Jejak Karya

Jejak Karya

Saturday, April 30, 2011

Catatan Aisya [30] : Untukmu Para Muharrik Dakwah

Saturday, April 30, 2011 0 Comments

Allah memberikan ganjaran yang sebesar-besarnya dan derajat yang setinggi-tingginya bagi mereka yang sabar dan lulus dalam ujian kehidupan di jalan dakwah. Jika ujian, cobaan yang diberikan Allah hanya yang mudah-mudah saja tentu mereka tidak akan memperoleh ganjaran yang hebat.

Disitulah letak hikmahnya, yakni bahwa seorang da’i harus sungguh-sungguh dan sabar dalam meniti jalan dakwah ini. Perjuangan ini tidak bisa dijalani dengan ketidaksungguhan, azzam yang lemah dan pengorbanan yang sedikit.

Dakwah berkembang di tangan orang-orang yang memiliki militansi, semangat juang yang tak pernah pudar. Ajaran yang mereka bawa bertahan melebihi usia mereka. Boleh jadi usia para mujahid pembawa isi dakwah tersebut tidak panjang, tetapi cita-cita, semangat dan ajaran yang mereka bawa tetap hidup sepeninggal mereka.

Itulah ibrah yang harus dijadikan pusat perhatian para da’i. apalagi berkorban di jalan Allah adalah sekedar mengembalikan sesuatu yang berasal dari Allah jua. Kadang kita berat berinfaq, padahal harta kita dari-Nya. Kita terlalu perhitungan dengan tenaga dan waktu untuk berbuat sesuatu di jalan Allah padahal semua yang kita miliki berupa ilmu dan kemuliaan keseluruhannya juga berasal dari Allah.

Semoga kita dipermudah dalam menyuarakan Islam di muka bumi ini. Mari kita warisi dan teruskan risalah para nabi dan para pendahulu dakwah kita.

Sahabat perjuanganku,
Jika ada bintang yang bersinar paling indah
Itu adalah kalian…
Ketika aku temukan cinta bersama kalian
Semakin kuat diri ini mensyukuri pergerakan
Bergerak dan meregang nyawa tuk pertahankan keyakinan
Lebih aku sukai daripada pasrah terhinakan

Sahabat perjuanganku,
Jika ada orang yang sangat merindukan kematian,
Aku tahu itu adalah kalian,
Semakin teratur nafas-nafas juang ini menghirup wangi syurga yang terjanjikan
Setiap peluh dan darah yang keluar dengan cinta,
Mempertegas langkah ini tuk siapkan keabadian

Sahabat perjuanganku,
Pejuang sejati bukan pejuang gadungan yang mengaku teman berjuang namun ruhul istijabahnya lemah dan semakin meruntuhkan bangunan dakwah dari dalam.

Sahabat perjuanganku,
Pertemuan dengan kalian begitu mencerahkan. Berjuang bersama kalian merasakan ujian Allah adalah sebuah tarbiyah yang mendewasakan. Bersama kalian, tiada yang membuatku merasa berduka selain detik-detik yang terlewat tanpa nafas-nafas juang, nafas-nafas yang menyambung kehidupan.

Sahabat perjuanganku,
Perjalanan masih sangat panjang, jauh tak berujung. Mohonlah kekuatan untuk terus berjuang sampai habis aliran darah dan keringat. Mohonlah agar tak terhenti penuh sesal karena nafsu dan kekecewaan. Selamat berjuang MUHARRIK DAKWAH, semoga setiap tetes keringat dan darah yang akan tertumpah tergantikan senyum di surga

Ya Allah kokohkanlah kami dalam ikatan dakwah di jalan-Mu…

Aisya Avicenna

Friday, April 29, 2011

Catatan Aisya [29] : Cara Ibu Menyuruh Anak

Friday, April 29, 2011 0 Comments

Ada seorang ibu yang berprinsip dalam hal 'menyuruh anak'
- saat menyuruh pertama kali, berarti ia menyampaiken pesan 'minta tolong'
- jika mengulang 1x, brarti ia termasuk ibu yang cerewet
- jika mengulang 2x, berarti ia termasuk ibu yang bawel..
Karena ia tidak mau jadi ibu yang cerewet/bawel, maka ia tidak pernah mengulang ketika minta tolong, jika 1x meminta tolong tapi tidak ditanggapi, maka ia kerjakan sendiri, tidak marah dengan kata-kata, meski muka nampak agak masam.. Alhasil, anak-anaknya selalu bersegera dengan perintah pertama ibunya..

Copas dari notenya mbak Aniska :)

Thursday, April 28, 2011

Catatan Aisya [28] : Doa

Thursday, April 28, 2011 0 Comments
Ya Allah Maha Pengasih tunjukkan jalan bagiku
Agar kami tak sesat dalam rimba raya-Mu, Ya Allah..
Ya Allah Maha Pemurah berikan kami cahya-Mu
Agar kami tak jatuh dalam lembah azab-Mu, Ya Allah...

Kami hanyalah manusia yg penuh noda dan dosa
Ampuni kami semua dalam belaian sayang-Mu
Setulus doa dariku
Senikmat iman di kalbu
Agar kami tetap tegar
Dalam cobaan yang datang
Ya Allah...

Catatan Aisya [27] : Dua Status yang Kontroversial

Thursday, April 28, 2011 0 Comments

Melihat ke atas: Memperoleh semangat untuk maju
Melihat ke bawah: Bersyukur atas semua yg ada
Melihat ke samping: Semangat kebersamaan
Melihat ke belakang: Sebagai pengalaman berharga
Melihat ke dalam: Untuk introspeksi diri
Melihat ke depan: Untuk menjadi lebih baik!


~Melihat ke dompet.. Hmm, baru ingat kalau ini tanggal tua! ^^~

Status di atas aku posting di FB pada hari Selasa, 26 April 2011 dan langsung mengundang banyak jempol dan komenter. Teman-teman baru tahu kalau aku tuh tipikal orang yang humoris. Hehe...

Melihat ke atas: Memperoleh semangat untuk maju
Melihat ke bawah: Bersyukur atas semua yg ada
Melihat ke samping: Semangat kebersamaan
Melihat ke belakang: Sebagai pengalaman berharga
Melihat ke dalam: Untuk introspeksi diri
Melihat ke depan: Untuk menjadi lebih baik!


~Melihat ke dompet.. alhamdulillah.. terima rapelan gaji! ^^v~

Nah, kalau status ini aku posting hari Rabu, 27 APril 2011 dan tetap mengundang jempoldan komentar. Komentar yang masuk kebanyakan minta traktiran. Hadehh...


Aisya Avicenna

Wednesday, April 27, 2011

KELUARGA SEBAGAI LABORATORIUM PERADABAN

Wednesday, April 27, 2011 0 Comments


Posted by pak cah on August 19, 2010

Oleh : Cahyadi Takariawan

“Mengapa keluarga dapat dikatakan sebagai batu pertama untuk membangun negara ?” demikian pertanyaan Husain Muhammad Yusuf dalam bukunya Ahdaf Al Usrah Fil Islam mengawali pembahasan tentang Posisi Keluarga dalam Negara. “Sebab”, tulisnya, “Sejauh mana keluarga dalam suatu negara memiliki kekuatan dan ditegakkan pada landasan nilai, maka sejauh itu pula negara tersebut memiliki kemuliaan dan gambaran moralitas dalam masyarakatnya”.

Keluarga, dalam terminologi sosial sebagaimana dikemukakan Robert MZ. Lawang, dipahami sebagai kelompok orang-orang yang dipersatukan oleh ikatan perkawinan, darah atau adopsi; yang membentuk satu rumah tangga; yang berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dengan melalui peran-perannya sendiri sebagai anggota keluarga; dan yang mempertahankan kebudayaan masyarakat yang berlaku umum, atau bahkan menciptakan kebudayaan sendiri. Empat karakteristik universal keluarga, tercermin dari definisi di atas.

Pertama, keluarga terdiri dari orang-orang yang bersatu karena ikatan perkawinan, darah atau adopsi. Kedua, mereka hidup bersama dalam satu rumah dan membentuk satu rumah tangga (house hold). Ketiga, mereka merupakan satu kesatuan yang berinteraksi dan berkomunikasi. Keempat, mempertahankan kebudayaan bersama yang sebagian besar berasal dari kebudayaan umum yang luas, atau mereka menciptakan kebudayaan sendiri.

Islam memiliki pandangan yang spesifik tentang keluarga, dan memberikan penghargaan yang tinggi. Menurut Hibbah Rauf Izzat, dalam konsepsi Islam keluarga adalah unit yang sangat mendasar di antara unit-unit pembangunan alam semesta. Ismail Raji Al Faruqi menganggap keluarga juga merupakan infrastruktur bagi masyarakat Islam yang bersaing dengan infrastruktur masyarakat lain di dalam mewujudkan tujuan-tujuan konsep istikhlaf.

Fungsi Edukatif (Tarbiyah) dalam Keluarga

William J. Goode menyebutkan tiga fungsi keluarga, yaitu fungsi reproduktif, ekonomi dan edukatif. Sedangkan William Ogburn, selain fungsi edukatif dan ekonomi, menambahkan dengan fungsi perlindungan, rekreasi, agama dan status pada individu. Lebih dari itu, Islam sejak empat belas abad silam telah memberikan perhatian yang amat spesifik dalam masalah keluarga, dan menempatkan keluarga sebagai batu bata kokoh dalam membangun peradaban umat.

Di antara fungsi besar dalam keluarga adalah edukatif (tarbiyah). Dari keluarga inilah segala sesuatu tentang pendidikan bermula. Apabila salah dalam pendidikan awalnya, peluang untuk terjadi berbagai distorsi pada diri anak demikian tinggi. Demikian pula sebaliknya. Di sini kita akan menggunakan kata tarbiyah, bukan ta’dib, sebagai makna pendidikan atau juga pembinaan.

Pada dasarnya Islam telah menjadikan tarbiyah (pendidikan) sebagai atensi yang dominan dalam kehidupan. Di antara bukti yang bisa diungkapkan adalah, banyaknya istilah Ar Rabb yang digunakan dalam Al Qur’an, yang menurut Ibnu Manzhur, diturunkan dari akar yang sama dengan kata tarbiyah. Abul A’la Al Maududi menyatakan, “mendidik dan memberikan perhatian” adalah salah satu dari makna-makna implisit kata Rabb. Al Qurthubi berpendapat, kata Rabb dipakai untuk menggambarkan siapa saja yang melakukan sesuatu menurut cara yang sempurna.

Ar Razi membuat perbandingan antara Allah sebagai Pendidik dan manusia sebagai pendidik, menyatakan bahwa Allah sebagai Pendidik -tidak seperti manusia- tahu betul segala kebutuhan yang dididikNya lantaran Dia adalah Dzat Pencipta. “PerhatianNya tidak terbatas hanya pada sekelompok manusia; Allah memperhatikan dan mendidik seluruh makhluk dan karenanya kemudian digelari Rabbul Alamin”, lanjut Ar Razi.

Abdurrahman An Nahlawi berpendapat, ada tiga akar kata untuk istilah tarbiyah. Pertama, raba – yarbu yang maknanya bertambah dan berkembang. Kedua, rabiya – yarba sebagaimana wazan khafiya – yakhfa, yang bermakna tumbuh dan berkembang. Ketiga, rabba – yarubbu sesuai wazan madda – yamuddu, yang berarti memperbaiki, mengurusi, mengatur, menjaga dan memperhatikan. Najib Khalid Al Amir dalam bukunya Min Asalibi Ar Rasul Fi At Tarbiyah, mengemukakan hal yang senada. Seterusnya Najib menambahkan, “Kata Ar Rabb ditujukan kepada Allah Swt yang artinya Tuhan segala sesuatu, raja dan pemiliknya, Tuhan yang ditaati, Tuhan yang memperbaiki”.

Penulis tafsir Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil, Imam Baidhawi, menyebutkan bahwa pada dasarnya kata Ar Rabb itu bermakna tarbiyah yang artinya menyampaikan sesuatu hingga mencapai kesempurnaannya setahap demi setahap. Senada dengan itu, penulis Al Mufradat, Ar Raghib Al Asfahani berpendapat bahwa Ar Rabb berarti tarbiyah yang bermakna menumbuhkan sesuatu setahap demi setahap hingga mencapai batas kesempurnaannya.

Berdasarkan makna itu, Abdurrahman Al Bani mengambil empat unsur penting dalam pendidikan. Pertama, menjaga dan memelihara fitrah obyek didik. Kedua, mengembangkan bakat dan potensi obyek didik sesuai kekhasan masing-masing. Ketiga, mengarahkan potensi dan bakat tersebut agar mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Keempat, seluruh proses tersebut dilakukan secara bertahap.

