta itu. Jangan biarkan cahaya itu padam. Maka terus kumpulkan cahaya itu hingga ia dapat menerangi jiwa, memberikan keindahan Islam yang sesungguhnya, hanya dengan kekuatan dari-Nya. Mari terus istiqomah di jalan perjuangan ini!

“Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung!” (Q.S. Ali ‘Imran [3] : 200)

Kini jelas tiap langkahku Illahi jadi tujuanku Apapun yang aku lakukan Islam selalu jadi pegangan Masa muda penuh karya untuk-Mu Tuhan Yang aku persembahkan sebagai insan beriman Mumpung muda kutak berhenti menapak cita Menuju negeri surga yang nun jauh di sana (Masa Muda – Edcoustic)
***
Ibarat melakukan pendakian, jalan menuju puncak memang tak slalu mudah. Akan ada batu cadas atau tebing curam yang mnghadang! Akan tetapi, setelah sampai di puncak akan tergantikan dengan hamparan awan yang luar biasa indahnya, bunga-bunga edelweis yang merona, hembusan bayu yang sejukkan jiwa, dan senyum mentari hangatkan hati! Allahu Akbar!!! ~LELAH VS LILLAH, teruslah berjuang, berani melangkah, dan jangan mudah menyerah!
***
Renungan pagi, beriring celoteh burung-burung kecil dan semilir lembut sang bayu...
Redzone, 211010_05:37
Aisya Avicenna

Wednesday, October 20, 2010

20.10.2010 : Mozaik Indah

Wednesday, October 20, 2010 0 Comments

Sandarkan lelah hari...
Hilangkan duka kala...

Kau terluka... Pedih hati

Tak selamanya indah...
Kini mungkin hadirnya

Saat duka... Saat lara...
Yang sudah berlalu biarkanlah sudah

Tak perlu sesali jangan kau tangisi
Jika asa dan bahagia tak kau rasa
Dengarkanlah dan rasakanlah

Kicau burung berdendang

Nyanyian alam...
Riuh bersahutan...

Betapa merdunya (Petuah Hati – Jamus Kalimasada)

Pagi ini, alam seolah-olah berbahasa. Meski mentari belum menampakkan senyumnya tapi aku berterima kasih atas cahayanya yang setia menerangi langit harapan. Angin berbisik, dengan tulus kuucapkan terima kasih atas salam yang ia semilirkan tiap kali sedih merajai hati. Burung-burung kecil berceloteh riang, segera saja kutebarkan rasa terima kasih karena kebersahajaan mereka yang mengajarkanku untuk selalu bahagia, di mana pun berada. Semua pernik sederhana yang menjadi mozaik indah di pagiku ini.
Oh, di alam rimba... Damai di rasa... Segala-galanya terlukis sempurna... Di alam rimba... Keajaibannya Pesona di jiwa... (Damai - NowSeeHeart)
Terima kasih ya Allah, karena Engkau belum pernah memberiku alasan untuk tidak bersyukur kepada-Mu.
Demikianlah. Ada banyak hal kecil yang sekilas tampak hirau di mata kita. Akan tetapi sesungguhnya pernik-pernik sederhana itu bagaikan mozaik indah jika kita melihatnya dengan hati. Ketika kita mampu menyerap makna dari setiap pernik hari, kita akan tersadar bahwa ada begitu banyak alasan untuk bersyukur di dunia ini.

Coba lihat dan renungkan! Langit dan istana-Nya Hamparan samudra Betapa indahnya Percayalah…. Kau dalam LINDUNGAN CINTA Maha Segala Maha…. (Petuah Hati – Jamus Kalimasada)

Semua pernik itu, bersama dengan nikmat iman, Islam, kesehatan, rizki, dan kehadiran orang-orang tercinta dalam hidup kita, adalah hal-hal yang perlu kita syukuri setiap saatnya. Karena meski seluruh syukur kita dipuja-pujikan bagi-Nya tidak akan menambah kebesaran-Nya sedikit pun, Allah berfirman: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.’” (QS. Ibrahim [14]: 7)

Ya Allah, kami tahu bahwa semua janji-Mu adalah haq. Karena itu jangan biarkan kami berlaku seperti Kaum Nuh, Kaum ‘Ad, dan Kaum Tsamud yang binasa karena mengingkari nikmat-Mu. Selamatkan kami dari kekufuran yang mungkin mencelakakan diri kami sendiri, ya Allah. Hanya Engkau, ya Rabbana, yang mungkin menyelamatkan kami dengan belas kasih-Mu yang tiada bertepi.

Bersujud kepada Allah Bersyukur sepanjang waktu Setiap nafasku, seluruh hidupku Semoga diberkahi Allah... (Alhamdulillah – Opick feat. Amanda)

Kami sadar, ya Allah, betapa luar biasa kasih yang Engkau limpahkan pada kami. Maka karuniakanlah kami kemampuan bersyukur dengan sebaik-baiknya syukur, ya Allah. Dengan hati yang terang benderang karena cahaya-Mu. Dengan kesadaran seorang hamba yang tiada tanpa-Mu. Dengan hamdalah yang terus menghiasi laku dan langkahku. Ajarkan kami, ya Rabbana, cara bersyukur atas kemurahan-Mu yang tiada cukup dituliskan meski ranting-ranting pohon habis menjadi pena dan air laut habis menjadi tinta.
“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai, berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Al-Ahqaaf [46]: 15)
***
Petuah untuk Hati

Bersabarlah!!!
Atas pedih yang dirasa

Atas resah yang menyapa
Atas gundah yang menjelma
Kerahkan
yang kau bisa
Sungguh, ini tak seberapa
Karena ikhtiar takkan pernah sia-sia


Yakinlah!!!

Ada yang kan membalut segala luka

Ada yang kan melipur segala lara

Ada yang kan menghapus segala nestapa

Kuatkan saja mahabbah pada-Nya

Sungguh, ini tak seberapa

Karena Ia takkan ingkari janji-Nya


Rasakanlah!!!

Segala nikmat yang tersemat

Segala anugerah yang terjamah

Segala karunia yang terasa
Berzikirlah sepenuh jiwa
Sungguh, ini tak seberapa

Karena Dia adalah segala

Karena Dia adalah MAHA segala MAHA…

Syukurilah!!!
Kuatnya azzam yang terhujam
Manisnya iman yang tertanam

Indahnya cinta yang membunga
Meski mempesona tiada tara

Sungguh, ini tak seberapa

Karena ini hanyalah cicipan surga-Nya

Pagi yang istimewa di RedZone, 20.10.2010 menjelang jam 6 pagi
Aisya Avicenna

Tuesday, October 12, 2010

KO

Tuesday, October 12, 2010 0 Comments

Seperti biasa, ba’da Subuh sampai jam 06.00 pagi adalah waktu yang tepat bagiku untuk menulis. Demikian halnya hari ini (11 Oktober 2010). Akan tetapi, saat pukul 06.00 tatkala diri ini hendak beranjak untuk bersiap berangkat ke kantor tiba-tiba rasa lemas menyerang tubuh. Sempoyongan. Astaghfirullah, badanku juga panas. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak berangkat ke kantor saja. Hari ini ngantornya di RedZone! Aku hubungi pimpinan dan beberapa teman di kantor. Alhamdulillah, dapat izin!

Pukul 07.00, aku keluar kost untuk membeli sarapan. Bubur ayam, dua ribu rupiah, dengan sedikit sambal! Hehe.. murah meriah, tapi sudah cukup kenyang! Makan bubur di depan TV sambil melihat berita terkini dan sedikit diskusi pagi dengan teman-teman kost. Pukul 08.00 kost mulai sepi karena teman-teman sudah berangkat ke kantor masing-masing. Tinggal aku dan ibunya Aisah. Beliau juga nge-kos bareng aku. Beliau menderita stroke ringan dan karena tak ada yang merawatnya, maka Aisah membawanya ke Jakarta dan ngekost bersama kami.

Kehadiran ibu Aisah di kost ini, memberi “warna” tersendiri dalam hidupku. Hari ini Allah memberiku banyak kesempatan untuk lebih dekat dengan beliau. Karena di lain hari, aku hanya bertemu beliau di kala pagi sebelum aku berangkat ke kantor dan jarang menyapa beliau di waktu malam. Karena beliau sudah tidur saat aku pulang dari kantor. Tiap pagi, sebelum berangkat ke kantor, aku selalu mencium tangan beliau. Beliau sudah aku anggap keluarga sendiri. Pagi ini, aku bisa mengawasi aktivitas beliau dan turut menjaganya. Setelah berjemur di teras lantai dua (dekat kamarku), beliau berjalan menuju kamar untuk menunaikan sholat dhuha. Subhanallah, aku kagum dengan beliau. Kekagumanku bertambah karena hari itu beliau juga berpuasa. Setelah sholat Dhuha, beliau tidur.

Meski tidak masuk kantor, tetap tidak boleh malas-malasan! Akhirnya aku memutuskan untuk menginvetaris buku-buku yang belum terdata di perpustakaan “AL FIRDAUS”, kebetulan kemarin (101010) juga habis membeli buku lagi. Pukul 10.00, sholat Dhuha lanjut tilawah. Lagi asyik tilawah, eh... tetangga sebelah menyetel “Menunggu”-nya Ridho Rhoma. Malah ada anak kecil yang menirukannya. Hafal. Ck ck ck... pengaruh media pada anak memang dahsyat ya!

Ba’da sholat Dhuhur dan makan siang, aku melongok ke kamar ibu Aisah. Beliau masih tidur. Aku pun memutuskan untuk tidur siang. Pukul 14.00, aku terbangun. Kulihat ibu Aisah duduk di kursi, masih mengenakan mukena putihnya, dan tengah mengaji. Aku kembali menata buku yang belum selesai. Alhamdulillah, badanku sudah tidak panas lagi. Hanya saja masih sedikit pusing. Saat melintas di depan kamar beliau, beliau memanggilku. “Neng Tika, punya buku yang bagus? Ibu pengin baca. Bukunya Aa’Gym ibu suka” kata beliau terbata-bata.

“Ada, Bu. Tapi punyanya Ustadz Yusuf Mansur” kataku.

“Gak papa deh Neng” kata ibu Aisah lagi

Akhirnya aku mengambilkan buku “Wisata Hati” bersampul merah karangan Ustadz Yusuf Mansur.

Ahh, beliau membuat hatiku terguyur hujan!

Ba’da Asar, setelah tilawah aku menyapu. Ibu Aisah memanggilku.

