Sebuah Kenangan
~Pak Rasyid-Bang Pi'i-Mbak Angel-Aku-Nita-Mas Morris~ |
Selasa, 27 Juli 2010. Menjelang pukul 00.00 baru selesai packing. Baju-baju yang direncanakan cukup dipakai selama seminggu sudah masuk ke dalam trolly bag (pinjeman.. hehe..). Aku putuskan untuk tidur sejenak karena kantuk sudah akut menyerang. Alarm HP aku pasang jam 02.00. Pikirku tidur 2 jam sudah cukup lah untuk meredam rasa kantuk ini. Selang berapa lama, HP begitu aktif bergetar. Hah? sekitar 23 misscalled dari Ibuk plus SMS yang isinya membangunkanku! Dan 5 misscalled dari Nita. Ternyata HPku tertindih bantal, sehingga aku gak mendengar deringannya. Aku melongok ke jam Annida-ku, hiyaaaa jam 03.30. Padahal :
1.Rencananya Nita akan menjemputku dengan taksi jam 03.15
2.Aku janjian dengan seorang tukang becak yang akan mengantarkanku ke Otista Raya jam 03.00.
Bangun tidur aku SMS ibuk, memberitahukan bahwa aku baru bangun dan tentunya memohon doa agar aku tidak terlambat ke bandara. Saat beranjak mau ke kamar mandi, badanku limbung. Sempoyongan! Hiyaaaa... Meski pada akhirnya aku kelar siap-siap juga! Sudah jam 04.00. Harus segera ke bandara. Nita SMS kalau dia sudah sampai bandara dan sudah menunggu di pintu masuk.
Aku segera keluar kos dengan menenteng trolly bag yang lumayan besar itu. Tak lupa sebelumnya berdoa agar Allah memudahkan ekspedisiku kali ini. Aku menuju pangkalan abang becak, berharap (sebut saja Pak Slamet) yang janjian denganku semalam masih mangkal. Wah, jalanan sepi, tapi harus tetap memberanikan diri. Pangkalan becak juga sepi. Aku ketuk-ketuk pintu rumah yang menurutku sebagai lapak tidur mereka. Terbukalah pintu rumah itu, dan keluarlah seorang bapak berwajah garang dan berbadan tinggi. Aku ceritakan maksud kedatanganku. Beliau bilang kalau Pak Slamet tidak di tempat. Akhirnya Pak jauhari (nama Bapak itu) bersedia mengantarku ke depan STIS dengan becaknya. Sampai di depan STIS beliau juga membantuku mencarikan taksi. Subhanallah, pertolongan Allah memang sangat dekat.
Taksi pun melaju menuju Bandara Soekarno Hatta. Penerbangan ke Surabaya pukul 06.00. Sampai di bandara, teman-teman TIM Verifikasi Gresik sudah menunggu. Kami berenam, aku, Mbak Angel, Nita, Bang Pi’i, Mas Moris, dan Pak Rasyid. Alhamdulillah, kedatanganku juga nggak terlalu terlambat kok dan akhirnya bisa check-in tepat waktu bahkan bisa foto-foto dulu sebelum berangkat. Subhanallah, hujan turun, pesawat kami delay sampai cuaca kembali kondusif.
Sekitar pukul 06.30, pesawat tinggal landas dari bandara Soekarno-Hatta menuju Juanda, Surabaya. Subhanallah, sampai di atas bisa melihat kerajaan awan yang begitu indah. Karena penerbangannya sekitar 55-an menit, aku putuskan untuk membaca buku tentang Ramadhan. Ya, kala itu memang masa-masa menjelang Ramadhan.
Sekitar pukul 07.30, alhamdulillah, kami mendarat dengan selamat di Bandara Juanda. Kami langsung dijemput oleh mobil jemputan + sopir tentunya. Awalnya kita mau ke Dinas Perindag Surabaya dulu, tapi berhubung kita harus verifikasi ke Gresik, jadinya kami langsung meluncur ke Gresik. Kami mampir dulu ke sebuah warung prasmanan untuk sarapan. Setelah itu, BEKERJA!!! Kami harus mengunjungi puluhan perusahaan pemilik Angka Pengenal Importir (API) di kawasan Gresik yang sudah didata. Kami harus melakukan verifikasi kelengkapan data pada setiap perusahaan tersebut. Berhubung kami ada 6 (enam) orang, tim dibagi menjadi 3 kelompok. Kadang aku dengan Mbak Angel, kadang dengan Pak Rasyid, kadang dengan Bang Pi’i. Wah, pokoknya seru.
Hari pertama kami menginap di hotel yang terletak di Gresik. Pada hari berikutnya, kami pindah hotel di pusat kota Surabaya. Singkat cerita, setelah semua perusahaan kami verifikasi, kami berkesempatan untuk ke Pulau Madura. Uhuy, akhirnya impian untuk melintas di jembatan Suramadu terwujud sudah! Tak lupa kami beli oleh-oleh dan cenderamata. Secara keseluruhan, kisah verifikasi ini cukup menyenangkan. Menjadi pengalaman berharga dalam hidup. Beruntung juga satu tim dengan orang-orang yang luar biasa. Mbak Angel yang pemberani. Nita yang ceria. Bang Pi'i yang humoris. Pak Rasyid yang bijak. Apalagi bersama Mas Morris yang kreatif, karena kami memakai handy talky (HT) selama menjalankan misi. Mantap!