Tak bisa disangkal lagi bahwa pendidikan bermula dari rumah, bukan dari sekolah. Bahkan, meminjam istilah Bobbi DePorter dan Mike Hernacki dalam teori Quantum Learningnya, pembelajaran masa kecil di rumah adalah saat-saat yang amat menyenangkan. Mereka menyebut contoh belajar berjalan pada anak usia satu tahun. Kendati dengan tertatih dan berkali-kali jatuh, toh anak pada akhirnya mampu berjalan, tanpa merasa ada kegagalan, suatu hal yang amat berbeda dengan pembelajaran orang dewasa.

Fungsi edukatif dalam keluarga menjadi sedemikian vital untuk mempersiapkan masa depan umat. Khalid Ahmad Asy Syantuh menyebutkan, pendidikan merupakan sarana perombakan yang fundamental. “Sebab”, katanya, “ia mampu merombak jiwa manusia dari akar-akarnya”. Seluruh anggota keluarga harus mendapatkan sentuhan tarbiyah untuk menghantarkan mereka menuju optimalisasi potensi, pengembangan kepribadian, peningkatan kapasitas diri menuju batas-batas kebaikan dan kesempurnaan dalam ukuran kemanusiaan.

Adapun tujuan tertinggi dari proses pendidikan, menurut Omar Mohammad Al Toumy Al Syaibany, bisa dirumuskan dengan beberapa rumusan berikut: perwujudan diri, persiapan untuk kewarganegaraan yang baik, pertumbuhan yang menyeluruh dan terpadu, serta persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat. Dengan demikian, pendidikan dalam keluarga tengah menyiapkan anggotanya mencapai tujuan tertinggi tersebut, atau dalam bahasa Muhammad Quthb diistilahkan dengan ungkapan ringkas, “manusia yang baik”, sebagaimana ungkapan Al Qur’an:

“Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kalian adalah yang paling bertaqwa” (Al Hujurat: 13).

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-klaki dan perempuan yang menjaga kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah; Allah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (Al Ahzab: 35).

“Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersma dengan dia adalah tegas terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka; kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud” (Al Fath: 29).

Kapan Dimulainya Pendidikan ?

Glenn Doman pernah menuturkan kisah seorang ibu yang bertanya kepada ahli perkembangan anak tentang mulai kapan ia harus mulai mendidik anaknya.

“Kapan anak ibu akan lahir?” tanya sang ahli.

“Oh, anak saya telah berusia lima tahun sekarang” jawab ibu.

“Cepatlah ibu pulang. Anda telah menyia-nyiakan lima tahun yang paling baik dari hidup anak anda”.

Kisah di atas diangkat dari pertanyaan: kapan mulai mengajar anak membaca? Apabila kita perluas dalam bahasa pendidikan, maka pendidikan anak dimulai bukan saja ketika bayi telah lahir, atau ketika masih dalam kandungan si ibu. Akan tetapi prosesi pendidikan itu telah dimulai sejak seorang laki-laki memilihkan calon ibu bagi calon anak-anaknya, dan ketika seorang wanita memilihkan calon bapak bagi calon anak-anaknya. Ikatan perkawinan merupakan awal mula terjadinya pendidikan, dan awal mula pendirian laboratorium peradaban. Husain Muhammad Yusuf berpendapat:

“Islam tidak menganggap perintah untuk melaksanakan perkawinan hanya sebatas jalan resmi menurut hukum untuk membentuk keluarga, atau sebagai cara yang mulia untuk melahirkan anak-anak shalih, atau untuk menundukkan pandangan mata, atau untuk merendahkan gejolak nafsu, atau untuk memenuhi tuntutan biologis saja. Tetapi Islam menganggap perkawinan sebagai sesuatu yang lebih agung dari masalah-masalah tersebut. Islam menganggap keluarga sebagai jalan untuk merealisir tujuan yang lebih luas lagi, yang mencakup seluruh sektor kehidupan masyarakat Islam. Perkawinan mempunyai pengaruh yang lebih luas dalam kehidupan orang-orang Islam dan pembentukan umat Islam”.

Dengan demikian pendidikan telah dimulai dari awal: pembentukan pribadi muslim yang bertemu dalam ikatan pernikahan untuk membentuk sebuah keluarga. Pendidikan tidak dimulai ketika bayi telah lahir, atau ketika sudah saatnya sekolah. Sejak awal, orang tuanya telah mempersiapkan bekal yang baik bagi calon anak-anak yang diharapkan baik pula.

Kendati demikian, prosesi pendidikan secara operasional baru dapat dilakukan ketika anak sudah maujud. Adnan Hasan Shalih Baharits mengemukakan bahwa pada lima tahun pertama dalam kehidupan anak, 90 % pendidikan sudah dapat dilakukan secara tuntas. Sejalan dengan itu adalah pernyataan ulama besar Ibnul Qayim al Jauzi bahwa pembinaan yang paling baik adalah di waktu kecil. Hal ini menuntut peran orang tua sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya, sebagai suatu kewajiban besar yang tak mungkin dihindarkan.

Pendidikan Integratif dalam Keluarga: Sebuah Laboratorium Peradaban

Di antara fungsi keluarga dalam tinjauan sosiologis, baik menurut Goode maupun Ogburn, adalah fungsi edukatif. Secara normatif, Abdullah Nasih Ulwan menyebutkan tujuh macam pendidikan integratif dalam keluarga, yaitu pendidikan iman, pendidikan moral, pendidikan fisik, pendidikan intelektual, pendidikan psikis, pendidikan sosial, dan pendidikan seksual. Ketujuh macam pendidikan tersebut harus terintegrasikan secara sistemik dalam keluarga.

Hibbah Rauf Izzat menambahkan perlunya pendidikan politik dalam keluarga, sekaligus melancarkan kritik pedas terhadap wacana fiqih keluarga yang cenderung mengabaikan perhatian terhadap masalah politik:

“Sisi-sisi politik di dalam institusi keluarga tidak mendapatkan perhatian di dalam pemikiran dan fiqih Islam. Tulisan-tulisan filsafat yang memberikan perhatian kepada politik kaum lelaki telah mempergunakan politik dengan makna kaidah-kaidah pergaulan antara manusia dan perilaku mereka dan berpusar pada kerangka moralitas. Berbagai tulisan yang membahas politik agama sama sekali tidak pernah menyebut institusi keluarga sebagai salah satu unit politik, sedangkan buku-buku fiqih hanya bertumpu kepada segi-segi muamalah, hukum perkawinan dan perceraian, serta tidak menyentuh sama sekali kepada bidang-bidang yang lainnya. Begitulah institusi keluarga tetap menjadi medan kajian fiqih dan akhlaq, dan tidak pernah dikaji dalam kerangka politik agama”.

Pendidikan iman merupakan pondasi yang kokoh bagi seluruh bagian-bagian pendidikan. Komitmen ideologis yang tertanam pada diri setiap anggota keluarga akan memungkinkannya mengembangkan potensi fitrah dan beragam bakat. Pendidikan moral akan menjadi bingkai kehidupan manusia, setelah memiliki landasan kokoh berupa iman. Pada saat budaya masyarakat menyebabkan degradasi moral, maka penguatan moralitas melalui pendidikan keluarga menjadi semakin signifikan kemanfaatannya.

Pendidikan psikis membentuk berbagai karakter positif kejiwaan, seperti keberanian, kejujuran, kemandirian, kelembutan, sikap optimistik, dan seterusnya. Karakter ini akan menjadi daya dorong manusia melakukan hal-hal terbaik bagi urusan dunia dan akhiratnya. Pendidikan fisik tak kalah penting. Keluarga muslim harus menampakkan berbagai kekuatan, termasuk kekuatan fisik: agar tubuh menjadi sehat dan kuat. Kekuatan fisik termasuk alasan yang diberikan Allah atas diangkatnya Thalut sebagai pemimpin bani Israil, bashthatan fil ilmi wal jismi. Konsumsi fisik yang halal dan thayib harus mengarah kepada penyiapan kekuatan peradaban masa depan.

Pendidikan intelektual harus dilakukan dalam keluarga sejak dini, karena peradaban masa depan umat amat bergantung kepada kapasitas intelektual mereka. Anggota keluarga harus memiliki kecerdasan yang memadai, sebab mereka harus bersaing dengan beraneka kebudayaan sebagai konsekuensi logis globalisasi informasi. Pendidikan sosial bermaksud menumbuhkan kepribadian sosial anggota keluarga, agar mereka memiliki kemampuan bersosialisasi dan menebarkan kontribusi positif bagi upaya perbaikan masyarakat.

Keluarga muslim tidak boleh menjadi eksklusif dengan keislamannya, sebab Islamlah agama yang melarang sikap-sikap antisosial. Pendidikan sosial memunculkan solidaritas sosial yang pada gilirannya akan mengoptimalkan peran sosial seluruh anggota keluarga. Wanita, yang kadang tersterilkan peran sosialnya lantaran pemahaman tradisional, dalam keluarga muslim harus memiliki kontribusi yang sejalan dengan fitrahnya. Muhammad Abdul Halim Abu Syuqah menyebutkan, wanita berpertan serta dalam kegiatan sosial, politik dan tindakan lain yang dapat dikerjakannya di masa Rasulullah Saw. Malah menurut Abu Syuqah, “peran serta dalam bermasyarakat ini tidak diikat kecuali oleh sejumlah tata cara luhur yang melindungi mereka”.

Pendidikan seksual juga diperlukan dalam keluarga muslim. Kesadaran diri sebagai laki-laki atau perempuan penting untuk mendapatkan perhatian sejak dini agar tidak menimbulkan bias. Pengertian tentang kesehatan reproduksi bukan hanya diberikan kepada anak perempuan, tetapi juga kepada anak laki-laki. Penghormatan satu pihak dengan pihak yang lainnya -antara laki-laki dan perempuan- sehingga tidak terjadi dominasi laki-laki atas perempuan, bagian dari kesadaran gender yang mesti ditumbuhkan.

Pendidikan politik dalam keluarga, sebagaimana disampaikan oleh Izzat, mendesak untuk mendapatkan perhatian. Ia menuliskan:

“Keluarga (suami isteri) atau keluarga kecil, dianggap sebagai proyek percontohan kecil umat dengan berbagai karakteristik yang dimilikinya. Hal ini tercermin dalam nilai-nilai mendasar yang menentukan sistem Islam dan pada saat yang sama dianggap sebagai tonggak Islam dan batu pondasi yang sangat penting bagi sistem ini. Barangkali konsep kepemimpinan dan konsep syura merupakan karakteristik yang paling menonjol padanya”.

Sebenarnya kajian mengenai pendidikan politik telah dimulai bersamaan dengan munculnya pandangan Plato dan Aristoteles yang mengasumsikan pendidikan anak-anak itu serupa dengan tabiat negara. Pemikir lainnya, Boden, dalam tulisan-tulisannya mengemukakan mengenai urgensi ketaatan dalam institusi keluarga sebagai dasar ketaatan terhadap institusi pemerintah. Kendati demikian, kesadaran akan adanya pendidikan politik dalam keluarga seperti ini memang belum dimiliki oleh sebagian masyarakat kita. Mereka hanya memberikan hak pendidikan politik ini kepada pemerintah dan partai politik.

Pendidikan politik bisa dilakukan melalui berbagai macam media, seperti keluarga, sekolah, kelompok, dan sarana informasi. Media-media itulah yang dapat memindahkan budaya politik suatu masyarakat kepada generasi lainnya, yang dalam hal ini satu konsep berkaitan dengan konsep-konsep lainnya seperti syari’at, identitas, kepemimpinan dan kewarganegaraan. Semua itu, menurut Ahmad Jamal Zhahir dalam bukunya At Tansyi’ah Al Ijtima’iyah wa As Siyasiyah fil Alam Al Arabi, ditujukan untuk mewujudkan stabilitas dalam hubungan antara rakyat dengan negara.

Praktik pendidikan politik dalam institusi keluarga dapat berlangsung dengan baik apabila didukung oleh berbagai perangkat dan mekanisme. Menurut Izzat, yang paling penting di antaranya adalah, pertama, hierarki kekuasaan dalam institusi keluarga, kedua, suasana keluarga, dan ketiga, bahasa, konsep serta simbol-simbol. Hierarki kekuasaan dalam keluarga merupakan cara pendidikan politik, karena institusi keluarga merupakan negara mini bagi anak-anak. Bagi Dean Jaros dalam bukunya Socialization to Politics, pengetahuan anak-anak tentang kekuasaan yang ada dalam institusi keluarga merupakan awal pengetahuannya terhadap kekuasaan di dalam negara dan kedudukannya di dalam negara.