“Neng, ibu minta tolong ya. Tolong bantu ibu memakai ini.”

Akupun membantu beliau memakaikannya.

Sekuat tenaga aku menahan agar air mata tak jatuh apalagi saat beliau berkata, “Ibu kayak bayi saja ya...”


Rabb...
Meski lagi sakit dan tidak bisa berangkat ke kantor, hari ini Etika banyak belajar! Terutama belajar untuk lebih berbakti pada orang tua! Terima kasih ya Rabb...

(bersambung)


Sekelumit catatan harian Aisya Avicenna

Jakarta, 121010

Thursday, September 16, 2010

Bidadari Surga Terindah

Thursday, September 16, 2010 1 Comments

Ia mutiara terindah dunia
Bunga terharum sepanjang masa
Ada cahaya di wajahnya
Betapa indah pesonanya
Bidadari bermata jeli pun cemburu padanya
Kelak, ia menjadi bidadari surga
Terindah dari yang ada
Ia adalah wanita shalehah
***
Pagi ini, sekitar pukul 05.00 aku teringat sebuah cerpen dari seorang sahabat yang kemarin dikirimkan ke emailku. Dia memintaku untuk mengkritik cerpen itu. Ada sebuah percakapan dalam cerpen itu yang paling aku suka.
“Ehhmmm…. Sudah waktunya aku memberikan hadiah kepada ibu. Tapi siapa wanita itu?” ucapku dalam hati.
“Siapapun wanita itu yang penting dia cinta sama Allah dan Nabi-Nya, baik akhlaknya, ra neko-neko”.
Dari percakapan di atas, terbersit sebuah harapan sederhana tapi sangat mulia dari seorang ibu yang mendambakan seorang wanita shalehah yang selayaknya menjadi pilihan terbaik bagi anaknya. Membicarakan tentang wanita shalehah, seringkali dihubungkan dengan bidadari.
Apa yang terbayangkan jika mendengar kata “bidadari”? Bidadari yang bermata jeli, yang sangat indah dan jelita. Percakapan antara Rasulullah Saw dan Ummu Salamah ra berikut akan memberikan gambaran tentang sifat-sifat bidadari yang bermata jeli.
Imam Ath-Thabrany mengisahkan dalam sebuah hadist, dari Ummu Salamah ra. dia berkata, “Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, jelaskanlah kepadaku firman Allah tentang bidadari-bidadari yang bermata jeli’.”
Beliau menjawab, “Bidadari yang kulitnya putih, matanya jeli dan lebar, rambutnya berkilau seperti sayap burung nasar.”
Saya berkata lagi, “Jelaskan kepadaku tentang firman Allah, ‘Laksana mutiara yang tersimpan baik’.” (Q.S. Al-Waqi’ah : 23)
Beliau menjawab, “Kebeningannya seperti kebeningan mutiara di kedalaman lautan, tidak pernah tersentuh tangan manusia.”Saya berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik’.” (Q.S.Ar-Rahman : 70)
Beliau menjawab, “Akhlaknya baik dan wajahnya cantik jelita”
Saya berkata lagi, Jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Seakan-akan mereka adalah telur (burung onta) yang tersimpan dengan baik’.” (Q.S. Ash-Shaffat : 49)
Beliau menjawab, “Kelembutannya seperti kelembutan kulit yang ada di bagian dalam telur dan terlindung kulit telur bagian luar, atau yang biasa disebut putih telur.”
Saya berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Penuh cinta lagi sebaya umurnya’.” (Q.S. Al-Waqi’ah : 37)
Beliau menjawab, “Mereka adalah wanita-wanita yang meninggal di dunia pada usia lanjut, dalam keadaan rabun dan beruban. Itulah yang dijadikan Allah tatkala mereka sudah tahu, lalu Dia menjadikan mereka sebagai wanita-wanita gadis, penuh cinta, mengasihi dan umurnya sebaya.”
Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”
Beliau menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”
Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”
Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’.”
Saya berkata, “Wahai Rasulullah, salah seorang wanita di antara kami pernah menikah dengan dua, tiga, atau empat laki-laki lalu meninggal dunia. Dia masuk surga dan mereka pun masuk surga pula. Siapakah di antara laki-laki itu yang akan menjadi suaminya di surga?”
Beliau menjawab, “Wahai Ummu Salamah, wanita itu disuruh memilih, lalu dia pun memilih siapa di antara mereka yang akhlaknya paling bagus, lalu dia berkata, ‘Wahai Rabb-ku, sesungguhnya lelaki inilah yang paling baik akhlaknya tatkala hidup bersamaku di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya’. Wahai Ummu Salamah, akhlak yang baik itu akan pergi membawa dua kebaikan, dunia dan akhirat.

Sungguh indah perkataan Rasulullah Saw yang menggambarkan tentang bidadari bermata jeli. Namun betapa lebih indah lagi di kala beliau mengatakan bahwa wanita dunia yang taat kepada Allah lebih utama dibandingkan seorang bidadari. Ya, bidadari saudariku.
Sungguh betapa mulianya seorang muslimah yang totalitas islamnya. Mereka yang senantiasa menjaga ibadah dan akhlaknya, senantiasa menjaga keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah. Sungguh, betapa indah gambaran Allah kepada wanita shalehah, yang menjaga kehormatan diri dan suaminya. Yang tatkala cobaan dan ujian menimpa, hanya kesabaran dan keikhlasan yang ia tunjukkan. Di saat gemerlap dunia kian dahsyat menerpa, ia tetap teguh mempertahankan keimanannya.
Sebaik-baik perhiasan ialah wanita shalehah. Dan wanita shalehah adalah mereka yang menerapkan islam secara menyeluruh di dalam dirinya, sehingga kelak ia menjadi penyejuk mata bagi orang-orang di sekitarnya. Senantiasa merasakan kebaikan di manapun ia berada. Bahkan seorang “Aidh Al-Qarni menggambarkan wanita sebagai batu-batu indah seperti zamrud, berlian, intan, permata, dan sebagainya di dalam bukunya yang berjudul “Menjadi wanita paling bahagia”.
Subhanallah. Tak ada kemuliaan lain ketika Allah menyebutkan di dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 34, bahwa wanita shalehah adalah yang tunduk kepada Allah dan menaati suaminya, yang sangat menjaga di saat ia tak hadir sebagaimana yang diajarkan oleh Allah.
Dan bidadari pun cemburu kepada mereka karena keimanan dan kemuliaannya. Bagaimana caranya agar menjadi wanita shalehah? Tentu saja dengan melakukan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala laranganNya. Senantiasa meningkatkan kualitas diri dan menularkannya kepada orang lain. Wanita dunia yang shalehah kelak akan menjadi bidadari-bidadari surga yang begitu indah.
Duhai saudariku muslimah, maukah engkau menjadi wanita yang lebih utama dibanding bidadari? Allah meletakkan cahaya di atas wajahmu dan memuliakanmu di surge. Menjadikanmu bidadari-bidadari surga.
Maka, mari terus belajar dan meningkatkan kualitas diri, agar Allah ridha!
Referensi : http://multazimah.blogsome.com (dengan beberapa perubahan)
***
Jakarta, 16 September 2010
Aisya Avicenna

Meminang Sang Pangeran

Thursday, September 16, 2010 1 Comments

Aku tahu, aku hanya seorang wanita yang tugasnya menunggu sang pangeran dalam penantian.

Kata mereka, kau yang berhak memilih dan kami, perempuan, hanya bisa menolak atau menerima lamaran.

Tapi, bolehkah kali ini aku yang memilih? Memintamu untuk menjadi yang terindah di hatiku? Kau tinggal bilang ya, atau tidak. mudah kan?

Ah, mungkin benar, dunia sudah terbalik atau bisa juga ini hanya rasa khawatirku takut kalau Allah tidak menyisakan satu mujahid-Nya untukku!

Hahaha…dasar aneh! Bukankah Allah sudah berfirman bahwa Dia menciptakan makhlukNya dengan berpasang-pasangan?

Tapi, aku juga ingin tahu rasanya berbunga ketika lamaranku diterima atau kecewa saat pinanganku ditolak mungkin dengan begitu, aku bisa berbagi dengan kaumku bagaimana sih sakitnya ditolak? Agar para akhwat tak gampang mengucap kata “tidak” dengan alasan yang sengaja dibuat-buat : masih ingin melanjutkan studilah belum cukup umurlah belum siap mentallah kurang cocoklah! dan entah apa lagi…

Tapi, bagaimana cara meminangmu ya? Apa aku harus mengajukan proposal lebih dulu? Atau langsung datang ke istanamu dan memohon agar kau sudi menerimaku menjadi permaisurimu? itukah yang kau mau?

“Huh, dasar tidak tahu malu!” tiba-tiba terdengar teriakan dari jauh “Wahai akhwat, DI MANA IZZAHMU?”

IZZAH? kalian bertanya tentang IZZAH?Apakah izzah ada pada diri seorang akhwat yang malu mengungkap perasaannya kemudian memendam cinta dan mengotori hati dengan terus memikirkannya?

Apakah izzah ada pada diri seorang akhwat yang menyuburkan virus cinta di hatinya dan membaginya pada semua ikhwan yang dikaguminya dalam masa penantiannya?

Apakah izzah ada pada diri seorang akhwat yang menanti sang pangeran, namun ketika ia datang si akhwat menolak dengan alasan tidak jelas?

Di sanakah izzah bersemayam?

Ataukah izzah ada pada diri seorang Khadijah yang berterus terang meminta Muhammad untuk menjadi nakhoda dalam bahtera cintanya?

Ataukah izzah ada pada diri para bidadari yang berebut ingin melayani Zulebid yang rela meninggalkan istri tercinta di hari pertama pernikahannya demi meraih syahid?

Sungguh, kisah cinta yang agung dan suci bukan cintacinta picisan yang ingin diraih tapi jauh lebih tinggi! cinta di atas segala cinta yang tak kan habis cintaNya, Allah!

Di sana ada kejujuran, keterbukaan, kepercayaan, ketulusan, keimanan, dan ketaqwaan berbeda dari kisah Romeo dan Juliet atau Layla dan Majnun yang berakhir tragis dengan mati membawa cinta tak sampai... malang nian!

mungkin iya, aku tak seberani Bunda Khadijah aku pun bukan bidadari yang tak dianugerahi rasa malu karena ia memang diciptakan dan ditugaskan untuk melayanimu

Tapi, jika aku boleh memilih izinkan aku meminangmu sebagai kekasih bukan untuk saat ini karena mungkin waktuku tak cukup untuk menanti

tapi, nanti…

Setelah kumati…

~sebuah catatan yang bertengger manis di folder "inspirasi" dalam file lamaku~

**

SEBUAH PERENUNGAN

**

pengin buat buku tentang tema di atas, tapi masih bingung cari kontributor!

hmm.... siapa ya yang sudah berpengalaman atau punya ilmunya???

bisa dibagi dengan saya..