Hari Jumatnya, menjadi hari terakhir kami di Surabaya. Nah, ini kisah yang paling menggelitik dan seru. Pukul 15.00 adalah jadwal keretaku yang mau ke Solo. Sementara teman-teman balik ke Jakarta, aku memutuskan untuk pulang ke Wonogiri dengan transit dulu di Solo. Pukul 14.00 kami baru selesai makan dan segera menuju stasiun. Tak disangka ternyata macetnya luar biasa. Pukul 14.45, kami masih harus melewati dua tikungan jalan sebelum sampai di stasiun. Akhirnya Mas Moris berinisiatif untuk mengajakku jalan kaki saja ke stasiun. Waktu terus berjalan. Mas Moris segera keluar dari mobil dan mengambil trolly bag-ku di bagasi. Dia memanggul trolly bag yang luar biasa beratnya itu dan berlari menuju stasiun. Aku pun berlari mengikutinya. Bayangkan saudara-saudara!!! Saat macet, ada 2 orang berlarian menuju stasiun, yang satu manggul trolly bag, yang satunya mengejar di belakang sambil ngos-ngosan. Waduh, Mas Morris larinya cepat sekali. Sampai di tikungan pertama aku sudah tidak sanggup mengejarnya.
Aku berhenti saja, untungnya sudah tidak begitu macet . Mobil tumpanganku datang, Mbak Angel membukakan pintu, aku bergegas masuk dan kami segera meluncur ke stasiun. Kami masih sempat berkomunikasi via HT dengan Mas Morris. Tet!!! Sudah pukul 15.00. Setelah sampai di stasiun, kami segera menghambur keluar mobil dan berlari menuju pintu masuk. Hiyaaaa, banyak orang yang turut menyemangati kami. Mas Morris sudah sampai dan meletakkan trolly bag-ku di pintu masuk. Kami pun berpisah di situ. Setelah menunjukkan tiket, aku masuk. Wah, sudah ada pengumuman kereta akan segera diberangkatkan. Masya Allah, trolly bag-ku berat sekali. Kalau ditarik pun akan memakan waktu lama. Akhirnya aku meminta tolong pada seorang cleaning service untuk membawakan trolly bag-ku. Tepat saat aku dan trolly bag-ku naik ke gerbong, kereta pun berjalan. Aku tak sempat memberi imbalan pada cleaning service yang membawakan trolly bag-ku tadi karena dia hanya meletakkannya kemudian bergegas pergi. Ya Allah, balaslah kebaikannya.... aamiin... Sampai di kursiku, aku bernafas lega dan menangis haru dalam kedalaman syukur! Sungguh pengalaman yang sangat berharga...
Hmm, itu pengalamanku setahun yang lalu. Dan kemarin, saat habis Maghrib ada banyak pesan BBM yang masuk dengan tulisan yang sama.
“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Telah berpulang ke rahmatullah, Bapak Rasyid (Staf TU) Direktorat Impor pada hari ini.. Semoga amal dan ibadah beliau diterima di sisi Allah SWT”.
Degh! Aku kaget luar biasa! Ternyata Pak Rasyid sakit paru-paru basah. Beliau meninggal di RSCM setelah mendapat perawatan intensif. Teringat jelas saat-saat berpetualang bersama beliau dalam verifikasi di Gresik dan Surabaya tersebut. Meski sudah berusia lanjut, tapi beliau begitu bersemangat dalam menyelesaikan pekerjaan. Beliau sering melakukan hal-hal yang tak terduga. Salah 1 contohnya saat suatu pagi beliau mengetuk pintu kamar hotel kami dan mengantarkan nasi pecel yang enaknya luar biasa. Saat di kantor, beliau juga sering memberi nasihat padaku. Beliau juga sosok yang ceria dan murah senyum. Ahh... Ya Allah, beliau begitu baik! Dan kini Engkau telah memanggilnya. Kematian memang membuat kita belajar, bahwa hadirnya pasti tapi waktunya tak terduga. Ternyata Pak Rasyid tidak bisa menjalankan Ramadhan tahun ini dan Ramadhan tahun kemarin menjadi Ramadhan terakhir bagi beliau. Hmm, ini menjadi renungan juga buat kita bersama. Selamat jalan, Pak Rasyid (kalau di kantor, kami sering memanggilnya “Pak Ocid”)... insya Allah, semoga amalan dan ibadahnya diterima Allah SWT... aamiin yaa Rabbal ‘alaamiin...
Setiap manusia pasti kan merasakan maut
Kapan ajal kan menjemput, tiada yang tahu
Allah lah pencipta kita
Pengurus kita semua
Dialah yang menentukan akan takdir kita semua
Kehidupan kita... kematian kita...
Bandung, 28 Juli 2011
Aisya Avicenna