Sumbangan besar dari hierarki dalam keluarga beserta segala implikasinya dalam konteks pendidikan keluarga, bisa dilihat dari beberapa tema berikut: konsep kepemimpinan (al qiwamah), ketaatan dalam kebaikan, serta konsep syura. Keluarga harus memiliki kepemimpinan yang jelas, dan untuk itu Allah menunjuk laki-laki sebagai pemimpin (al qawwam) dalam rumah tangga. Perkataan al qiwamah (kepemimpinan) ini muncul tiga kali dalam Al Qur’an, yaitu:

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita” (An Nisa’: 34)

“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah… ” (An Nisa’: 135).

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-oranmg yang selalu menegakkan keadilan karena Allah” (Al Maidah : 8).

Dengan demikian kepemimpinan mengharuskan sikap adil terhadap yang dipimpinnya. Agar bisa berlaku adil dalam memimpin, sehingga kepemimpinannya layak ditaati, diperlukan prinsip syura. Dalam keluarga, Islam menuntunkan umatnya untuk membina kehidupan di atas prinsip syura. “Oleh karena itulah”, kata Yusuf Qardhawi, “nash-nash syari’at menolak adanya paksaan seorang ayah untuk menikahkan putrinya tanpa meminta pendapatnya, walaupun putri itu masih gadis. Sebaliknya Islam mewajibkan agar anak gadis itu dimintai izin, meskipun ia merasa malu, maka keizinannya adalah diamnya”.

Rasul Saw memerintahkan kepada wali pihak wanita (yaitu ayah) untuk bermusyawarah dengan ibu wanita tersebut dalam urusan pernikahannya, yaitu suami melakukan musyawarah dengan isterinya untuk menikahkan anak gadisnya, sebagaimana hadits berikut:

“Bermusyawarahlah dengan kaum wanita (isteri-isteri kalian) dalam urusan anak-anaknya” (Riwayat Imam Ahmad).

Al Qur’an menyebutkan pentingnya syura dan saling ridha antara suami dan isteri dalam kaitannya dengan menyusui anak dan menyapihnya, meski setelah cerai di antara keduanya sekalipun:

“Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya” (Al Baqarah: 233).

Suasana keluarga juga memegang peranan penting dalam pendidikan politik. Cinta, kasih sayang dan kemesraan hubungan yang diperoleh anak-anak dalam keluarga merupakan sesuatu yang dapat mencetak jiwa dan perilaku sosial serta politik mereka. Kajian yang dilakukan oleh Kenneth P. Langton dan M. Kent Jennings untuk masyarakat Barat memberikan petunjuk bahwa ketika anak kecil dihadapkan kepada pemilihan afiliasi partai politik kedua orang tuanya, ia akan cenderung kepada orientasi ibunya. Ini dianggap sebagi pengaruh ibu dalam pembinaan orientasi politik individu. Langton juga menunjukkan hasil kajian yang lain, adanya pengaruh ayah terhadap perilaku politik anak-anaknya sebagai pemain politik dalam masyarakat.

Izaat mengungkapkan bahwa simbol-simbol politik bukanlah simbol-simbol yang berkaitan dengan kekuasaan dan negara saja, melainkan semua simbol budaya memiliki muatan makna politik. Bahkan sesungguhnya simbol-simbol itu sifatnya tidak langsung, tetapi terkadang lebih besar dan lebih dalam pengaruhnya dalam membentuk kesadaran politik anak-anak daripada simbol-simbiol yang langsung. Dalam hal ini institusi sosial khususnya keluarga, lebih efektif dibandingkan dengan institusi-institusi politik pada umumnya.

Contoh simbol-simbol yang memiliki indikasi pendidikan politik banyak sekali dijumpai dalam keluarga. Simbol ini bisa terkandung dalam kisah kanak-kanak sebagai tokoh sentral atau pahlawan, atau nilai-nilai yang terkandung dalam kisah kepahlawanan pada umumnya. Permainan senjata pada anak-anak bisa menghantarkan pada nilai kepejuangan dan patriotisme. Bahkan nama anak itu sendiri bisa mencerminkan suatu simbolisasi politik yang diambil dari nama tokoh-tokoh dalam sejarah.

Pendidikan integratif yang terjadi dalam keluarga akan menghasilkan produk yang berkualitas, sebagai bahan baku meretas peradaban baru. Perubahan sosial, budaya dan politik dari masyarakat senantiasa beranjak dari perubahan individu, sebagaimana jastifikasi Qur’an:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Ar Ra’du : 11).

Maa bi anfusihim, apa yang ada pada diri mereka sendiri adalah faktor kejiwaan masyarakat. Tentu saja pembinaan kepribadian ini harus dimulai dari rumah. “Atas dasar ini”, kata Hibbah Rauf Izzat, “Perhatian pandangan Islam memulai perubahan dari institusi keluarga, kemudian melangkah kepada kelompok, dan akhirnya menjangkau umat, untuk menciptakan kemajuan kepada Islam”. Tak bisa disangsikan lagi, bahwa keluarga merupakan laboratorium bagi sebuah peradaban yang dicitakan.

Model Pendidikan Keluarga

Di depan telah diuraikan secara ringkas bahwa pendidikan dalam keluarga bersifat integratif, dimana segala aspek potensi kemanusiaan mesti terberdayakan. Paulo Freire mengembangkan wacana pendidikan yang humanis, ungkapan antagonistik dari sistem pendidikan dominasi dan dehumanisasi. Dalam pandangan Freire, salah satu perbedaan utama antara pendidikan sebagai sebuah kewajiban humanis dan liberal di satu sisi, dengan dominasi dan dehumanisasi di sisi yang lain, adalah bahwa dehumanisasi merupakan proses transformasi ilmu pengetahuan, sedangkan humanisasi merupakan proses pemberdayaan masyarakat melalui ilmu pengetahuan.

Dalam hubungannya dengan kesadaran manusia dan dunia, menurut Freire, pendidikan yang dilihat sebagai bentuk dominasi menganggap kesadaran manusia semata-mata merupakan wadah kosong yang harus diisi; sedangkan pendidikan sebagai sebuah proses pembebasan dan humanisasi memandang bahwa kesadaran itu sebagai suatu ‘hasrat’ (intention) terhadap dunia. Selanjutnya Freire menambahkan:

“Dengan mengasumsikan pendidikan sebagai proses dominasi, orang yang menguasai ilmu pengetahuan justru meniadakan prinsip kesadaran aktif. Pendidikan ini menjalankan praktik-praktik yang digunakan orang untuk ‘menjinakkan’ kesadaran manusia, mentransformasikannya ke dalam sebuah wadah kosong. Pendidikan budaya dalam dominasi ini diarahkan pada situasi dimana guru merupakan satu-satunya orang yang mengetahui dan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik sebagai orang yang tidak tahui apa-apa”.

Dalam wacana pendidikan keluarga, yang terjadi haruslah sebuah pemberdayaan yang aktif. Kendatipun ada kekuatan dominasi karena otoritas kepemimpinan laki-laki (suami) dalam rumah tangga, tetapi tidak boleh mengarah kepada prosesi pendidikan yang melakukan praktik dehumanisasi. Di rumah tak sekadar terjadi transformasi pengetahuan secara sepihak dan searah dari suami kepada isteri dan anak-anak, akan tetapi terjadi proses pembelajaran bersama sebagai wujud kesadaran kosmopolis manusia terhadap alam.

Dalam bahasa Freire, pendidikan dan aksi budaya yang membebaskan, “merupakan proses yang otentik untuk mencari ilmu pengetahuan guna memenuhi hasrat keinginan peserta didik dan guru dengan kesadaran untuk menciptakan ilmu pengetahuan baru”. Interaksi yang terjadi dalam keluarga tidak boleh terkungkung hanya kepada upaya untuk menghafalkan teori-teori, atau mengumpulkan konsep-konsep, kendatipun tentang kebenaran, akan tetapi harus sampai kepada dataran pencarian-pencarian makna serta hakikat yang lebih mendalam untuk mendapatkan kebaruan.

Pendidikan dalam keluarga juga tidak cukup sebatas upaya preventif terhadap munculnya ketidakbaikan. Eksplorasi optimal terhadap potensi-potensi kebaikan harus dimunculkan secara seimbang dalam keluarga. Tidak tepat memegangi prinsip Jean Jacques Rousseau dalam prinsip pendidikan anak-anak, “pendidikan pemula harus sepenuhnya negatif. Ia bukan pendidikan mengenai kebajikan dan kebenaran, melainkan mencegah atau melindungi hati dari kejelekan dan pikiran dari kesalahan”.

Model pendidikan dalam keluarga ditentukan oleh banyak faktor, di antaranya adalah landasan ideologis keluarga, model interaksi dan komunikasi yang dibangun di dalamnya, juga lingkungan sosial, politik serta budaya yang melingkupi keluarga tersebut. Bagi keluarga muslim, landasan ideologis mereka amat kokoh, yaitu Islam, sehingga menggampangkan untuk merunut model pendidikan yang diinginkan. Tatkala keluarga memiliki keterikatan yang kuat dengan keyakinan hidup materialisme, maka model-model pendidikan yang ada di dalamnya juga bersifat material sentris. Artinya, model pendidikan yang terjadi tak bisa dipisahkan dari keyakinan primordial keluarga tersebut.

Model interaksi yang dibangun dalam keluarga amat menentukan model pendidikan yang terjadi di dalamnya. Allah memerintahkan Rasul Saw dalam surat Al Hijr ayat ke 88 agar bersikap rendah hati dalam berkomunikasi dengan pengikutnya. Ungkapan wahfidh janahaka dalam ayat tersebut dipahami oleh Al Qurthubi sebagai keintiman hubungan Rasul dan para sahabat, yang pada awalnya digunakan untuk mendeskripsikan burung-burung yang menyelimuti anak-anak mereka dengan sayapnya. Keluarga hendaknya memiliki hubungan yang akrab dan intim satu dengan yang lain, karena akan memudahkan untuk proses pencerapan nilai-nilai.

Akan tetapi keintiman hubungan saja tidak cukup, kata Abdurrahman Shalih Abdullah. Diperlukan perangkat lainnya berupa metoda, pertimbangan waktu dan kondisi. Prinsip ini dianggap sesuai dengan makna hadits Nabi saw dari Ibnu Mas’ud:

“Nabi saw biasa mengajari kami dengan memilih hari (waktu) yang tepat, sehingga kami tidak merasa bosan” (Riwayat Bukhary).

Segala sisi yang memungkinkan hasil pendidikan menjadi lebih baik, perlu mendapat perhatian dalam keluarga. Akan tetapi model yang dipilih tentu yang akan membawa anggota keluarga menuju nilai kebaikan optimal mereka. Sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Quthb bahwa metodologi Islam dalam melakukan pendidikan adalah dengan melakukan pendekatan yang menyeluruh terhadap wujud manusia, sehingga tidak ada yang tertinggal dan terabaikan sedikitpun, baik jasmani maupun ruhani, baik kehidupannya secara fisik maupun kehidupan secara mental, serta segala kegiatannya di bumi ini. Bukan model pendidikan yang akan mematikan potensi dan memandulkan bakat mereka sebagaimana digambarkan Freire sebagai proses dehumanisasi.

Muhammad Quthb menggambarkan proses pendidikan dalam Islam seperti menggesek biola:

“Ia menganalisa fitrah manusia itu secara cermat, lalu menggesek seluruh senar dan seluruh nada yang dimiliki oleh senar-senar itu, kemudian menggubahnya menjadi suara yang merdu. Di samping itu ia juga menggesek senar-senar secara menyeluruh, bukan satu demi satu yang akan menimbulkan suara sumbang dan tak serasi. Tidak pula menggeseknya hanya sebagian dan mengabaikan bagian yang lain, yang menyebabkan irama tidak sempurna, tidak mengungkapkan irama yang indah sampai ke tingkat gubahan yang paling mengesankan”

Wallahu a’lam bish shawab.