Yang sedang merenung dan mencari inspirasi,

Aisya Avicenna

Friday, August 27, 2010

Al Qur’an : Cahaya Penerang Kehidupan

Friday, August 27, 2010 0 Comments

Janganlah terlena dengan nikmat dunia
Karena kau kan merugi

Jangan terpedaya bujuk rayuan setan

Hingga terjerumus dalam kenistaan

Jadikan Al Qur’an sebagai pedoman

Petunjuk jalan setiap insan

Agar kita tiada terlena dengan dunia yang fana

Al Qur’an cahaya penerang kehidupan

Petunjuk bagi seluruh insan tuk hidup di dunia
Mari kita amalkan

Jadikan hamba beriman
(Al Qur’an Cahaya Hidupku_Heru Herdiana)
***
Inspirasi 17 Ramadhan [Part 1]
Alhamdulillah, berhasil khatam Al-Qur’an tepat pada hari ke-15 Ramadhan. Semoga target untuk bisa khatam 2x di bulan Ramadhan tahun ini dapat tercapai. Aamiin... Memang, secara kuantitas sengaja targetnya dibuat sama seperti tahun lalu, tapi ada sesuatu yang “dibedakan” di tahun ini sebagai ikhtiar untuk meningkatkan kualitas agar lebih baik dari tahun lalu. SEMANGAT! Tentunya nuansa tilawah di Ramadhan tahun ini sangat berbeda dengan tahun lalu. Masih teringat, Ramadhan tahun lalu alhamdulillah sudah “free” dari kuliah. Hanya tinggal persiapan wisuda. Sehingga tahun lalu memang punya banyak waktu untuk tilawah. Sedangkan pada Ramadhan tahun ini, sudah disibukkan dengan rutinitas kantor dengan tugas kerja yang bisa dibilang “tiada habisnya”. Memang harus ada siasat tersendiri untuk memanfaatkan setiap waktu yang ada agar target tilawah sehari 2 juz bisa istiqomah tercapai. Semoga Allah senantiasa memberi kemudahan.. aamiin..
Hari semakin berlalu, tak terasa hari ini (Jumat, 27 Agustus 2010) sudah memasuki hari ke-17 Ramadhan 1431 H. Menjadi momentum perenungan dan muhasabah, hari-hari di bulan Ramadhan yang sudah terlewat apakah sudah diisi dengan optimal? Akankah kita merasa cukup puas dengan yang sudah kita lakukan di Ramadhan tahun ini, sedang kita tidak bisa menjamin bisa bertemu lagi dengan Ramadhan tahun depan??? Astaghfirullah... Semoga kita segera bangkit dan berbenah kembali untuk memperbaiki Ramadhan kita, mumpung masih diberi waktu dan kesempatan.
Alhamdulillah, ada kejadian istimewa yang baru saja terjadi. Pagi ini terbangun jam 12 malam. Setelah sholat malam, tiba-tiba... “CLING”. HP-ku berbunyi. Ternyata ada pesan yang masuk di YM. Hehe, tadi lupa logout YM di HP, jadi online terus. Pesan dari seorang teman. Pertamanya menanyakan, “Belum tidur tik?”. Aku jawab, “Malah baru bangun.” Dia bertanya, “Mau ngaji sampai pagi?”. Akupun mengiyakan. Dia berkata, “Aku blm bs ngaji”. “Ya belajar dunk!”. Alhamdulillah, akhirnya temanku itu mau belajar ngaji pada seorang temanku yang lain, karena kebetulan mereka sangat memungkinkan untuk dikoneksikan. Menurutku, kejadian ini juga merupakan hadiah terindah dari Allah SWT untuk Ramadhanku tahun ini, bisa menjadi “benang merah” untuk merealisasikan maksud baik sahabatku itu. Di malam Nuzulul Qur’an ini, petunjuk-Nya datang pada seorang sahabatku. Terharu dan sangat bersyukur... Ya Allah... terima kasih...
Nuzulul Qur’an menjadi pengingatan juga buat saya bahwa Allah SWT memerintahkan kita untuk membaca dan menulis. Malam 17 Ramadhan merupakan event yang diperingati umat Muslim sebagai malam diturunkannya Al Qur’an. Wahyu pertama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril adalah Perintah Membaca. “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu-lah Yang Maha Mulia. Yang Mengajari (manusia) dengan pena. Dia Mengajarkan Manusia apa yang tidak diketahuinya (QS. Al ‘Alaq: 1-5). Ada dua kata yang menjadi sorotan, yaitu Baca dan Pena.
Memang, setiap orang memiliki kemampuan menulis, dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Begitu juga dengan kemampuannya membaca. Tapi, tidak semua orang memiliki kesempatan untuk menuangkan tulisan dan melakukan aktifitas membaca, mungkin juga karena keterbatasan yang dimilikinya, termasuk keterbatasan media yang digunakannya.
Menulis dan membaca memang dua aktivitas yang tidak terpisahkan. Alhamdulillah, aku sangat menyukai kedua aktivitas ini. Salah satu media yang biasa aku gunakan untuk menulis atau mencari referensi tulisan (membaca) adalah blog. Menjadi blogger identik dengan menjadi penulis, ini sesuatu yang sangat layak untuk disyukuri. Karena hanya dengan demikian kita bisa merasakan betapa nikmat Allah begitu besar yang telah diberikan-Nya kepada kita, nikmat berupa kemampuan untuk membaca dan menulis sebagai gerbang ilmu pengetahuan. Hidup BLOGGER!!!
***
Inspirasi 17 Ramadhan [Part 2]
Sudah kita pahami bersama bahwa Al-Qur’an pertama kali diturunkan di bulan Ramadhan. Baik diturunkan secara keseluruhan, maupun ayat yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah SAW di Gua Hira, itu terjadi di bulan Ramadhan. Oleh karenanya, sangat tepat jika bulan Ramadhan ini disebut sebagai bulan Al-Qur’an.
Allah SWT berfirman: “Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil)…” (QS. Al-Baqarah [2] : 185)
Dalam bulan Ramadhan yang mulia ini, hendaknya kita perbanyak interaksi kita dengan Al-Qur’an. Bentuk interaksinya antara lain :
1. Meyakini kebenaran Al-Qur’an
Kita harus yakin/beriman bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Keyakinan terhadap Al-Qur’an sebagai salah satu kitab Allah adalah merupakan salah satu rukun iman, yaitu beriman kepada kitab-kitab Allah, diantaranya Al-Qur’an.
Al-Qur’an merupakan petunjuk/pedoman yang diberikan Allah terutama kepada manusia sebagai cara hidup agar selamat di dunia maupun akhirat.
2. Membaca, menghapal, dan mendengarkan Al-Qur’an
Membaca Al-Qur’an sangat banyak keutamaannya. Kita simak salah satu firman Allah SWT, “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Faathir : 29-30)
Marilah kita senantiasa berusaha untuk menghafalkan Al-Qur’an sekuatnya, semampunya, disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh. Jangan sampai kita tidak memiliki hafalan Al-Qur’an sama sekali. Rasulullah bersabda,“Orang yang tidak mempunyai hafalan Al-Qur’an sedikit pun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh.” (HR Tirmidzi)
Demikian pula mendengarkan Al-Qur’an juga merupakan ibadah. Sebagaimana Rasulullah SAW juga pernah meminta Ibnu Mas’ud untuk membacakan beberapa ayat Al-Qur’an kepada beliau.
3. Memahami kandungan Al-Qur’an
Sebagai aturan/pedoman hidup, Al-Qur’an perlu dipahami kandungannya dengan baik. Kita perlu memahami, agar Al-Qur’an dapat direalisasikan, sebagai cara hidup yang kita tempuh.
4. Mengikuti, mengamalkan dan berdakwah
Sudah selayaknya, kita mengikuti dan mengamalkan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Al-Qur’an tidak cukup hanya dibaca, dihafal, diperdengarkan, tetapi jauh lebih penting dari itu, Al-Qur’an harus diikuti dan diamalkan. Allah SWT berfirman, “Dan Al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (QS. Al-An’am: 155)
Bentuk interaksi lainnya adalah berda’wah dengan Al-Quran. Allah SWT berfirman,“…agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (QS. Al-Furqan: 1javascript:void(0))
Itulah 4 cara kita dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an. Apalagi dalam bulan Ramadhan yang disebut sebagai bulan Al-Qur’an, interaksi kita dengan Al-Qur’an harus ditingkatkan.
***
Saat membaca, bacalah dengan menyebut nama Allah. ..
Saat menulis, tulislah dengan tetap mengingat akan kebesaran Allah…
Jakarta, 17 Ramadhan 1431 H _ 03:03
[Habis menatap langit dari beranda kos lantai 2, berharap dapat melihat bulan, bintang, dan Mars eh... malah lihat kucing sedang sisiran (menjilati bulunya) di atas genteng.. Hehe... lucunya... ^^v]
Aisya Avicenna

Wednesday, August 18, 2010

Indonesiaku, Indonesiamu, Indonesia Kita…

Wednesday, August 18, 2010 0 Comments

Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu,
Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi
berterang-terang curang susah dicari tandingan,
Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu
dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek
secara hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,
Di negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan,
senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan
peuyeum dipotong birokrasi
lebih separuh masuk kantung jas safari,
Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,
anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,
menteri, jenderal, sekjen dan dirjen sejati,
agar orangtua mereka bersenang hati,
Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum
sangat-sangat-sangat-sangat-sangat jelas
penipuan besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,
Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan
sandiwara yang opininya bersilang tak habis
dan tak utus dilarang-larang,
Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata
supaya berdiri pusat belanja modal raksasa,
Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,
ciumlah harum aroma mereka punya jenazah,
sekarang saja sementara mereka kalah,
kelak perencana dan pembunuh itu di dasar neraka
oleh satpam akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat,
Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia
dan tidak rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli,
kabarnya dengan sepotong SK
suatu hari akan masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi,
Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan,
lima belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,
Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,
fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,
Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat
jadi pertunjukan teror penonton antarkota
cuma karena sebagian sangat kecil bangsa kita
tak pernah bersedia menerima skor pertandingan
yang disetujui bersama ….
(Dikutip dari puisi karya penyair Indonesia, Taufik Ismail: “Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia”)
***
Melihat kondisi bangsa kita seperti dalam puisi di atas akankah kita berdiam diri saja???
Mari terus kobarkan semangat MERAH PUTIH dalam diri kita!!!
***
17 Agustus…
Ternyata kemarin kita masih merayakannya dengan upacara bendera.
Ternyata kemarin kita masih hafal lagu Indonesia Raya
Ternyata kita masih ingat pada cara tegap kita menghormat merah putih
Ternyata cinta kita pada Indonesia masih begitu besar bahkan meledak-ledak…
Tapi itu… kemarin!
Hari ini… masih adakah rasa cinta yang demikian besarnya pada Indonesia seperti yang dirasa kemarin?
Atau rasa kemarin hanya sekedar euforia belaka? Sesaat, lalu hilang terbawa angin…

