Jejak Karya

Jejak Karya
Showing posts with label resensi. Show all posts
Showing posts with label resensi. Show all posts

Wednesday, September 22, 2010

Etika Menjadi Ibu

Wednesday, September 22, 2010 0 Comments

Hmm, judul di atas bermakna ganda ya? (Karena yang menulis ini kebetulan bernama Etika, ^^v). Tapi yang dimaksud bukan Etika yang menulis ini. Etika = Suluk = Akhlak… Yadahlah, mari disimak!
Selasa, 22 September 2010
Pagi ini, sebelum berangkat ke kantor, aku menyempatkan diri untuk melihat berita pagi ini. Aku terhenyak saat melihatsebuah berita! Dalam berita itu diceritakan bahwa ada seorang anak yang tinggal di daerah Sumatera Selatan, ia bernama Reno, baru berumur 2 tahun 3 bulan. Sekilas dari penampilannya, ia seperti anak kebanyakan. Dalam berita tersebut, wajah Reno ditutupi (disamarkan). Mengapa???
Saya beri tahu, tapi jangan kaget! Ternyata Reno kecil adalah seorang perokok berat! Dalam layar TV sekilas juga terlihat Reno sedang bermain sambil merokok. Astaghfirullah... Dalam sehari, ia bisa menghabiskan 32 batang! Bayangkan kawan!!!
Bagaimana sih orang tua Reno mendidik dan mengasuhnya? Kok bisa sampai separah itu? Pasti ada sesuatu yang tidak beres! Itulah pertanyaan yang terbersit dalam diri ini saat melihat berita itu? Dan sepertinya, memang ada yang tidak beres! Ibu dan ayahnya terkesan cuek! Bahkan hanya menjawab, sudah dibawa ke puskesmas tapi belum ada perubahan. Uhf... Astaghfirullah!!!
Berita itu pun berlalu. Diri ini juga harus segera beranjak pergi ke kantor. Seperti biasa, harus ada buku yang menjadi teman perjalanan. Akhirnya memutuskan untuk membawa buku “Etika Menjadi Ibu” yang sengaja dipilih di antara tumpukan buku yang belum sempat disampul dan diinventaris. Buku saku ini merupakan buku terjemahan dengan judul aslinya adalah “Sulukul Ukhtii Muslimah Kaummin”. Buku setebal 43 halaman ini ditulis olehShafa’ Jalal dan diterjemahkan oleh Nurul Mukhlisin Asyrafuddin, Lc, M.Ag. Buku bersampul pink dengan gambar bayangan seorang ibu yang menggandeng anak kecilnya ini diterbitkan oleh Laa Raiba Bima Amanta (elBa), Surabaya.
Buku ini menerangkan bahwa tanggung jawab seorang muslimah sebagai seorang ibu terhadap anak dimulai sejak belum menikah hingga anak menjadi dewasa. Tanggung jawab terhadap anak dimulai dengan memilihkan ayah yang shalih. Setelah seorang muslimah memilih suami yang sholeh, maka akan dihadapkan pada beberapa fase selanjutnya.
1. Fase kehamilan, pada fase ini mulailah ada tambahan tanggung jawab seorang muslimah terutama untuk menjaga kesehatan janin dalam rahimnya.
2. Fase melahirkan, pada fase ini kekuatan seorang muslimah akan sangat diuji. Tak hanya secara fisik, tapi juga mental. Berjuang melawan maut demi kelahiran sang buah hati. Berusahalah untuk meminta bantuan dokter atau bidan beranak yang bukan laki-laki. Cari yang wanita saja!
3. Fase setelah melahirkan, pada fase ini Allah dan Rasul-Nya telah memberikan beberapa petunjuk sebagai kewajiban awal bagi orang tua, di antaranya :
a. Adzan dan iqamah di telinga sang bayi
b. Tahnik (mengolesi langit mulut bayi) dengan kurma
c. Memberikan nama yang baik. Bila terjadi perbedaan antara ayah dan ibu dalam masalah nama, maka memilih nama termasuk tugas suami (ayah sang bayi)
d. Mencukur rambut kepalanya dan bersedekah dengan perak seukuran berat rambutnya
e. Khitan dan melubangi daun telinga (bagi wanita)
f. Mengaqiqahkannya
g. Menyusuinya dalam waktu dua tahun
4. Fase anak pertengahan, maksudnya saat buah hati kita memasuki masa kanak-kanak. Pada masa ini orang tua sangat berperan mendampingi anak dengan serius memberikan pendidikan bernilai syari’at kepada mereka. Caranya dengan mengajarkan kalimat “La Ilaaha Ilallah”, memberitahukan kepadanya tentang perkara halal dan haram, menyuruh anak untuk beribadah, mendidik mereka dengan adab Islami, mengajarkan mereka bermuamalah, membiasakan infaq, mengajari dzikir
5. Fase remaja, pada fase ini peran orang tua juga sangatlah penting karena pada fase ini kondisi fisik dan emosional anak memang tengah labil. Maka dari itu, jadilah teman bagi mereka. Jangan suka mendikte, tapi dengarkanlah mereka.
6. Fase dewasa, pada fase ini peran seorang ibu adalah turut memilihkan pendamping yang baik agamanya buat anak. Pendampingg yang sholeh/sholehah, multazimah (taat) dan beriman untuk menyempurnakan kehidupannya.
Nasihat-nasihat untuk muslimah :
1. Hiasi diri dengan kejujuran dalam perkataan, karena perkataan kita adalah teladan yang akan diikuti oleh anak-anak kita
2. Jadilah muslimah yang amanah, ikhlas, dan taat kepada Allah selalu
3. Jagalah jangan sampai bertengkar dengan suami di hadapan anak-anak
4. Tidak menghukum anak dengan pukulan yang melukai
5. Tidak memberikan hinaan dan makian di hadapan orang lain
Hmm, mari menjadi calon orang tua yang terbaik buat anak-anak kita!