Rujukan

1. Abdul Karim Zaidan, Ushulud Da’wah, Mu’assasah Ar Risalah, Beirut, 1987
2. Abdullah Nasih Ulwan, Ruhaniyah Ad Da’iyah, Darussalam, Kairo, 1986
3. Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Gema Insani Press, Jakarta, 1983
4. Abdurrahman Shalih Abdullah, Landasan Pendidikan menurut Al Qur’an serta Implementasinya, CV. Diponegoro, Bandung, 1991
5. Abdul Halim Muhammad Abu Syuqah, Tahrir Al Mar’ah Fi Ashri Ar Risalah, Darul Qalam, Kuwait, 1990
6. Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Asy Syifa, Semarang, 1988
7. Adnan Hasan Shalih Baharits, Tanggung Jawab Ayah terhadap Anak Laki-laki, Gema Insani Press, Jakarta, 1996
8. Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Kaifa, Bandung, 1999
9. Cahyadi Takariawan, Pernik-pernik Rumah Tangga Islami, Intermedia, Solo, 1997

10. Hibbah Rauf Izzat, Wanita dan Politk: Pandangan Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1997

11. Hussain Muhammad Yusuf, Motivasi Berkeluarga, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 1992

12. Ibrahim Muhammad Al Jamal, Fikih Wanita, Asy Syifa’, Semarang, 1986

13. Isham Muhanmmad Asy Syarif, Shurah Al Bait Al Muslim, Darush Shfawah, Kairo, 1993

14. Khalid Ahmad Asy Syantuh, Tarbiyah Al Banat Fi Al Usrah Al Muslimah, Darul Mujtama’, 1991

15. Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, PT. Al Ma’arif, Bandung, 1984

16. Najib Khalid Al Amir, Min Asalibi Ar Rasul Saw Fi At Tarbiyah, Maktabah Al Busyrah Al Islamiyah, Kuwait, 1990

17. Omar Mohammad Al Toumy Al Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1979

18. Paulo Freire, Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999

19. Robert MZ. Lawang, Pengantar Sosiologi, Depdikbud, Jakarta, 1985

20. Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Asharaf, Menyongsong Keruntuhan Pendidikan Islam, Gema Risalah Press, Bandung, 1994

21. Yusuf Qardhawi, Malamih Al Mujtama’ Al Muslim Alladzi Nansyuduhu, Maktabah Wahbah, Kairo, 1997

22. Yusuf Qardhawi, Al Khasha’ish Al Amah Lil Islam, Maktabah Wahbah, Kairo, 1989

<< Disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan RDK 1420 UNY>>

Yogyakarta, 18 Desember 1999

Celoteh Aksara [27]: “M-Four: Mengenang Masa-Masa Mbolang #1”

Wednesday, April 27, 2011 0 Comments


by Norma Keisya Avicenna on Wednesday, April 27, 2011 at 10:34am



Catatan ini hanya sebagai sarana refreshing aja, tatkala hari-hariku disibukkan untuk menyelesaikan satu PR yang benar-benar ekstra menguras tenaga, waktu, pikiran, dan harta tentu saja. Bagian terkuras yang terakhir itu lantaran ketika menulis atau asyik membenamkan diri dalam buku, lebih asyik kalau ada yang menemani. Bukan berwujud manusia, tapi camilan. Hehe…Lanjut!



Karena asyik menulis tentang PNS sakwadyabalane, tangan ini tergerak untuk mengambil satu dari deretan buku DNA yang berbaris manis di pojokan rak kiri bawah di perpus pribadi AL FIRDAUS 2. [NO]stalgia [R]o[MA]ntic bulan September-Desember 2010. Ah, sampai saat ini, catatan harian yang terdokumentasikan di buku ini masih menempati rating teratas. Jika dibandingkan dengan catatan-catatan harianku yang lain. Banyak kisah seru yang takkan terlupakan, yang sudah tertulis, terjadi diantara 4 bulan itu. Kapan-kapan moga bisa bikin memoar. Hihi…



Salah satunya kisah seru bulan Oktober 2010. Masa-masa mbolangku saat mengikuti audisi abdi negara. Tertulis di buku DNA-ku itu, hari Jumat tanggal 22 Oktober 2010 aku berangkat ke Bandung dengan kereta Lodaya bersama keluarganya Gestin Mey Ekawati (Gest-Chay). Sahabat terbaikku zaman putih abu-abu sampai sekarang. Bersama keluarganya (bapak “kepala suku”, ibuk, dan Resha –adiknya-) kita menikmati perjalanan ke Bandung. Dah kayak keluarga sendiri deh. Ini perjalanan keduaku ke Bandung naik kereta. Dulu pertama kali sendirian…mewujudkan impian dan janji pada diri sendiri setelah dapat gelar S.Si.



Wisuda Chay di ITB

Yupz, keesokan harinya (tanggal 23 Oktober 2010) aku mendampingi mahasiswi Teknik Geofisika itu wisuda. Ya, akhirnya aku pun bisa mewujudkan salah satu impian yang sempat tertuliskan. Mendampingi sahabat terbaikku itu di salah satu hari bersejarah dalam hidupnya. Senangnya bisa menginjakkan kaki di kampus Ganesha lagi, kampus yang sampai detik ini pun masih menjadi kampus impianku. “Hm, kalau belum rejekinya tahun ini, semoga tahun depan…”. Setidaknya, kalau bukan aku, semoga saudari kembarku atau mungkin anak cucu kelak. Kalau suami? Hm, ntahlah. Hehe…semuanya masih dalam bingkai rahasia-Nya. Xixixi. Yang jelas, ITB selalu punya cerita tersendiri dalam hidupku. Setidaknya sekarangpun aku merasakan menjadi bagian dari keluarga besarnya. Keluarga Ganesha! Alhamdulillah…^^v. Waktu itu, aku juga sempat menangkap sosok Teh Ninih yang ternyata mengantarkan salah satu putrinya wisuda juga. Hm…



Jejak yang Terpetakan di Ibukota

Kisah selanjutnya, tanggal 24 Oktober. Ahad pagi itu aku berangkat mruput dari kost Gestin menuju stasiun Bandung. Kali ini aku kembali mbolang sendirian. Ya Rabb, hanya kepada-Mu hamba memohon perlindungan. Padahal lebih baik ada mahram yang menemani, tapi mau gimana lagi Mas Dhody juga sibuk dengan pekerjaannya di Solo. Bismillah, dengan ACC dan restu bapak-ibuk akhirnya aku benar-benar berani mbolang sendirian ke Jakarta. Walaupun itu bukan kali yang pertama. Hehe…



Jam 08.45 sampai di stasiun Jatinegara. Tadi sempat beli teh panas di kereta buat mengganjal perut karena belum sempat sarapan, e…pas turun minumanku yang belum habis itu tersenggol dan tumpah. Hehe…aku hanya nyengir! Keluar stasiun, nunggu Mbak Thicko. Dan akhirnya SUPERTWIN berkumpul! Nyampe RedZone, sarapan dulu, tyuz pergi lagi! Kali ini Nungma mau diselundupkan Mbak Thicko di acaranya rekan-rekan FLP Jakarta. Naik kopaja tyuz naik bajaj sampai depan Taman Ismail Marzuki. Oh no, bajaj pertamaku nih! Ah, ku jadi terkenang dengan komunitas dan genk-ku zaman kelas 3 SMA dulu. Hahaha…3 IPA 4 SMA 1 Wonogiri yang mengatasnamakan keluarga mereka (keluargaku juga ding) “BAJAJ COMMUNITY”. Alasannya cukup simple, karena “icon” kelas kita yang bernama Ali, wajahnya plek-njiplek pemeran utama dalam sinetron Bajaj Badjoeri. Hihihi…Ali, no coW no enJoy dah!





Jadi Penyusup di FLP Jakarta

Serunya nyusup di pertemuan FLP Jakarta pagi mpe siang itu. Seneng banget! Ketemu para penulis yang biasanya aku hanya bisa menikmati tulisan-tulisannya, dan pada kesempatan itu aku bisa bertatap muka dan ngobrol langsung. Hihi…ketemu Kang Taufan E.Prast (ketua FLP Jakarta) yang saat aku mengeluarkan oleh-oleh berupa mete, tu mete langsung beliau bawa kemana-mana. Hahaha…gubrak! Tyus ketemu istri beliau yang cantik, Mbak Erawati. Terima kasih donatnya, ya Mbak! Ketemu Mbak Lia Octavia, Mbak Icha, Soson, Ikal, Mas Sakti Wibowo juga ada, dll…



Cobalah.Perjuangkan.Nikmati.Syukuri (side A…^^v)

Nah, keesokan harinya. Senin, 25 Oktober 2010. Agenda hari ini pengambilan kartu test Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan BATAN. Dari Jak-Tim aku mbolang ke Jak-Sel buat ngambil kartu KKP yang berlokasi di Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Sempet nyasar pas sampai daerah Pasar Minggu karena salah masuk angkot, untungnya segera ngeh! Adegan paling seru pas ngambil kartu test BATAN di GOR Pertamina Simprug. Motoran sama Tanti. Byuuuh…benar-benar merasakan romantika kerasnya perjuangan di ibukota. Menikmati si Komo lewat yang bikin macet kaya ular naga panjangnya bukan kepalang, bising, polusi, dan pemandangan yang bikin miris. Ah, negeriku…Hampir 1,5 jam kita motoran. Lebih mungkin! Akhirnya sampai juga di lokasi. Hadeh, gak nyampe 5 menit kartu kita di ACC. Betapa singkatnya! kelkelkel...Mubeng-mubeng GOR dulu sekalian sholat.



Selanjutnya, ikut Tanti ke Bintang Pelajar, tyuz aku naik busway dari halte di dekat situ. Saatnya menikmati perjalanan. Turun Dukuh Atas-Pulogadung-Matraman-Kampung Melayu. Naik angkot 06, ke arah Jl. Otista daerah kampus STIS. Mendadak aku lupa harus turun dimana. Pengalaman perdana turun daerah situ sendirian je…akhirnya, apa yang terjadi saudara-saudara, Nungma nyasar-nyasar! Mpe 3x ganti angkot. Tapi akhirnya nyampai juga. Haha, buat merayakan kemenangan, halah…beli eskrim deh! Gubrak… Jadi inget pesan Mbak Thicko, yang darinya aku dibekali peta JABODETABEK (xixixi…tak lengkapi dengan ngeprint jalur busway. Yupz, benar-benar bekal jadi si bolang!), dia minta maaf karna gak bisa membersamai perjuanganku di ibukota, tapi dia selalu yakin, senyasar-nyasarnya aku pada akhirnya aku pasti bisa kembali ke Redzone-nya dengan selamat! Hihihi….



Malem harinya, aku belajar buat test BATAN. Bismillah…



Selasa, 26 Oktober 2010. Kehebohan terjadi di semua stasiun televisi. Mulai dari bencana tsunami Mentawai sampai Gunung Merapi yang meletus. Ya Rabb, ampunilah dosa-dosa kami…



Keluar Redzone jam 05.30. bismillah…berdasarkan pertimbanganku lebih baik aku naik busway aja ke GOR Pertamina Simprug-nya, karena kemarin sempat lihat ada halte busway di dekat lokasi. Naik angkot 06 arah Kampung Melayu, naik busway yang ke Harmoni. Sampai di Harmoni celingukan, naik busway yang jalur apa nih. Berdasarkan peta jalur busway yang kupelajari pokoknya yang arah Grogol. Akhirnya, aku tanya petugas. Beliau nyuruh naik yang arah Blok M dulu. Antri deh, berhubung rame, desak-desakan ‘n gak kelihatan pas ada busway berhenti, aku naik aja. E, ternyata tu busway yang arah Ragunan. Seharusnya aku naik yang setelah busway ini. Hadeh. Pagi-pagi dah nyasar! Tapi seruuu…bisa menikmati gagahnya MONAS yang berdiri diterpa hangatnya sang mentari. Ops, puitis-puitisannya ntar dulu, nyasar nih!



Akhirnya, aku turun halte terdekat dan balik ke Harmoni lagi. Kemudian naik busway yang ke Grogol, pas turun halte Grogol 2 dah jam 07.30. Transit di Lebak Bulus. Tanti dah harap-harap cemas di lokasi test. SMS-an terus sama dia. Alhamdulillah, jam 07.45 nyampe juga di Halte Simprug. Langsung deh lari-lari nyebrang jalan, cukup rame euy…then nyegat metromini B6. Ternyata ada mas-mas juga yang mau ikut test. Tapi langkah kakinya cepet banget. Jalaaaan dulu sampai lokasi test. Pyuuuh, jam 07.56 di N5300-ku! Legaaa…kalau sampai datang lebih dari jam 08.00 gak bakal boleh masuk ruangan. Aku nitipin tas ke petugas dulu, kemudian masuk ke dalam GOR. Sudah dipisah-pisahkan menurut jurusan. Cari yang S1 Biologi. Ketemu Tanti, Mbak Tahan, dan Mbak Shofi. Hanya 20 orang dari jurusan S1 Biologi yang nantinya hanya diambil 5 nilai tertinggi. Hihi…sebenarnya aku dah gak terlalu berharap. Karena ada hubungannya dengan radiasi dan nuklir-nuklir gitu. Lha wong syaratnya aja ada yang tanda tangan materai mpe 3 lembar, salah satunya tidak akan hamil dalam kurun waktu sekian tahun, dll…tapi semangat CPNS tetap bergelora! Cobalah, Perjuangkan, Nikmati, dan Syukuri!



Ada kejadian lucu pas pulang. Kan hujan lebat banget ya…tapi aku tetap nekat. Dari GOR Pertamina Simprug aku naik metromini (ngasal aja, karena aku masih bingung harus naik apa pulange. Hehe…), akhirnya aku turun di Blok M, tyuz naik busway lagi deh. Ada kejadian yang bikin dongkol nih. Kan dari pagi aku belum sarapan, diem-diem aku nyuil roti “SARI ROTI” yang sedari pagi adem ayem di dalam tas backpacker hitamku. Padahal aku tahu kalau di busway gak boleh makan/minum (kalau gak ketahuan. Hehe). E, lha kok ketahuan sama mas-mas kondekturnya. Tengsin euy…hadeh mas, laper banget nih! *pasangtampangpalingmemelas. Ah, Norma! Kamu melanggar namamu sendiri sih…wkwkwk.