Jika memang kita adalah generasi penerus bangsa, agen perubahan bangsa, motor penggerak bangsa, maka kita harus mulai peduli dengan nasib bangsa, berjuang dalam dimensi kita, semampu kita, dan setulus hati kita. Tak hanya kemarin, tapi juga sekarang, dan sampai kapanpun…
***
Ya Allah..Lindungilah bangsa ini dengan kuasa-Mu,
Ya Allah..Tuntunlah bangsa ini dengan cahaya-Mu,
Ya Allah..Ridhoilah bangsa ini dengan kasih sayang-Mu,
Ya Allah..Ampunilah segala dosa bangsa ini, yang terkadang lalai memuja-Mu,
Ya Allah..Ampunilah segala dosa bangsa ini, yang sering menyekutukan-Mu,
Ya Allah..Yang Maha Penyayang, Yang Maha Bijaksana,
Mudahkanlah jalan bangsa ini meraih kebahagiaan dunia akhirat,
Ya Allah..Yang Maha Besar, Yang Maha Luhur..
Kami bersujud pada-Mu, Semoga Engkau selalu membukakan pintu hidayah-Mu pada hamba yang nista..
Robbana ‘atina fiddunyaa khasanah wa fil akhiroti khasanah waqinaa ‘adzabannar..
Bangkitlah negeriku...
Harapan itu masih ada!!!
***
Indonesia ...
Merah Darahku, Putih Tulangku
Bersatu Dalam Semangatmu

Indonesia ...
Debar Jantungku, Getar Nadiku
Berbaur Dalam Angan-anganmu

Gebyar-Gebyar, Pelangi Jingga

Biarpun Bumi Bergoncang
Kau Tetap Indonesiaku
Andaikan Matahari Terbit Dari Barat
Kaupun Tetap Indonesiaku

Tak Sebilah Pedang Yang Tajam
Dapat Palingkan Daku Darimu
Kusingsingkan Lengan
Rawe-rawe Rantas
Malang-malang Tuntas
Denganmu ...


Indonesia ...
Merah Darahku, Putih Tulangku
Bersatu Dalam Semangatmu

Indonesia ...
Debar Jantungku, Getar Nadiku
Berbaur Dalam Angan-anganmu

Gebyar-Gebyar, Pelangi Jingga

Indonesia ...
Merah Darahku, Putih Tulangku
Bersatu Dalam Semangatmu

Indonesia ...
Nada Laguku, Symphoni Perteguh
Selaras Dengan Symphonimu

**
Aku masih di sini.. di Indonesia!
Aisya Avicenna

Friday, August 06, 2010

Kubuktikan MERAHku dalam PUTIHnya Ramadhan yang Penuh Cinta dan Barokah

Friday, August 06, 2010 0 Comments

Ba’da Subuh ini baru bisa menyalakan T-ONE kembali. Alhamdulillah, semalam berhasil merampungkan dua tulisan yang “hilang” bersama flash disk yang sekarang sudah berpindah tangan. Kejadian kemarin memang membawa hikmah yang luar biasa. Diri ini semakin menyadari betapa Allah masih sangat menyayangi. Flash disk yang berisi tulisan-tulisan dan naskah calon buku yang belum sempat terback up itu semoga bisa diikhlaskan. Memang, tulisan-tulisan itu adalah sesuatu yang sangat berharga. Hmm, suatu pelajaran yang sangat berharga juga buatku. Memacu diri ini untuk kembali mengingat dan menuliskan kembali tulisan-tulisan yang hilang itu. “SEMANGAT SANG PENULIS!!!” (*sepotong SMS dari Ibuk yang senantiasa menjadi pendobrak semangat untuk terus menulis sesuatu yang inspiratif*). Moga saja pencopet itu berkenan membuka flash disk-ku, terus terinspirasi dengan tulisan-tulisan di dalamnya atau bisa juga ia berkenan merekomendasikan tulisan-tulisan itu pada penerbit, atau gara-gara tulisan itu, ia berazzam untuk beralih profesi, dari pencopet menjadi penulis. Hehe... semoga saja! Aamiin...
Alhamdulillah, tak terasa sudah memasuki bulan Agustus ya! Seperti sudah menjadi kebiasaanku, pada bulan ini mengangkat tema : “ Kubuktikan MERAHku dalam PUTIHnya Ramadhan yang Penuh Cinta dan Barokah”
Bedah tema yuk!
Masih ingatkah di bulan Agustus ini ada moment special? Masih ingatkah kita selalu merayakannya dengan upacara bendera? Masih hafalkah kita pada lagu Indonesia Raya? Masih ingatkah kita pada cara tegap kita menghormat merah putih?
Sejenak terasa rindu, saat ingat betapa cinta kita pada Indonesia dulu, cinta lama kita pada bangsa ini.
Lama kita tak merasakan haru biru rasa humanis, antara kita dan Indonesia, betapa jauhnya kita saat ini dari seremonial mengenang perjuangan bangsa karena disibukkan dengan beragam aktivitas.
Jika memang kita adalah generasi penerus bangsa, agen perubahan bangsa, motor penggerak bangsa, maka tak perlu lagi pesta tujuhbelasan, tak perlu lagi nyanyian cengeng mengenang pahlawan, tapi saat ini kita harus mulai peduli dengan nasib bangsa, berjuang dalam dimensi kita, semampu kita, dan setulus hati kita.
Marilah kita berdo’a untuk Indonesia, saat ini juga....
Ya Allah..Lindungilah bangsa ini dengan kuasa-Mu,
Ya Allah..Tuntunlah bangsa ini dengan cahaya-Mu,
Ya Allah..Ridhoilah bangsa ini dengan kasih sayang-Mu,
Ya Allah..Ampunilah segala dosa bangsa ini, yang terkadang lalai memuja-Mu,
Ya Allah..Ampunilah segala dosa bangsa ini, yang sering menyekutukan-Mu,
Ya Allah..Yang Maha Penyayang, Yang Maha Bijaksana,
Mudahkanlah jalan bangsa ini meraih kebahagiaan dunia akhirat,
Ya Allah..Yang Maha Besar, Yang Maha Luhur..
Kami bersujud pada-Mu, Semoga Engkau selalu membukakan pintu hidayah-Mu pada hamba yang nista..
Robbana ‘atina fiddunyaa khasanah wa fil akhiroti khasanah waqinaa ‘adzabannar..
Bangkitlah negeriku... Harapan itu masih ada!!!
***
Bulan Agustus tahun ini memang terasa lebih istimewa. Pasalnya, Ramadhan juga jatuh di bulan ini. Sebentar lagi samudera pahala akan bergelombang datang silih berganti, memecah karang dosa yang telah mengeras. Saling memaafkan yaa...!!
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa”
(Q.S. Al Baqarah [2] : 183)
Semoga Allah SWT memberikan umur kepada kita untuk menikmati jamuan-Nya yang sangat spektakuler yaitu datangnya bulan Ramadhan di bulan Agustus tahun ini. Jamuan Allah SWT yang membuat orang yang putus harapan jadi bisa berharap, yang putus asa jadi bisa bangkit, yang hampir lumpuh semangatnya bisa berkobar lagi.
Seharusnya kita bersimbah air mata karena merasa ingin, sangat ingin menikmati jamuan Allah SWT pada bulan Ramadhan kali ini. Seperti saat kita melihat seorang dermawan yang kaya raya dan mulia akhlaknya akan menjamu seseorang, dan ternyata kita akan merasa gembira sekiranya kita diundang atau dijamu oleh orang yang sangat kita segani ini.
Apalagi Ramadhan bukanlah jamuan dari makhluk, tapi langsung jamuan dari Pencipta Alam Semesta yang Maha Tahu lumuran dosa kita, yang Maha Tahu segala derita dan harapan kita. Amatlah rugi andaikata kita tidak termasuk orang yang merasa sangat ingin memasuki Ramadhan ini dalam keadaan siap.
Saudaraku, dalam satu tahun Allah SWT menciptakan satu bulan istimewa, bulan yang penuh kasih sayang, barokah, dan ampunan. Sungguh bulan yang benar-benar beda dengan sebelas bulan lainnya, hari demi harinya berbeda, jam demi jamnya berbeda, detik demi detik berbeda. Begitu spesial. Inilah bulan Ramadhan. Bulan yang sangat dirindukan oleh umat Islam sedunia.
Di bulan Ramadhan ini, Allah SWT menjanjikan akan menjamu hamba-hamba yang beriman. Sedemikian dahsyatnya jamuan Allah, sampai-sampai bagi siapa pun yang melewati saat-saat Ramadhan ini dengan sebaik-sebaiknya, maka dia dijanjikan mendapat jaminan keselamatan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, marilah kita manfaatkan bulan suci ini sebagai sarana peningkatan kualitas amal ibadah kita kepada Allah. Kita jadikan bulan ini sebagai sarana untuk mencapai tujuan mulia kita, yaitu memperbaiki mutu diri kita.
Saudaraku, mari kita bertekad, pantang bagi kita menyia-nyiakan perpindahan detik demi detik di bulan Ramadhan ini tanpa peningkatan amal. Ramadhan ini sungguh sangat berharga bagi kita sehingga kita harus memperhitungkan agar setiap ucapan, pikiran, dan perilaku kita menjadi amal shalih.

“Kubuktikan MERAHku dalam PUTIHnya Ramadhan yang Penuh Cinta dan Barokah”

Sebuah tema bulan ini yang memacu diri untuk mengoptimalkan bulan Ramadhan dengan aktivitas-aktivitas dan waktu-waktu yang dimiliki menjadi lebih terorganisir dengan baik dan bermanfaat. Mensukseskan target-target yang ingin dicapai dan melakukan evaluasi setiap saat. Mewarnai bulan Ramadhan ini dengan melakukan amal ibadah, tidak saja ibadah secara ritual namun juga ibadah yang bersifat sosial.
Pada bulan Ramadhan ini, berazzam untuk senantiasa berusaha mendapatkan rahmat dan ampunan Allah SWT, karena sesungguhnya celakalah bagi orang-orang yang tidak mendapatkan rahmat Allah SWT pada bulan yang penuh dengan rahmat ini. Insya Allah selepas Ramadhan nanti, kita dapat merasakan kekuatan perubahan dalam diri kita, menjadi pribadi takwa yang dicintai Allah SWT dan disayangi makhluk-Nya. Selamat menikmati jamuan Allah SWT di bulan Ramadhan, Saudaraku!
“Selamat datang Wahai Ramadhan, bulan yang agung, bulan yang penuh berkah, bulan yang menghapuskan dosa dan mengabulkan doa bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh beribadah di dalamnya. Ya Ilahi, Engkaulah tujuan kami dan Keridhoan-Mulah dambaan kami.”

***
Ramadhan... Ramadhan... Ramadhan...
Bulan suci yang dinantikan kini telah tiba
Ramadhan kembali hadir dengan rahmat-Nya
Rindu hati terasa menanti bulan nan indah
Yang berhias amaliah indah dan ceria.

Ibu.. Bapak... Ramadhan tlah tiba
Ayo kawan sambutlah ia.
Euceu…Nyai…Ramadhan tos dugi.
(Si Mbak & saudari.. Ramadhan tlah tiba)
Teu karaos tos teupang deui.
(tak terasa sudah bertemu lagi)

Ramadhan tlah hadir kembali....

(Backsound : Ramadhan Kembali_Justice Voice)

Tak terasa sudah jam 06.00 pagi, saatnya bersiap untuk merangkai karya!!!

REDZone, 5 Agustus 2010_06:01
Aisya Avicenna

Monday, August 02, 2010

Mawar untuk Ibu

Monday, August 02, 2010 0 Comments

Seorang pria berhenti di toko bunga untuk memesan seikat karangan bunga yang akan dikirimkan kepada sang Ibu yang tinggal 250 km darinya. Begitu keluar dari mobilnya, ia melihat seorang gadis kecil berdiri di trotoar jalan sambil menangis tersedu-sedu. Pria itu bertanya mengapa gadis kecil itu menangis dan gadis kecil itu pun menjawab, “Saya ingin membeli setangkai mawar merah untuk ibu saya. Tetapi saya hanya mempunyai uang lima ratus rupiah, sedangkan harga mawar itu seribu rupiah.” Pria itu tersenyum dan berkata, “Ayo ikut aku, aku akan membelikan bunga yang kau mau.”
Kemudian, ia membelikan gadis kecil itu setangkai mawar merah, sekaligus memesan karangan bunga untuk dikirimkan kepada ibunya. Ketika selesai dan hendak pulang, ia menawarkan diri untuk mengantarkan gadis itu pulang ke rumah. Gadis kecil itu melonjak gembira, “Ya, tentu saja. Maukah kakak mengantar saya ke tempat ibu?”
Kemudian mereka berdua menuju tempat yang ditunjuk gadis kecil itu, yaitu pemakaman umum. Setibanya di sana gadis kecil itu meletakkan bunganya pada sebuah kuburan yang masih basah. Melihat itu, hati si pria menjadi trenyuh dan teringat akan sesuatu. Bergegas ia kembali menuju toko bunga tadi dan membatalkan kirimannya. Ia mengambil karangan bunga yang telah dipesannya dan mengendarai sendiri mobilnya sejauh 250 km menuju ke rumah ibunya.

***
Untuk bundaku yang selalu memahat kata “LUPH YOU” di setiap akhir SMS-nya…
Ananda semakin mencintaimu, bunda….

Jakarta, 2 Agustus 2010_16:22
Aisya Avicenna

Friday, July 23, 2010

Allah Selalu Ada

Friday, July 23, 2010 1 Comments

Alhamdulillah, malam ini bisa bangun sebelum jam 23.00. Sudah menjadi kebiasaan semenjak mengerjakan skripsi semasa kuliah dulu. Ba’da Isya langsung tidur. Berhubung sekarang jam 20.00 baru tiba dri kantor, biasanya tidurny ajam 20.30 (setelah makan malam). Jam 10 atau 11 malam diusahakan bangun. Jam 03.00 tidur lagi sampai jam 04.00. Pada waktu itu serasa kelelahan fisik sirna. Pikiran juga lebih fresh! Ini mah versi pengalaman saya, kalau ada yang punya kebiasaan lain ya monggo... ^^v. Ba’da sholat tahajud, melaksanakan amanah baru yakni membangunkan seorang ibu muda yang tinggal di Bogor. Mbak yang satu ini baru saja melahirkan anak pertamanya. Kebetulan minggu ini suaminya sedang dinas di luar kota, sehingga saya diamanahi untuk misscalled beliau agar senantiasa terjaga untuk menjaga sang buah hati. Jadi turut merasakan pengalaman menjadi ibu. ^^v. .
Setelah itu mengerjakan PR dari ustadzah saya. Oh ya, selama di Jakarta ini saya ikut kelas tahsin-tahfidz di Lembaga Bimbingan Qur’an Al Utsmani yang berada di daerah Condet, Jakarta Timur. Kuliahnya seminggu sekali. Saya mengambil kelas di hari Jumat jam 06.00 pagi. Inilah salah satu langkah saya untuk mewujudkan impian menjadi seorang hafidzah! Semoga diberi kemudahan. Aamiin...
Sejenak mengulang hafalan untuk disetorkan pekan ini. Pasca itu, menulis! Ya, menurut saya jam-jam segini adalah waktu yang sangat tepat untuk menetaskan inspirasi-inspirasi yang didapat. Malam ini sepertinya saya terinspirasi dari sebuah nasyid baru yang akhir-akhir ini sering saya dengarkan, baik di kantor maupun lewat winamp-nya si T-ONE (eh iya, T-ONE itu nama notebook merah saya. T-ONE singkatan dari TRIPLE ONE, maksudnya : T-ONE ini adalah impian saya ke-111. Alhamdulillah, bisa terwujud memiliki T-ONE dari gaji rapelan -buka kartu.com-).
Eh ya, malah ngelantur. Nasyid baru ini dibawakan oleh seorang munsyid bernama Heru Hardiana, judulnya “Dia Selalu Ada”. Nada nasyid ini sangat enak untuk didengar. Coba deh download... Atau kalau ga ketemu, bisa minta ke saya (Gratis! ^^v)
Ingatlah Allah di mana saja
Jangan kau lupa Tuhan Yang Esa
Allah, Dia adalah pencipta kita
Pencipta alam semesta
Ingatlah Dia selalu ada
Dimanapun engkau berada
Allah, Dia Tuhan kita semua
Tiada Tuhan melainkan Dia
Ingatlah slalu akan dirimu
Engkau dicipta untuk beribadah kepada-Nya
Janganlah sampai engkau terjebak
Dengan nafsu dirimu
Allah kan melihatmu
Walau kau sembunyi dimanapun jua
Allah tahu ‘kan hatimu
Walau kau tutupi semua itu
***
Dimanapun dan sampai kapanpun kita berada Allah SWT selalu mengawasi kita, dalam perbuatan baik terlebih dalam perbuatan buruk, Allah SWT selalu ada mengawasi kita. Melangkah, berlari dan bersembunyi, Allah SWT pasti mengetahuinya karena Dia adalah Yang Maha Mengetahui apapun tentang makhluknya.
Sadar atau tidak sadar, mau atau tidak mau kita pasti diawasi oleh Allah SWT. Oleh karena itu, dalam berbuat dan melakukan sesuatu, ingatlah kepada Allah SWT. Setiap perbuatan kita selalu di lihat-Nya. Allah SWT Maha Melihat. Selain itu, Allah SWT mendengar semua yang kita ucapkan karena Dia Maha Mendengar. Hendaknya hal ini menyadarkan kita agar selalu berhati-hati dalam berbuat, bertindak, berbicara dan bertingkah laku karena Allah SWT selalu ada bersama kita.
Apa yang telah kita lakukan dan kerjakan suatu saat nanti akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT dengan segala catatan yang kita punya tanpa dikurangi atau dilebihkan karena Allah SWT Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Mengetahui, Maha Melihat, dan Maha Mendengar. Oleh karena itu dalam mengisi kehidupan yang singkat ini usahakanlah berjalan dalam koridor yang benar yang selalu diridhai Allah SWT.
Ingatlah, Allah SWT selalu bersama kita kapan dan di manapun kita berada. Sekecil dan sebesar apapun perbuatan dan perilaku kita, Allah SWT pasti mengawasi-Nya dengan segala kebesaran-Nya. Dengan mengingat Allah SWT maka hati menjadi tenang dan damai, dengan ketenangan dan kedamaian itu perbuatan kita akan selalu tertuju pada hal-hal yang positif dan bermanfaat.
"...Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar Ra’d, 13:28).
***
Ketahuilah olehmu jika kau merasa lelah dan tak berdaya dari usaha yang sepertinya sia- sia...
Allah SWT tahu betapa keras engkau sudah berusaha.
Ketika kau sudah menangis sekian lama untuknya dan hatimu masih terasa pedih...
Allah SWT sudah menghitung air matamu.
Ketika dirimu sedang menunggu sesuatu dan waktu berlalu begitu saja...
Allah SWT sedang menunggu bersamamu.
Ketika kau berpikir bahwa kau sudah mencoba segalanya dan tak tahu hendak berbuat apa lagi...
Allah SWT sudah punya jawabannya.
Ketika segala sesuatu menjadi tidak masuk akal dan kau merasa tertekan...
Allah SWT dapat menenangkanmu.
Ketika kau merasa sendirian dan teman- temanmu terlalu sibuk untuk menelpon dan SMS... Allah SWT selalu ada bersamamu
Ketika kau mendambakan sebuah cinta sejati yang tak kunjung datang...
Allah SWT mempunyai cinta dan kasih yang lebih besar dari segalanya.
Dia telah menciptakan seseorang yang akan menjadi pasangan hidupmu kelak.
Ketika kau merasa bahwa kau mencintai seseorang namun kau tahu bahwa cintamu tak terbalas...
Allah SWT sedang mempersiapkan segala yang terbaik baginya untukmu.
Ketika kau merasa bahwa kau talah dikhianati dan dikecewakan...
Allah SWT dapat menyembuhkan lukamu dan membuatmu tersenyum.
Ketika tiba-tiba kau merasa dapat melihat jejak-jejak harapan...
Allah SWT sedang berbisik kepadamu.
Ketika segala sesuatu berjalan lancar dan kau merasa ingin mengucap syukur...
Allah SWT telah memberkahimu.
Ketika sesuatu yang indah terjadi dan kau dipenuhi ketakjuban..
Allah SWT telah tersenyum kepadamu.
Ketika kau mempunyai tujuan untuk dipenuhi dan mimpi untuk digenapi...
Allah SWT sudah membuka matamu dan memanggilmu dangan namamu.