Seperti kemarin, turun Dukuh Atas-Matraman-Kampung Melayu-Gelanggang Remaja. Tyuz jalan kaki deh sampai RedZone. Aksi mbolang hari ini happy ending. Aku merayakannya dengan makan cireng Bandung. Uhuy…^^v.



To be continued…alias bersambel…



[Keisya Avicenna, 27 April 2011. “Langkah yang telah terlewati adalah catatan untuk menuju nilai yang sempurna. Jika kemarin diri ini belum ada hasil. Maka jadikan hari ini awal dari catatan kehidupan yang baru”. Karena mbolang selalu mengajarkan padaku apa itu bersyukur, survive, makna perjuangan, berani mewujudkan impian, berproses menjadi lebih baik, dan yang jelas…mendewasakan!!!]

Celoteh aksara [25]: "BIDADARI-BIDADARI SURGA"_Catatan Reflektif

Wednesday, April 27, 2011 0 Comments


by Norma Keisya Avicenna on Monday, April 25, 2011 at 12:14pm

Kepedihan, penderitaan, suka cita, canda tawa, cinta dan pengorbanan, tumpah ruah di pondok bambu Lembah Lahambay rumah keluarga mamak Lainuri dan Laisa. Pengorbanan tulus tiada tara seorang Laisa. Setelah bapaknya meninggal dicabik-cabik harimau gunung Klendeng, mamak Lainuri lantas berjuang demi kelangsungan hidup anak2nya. Laisa memutuskan berhenti sekolah dan berjanji dalam hatinya untuk memperjuangkan pendidikan adik2nya hingga mereka sukses.



Suatu saat mereka menerima pesan dari mamak Lainuri: “PULANGLAH. Sakit kakak kalian semakin parah. Dokter bilang mungkin minggu depan, mungkin besok pagi, boleh jadi pula nanti malam. Benar-benar tidak ada waktu lagi. Anak-anakku, sebelum semuanya terlambat, pulanglah..”



Kisah perjalanan mereka diceritakan apik dan sederhana tapi menyentuh oleh penulis. Dengan gaya penceritaan alur mundur dan meloncat-loncat, cerita tetap enak dinikmati.



Novel ini LUAR BIASA!!! tentang pengorbanan seorang kakak (Laisa) demi kesuksesan keempat adik tirinya (Dalimunte, Ikanuri, Wibisana, dan Yashinta). Juga cinta, semangat, kerja keras, dan doa kepada Tuhan. Namun, Tere-Liye mengemasnya dengan begitu cantik, apik, menyentuh, dan sangat manusiawi. Deskripsinya tentang keindahan alam Lembah Lahambay yang dikelilingi batu cadas setinggi lima meter, Gunung Kendeng, sungai, hutan rimba, dan kebun strawberry nyaris sempurna. Pembaca seolah-olah menyaksikan sendiri panorama-panorama tersebut di depan matanya, persis menonton sebuah film dengan alur maju-mundur yang begitu rapat.



Kak Laisa, seorang teladan dalam keluarga yang sudah terbiasa bekerja keras setelah babak (ayah) nya meninggal karena dimakan harimau Gunung Kendeng. Kak Lais, begitu ia dipanggil, memiliki keterbatasan fisik. Tubuhnya pendek (ketika dewasa hanya setinggi dada adik-adiknya), hitam, rambut kumal, dan gemuk serta dempal. Berbeda sekali dengan keempat adiknya yang tampan-tampan dan cantik. Ia mungkin tidak memiliki kecantikan fisik yang didambakan oleh setiap lelaki, tetapi ia memiliki kecantikan hati yang luar biasa yang mungkin sebetulnya lebih dibutuhkan oleh semua lelaki.



Bagaimana tidak, Kak Lais dengan ikhlas meminta kepada mamak (ibu) nya untuk berhenti sekolah saja saat kelas 4 SD, demi melihat keempat adik tirinya bisa sekolah, karena ia tahu saat itu mamaknya tidak punya cukup uang untuk menyekolahkan kelima anaknya sekaligus. Dengan ketekunan kerjanya bersama mamak, akhirnya Lais berhasil memiliki ribuan hektar kebun strawberry yang sebelumnya sama sekali belum pernah ditanam oleh penduduk Lembah Lahambay.



Dari kampung terpencil di pinggir hutan, Dalimunte, Profesor muda yang mengejutkan dunia science dengan penelitiannya “Pembuktian tak terbantahkan Bulan yang pernah terbelah”. Dalimunte berhasil menciptakan rangkaian kincir air saat umurnya beranjak 12 tahun, sebagai cikal bakal kemakmuran di lembah Lahambay. Dalimunte akhirnya berhasil menjadi profesor di bidang fisika yang terkenal di seluruh dunia, dengan penelitian terbarunya tentang “Badai Elektromagnetik Antar Galaksi” yang akan menghantam planet ini sebelum kiamat. Ikanuri dan Wibisana meskipun beda jarak usianya satu tahun tetapi sering dianggap kembar, berhasil mendirikan bengkel mobil modifikasi dan akan membangun pabrik spare-part mobil sport, dan Yashinta si bungsu yang mendapat beasiswa S2 ke Belanda dan menjadi peneliti untuk konservasi ekologi, meneliti tentang burung Peregrin atau Alap-alap Kawah dan sejenisnya, serta menjadi kontributor foto untuk majalah National Geographic.



Keempat adiknya tergolong mudah dalam mencari jodoh. Bagaimana tidak, mereka secara fisik menarik, pandai, shaleh, bisa menempatkan diri dengan baik, dan tetap rendah hati. Sedangkan Kak Lais? Hingga usianya 40 tahun lebih, belum juga mendapatkan jodohnya. Kak Lais bukannya tidak peduli dengan omongan penduduk kampung, apalagi setelah dilintasi (ditinggal menikah lebih dulu) tiga kali oleh adik-adiknya, tetapi Kak Lais selalu mengatakan kepada Dalimunte bahwa Allah telah mengirimkan keluarga terbaik dalam hidupnya, dan itu sudah cukup. Ia menerima takdir Tuhannya dengan lapang dada, meski tak dipungkiri setiap habis shalat tahajjud ia sering menghabiskan waktu sendirian di lereng bukit, bernostalgia tentang adik-adiknya yang dulu nakal sekali sekarang sudah sukses semua, dan tentunya merenungi tentang hidupnya sendiri; memandangi kebun strawberry yang luas, menuggu hingga langit menyemburatkan cahayanya tanda subuh menjelang. Dalimunte lah yang sering menemani kakaknya disana, setiap dua bulan sekali kepulangannya dari luar negeri. Haru, sedih, tawa, bangga, bergantian saat membaca kisah ini. Saya dibuat menangis oleh penulis saat detik-detik kematian Laisa, bersamaan dengan pernikahan Yashinta dan Goughsky, saat Laisa menerjang hujan mencari dokter demi Yashinta. Saat ikanuri mengatakan kau bukan kakak kami.



Romantisme juga disuguhkan dalam cerita ini. Saat Dalimunte dan Cie Hui menikah di lembah strawberry. Saat Yashinta bertengkar dengan Pria setengah-setengah bermata biru keturunan Uzbekisthan. Dan saat 2 sigung bebal, Ikanuri dan Wibisana meminang Wulan dan Jasmine pada hari dengan kata2 yang sama, menikah di hari yang sama, ditambah istrinya melahirkan anak di hari yang sama pula Hingga hari kematian Kak Lais tiba karena kanker paru-paru stadium IV yang telah disembunyikan dari adik-adiknya selama sepuluh tahun, Allah belum juga menurunkan jodohnya ke bumi. Tapi mamaknya yakin sekali bahwa Lais adalah bidadari surga.



Dan sungguh di surga ada bidadari-bidadari bermata jeli (QS Al-Waqiah: 22), Pelupuk mata bidadari-bidadari itu selalu berkedip-kedip bagaikan sayap burung indah. Mereka baik lagi cantik jelita (QS Ar-Rahman: 70), Bidadari-bidadari surga, seolah-olah adalah telur yang tersimpan dengan baik (QS Ash-Shaffat: 49).





Maka, dalam epilog novel ini, Tere-Liye menulis:

"Dengarkanlah kabar gembira ini. Wahai wanita-wanita yang hingga usia tiga puluh, empat puluh, atau lebih dari itu, tapi belum juga menikah (mungkin karena keterbatasan fisik, kesempatan, atau tidak pernah ‘terpilih’ di dunia yang amat keterlaluan mencintai materi dan tampilan wajah), yakinlah, wanita-wanita shalehah yang sendiri, namun tetap mengisi hidupnya dengan indah, berbagi, berbuat baik, dan bersyukur, kelak di hari akhir sungguh akan menjadi bidadari-bidadari surga. Dan kabar baik itu pastilah benar. Bidadari surga parasnya cantik luar biasa."



Novel yang sarat akan makna keikhlasan dalam kerja keras, pengorbanan dan keteguhan hati. Satu pesan yang tersirat dalam novel ini adalah, bahwa kecantikan hati jauh lebih penting daripada kecantikan paras, dan sesungguhnya kecantikan hati seseorang dapat mengantarkannya menjadi seorang bidadari di surga kelak.



Dalam novel ini kita bisa belajar banyak hal, selain yang saya sebutkan di atas. Salah satunya adalah tentang takdir Tuhan, yaitu bahwa HIDUP, JODOH, REZEKI, dan MATI adalah sepenuhnya milik Allah. Manusia hanya bisa berikhtiar dan berdoa, tapi keputusan akhir tetaplah di tangan Allah.



[Keisya Avicenna, saat membuka file lama "Catatan 02 November 2010 (saat ku mbolang di Jakarta), BACALAH, dan RESAPI KEDALAMAN MAKNANYA!]



Special thx untuk Om Dude "dr.Risang" atas kado novelnya...^^

Celoteh Aksara [23]: "MENJEMPUT TAKDIR-NYA #2"

Wednesday, April 27, 2011 0 Comments
by Norma Keisya Avicenna on Saturday, April 23, 2011 at 9:25am

Detik-detik bergulir menuju siang

Jiwanya terbang bagaikan layang-layang putus

Air mata menggenang bak lautan kesedihan



Barangkali ia lupa, hidup ini memang penuh dengan rahasia

Saat angin bertiup setengah hati

Dia pun harus pergi untuk sebuah mimpi…



[Keisya Avicenna, 23 April 2011...sebelum berdiskusi di Taman Pujangga Ronggowarsito]

Celoteh Aksara [24]: "MENGEJA SENJA"

Wednesday, April 27, 2011 0 Comments
by Norma Keisya Avicenna on Sunday, April 24, 2011 at 5:13pm
Senja mengajak kita duduk merenung
Dengan kemilauan mentari pantulkan seberkas cahaya jingga
Membuncahkan rasa yg tlah lama terendap dlm dada...

Selepas gerimis sore tadi
Bersama butiran air mata langit yg menghujam bumi
Sedikit mengaburkan bayangan...
Berbaris kata dlm untaian nasihat,
"Terkadang kita perlu menghadirkan sesuatu untk mengaburkan yg lainnya..."

Slalu kujaga rasa itu agar mengambang sempurna hingga senyumku mengembang sempurna!

Catatan senjaku yg sederhana, sesederhana cinta yg mendewasakan jiwa..

[Keisya Avicenna, 24 April 2011...@istana KYDEN]

Celoteh Aksara [22]: “MENJEMPUT TAKDIR-NYA [TEPAT dan TERBAIK]"

Wednesday, April 27, 2011 0 Comments


by Norma Keisya Avicenna on Friday, April 22, 2011 at 10:29am



“Hidup bukanlah bagaimana menunggu hujan dan badai berlalu, tetapi bagaimana kita belajar menari dalam irama hujan”– Vivian Green



Membaca ‘quotes’ di atas membuat saya menelusuri kembali ruang dan waktu perjalanan hidup saya yang telah berlalu. Sejenak saya teringat nasihat Mas Bayu Gawtama dalam buku yang baru saja saya rampungkan, “11 AMANAH LELAKI: Menjemput Keping Hikmah”. Beliau berpesan: “Hidup adalah perjalanan panjang. Buatlah beberapa terminal untuk berhenti sejenak dan berkaca pada masa lalu. Agar tak ada yang perlu disesali karena kesalahan yang terjadi berulang kali.”