Ketika kita menggantungkan harapan pada manusia, jangan heran jika kita dikecewakan...
Karena sejatinya hanya pada Allah SWT sajalah harapan itu digantungkan dan tiada pernah menemukan penyesalan.
Innallaha Ma Anna
Sudah jam 03.03 (waktu T-ONE).
Saatnya tidur lagi...
Zzzzz.
RedZone, 23 Juli 2010
Aisya Avicenna

Tuesday, July 20, 2010

Ketika Cinta Dirahasiakan

Tuesday, July 20, 2010 1 Comments

Cinta adalah hal fitrah yang tentu saja dimiliki oleh setiap orang, namun bagaimanakah membingkai perasaan tersebut agar bukan cinta yang mengendalikan diri kita, tetapi diri kita yang mengendalikan cinta. Mungkin cukup sulit menemukan teladan dalam hal tersebut di sekitar kita saat ini. Walaupun bukan tidak ada. Barangkali, kita saja yang tidak mengetahui saking rapatnya dikendalikan. Subhanallah…
Tapi, kebanyakan justru yang tampak ke permukaan adalah yang justru seharusnya tidak kita contoh. Kekurangan teladan? Mungkin..
Inilah fragmen dari khalifah ke-4, suami dari putri kesayangan Rasulullah tentang membingkai perasaan dan bertanggung jawab akan perasaan tersebut. Kisah di bawah ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, buah pena Ustadz Salim A.Fillah. Chapter aslinya berjudul “Mencintai Sejantan Ali”
Ada rahasia terdalam di hati Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah.
Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang juga sepupunya itu, sungguh mempesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya.
Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Terpercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah.
Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan! Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta.
Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan.
Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakar Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.
”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin Ali. Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakar. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan Rasul-Nya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakar menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah
sementara Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakar berdakwah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Mekah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakar ; Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti Ali. Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakar; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakar sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah. Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.
”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam Ali. ”Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan. Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakar ditolak.
Dan Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakar mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. Umar memang masuk Islam belakangan,
sekitar 3 tahun setelah Ali dan Abu Bakar. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakar dan Umar, aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar, aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar..”Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.
Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana Umar melakukannya.
Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir.
Menanti dan bersembunyi. Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang Umar di balik bukit ini!” Umar adalah lelaki pemberani.
Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. Umar jauh lebih layak.
Dan Ali ridha.
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian.
Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan. Maka Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran Umar juga ditolak. Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?
”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan.
”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”
”Aku?”, tanyanya tak yakin. ”Ya. Engkau wahai saudaraku!”
”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”
Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang. ”Engkau pemuda sejati wahai Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.
Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab.
Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.
”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?” ”Entahlah..” ”Apa maksudmu?”
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!” ”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka, ”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua!
Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”
Dan Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.
Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakar, Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti. Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”
Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan.
Yang kedua adalah keberanian. Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda” Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu” Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”
Kisah ini disampaikan di sini, bukan untuk membuat kita menjadi mendayu-dayu atau romantis-romantis-an Kisah ini disampaikan agar kita bisa belajar lebih jauh dari Ali dan Fathimah bahwa ternyata keduanya telah memiliki perasaan yang sama semenjak mereka belum menikah tetapi dengan rapat keduanya menjaga perasaan itu. Perasaan yang insya Allah akan indah ketika waktunya tiba.
***
" Jika belum siap, cintai ia dalam diam"
Bila belum siap melangkah lebih jauh dengan seseorang, cukup cintai ia dalam diam..
Karena diammu adalah salah satu bukti cintamu padanya..
Kau ingin memuliakan dia..dengan tidak mengajaknya menjalin hubungan yang terlarang,
Kau tak mau merusak kesucian dan penjagaan hatinya..
Karena diammu memuliakan kesucian diri dan hatimu
Menghindarkan dirimu dari hal-hal yang akan merusak izzah dan iffahmu..
Karena diammu bukti kesetiaanmu padanya..
Karena mungkin juga..orang yang kamu cintai adalah juga orang yang telah Allah SWT pilihkan untukmu..
Ingatkah kalian tentang kisah Fatimah dan Ali? Yang keduanya saling memendam apa yg mereka rasakan...Tapi pada akhirnya mereka dipertemukan dalam ikatan suci nan indah.
Karena dalam diammu tersimpan kekuatan..
Kekuatan harapan.. Hingga mungkin saja Allah akan membuat harapan itu menjadi nyata hingga “cintamu yang diam” itu dapat berbicara dalam kehidupan nyata..
Bukankah Allah tak akan pernah memutuskan harapan hamba yang berharap pada-Nya?
Dan jika “cinta dalam diammu” itu tak memiliki kesempatan untuk berbicara di dunia nyata, biarkan ia tetap diam..
Jika dia memang bukan milikmu, Toh ALLAH.. melalui waktu akan menghapus “cinta dalam diammu” itu dengan memberi rasa yang lebih indah dan orang yang tepat..
Biarkan “cinta dalam diammu” itu menjadi memori tersendiri dan sudut hatimu, menjadi rahasia antara kau dengan Sang Pemilik hatimu...

(sebuah kiriman dari seorang saudariku..)

Terinspirasi dari sebuah dialog kemarin siang. Buat seorang sahabat => Ukhti, yakinlah suatu saat kau akan mendapatkan yang TEPAT dan TERBAIK… untukmu… Untuk kita ^^v.

Jakarta, 20 Juli 2010
Aisya Avicenna

Monday, July 19, 2010

Dialog di Ujung Malam

Monday, July 19, 2010 0 Comments

Jam dinding merah berdetak
Pukul 01.00 dini hari...
Sesekali terdengar suara seekor cecak yang berdecak
Setelah itu diam... membisu!

***
Berubahkah aku.. hanya bila ada sesuatu
Terus aku pulang pada sikap di mana ku berubah
Hanya sekedar sesuatu tak berapa lama pun itu
Jalanku terpendam dalam sikap di mana ku berubah
Tuhan... aku hanya manusia
Mudah berubah lagi dalam sekejap
Tuhan... aku ingin berubah
Dan ku bertahan dalam perubahanku

Satu bait nasyid yang didendangkan Edcoustic di atas mengiringi jemari ini menulis rangkaian huruf yang melaju mengikuti sebuah perenungan mendalam pada dini hari yang sangat sunyi ini.
Di setiap langkah membawa hikmah
Di setiap peristiwa ada rahasia
Di setiap kejadian ada pelajaran
Semua adalah proses pendewasaan
Dialah Sang Murobbi Tertinggi kita.
Yang menuntun, membimbing dengan limpahan cinta dan kasih sayang...

Allah sering mentarbiyah ruhiyah kita. Dia ingin tahu sebesar apa cinta kita pada-Nya. Dia selalu menguji di tempat yang sama. HATI. Mungkin di sinilah letak kelemahan kita (saya menggunakan kata ‘kita’ karena saya yakin, tidak hanya saya yang mengalami dan merasakannya). Allah akan selalu menguji di titik kelemahan hamba-Nya, sampai ia benar-benar sembuh, pulih dari sakitnya. Hati kita memang sering berada dalam kondisi ‘payah’. Jadi Allah memberi obat dengan ujian-Nya. Semoga saja kita termasuk hamba-Nya yang lulus ujian dengan nilai terbaik dan penyakit hati kita akan pulih tanpa bekas. Hilang, lenyap. sembuh, benar-benar sembuh. Dia memang Maha Tahu kondisi hamba-Nya. Dia Maha Tahu kapan harus memberi ujian dan kapan menyelesaikan. Dia menunggu saat yang tepat dan terbaik untuk mengakhiri ujian-Nya.
Saat hati itu mulai lapang, ikhlas, dan siap menerima keputusan-Nya, saat itulah ujian berakhir. Lega....semua telah lewat. Masa-masa tegang mengerjakan ujian telah berlalu. Masa kritis dan sakitpun telah terlampaui. Sekarang yang ada hanya ucapan syukur tak terhingga. Kecintaan yang semakin bertambah. Cita-cita yang semakin tinggi. Ikhtiar yang semakin besar, untuk menjadi hamba-Nya yang terbaik, terbaik, dan terbaik! Di dunia dan akhirat.
Semoga semua ini memberi hikmah yang begitu dalam pada kita. Mencoba untuk bangkit. Menatap masa depan. Menyusun rencana ke depan. Menata hati, memperbaiki diri! Menyiapkan bekal dan kado terbaik untuk dakwah, untuk Islam. Mencapai target, membenahi kekurangan. Terus! Menatap ke depan! Jangan selalu menoleh ke belakang. Yang telah lalu adalah pelajaran. Proses pendewasaan. Semakin hari semakin mengerti tentang arti kehidupan. Belajar, belajar, dan belajar.
Diri kita harus semakin kuat dan semakin tangguh menghadapi rintangan. Hadapi saja, Allah-lah sebaik-baik penolong. Serahkan semua pada-Nya. Intinya, dekatkan selalu diri kita pada-Nya. Jangan tertipu dengan cinta semu. Cinta-Nya lebih berharga dari apapun! Lebih besar dari siapapun! Lebih indah dari segala yang ada! Apapun yang terjadi, jangan menjauh dari-Nya. Jangan melupakan-Nya. Tegar, Tabah, Istiqomah..
***
Rabb...terima kasih atas semua yang Kau berikan pada hambaMu yang hina ini. Engkau memang Maha Pengasih. Nikmat ilmu, rizqi, kemudahan segala urusan, nikmat bersabar dan tawakkal, nikmat mencintai-Mu dan memperoleh cinta-Mu...Sungguh hamba tak mampu untuk membalasnya. Air mata ini tak sanggup tuk menebusnya. Amal dan ibadah seumur hidupku pun tak cukup untuk membayarnya.