Dan detik ini saya ingin menciptakan “terminal” dalam diri saya, ‘pemberhentian sejenak’: untuk sejenak merenung, memahami, dan belajar memaknai lebih dalam. Menengok masa lalu…



***

“Keindahan hidup itu bukanlah berasal dari keberhasilan kita melintasi padang rumput yang indah, melainkan ketika kita berhasil melewati terpaan hujan dan badai”.



Episode terindah dalam hidup adalah ketika kita mampu berdiri di saat berdiri itu adalah sesuatu hal yang amat sulit untuk dilakukan. Keindahan itu baru akan terasa ketika kesulitan itu telah berhasil kita lewati dengan baik. Hidup memang bagaikan musim, namun demikian musim kehidupan tentunya tak seperti musim yang terjadi pada setiap belahan bumi yang hampir pasti dapat diprediksi jenis dan kapan terjadinya. Musim-musim yang kita alami di dalam kehidupan sulit sekali untuk kita prediksi. Kita berharap akan terangnya matahari dalam kehidupan, namun Allah berikan hujan dan badai. Ada rahasia terbaik rupanya yang akan diberikan oleh Allah kepada kita, dengan hujan dan badai Dia akan memberikan kita pelangi yang indah.



Musim kehidupan itu berjalan sesuai dengan sunatullah dan sama sekali tidak dapat diprediksi, selalu berupaya bersyukur atas setiap musim yang kita alami dalam kehidupan akan membuat kehidupan kita menjadi lebih bermakna. Apapun yang terjadi dalam kehidupan ini, entah itu baik atau buruk tetap saja akan kita jalani sesuai dengan pilihan kita masing-masing. Namun demikian jika kita tidak mengerti mengapa itu harus terjadi, yang dapat kita lakukan hanya menjalankannya dengan penuh kesyukuran dan prasangka yang baik. Kebaikan dan keburukan yang kita alami itu adalah sebuah persepsi yang ada dalam pemikiran kita dan sesungguhnya bukan merupakan suatu realitas fisik. Allah yang lebih mengetahui sesuatu itu baik atau buruk. Dengan demikian manusia sama sekali tidak bisa melakukan pembenaran apakah kejadian yang dialaminya itu kebaikan atau keburukan. Bukankah kita masih ingat dengan firman Allah, bisa jadi apa-apa yang kamu anggap baik, belum tentu itu baik disisi Allah dan apa-apa yang kamu anggap tidak baik, justru itulah yang terbaik bagi Allah. Jika demikian yang terjadi, yakinlah bahwa pada suatu saat nanti titik-titik kebaikan ataupun keburukan itu akan menjadi suatu rangkaian yang indah yang sesungguhnya membawa hikmah yang baik bagi kehidupan kita di masa datang.



Adakalanya manusia mengalami suatu kegagalan. Kegagalan itu sengaja Allah hadirkan bagi kita, walau mungkin segenap persiapan sudah kita rancang sebelumnya. Karena Allah ingin memberi kabar kepada manusia, Bahwa terwujud dan terjadinya harapan manusia itu, bukanlah andil dari manusia semata, melainkan ada wewenang Allah disana.



Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, Maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: “Jadilah!” lalu jadilah ia. (QS. 2:117).



Oleh karena itu, sebagai insan ciptaan Tuhan kita harus tetap menatap harapan terbaik di depan kita. Hidup ini hanya terdiri dari tiga bagian: masa lalu, masa kini dan masa depan. Masa lalu adalah pelajaran terbaik, masa kini adalah prestasi terbaik dan masa depan adalah cita-cita terbaik. Jika kita selalu mengisi hati kita dengan penyesalan untuk masa lalu dan kekhawatiran untuk masa depan,kita tak memiliki hari ini untuk kita syukuri. Tetaplah bersyukur dan bersyukur, walau mungkin kita melihat sebongkah cahaya kecil diatas bukit kegelapan. Sesungguhnya Allah mengabulkan doa-doa dalam prasangka hamba-Nya. Kata-kata syukur selalu didahului oleh sabar. Sabar itu lebih mudah dilakukan. Banyak orang yang berhasil sabar dalam kedukaan, namun amat sulit untuk menemukan orang yang mampu mensyukuri nikmat Allah dalam kesempitan yang ia alami.



“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”(QS. 2 : 186)



Ada setiap waktu untuk setiap tujuan yang telah Allah tetapkan bagi makhluk-Nya. Masing-masing ‘musim’ yang diberikan-Nya kepada makhluk-Nya memiliki keberkahan tersendiri. Mereka akan tetap datang kepada kita tanpa peduli apakah kita menginginkan musim itu atau tidak. Setiap musim selalu Allah ciptakan pada waktu yang tepat. Dan Allah akan membuat segala sesuatunya indah TEPAT pada waktu dan kondisi TERBAIK yang telah ditentukan-Nya. Yang patut kita lakukan hanyalah bersyukur dalam segala kelapangan dan kesempitan.



***

Dan teruntuk jiwaku yang sedang bertumbuh:

“Nungma, yakinlah bahwa Allah SWT selalu tersenyum dengan cara-Nya kepadamu. Mempersiapkan segala yang kamu butuhkan dengan misterius, menurut jalan-Nya. Jadi sekali-sekali wahai hati berhentilah bertanya, terimalah dengan

lapang dada. Bersiaplah untuk rencana baru yang dipersiapkan oleh-Nya.

Yakinlah, bahwa Dia tidak akan mempersiapkan hal yang buruk untuk
makhluk-Nya, semuanya pasti ‘kan indah pada akhirnya. TEPAT dan TERBAIK!!!”



***

[Keisya Avicenna, catatan tertanggal 22 April 2011. *)Selamat menikmati hari-harimu yang ajaib, Nungma! ^^v]



TAKDIR

Opick feat. Melly Goeslow



Dihempas gelombang dilemparkan angin

Terkisah bersedih bahagia

Di indah dunia yang berakhir sunyi

Langkah kaki di dalam rencanaNya



Semua berjalan dalam kehendakNya

Nafas hidup cinta dan segalaNya



Dan tertakdir menjalani segala kehendakMu ya robbi

Ku berserah ku berpasrah hanya padaMu ya robbi

Dan tertakdir menjalani segala kehendakMu ya robbi

Ku berserah ku berpasrah hanya padaMu ya robbi



Bila mungkin ada luka coba tersenyumlah

Bila mungkin tawa coba bersabarlah

Karena air mata tak abadi

Akan hilang dan berganti (hilang kan berganti)



Bila mungkin hidup hampa dirasa

Mungkinkan hati merindukan Dia

karena hanya denganNya hati tenang

Damai jiwa dan raga



Dan tertakdir menjalani segala kehendakMu ya robbi

Ku berserah ku berpasrah hanya padaMu ya robbi

Dan tertakdir menjalani segala kehendakMu ya robbi

Ku berserah ku berpasrah hanya padaMu ya robbi

Hanya padaMu ya robbi



*

Open Your Eyes



By: Maher Zain

Look around yourselves

Can’t you see this wonder

Spreaded infront of you

The clouds floating by

The skies are clear and blue

Planets in the orbits

The moon and the sun

Such perfect harmony



Let’s start question in ourselves

Isn’t this proof enough for us

Or are we so blind

To push it all aside..

No..



We just have to

Open our eyes, our hearts, and minds

If we just look bright to see the signs

We can’t keep hiding from the truth

Let it take us by surprise

Take us in the best way

(Allah..)

Guide us every single day..

(Allah..)

Keep us close to You

Until the end of time..



Look inside yourselves

Such a perfect order

Hiding in yourselves

Running in your veins

What about anger love and pain

And all the things you’re feeling

Can you touch them with your hand?

So are they really there?



Lets start question in ourselves

Isn’t this proof enough for us?

Or are we so blind

To push it all aside..?

No..



We just have to

Open our eyes, our hearts, and minds

If we just look bright to see the signs

We can’t keep hiding from the truth

Let it take us by surprise

Take us in the best way

(Allah..)

Guide us every single day..

(Allah..)

Keep us close to You

Until the end of time..



When a baby’s born

So helpless and weak

And you’re watching him growing..

So why deny

Whats in front of your eyes

The biggest miracle of life..



We just have to

Open our eyes, our hearts, and minds

If we just look quiet we’ll see the signs

We can’t keep hiding from the truth

Let it take us by surprise

Take us in the best way

(Allah..)

Guide us every single day..

(Allah..)

Keep us close to You

Until the end of time..



Open your eyes and hearts and minds

If you just look bright to see the signs

We can’t keep hiding from the truth

Let it take us by surprise

Take us in the best way

(Allah..)

Guide us every single day..

(Allah..)

Keep us close to You

Until the end of time..



Allah..

You created everything

We belong to You

Ya Robb we raise our hands

Forever we thank You..

Alhamdulillah..

Tuesday, April 26, 2011

Catatan Aisya [25] : Lolos Tahap Pertama

Tuesday, April 26, 2011 0 Comments

Alhamdulillah, hari ini dapat pengumuman tahap I beasiswa S2 dari kantor.
Insya Allah tes selanjutnya tanggal 13-14 Mei 2011.
Mohon doanya kawan-kawan!
Semangat!!!

Gitu aja deh catatannya coz speechless banget karena pagi tadi aku sempat merasa sedih karena "kehilangan" sesuatu, tapi Allah ternyata menggantinya dengan begitu cepat. Sebuah kejutan saat aku membuka email dan membaca pengumuman itu.

Ya Allah, hamba yakin masih banyak kejutan luar biasa yang Engkau rahasiakan... Dengan begitu membuatku belajar untuk terus berjuang, bersyukur, dan bersabar dalam menemukan rahasia-rahasia itu!

~Terima kasih atas kejutan sekaligus kesempatan yang Engkau beri hari ni, Ya Rahman.. Aku luruh dalam mahabbah pada-MU...~

250411
Aisya Avicenna

Catatan Aisya [24] : Luruskan Niat Sebelum, Saat , dan Setelah Menikah

Tuesday, April 26, 2011 0 Comments

Niat memang memiliki posisi sangat istimewa dalam ajaran Islam. Kali ini, kita membicarakan niat terkait dengan salah satu tahapan kehidupan yang selalu menyenangkan untuk dilewati oleh setiap orang, yaitu pernikahan. Apa yang ditulis di bawah ini cukup menjadi afirmasi positif sebagai upaya untuk meluruskan niat kita baik sebelum, saat, maupun setelah menikah.
1. Saya menikah dengan niat untuk menjalankan perintah Allah dan mencari ridho-Nya.
2. Saya menikah dengan niat untuk menjalankan sunnah Rasulullah SAW.
3. Saya menikah dengan niat untuk menjaga mata dari pandangan yang haram.
4. Saya menikah dengan niat untuk mendapatkan keturunan yang dapat memperbanyak jumlah umat Islam.
5. Saya menikah dengan niat untuk meraih kecintaan Allah dengan berusaha mendapatkan keturunan yang bisa melanjutkan generasi umat manusia.
6. Saya menikah dengan niat untuk meraih kecintaan Nabi Muhammad SAW demi memperbanyak umatnya yang berkualitas hingga kelak di hari kiamat Rasulullah SAW bangga dengan hal tersebut. Dalam hadits disebutkan, "Menikahlah dan perbanyaklah keturunan! Sebab aku akan membanggakan kalian di hadapan umat-umat lain kelak di hari kiamat."
7. Saya menikah dengan niat untuk menjaga kehormatan suami dan memenuhi kebutuhannya, serta berniat untuk mampu mengelola nafkah dan mengurus anak-anak.
8. Saya menikah dengan niat untuk menjaga diri dari setan, menghilangkan kerinduan dan kecenderungan syahwat yang negatif, menjaga kemaluan dari perbuatan hina, menjaga pandangan, dan mengusir rasa was-was.
9. Saya menikah dengan niat untuk menyenangkan dan membahagiakan diri dengan cara duduk bersama pasangan atau memandang serta yang lainnya, agar bisa bertambah giat dan lebih tenang dalam beribadah.
10. Saya menikah dengan niat untuk mengurangi kesibukan hati dalam mengatur rumah, mengerjakan pekerjaan dapur, menyapu dan membersihkan perabotan, serta mendapatkan kemudahan hidup.
11. Saya menikah dengan niat untuk melatih diri dalam hal bertanggung jawab sebagai seorang istri, berusaha memenuhi kebutuhan suami, sabar dalam menjalani kehidupan rumah tangga, berusaha memperbaiki akhlaq anak-anak, membimbing anak-anak kepada kebaikan dan menjadikan mereka generasi Qur'ani.
12. Saya menikah dengan niat untuk memperoleh keberkahan dari do'a yang dipanjatkan seorang anak shalih setelah saya wafat kelak, sekaligus berharap pertolongan dan syafa'at dari anak-anak tersebut jika mereka meninggal ketika masih kecil.
13. Saya menikah dengan niat seperti yang telah diniatkan oleh para hamba Allah yang shalih dan para ulama yang mengamalkan ilmunya.
14. Saya menikah dengan niat pada semua niat tersebut dan niat lainnya dari semua yang saya curahkan, saya ucapkan, dan saya kerjakan, dalam urusan pernikahan ini, karena Allah.