Di setiap masa ada untaian cerita
Di setiap cerita ada penggalan episode
Di setiap penggalan episode ada hikmah
Di setiap hikmah ada cinta, cinta, dan hanya cinta yang tersisa...
Rabb...ajak aku untuk bangkit saat ku terjatuh
Raih tanganku saat ku terhempas
Dekap aku dengan kasih-Mu
Genggam aku dalam kuasa-Mu
Bawa aku berlari, berlari dan terus berlari mengejar cinta-Mu
Hingga ku temukan Kau, menungguku...menatapku...
Di ujung masaku, setelah habis pencarianku
Ku kembali menghadap-Mu dengan membawa berjuta rindu
Dan cinta di qalbu..
Terimalah persembahanku....

Ya Allah,
Aku hanyalah sebutir pasir di gurun-Mu yang luas
Aku hanyalah setetes embun di lautan-Mu yang meluap hingga seantero samudera
Aku hanya sepotong rumput di padang-Mu yang memenuhi bumi
Aku hanya sebutir kerikil di gunung-Mu yang menjulang menyapa langit
Aku hanya seonggok bintang kecil yang redup di bentang langit-Mu yang tanpa batas

Ya Allah...
Hamba yang hina ini menyadari tiada artinya diri ini di hadapan-Mu
Akan tetapi, hamba terus menggantungkan segunung harapan pada-Mu

Ya Allah...
Baktiku pada-Mu tiada arti, ibadahku hanya sepercik air
Bagaimana mungkin sepercik air itu dapat memadamkan api neraka-Mu yang berkobar?
Betapa sadar diri ini begitu hina di hadapan-Mu
Jangan jadikan diri ini hina di hadapan makhluk-Mu
Diri yang tangannya banyak maksiat ini...
Mulut yang banyak maksiat ini...
Mata yang banyak maksiat ini…
Hati yang telah terkotori oleh noda ini…memiliki keinginan setinggi langit
Mungkinkah hamba yang hina ini menatap-Mu yang mulia???

Ya Allah...
Kami semua fakir di hadapan-Mu
Tapi juga kikir dalam mengabdi kepada-Mu
Pintaku...
Ampunilah aku dan saudara-saudaraku yang telah memberi arti dalam hidupku
Mungkin tanpa kami sadari, kami pernah melanggar aturan-Mu
Bahkan sering!
Ampunilah kami...
Pertemukan kami dalam jannah-Mu..
Dalam bingkai kecintaan kepada-Mu...

Ya Allah...
Siangku tak selalu dalam iman yang teguh
Malamku tak senantiasa dibasahi air mata taubat
Pagiku tak selalu terhias oleh dzikir pada-Mu
Begitulah si lemah ini dalam upayanya yang sedikit
Janganlah kau cabut nyawaku dalam keadaan lupa pada-Mu
Atau…. dalam maksiat kepada-Mu
Ya Allah, cabut nyawaku dalam khusnul khatimah...

Aamiin Ya Rahman...
Aamiin Ya Rahim..
Aamiin Ya Rabbal ‘alaamiin..

***

Desiran di lubuk hati pada kesaksian
Merambah merayu diri pada kepastian
Semua akan direkatkan, akan diredupkan cahayanya
Semua akan dipulangkan dan dikembalikan
Ya Allah.. Ya Ghaffar... Ya Rabbi...

Bisikan di palung hati pada keinsyafan
Mengalir percik nurani pada kerinduan
Semoga Allah memberikan, Allah membukakan pintu rahmat-Nya
Semoga Allah melimpahkan lautan ampunan
***
Mengakhiri tulisan kali ini dengan beriring nasyid “Kau Tiada Terdua”-nya Rakhmat Fajar. Semoga semangat untuk berubah menjadi lebih baik senantiasa memenuhi rongga jiwa kita. Semangat berubah yang diselimuti rasa optimis! Optimisme yang mengantarkan kita pada keyakinan yang sangat, bahwa apapun yang terjadi dalam hidup kita adalah hadiah terindah dari Allah SWT.

Kumandang cinta
Mewarnai bergantinya hari
Bukanlah hari-hari biasa

Kepada-Mu Tuhan
Bersama bintang ku pun bertasbih
Merindu siang malam penuh keberkahan

Dalam doa penuh cinta ini
Ku tak akan lagi sendiri
Malaikat pun menaungi
Sujud malamku

Di tengah tunduknya hati ini
Mohon tanamkan iman di sini
Agar tiada ragu ku berkata
Kau tiada terdua

I’m praying
You’ll always watching me
Always loving me
And protecting me
Help me to put a side the doubt
Allah Ya Hadii…

***
Diri ini memang sering merasa sendiri..
Apakah itu bagian dari kefuturan??
Padahal jelas nyata Kau selalu ada Ya Rabb!!
Semoga rasa ‘sendiri’ itu tak lagi menghantui
Karena Engkau selalu menemani
Karena Engkau selalu menjaga
Karena Engkau TIADA TERDUA!!!!!!!!!!!
Ya Rabb… hamba mencintai-Mu…semakin mencintai-Mu!!!

Sering ku merasa bertakwa pada-Mu
Tapi itu hanya perasaan saja
Sering ku berdosa pada-Mu Illahi
Tapi sering ku mengingkarinya...
Sering ku mengingat cinta-Mu Illahi
Tapi lebih sering ku menjauhinya
Sering ku terlena dengan dunia ini
Hingga menjadi hamba yang merugi
Hari demi hari terus kulalui
Dalam keadaan sepinya hati ini
Ku mengharap cinta Illahi
Dapat bersemi di hati
Hari ini ku ingin berubah
Ke arah yang lebih baik lagi
Ku akan mengabdi pada Illahi
Agar cinta-Nya terus di hati...



Jakarta, 19 Juli 2010_01:13
Seorang hamba yang mencintai-Mu…
Seorang hamba yang ingin terus berubah...
Menjadi lebih baik dan lebih baik lagi!!!
Istiqomahkan hamba Ya Rabb...

Aisya Avicenna

Monday, July 12, 2010

DAMAI

Monday, July 12, 2010 0 Comments

Damai yang dirasa
Melihat warnanya

Tenangnya di mindaku

Suasana kehijauan yang indah

Kicauan beburung rimba
Berterbangan bebas
di dalam rimba raya
Pepohon turut berlagu

Menerima sentuhannya
sinaran sang mentari hari
Di alam rimba damai dirasa
Segala-galanya terlukis sempurna

Di alam rimba keajaibannya
Pesona di jiwa

Di rimba tiada

Derita sengketa

Tiada kudengari
Tangisan sepi yang mengguris hati

Sang pelangi ceria

Menanti kehadirannya gerimis senja

Bisikan desiran air
Turut sama menghiasi
keindahan ciptaan Ilahi

Nasyid yang disenandungkan Nowseeheart di atas memang akhir-akhir ini menjadi nasyid favorit yang kerap diputar, baik di ‘REDZONE’ maupun di kantor. Entahlah, saat mendengarkan nasyid ini, rasanya memang sungguh ‘damai’.
Kedamaian hati ini mungkin bisa didefinisikan sebagai interpretasi dari syukur.
Hati yang selalu bersyukur, kita semua pasti menginginkannya dan senantiasa berusaha menghadirkannya dalam setiap hembusan nafas kita. Dengan selalu bersyukur, kejadian apapun yang kita alami, kita akan tetap bisa menerimanya, dan akhirnya kitapun bisa melihat hikmah di balik semuanya.
Bersyukur memang bukan sekedar terucap Alhamdulillah…
Tapi benar-benar mensyukuri segala hal yang kita hadapi. Entah itu tawa atau tangis, mendapat atau kehilangan, bertambah atau berkurang. Semua harus kita yakini bahwa hal itu terjadi karena kasih sayang-Nya. Dengan adanya keyakinan itu, maka hidup kita akan penuh dengan kebahagiaan.
Kebahagiaan yang sejati hakikatnya adalah sejauh mana kita bisa meyakini akan Allah Yang Maha Kuasa. Semakin kita yakin, maka semakin kita menggantungkan diri hanya pada-Nya, dan itu berarti semakin pula kita menjadi pribadi tangguh, dan semakin kita menjadi tangguh, semakin pula kebahagiaan kita tak mudah terusik oleh segala hal duniawi yang bersifat semu dan sementara, tidak mudah stress, dan tidak mudah terguncang.

Dengan keyakinan di hati, dengan rasa syukur yang selalu menyertai langkah kita, maka kita bisa menjadi makhluk yang tidak mudah putus asa. Terus bergerak walau rintangan menghadang. Terus memberi walau yang diberi mungkin tak pernah membalasnya. Terus tersenyum memandang langit, seberat apapun tantangan yang kita hadapi (Salah satu hal yang saya sukai adalah memandang langit, apalagi kalau ada bintang berteman rembulan yang bertengger menghiasinya.. Damai rasanya!). Selayaknya kita mampu melihat ada apa di balik semua kejadian itu, hikmah yang menyertainya, dan juga karena kita yakin, Allah Yang Maha Penyayang akan selalu memberikan yang terbaik pada kita, memberi kebahagiaan yang sejati dan abadi….

Hidup dengan keyakinan dan rasa syukur… sound great!!!

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat kepadamu , dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari -Ku.” (QS. Al-Baqarah [2] : 152)

Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah atas setiap keimanan yang ada di kalbu Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah atas setiap persendian atas kesehatan yang dianugerahkan Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah atas setiap hembusan nafas yang dihirup Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah atas setiap mata yang terbuka Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah atas setiap kesadaran yang ada Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah atas setiap harapan yang terbersit Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah atas setiap kesempatan baru yang Engkau anugerahkan Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah atas segalanya...