Silakan ditambahkan sendiri ya!! ^^v

Yaa Allah, berikan taufiq kepadaku seperti halnya Engkau memberi taufiq kepada mereka, dan tolonglah aku seperti halnya Engkau telah menolong mereka.
Semoga ALLAH memberi taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua..Amiin..

Khususnya bagi yang berniat untuk menikah, saran saya : SEGERA PRINT TULISAN INI, TEMPEL DI DINDING KAMAR! UCAPKANLAH BERKALI-KALI DAN TERUS AZZAMKAN DALAM HATI! Semoga bisa membantu untuk menjaga kelurusan niat tersebut.


Jakarta, 240411
Aisya Avicenna

Saturday, April 23, 2011

Catatan Aisya [23] : Membudayakan Taubat (Reportase)

Saturday, April 23, 2011 0 Comments

Hari, Tanggal : Sabtu, 23 April 2011
Pukul : 08.00-12.00
Tempat : Masjid Baitul Ihsan, Bank Indonesia, Jakarta Pusat
Pembicara : Ustadz Bachtiar Nasir, LC

***
Materi dari ustadz baru dimulai pukul 09.00. Surprise juga saat sebelum materi, ada kesempatan untuk belajar tahsin dulu. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dalam halaqoh-halaqoh. Subhanallah, aku masuk dalam kelompok yang sebagian besar ibu-ibu. Ada yang nenek-nenek juga. Kami belajar bersama seorang ustadz. Ibu-ibu begitu bersemangat, meskipun berulang kali sering salah dalam membaca. Ustadznya juga sangat sabar. Keren deh!

Moderator mengawali acara dengan berbagi kisah tentang seorang laki-laki dari Bani Israil yang membunuh 99 orang dan ingin bertaubat. Akhirnya ia mendatangi seorang rahib dan bertanya apakah taubatnya bisa diterima. Sang rahib berujar bahwa taubatnya tidak akan diterima. Akhirnya laki-laki itu membunuh sang rahib. Seratus nyawa akhirnya melayang atas perbuatannya. Ia benar-benar ingin bertauubat. Akhirnya ia bertanya apakah ada orang alim yang bisa ia tanyai. Akhirnya, bertemulah ia dengan seorang alim/ahli hikmah. Ia pun bertanya apakah taubatnya bisa diterima. Sang ahli hikmah menjawab, “Mengapa tidak? Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Pergilah ke kota itu, di sana orang mentauhidkan Allah. Tinggalkan kampungmu yang penuh maksiat!”

Laki-laki pembunuh itu menuruti kata sangg ahli hikmah. Demi mewujudkan keinginan besarnya untuk bertaubat, laki-laki pembunuh itu bergegas hijrah ke kota yang dimaksud sang ahli hikmah. Ternyata ia meninggal dalam perjalanan. Malaikat pencatat amal kebaikan dan malaikat pencatat amal keburukan ‘berselisih’ apakah laki-laki pembunuh itu masuk surga ataukah neraka. Akhirnya diukurlah langkahnya dan ternyata langkah kaki laki-laki pembunuh itu lebih dekat menuju kota tempat tujuannya bertaubat. Akhirnya ia masuk surga.

Ilmu itu cahaya dan cahaya Allah tidak akan diberikan pada orang yang suka bermaksiat.
Sebuah kisah tentang Abu Nawas yang menurut temannya, Abu Nawas pernah bercerita bahwa ia bermimpi duduk di taman surga. Setelah di tanya, mengapa Abu Nawas bisa berada di surga, Abu Nawas menjawab bahwa ia masuk surga karena membuat syair tentang taubat yang ia simpan di bawah kasurnya. Syair itu berbunyi demikian.

Ilaahi Lastu Lil Firdausi Ahlaa
Walaa Aqwaa `Alan Naaril Jahiimi
Fahablii Taubatan Waghfir Dzunuubii
Fainnaka Ghoofirudz Dzambil `Adzhiimi
Dzunuubii Mitslu A`daadir Rimaali
Fahabli Taubatay Yaadzal Jalaali
Wa `Umrii Naaqishun Fii Kulli Yaumi
Wa Dzambii Zaidun Kaifak Timaali
Ilaahii `Abdukal `Aashii Ataaka
Muqirrom Bidz Dzunuubi Waqod Da`aaka
Wain Taghfir Fa-Anta Lidzaaka Ahlun
Fain Tathrud Faman Arju Siwaaka


Ya Tuhanku, aku tak layak menjadi ahli syurga-Mu
Namun, aku tidak mampu menahan panasnya siksa api neraka
Terimalah taubatku dan ampunilah dosa-dosaku
Sesungguhnya hanya Engkau Maha Pengampun dosa-dosa besar
Dosa-dosaku seperti jumlah debu pasir dipantai
Maka terimalah taubatku Wahai Pemilik Keagungan
Dan sisa umurku berkurang setiap hari
Dan dosa-dosaku bertambah, bagaimana aku menanggungnya
Ya Tuhanku, hamba-Mu yang berdosa ini datang kepada-Mu
Mengakui dosa-dosaku dan telah memohon pada-Mu
Seandainya Engkau mengampuni
Memang Engkaulah Pemilik Ampunan
Dan seandainya Engkau menolak taubatku
Kepada siapa lagi aku memohon ampunan selain hanya kepada-Mu

Acara selanjutnya adalah materi dari Ustadz Bachtiar Nasir.
Beberapa point yang sempat saya catat dari apa yang beliau sampaikan:
1.Bertaubat tidak cukup dengan meninggalkan yang dilarang tapi juga melaksanakan perintah. Kekeliruan saat ini, bertaubat hanya dipahami dengan meninggalkan maksiat saja.
2.Taubat ada dua, yakni taubat yang wajib (taubat dengan meninggalkan yang dilarang tapi juga melaksanakan perintah) dan taubat yang sunnah ( Taubat dengan menjalankan sunnah Rasul dan menjauhkan diri dari yang dimakruhkan Rasulullah Saw.)
3.Belajar dari kisah taubatnya Nabi Adam as
Hikmah kisahnya:
a.Akibat dari dosa yang dilakukan Adam, maka Allah menyingkapkan keburukannya (Q.S. Thaha : 21)
b.Adam dan Hawa terusir dari surga (Q.S. 7 : 24)
c.Allah Swt mencela mereka (Q.S. 7 : 22)
4.Belajar dari kisah taubatnya Nabi Nuh as
a.Nuh adalah bapak manusia setelah Adam dan kemudian disusul Ibrahim.
b.Pada masa Nuh, ada 5 orang shalih yang sangat dermawan kemudian didewakan secara berlebih-lebihan oleh umat Nuh dengan dibuatnya patung mereka saat mereka telah wafat. Inilah yang menjadi contoh syirik pertama kali di muka bumi.
c.Nuh merupakan hamba Allah yang banyak bersyukur dalam keadaan apapun. So, kunci hidup berbahagia dalam beragama adalah berdzikir dan bersykur (Q.S. 2 : 152). Bukan dzikir di lisan saja, tapi juga di dalam qalbu. Merasakan dan menyaksikan keagungan-Nya di alam raya. Orang yang sering berdzikir, akan mampu banyak bersyukur.
d.Dzikir kalbu :
-Mampu merasakan keagungan nama dan sifat-Nya
-Mampu merasakan kebesaran Allah di jagad raya
e.Wujud syukur :
-Lisan
-Memberi mahabah (daya cinta) dan inabah (efek dari mahabah) pada Allah
-Perbuatan, kuncinya : taat
f.MAHABAH
-Cinta yang tidak berbalas ridho dari Allah bisa disebabkan karena cintanya tidak dibarengi dengan ketaatan kepada Allah. Itulah cinta yang sia-sia.
-Ikhlaskan memurnikan ibadah karena Allah semata
g.INABAH
-Ketika kita merasa lebih pintar dari orang lain, itu sombong namanya.
-Hidup ini di antara 2 misteri, yakni ikhtiar insani dan takdir Ilahi.
-Orang yang cerdas dalam menjalankan hidup adalah orang yang mampu menjalani hidup di antara ikhtiar insani dan takdir Ilahi.
-Taufiq adalah pertemuan antara kehendak Allah dan manusia.
h.Tidak harus menunggu berdosa baru bertaubat. Nabi Nuh as selalu menjadikan taubat sebagai gaya hidupnya
i.Alam bawah sadar manusia senang dengan pengulangan.
j.Formula dahsyat sebelum tidur :
-Memaafkan orang lain
-Bertaubat
-Berdzikir
-Mendengarkan murottal sebagai pengantar dan teman tidur
k.Doa Nabi Nuh (Q.S 11 : 45)
l.Nuh berhasil membentengi diri sendiri, tapi tidak berhasil membentengi anaknya (Q. S. Al-A’raf : 59)
5.Belajar dari kisah taubatnya Nabi Yunus as
Q.S. 21 : 87
Ia taubat di dalam perut ikan
6.Belajar dari kisah taubatnya Nabi Ayub as
Ayub adalah hamba paling sabar. Ia tidak minta sembuh pada Allah. Ia selalu yakin bahwa segala sesuatu yang datang dari Allah, pasti baik untuknya.

Jakarta, 230411
Aisya Avicenna

Friday, April 22, 2011

Catatan Aisya [22] : Launching Buku Keempatku

Friday, April 22, 2011 0 Comments

Pukul 03.00, aku terbangun. Lagi-lagi tanpa alarm. Alhamdulillah. Setelah sholat malam, aku sempat murojaah 3 hadist yang harus aku setorkan pagi ini. Pukul 03.30 aku buka kulkas, ambil telur dan beberapa cabai, terus menuju lantai 1. Saatnya memasak!!! Beberapa waktu kemudian, akhirnya jadi juga masakan lezat ala chef Aisya Avicenna. Sempat dikreasi saat menghidangkan. Halah! "Nasi Goreng Chicken Stick” itu akhirnya aku lahap bersama seorang sahabat. Selesai sarapan, aku bersiap-siap hendak “kuliah pagi".

Sekitar pukul 05.30, aku sudah berdiri di Jalan Otista Raya untuk menunggu mikrolet 53 yang hendak aku tumpangi. Sambil menunggu, aku manfaatkan untuk muroja’ah hafalan hadistku. Hari ini ada 3 hadist lagi yang harus disetorkan. Tiba-tiba ada sepeda motor berhenti di depanku. Kaget! Rasa kaget itu sirna sudah tatkala tahu siapa pengendaranya. Beliau adalah salaha satu mahasiswi LBQ Al-Utsmani juga, tapi levelnya di atasku. Dia mengajakku naik motornya. Uhuy! Alhamdulillah... Sepanjang perjalanan, aku masih sibuk dengan hafalanku.

Sampai di kampus, ternyata aku tetap menjadi mahasiswi yang datang paling awal di kelasku. Hehe... Pukul 06.15 kelas dimulai dan alhamdulillahh hari ini berhasil setor hafalan 3 hadist. Pukul 08.00 kelas berakhir. Sebelum pulang, aku sempatkan ke kantor LBQ Al-Utsmani dulu untuk membayar SPP. Setelah itu melanjutkan agenda berikutnya yakni “imunisasi pekanan”. Hmm, ada yang special hari ini. Semangat! Setelah “imunisasi pekanan” aku “diculik” salah satu saudariku untuk mengantarkannya ke toko “RAIHAN” di dekat UNJ.

Pukul 13.30 aku tiba di kost untuk makan siang. Setelah itu, aku menuju stasiun Tebet untuk naik kereta ke Depok. Saat di kereta aku sempat cemas karena tidak begitu tahu jalurnya dan belum begitu familier dengan stasiun Lenteng Agung, tempat aku turun. Di dalam kereta ekonomi AC itu, aku berdiri. Tiba-tiba aku melihat toko buku Leksika dari jendela. Wah, sepertinya terlewat nih stasiunnya. Akhirnya aku turun di stasiun berikutnya. Saat hendak keluar, aku tanya ke bapak penjaga tiket apakah stasiun Lenteng Agung sudah terlewat. Ternyata oh ternyata, tempatku berpijak saat itu adalah stasiun Lenteng Agung. Hehe... Subhanallah, walhamdulillah!

Setelah keluar dari stasiun, aku berganti angkot kecil warna biru jurusan Pasa Minggu dan akhirnya sampai juga di toko buku Leksika. Berhubung masih pukul 14.35, aku pun melihat-lihat buku dulu. Sempat menamatkan sebuah buku di sana yang berjudul “Shalat Istikharah”. Menjelang Asar, aku ke mushola. Aku sholat Asar berjamaah dengan seorang laki-laki yang logatnya Jawa banget!