***
Saat hanya terdengar denting jam dinding, tuts keyboard, dan alunan “Damai” dari winamp. Sesekali terdengar teriakan tetangga sebelah yang sedang menyaksikan final Piala Dunia ^^v
Jakarta, 12 Juli 2010_02:15

Thursday, July 01, 2010

JULI = [J]ejak-jejak [U]ntuk [L]edakkan [I]nspirasi

Thursday, July 01, 2010 0 Comments

REFLEKSI JUNI
Bulan Juni menjadi bulan penuh “sensasi” bagi saya. Pasalnya, banyak kejadian yang membuat diri ini semakin tertempa dan semakin menyadari akan mahalnya sebuah keistiqomahan. Jujur saja, di akhir bulan Juni, saya sempat dihadapkan dalam sebuah suasana yang membuat diri ini “terpojok”, terpukul, dan jatuh sakit. Semuanya berakar dari sebuah perbedaan! Peristiwa itu sempat menguji keteguhan. Diri ini mencoba untuk tegar dan tak terusik dengan lingkungan yang belum sepenuhnya menerima dan mengerti tentang indahnya perbedaan. Ya Rabb, istiqomahkan hamba… itulah asa dari seorang hamba yang sedang berusaha mempertahankan dirinya. Saya teringat akan kisah yang pernah saya baca di buku “Beginilah Seharusnya Hidup”.
Suatu hari, masyarakat kodok mengadakan sayembara. Sayembaranya berupa lomba lari dan diakhiri dengan menaiki menara yang cukup tinggi. Setelah beberapa hari dipublikasikan, beberapa kodok akhirnya mendaftarkan diri. Mereka banyak yang mendaftar karena tergitu dengan dengan hadiah yang besar. Setelah melalui beberapa tahap penyeleksian, akhirnya hanya sepuluh ekor kodok yang dibolehkan mengikuti perlombaan.
Pada hari yang telah ditentukan, kesepuluh ekor kodok ini berkumpul di alaun-alun. Penonton yang datang, bukan main banyaknya. Para peserta lomba diliputi perasaan tegang. Tegang karena harga diri keluarga dan suku ikut dipertaruhkan. Wasit bersiap-siap meniup peluit. Para peserta lomba bersiap mengambil ancang-ancang. Masing-masing telah siap dengan segala yang akan terjadi. Kalau perlu, untuk memenangkan perlombaan, segala macam cara akan dilakukan.
Priiittt!!!
Setelah peluit berbunyi, masing-masing kodok melompat-lompat berpacu untuk menjadi yang terdepan. Jarak lari sebelum naik menara lumayan jauh. Mereka harus menguras energi untuk sampai ke menara. Sedangkan finish dari lomba itu adalah di puncak menara. Barangsiapa yang berhasil menaiki menara dan meraih bendera di atasnya, dialah pemenangnya.
Kini, kesepuluh ekor kodok itu hampir mendekati menara. Penonton terdengar riuh rendah bertepuk tangan dan memberikan dukungan. Namun, di antara penonton itu tak sedikit pula yang menciutkan nyali peserta lomba.
“Wah, mana mungkin kodok bisa naik menara. Lomba ini hanya menguras tenaga saja!”
Beberapa peserta lomba yang sedang lari mendengar celetukan itu. Di dalam hati mereka membenarkan celetukan itu. Mereka pun akhirnya berhenti berlari. Adapun sisanya terus berlari. Empat ekor kini berada di bawah menara, sementara seekor kodok yang kecil masih berada jauh dari menara. Ia memang menjadi peserta yang tidak diunggulkan.
Keempat ekor kodok yang berada di bawah menara tengah berpikir. Apakah mereka akan terus memanjat menara tersebut, atau cukup sampai di situ. Di tengah kebimbangan yang melanda mereka, beberapa penonton banyak yang menyarankan agar menyerah saja. Karena tidak mungkin menara itu dapat dipanjat. Beberapa ekor di antara peserta lomba itupun banyak yang ciut nyalinya. Satu per satu mereka menyerah. Hanya tinggal satu peserta lagi yang masih jauh dari menara. Ia adalah peserta yang benar-benar tidak diunggulkan.
Kodok itu hampir mendekati menara. Namun, beberapa komentar yang menciutkan nyali tak digubrisnya, ia terus berlari.
“Woi, sudah berhenti saja. Yang lain juga berhenti, karena tidak mungkin kodok bisa memanjat menara!” begitulah beberapa celetukan penonton.
Akan tetapi, kodok kecil itu tetap berlari. Sedikitpun ia tidak meladeni omongan para penonton. Ia terus berkonsentrasi pada perlombaan yang tengah ia ikuti. Sampailah kodok itu di bawah menara. Dengan susah payah kodok itu melompat-lompat, memanjat menara yang memiliki banyak cabang.
Para penonton yang mengeluarkan kata-kata penciut nyali itu heran, karena kodok kecil ini sedikit demi sedikit mampu menaiki menara. Beberapa lama kemudian, sampailah kodok ini di puncak menara. Dengan hati-hati, diambilnya bendera. Kemudian, gemuruh penonton menyoraki kodok kecil yang berhasil menaiki menara dan memenangkan pertandingan.
Setelah turun, kodok itu disambut meriah dan sukacita oleh keluarga dan sukunya. Tak lama setelah itu, panitia menyerahkan hadiah. Wartawan kodok kemudian mengerubungi sang juara serta mewawancarainya. Namun, karena kelelahan kodok itu tak mau diwawancarai. Ia diwakili oleh keluarganya menghadapi pertanyaan dari para wartawan.
“Apa kunci keberhasilan kodok kecil itu sehingga menjadi juara?” tanya salah satu wartawan.
“Tentu saja banyak latihan!”
“Selain itu?”
“Banyak makan makanan yang bergizi, dan tak lupa berdoa.”
“Lalu, motivasi apa yang adan berikan kepada kodok kecil itu, sehingga ia tidak berhasil diruntuhkan mentalnya oleh para penonton?”
“Maksud Anda?”
“Yah. Tadi, ketika lomba sedang berlangsung banyak dari para peserta yang mundur karena ciut nyalinya setelah mendengar omongan para penonton.”
“Ooo, itu. Kodok kecil itu tidak terpengaruh dengan omongan yang meruntuhkan mental karena ia tidak mendengar omongan itu.”
“Maksudnya?”
“Kodok kecil itu tuli, jadi ia tidak mendengar apa yang diomongkan.”
Kisah kodok kecil itu mirip dengan yang saya alami. Saya pun berusaha ‘menulikan’ diri terhadap hujan kata yang ‘memojokkan’ itu. Biarlah. Saya tetap menghargai, karena setiap orang berhak menilai. Tapi menurut lubuk hati saya yang terdalam, penilaian terbaik hanya datang dari Allah Yang Maha Kuasa. Bukan berarti saya acuh, tapi biarlah saya memilin benang-benag filter dalam diri saya lebih kuat, lebih rapat sehingga saya mampu menyaring inputan yang positif dan membuang ampas-ampas negatif yang turut menyertai inputan itu.
Perbedaan, dalam hal apapun, kadang selalu menjadi polemik, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Manusia sebagai anak keturunan Adam, makhluk ciptaan Allah yang diberikan kelebihan oleh-Nya dibandingkan dengan makhluk lainnya. Menjadikan manusia mampu menyikapi perbedaan dengan bijak. Memang seharusnya seperti itu.
Ibarat sebuah bangunan, yang dibangun dari berbagai macam bahan, yang membuatnya kokoh berdiri, satu sama lain saling melengkapi dan memperkuat sehingga menjadi sebuah bangunan yang utuh. Satu dengan yang lainnya fokus dengan fungsi dan kemampuan masing-masing. Namun, semuanya berlandaskan pondasi yang sama.
Dalam Islam, pondasi itu adalah Tauhid, yang wajib kita yakini bahwa Allah adalah satu, menyakini dan mengimani semua sifat-Nya, nama-nama-Nya yang agung, menyakini semua penciptaan-Nya. Dalam setiap shalat kita, meng-ESAkan-Nya, bahwa tiada Tuhan Selain Allah. Berlandaskan tauhid inilah, perbedaan yang ada, mampu disikapi dengan bijak, bahwa kita adalah setetes air dalam samudera ilmu-Nya, tidak layak kita menyombongkan diri, merasa menjadi yang paling berilmu dan merendahkan yang lainnya, yang sama-sama menempuh jalan-Nya.
Merendahkan hati kepada sesama, semakin berisi semakin merunduk dan bersifat tawadhu, sikap-sikap seperti ini yang seharusnya dikembangkan, dan tentunya akan lebih baik memeriksa kesalahan diri sendiri, daripada mencari-cari kekurangan orang lain. Paling tidak itulah hikmah yang saya ambil. Setiap kita mengucapkan salam setelah sholat, maka kita mendoakan sesama ummat yang ada di samping kanan dan kiri kita, semoga selalu ada dalam keselamatan, rahmat-Nya dan berkah-Nya, maka jika dengan sadar kita melakukannya, dengan penuh keikhlasan, sudah selayaknya kita mampu menyikapi perbedaan dengan bijak. Karena jika seorang Muslim, menempuh Jalan-Nya, dan berupaya mengharapkan ridho-Nya dalam perjalanan hidupnya, pasti akan mendapatkan petunjuk-Nya, selama itu menjalankan semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya.
“Barangsiapa yang Allah menghendaki padanya kebaikan maka Dia akan menjadikannya mengerti masalah agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Terima kasih Ya Allah karena menyajikan bulan Juni yang begitu berarti.
Sebuah sugesti positif : Saat ‘SENDIRI’ di tengah ‘hutan belantara’ dengan berjuta bahaya yang siap menerkam, jangan pernah merasa SENDIRI! Allah bersamamu dan akan melindungimu dengan penjagaan terbaik-Nya. Allah Maha Kuasa, Dia pun bisa mengirimkan manusia-manusia terpilih untuk menjadi sahabat dan pelindung dalam ‘KESENDIRIAN’mu.

RESOLUSI JULI
Tidak ada yang tahu pasti bagaimana masa depan kita. Satu hal yang saya percayai adalah, semakin banyak kita berbuat kebaikan, semakin indah juga hidup kita. Semakin banyak kita memberi, semakin banyak pula yang kita dapatkan. Semakin keras kerja kita, semakin besar kesuksesan kita. Semakin kita berani mengambil resiko untuk menyambut peluang, semakin besar pula keberuntungan yang akan kita dapatkan. Insya Allah.
Jangan hanya MENUNGGU, tapi BERGERAK dan BERJUANGLAH meraih apa yang diinginkan!!!
JULI = [J]ejak-jejak [U]ntuk [L]edakkan [I]nspirasi
Bismillahirrahmanirrahim…
Yakin... yakin... yakin... SIAP MELANGKAH!!! Diri ini semakin tahu setiap detail yang diinginkan... Tapi Allah Maha Tahu lebih detail dari setiap apa yang PANTAS untuk diberikanNya pada hamba-Nya ini…
Kebaikan bukanlah memiliki harta melimpah dan anak banyak. Akan tetapi, kebaikan adalah jika amalmu banyak, ilmumu luas dan engkau tidak menyombongkan diri kepada orang lain dengan ibadahmu kepada Allah SWT. Jika berbuat baik, engkau segera bersyukur kepada Allah SWTdan jika berbuat buruk segera memohon ampun kepada-Nya
~Sayyidina Ali Bin Abi Thalib~
Jakarta, 1 Juli 2010
Aisya Avicenna