Setelah sholat, aku ke lantai 4 yang menjadi tempat acara launching buku “PARA GURU KEHIDUPAN”. Saat mengisi absensi, aku bertanya pada panitianya siapa sih penanggung jawab proyek ini. “Mas Epri Tsaqib. Itu Mbak, orangnya ada di depan,” kata seorang muslimah berjilbab lebar yang mengaku sebagai asisten Mas Epri (yang ternyata adalah istrinya! Baru tahu di akhir acara! ^^v). Selain itu, baru aku ketahui bahwa laki-laki yang tadi menjadi imam sholat Asar itu bernama Muhammad Trimanto, ketua FLP Depok yang juga salah satu penulis dalam buku antologi “PARA GURU KEHIDUPAN”. Sebelum acara dimulai, kami sempat kenalan, tukar tanda tangan dan kartu nama serta bercakap-cakap dengan beberapa penulis yang juga urun karya di antologi tersebut.

Acara dimulai dengan pembukaan dan doa bersama yang dipimpin oleh Mas Epri tsaqib. Selanjutnya pada sesi ice breaking, tampillah Mas Niko cs yang menyanyikan lagu tentang bumi karena bertepatan hari itu adalah hari Bumi. Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan naskah oleh Mbak Achi TM yang bercerita tentang pengalaman pribadinya bersama ayahanda tercinta sebelum beliau wafat. Impian Mbak Achi melalui dorongan semangat dan ketegasan sang Ayah membuatnya kini semakin percaya diri menapaki setiap langkahnya di dunia kepenulisan.

Selanjutnya ada penampilan Teater Pusat Bumi yang dibawakan Nadia Sarah Adzani bersama 2 orang rekannya. Nadia juga salah satu penulis dalam buku tersebut. Kemudian, pembacaan naskah oleh Mbak Lya Herlianti. Ia tak kuasa membendung air matanya saat membacakan naskahnya yang berjudul "Sang Pembuka Hati." Ia bercerita mengenai pengalaman pribadinya dengan Jossete, sahabatnya di Belanda yang menyadarkannya akan cinta yang telah lama hilang.

Demikian juga dengan Mbak Wiwiek ketika membacakan kisahnya tentang Ibu yang selalu menjadi peneduh ketika masalah demi masalah datang menghampiri, audiens pun ikut merasakan betapa damainya memiliki seorang ibu yang begitu mencintai putrinya.
Setelah itu acara dilanjutkan dengan penyerahan buku “PARA GURU KEHIDUPAN” secara simbolis lanjut foto bersama. Seru! Apalagi waktu Mas Epri Tsaqib foto bersama istrinya. Kedua naskah mereka tergabung juga dalam buku ini. Wah, so inspiring! Suami istri yang kompak. Hmm, jadi teringat salah satu impianku adalah menulis bersama suamiku kelak. Hehe.. semoga terwujud. Aamiin...

Berikutnya adalah pembacaan naskah oleh Wahyu Widianingrum yang membuat hadirin tergelak dan senyum-senyum saat mendengar kisah yang dituturkannya. Pada penghujung acara, Mbak Achi TM tampil kembali bersama Mas Niko dan Niki dari Rumah Pena dengan membacakan puisi karya Mas Epri Tsaqib.

Acara launching diakhiri dengan Book Signing para penulisnya.
Dengan lahirnya buku ini semoga dapat mendatangkan manfaat yang besar bagi kita semua dan menjadi ladang amal kebaikan khususnya bagi para penulisnya. Aamiin...

Jakarta, 220411
Aisya Avicenna

Thursday, April 21, 2011

Catatan Aisya [21] : Kartini Pengingat Mati

Thursday, April 21, 2011 0 Comments

Mengapa saya menggunakan kata “Kartini” pada judul catatan ini? Alasan pertama karena Kartini itu wanita luar biasa dan kali ini saya akan menceritakan seorang wanita luar biasa yang cukup berpengaruh bagi saya. Alasan kedua karena catatan ini merupakan Catatan Aisya edisi ke-21 yang saya tulis tanggal 21 April 2011 bertepatan dengan peringatan hari Kartini. Hmm… ya begitulah!
***

Bila Izrail datang memanggil
Jasad terbujur di pembaringan
Seluruh tubuh akan menggigil
Seluruh badan kan kedinginan


Lagu itu lagi! Ya, setiap kali si ibu itu beraksi, lagu tersebut yang dinyanyikan. Hanya bermodal suara, tanpa alat musik yang melatarinya, ibu itu membawakan setiap lagu yang dinyanyikannya. Lagu di ataslah yang sering dinyanyikan sebelum lagu lainnya. Ibu berjilbab yang berprofesi sebagai pengamen itu sudah puluhan kali “manggung” di Kopaja 502 yang aku tumpangi. Hampir setiap “pentas”, beliau membawakan lagu itu. Benar-benar mengingatkan diri ini, harapannya pesan yang tersurat dan tersirat dalam lagu yang ia bawakan juga sampai ke penumpang yang lain. Kadang merinding juga saat ibu itu menyanyikannya.

Sayang, pagi tadi saya hanya melihat ibu itu di pinggir jalan. Awalnya si ibu akan naik Kopaja 502 yang saya tumpangi. Tapi, jarak beliau dan berhentinya Kopaja terlalu jauh dan lagi penumpangnya juga membludak. Akhirnya beliau tidak jadi naik Kopaja 502 tersebut. Ada rasa kecewa juga, karena pagi ini saya tidak mendengarkan lagu pengingat mati itu.

Ibu itu biasa beraksi di sepanjang jalan dari kawasan Kampung Melayu sampai Matraman. Ah, saya bertekad suatu saat ingin menemui ibu itu. Saya penasaran dengan latar belakang kehidupannya. Mungkin saya pun akan bertanya mengapa lagu pengingat mati itu yang terus ia nyanyikan. Semoga ada kesempatan.

Berbicara tentang kematian, banyak sarana yang bisa mengingatkan kita pada kematian. Coba tanyakan pada diri kita, seberapa banyak kita mengingat mati dalam hidup kita. Hanya kita sendiri yang bisa menjawabnya. Jika kenyataannya kita masih sangat sedikit dalam mengingat mati di tengah kesibukan dan semua urusan duniawi kita, maka segeralah ubah hal tersebut. Kita tidak pernah tahu kapan kematian mendatangi kita. Mengingat mati akan membuat kita seakan punya rem untuk menghindari perbuatan dosa. Mengingat mati juga merupakan satu cara yang sangat efektif untuk mengendalikan hawa nafsu. Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini: “Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!” (HR. Tirmidzi)

Ya Allah yang Maha Menghidupkan dan yang Maha Mematikan, wafatkanlah kami dalam keadaan husnul khatimah. Dan kami berlindung kepada-Mu dari keadaan suul khatimah.

Semoga Allah Swt menutup akhir hayat kita dengan husnul khatimah dan menerima semua amal shalih kita. Aamiin Yaa Rabb…

"Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati..."(QS.Ali Imran:185).
Jakarta, 210411_13:06
Aisya Avicenna
writer@www.aisyaavicenna.com

Wednesday, April 20, 2011

Buku Terbaru Saya : PARA GURU KEHIDUPAN

Wednesday, April 20, 2011 1 Comments

Para Guru Kehidupan senantiasa ada dan hadir di sekitar kita. Mungkin ia adalah sosok yang sederhana, mungkin ia adalah sesuatu yang tidak pernah kita duga
hadir dan melintas begitu saja dalam kehidupan kita atau mungkin juga ia adalah sebuah momen yang tak terlupakan dalam kehidupan kita yang sangat singkat ini

Dari mereka kita senantiasa bisa belajar dan mengambil manfaat yang akan sangat berguna untuk bekal kita mengarungi episode perjalanan hidup ini selanjutnya.

Insya Allah ada tulisan saya dalam buku antologi ini. Siapakah Guru Kehidupan saya? Penasaran??? Insya Allah buku ini akan dilaunching pada hari Jumat, 22 April 2011. Bagi teman-teman yang ingin memiliki buku inspiratif ini bisa menghubungi saya.. Cukup dengan harga Rp 40.000,-... Jangan lewatkan kesempatan ini ya!

Catatan Aisya [20] : Kematian Hati (KH. Rahmat Abdullah)

Wednesday, April 20, 2011 0 Comments

Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya. Banyak orang cepat datang ke shaf shalat layaknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi. Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan tuhannya. Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada izin untuk berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang Allah berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan Allah atasmu.

Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudhu di dingin malam, lapar perut karena shaum atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.

Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.

As-shiddiq Abu Bakar Ra. Selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya ALLAH, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka," ucapnya lirih.



Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya kepada khalayak. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal dan menyalahkan banyak orang karena kekurangan atau ketidaksesuaian amal mereka dengan ambisi pribadinya, atau tidak mau kalah atau tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dan kata.

Dimana kau letakkan dirimu? Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut, sampai sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat obyek ma'siat menggodamu dan engkau menikmatinya? Malu kepada Allah dan hati nurani tak ada lagi.

Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani bertambah tinggi. Rasa malu kepada Allah, dimana kau kubur dia?

Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1500 responden usia SMP ; SMU 25% mengaku telah berzina dan hampir separuhnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan perkosaan, walaupun pada saatnya mereka memperkosa.

Dan masyarakat memanjakan mereka, karena "mereka masih d ibawah usia." Mungkin engkau mulai berfikir, "Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis perempuan --bila engkau laki-laki atau sebaliknya (akhi dan ukhti)-- dicelah-celah rapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh." Betapa jamaknya 'dosa kecil' itu dalam hatimu. Kemana getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat "TV Thaghut" menyiarkan segala "kesombongan jahiliyah dan maksiat?"


Saat engkau mau muntah melihat laki-laki berpakaian perempuan, karena kau sangat percaya kepada ustadzmu yang mengatakan, "Jika Allah melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat?" Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama dan yang paling tinggi berteriak "Ini tidak islami" berarti ia paling islami, lalu sesudah itu urusan kesendirian tingga llah antara engkau dengan lamunanmu, tak ada Allah disana?

Sekarang kau telah jadi kader hebat. Tidak lagi malu-malu tampil. Justru engkau sangat malu untuk menahan tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Kau yang tak mampu melawan berontak hatimu untuk tidak makan berdiri di tengah suatu resepsi mewah. Berbisiklah syaithanmu: "Jika kau duduk di lantai atau di kursi malam ini citra da'wah akan ternoda." Seakan engkau-lah pemilik da'wah ini.

Lupakah kau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter. Begitu jauhnya inhiraf di kalangan awam, tak lain karena para elitenya telah salah melangkah lebih dulu. Siapa yang mau menghormati ummat yang "kiayi"-nya membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia setubuhi, lalu dengan enteng mengatakan, "Itu maharku, Allah waliku dan malaikat itu saksiku," dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah? Siapa yang akan memandang ummat yang da'inya berpose lekat dengan seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan, "Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam seperti ayah, bahkan lebih dekat lagi."

Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang sama? Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim yang merayu rekan perempuan dalam organisasinya? Kau andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat masyarakat awam? Bukankah ini mengkomersilkan kekurangan masyarakat? Koruptor macam apa engkau ini? Semoga ini tak terjadi pada dirimu, karena kafilah yang pernah berlalu tak sunyi dari peruntuh bangunan yang dibina dengan susah payah.


Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka. Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar sumbangan mereka kepada Amerika dan Zionis dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk makanan mereka, semata-mata karena nuansa "westernnya." Engkau akan menjadi faqih pedebat yang tangguh saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan "lihatlah, betapa Amerikanya aku". Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri.

Mahatma Ghandi memimpin perjuangan kemerdekaan India dengan kain tenunan bangsa sendiri atau terompah lokal yang tak bermerk. Namun setiap ia menoleh kekanan, maka 300 juta rakyat India menoleh ke kanan. Bila ia tidur di rel kereta api, maka 300 juta rakyat India akan ikut tidur disana. Bila ia minta bangsanya mendongakkan kepala dengan bangga, maka 300 juta bangsa India akan tegak, walaupun tulang punggung mereka tak kuat lagi berdiri karena lapar dan kurang gizi.

Kini datang "pemimpin" ummat, ingin mengatrol harga diri dan gengsi ummat dengan pameran mobil dan rumah mewah serta hidup di tengah gemerlap kehidupan selebritis. Saat fatwa digenderangkan, ummat tak lagi punya kemauan untuk mendengar. "Engkau adalah penyanyi bayaranku dengan uang yang kukumpulkan susah payah. Bila aku bosan aku bisa panggil penyanyi lain yang kicaunya lebih memenuhi seleraku?"

*Dicopas dari notenya Kang Ahmad Lamuna

Jakarta 20 April 2011
Saat hati hampir "pingsan",

Aisya Avicenna