Jakarta, 22 September 2010
Aisya Avicenna

Thursday, September 16, 2010

Rabithah Cinta

Thursday, September 16, 2010 0 Comments

H-1 menjelang keberangkatan ke Jakarta, aku menyempatkan untuk menyelesaikan membaca novel karya Mbak Afifah Afra yang berjudul Rabithah Cinta. Berikut ini review-nya.
So inspiring!!!
***
Judul : Rabithah Cinta
Penulis: Afifah Afra
Penerbit : Mizan
Tanggal terbit : November - 2008
Jumlah Halaman : 336
Bagi penggemar novel dengan alur mendebarkan dan sesekali menyesakkan dada dengan haru maka Rabithah Cinta adalah jawabnya. Syakilla, seorang akhwat yang mendambakan suami seperti seorang petani [kenapa? baca aja!]. Akhirnya ia menikah dengan Riyan, seorang dokter [kenapa bukan petani? Makanya, baca!!]. Riyan punya cita-cita mulia, menanam pahala di bumi Papua. Syakilla yang lagi bersinar di karirnya enggan menuruti permintaan suaminya, tapi setelah sekian lama akhirnya mau juga berangkat ke Papua.
Bagaimana rasanya hidup di daerah asing dan terpencil yang segala sesuatunya serba terbatas? Itulah yang dialami Syakilla, muslimah yang harus memendam semua impiannya saat harus mengikuti suami tercinta dinas ke Papua. Syakilla harus rela mengabdikan hidup dan cintanya di pedalaman Papua. Hari-hari awal dilalui tetap dengan bahagia hingga suatu ketika ada badai yang datang melanda biduk rumah tangganya.
Napas cinta Syakilla serasa tercekat ketika Riyan yang sedang bertugas tiba-tiba disandera gerombolan pemberontak RI yakni Organisasi Papua Merdeka (OPM). Dalam penyanderaannya, Riyan sempat bertemu dengan seorang wanita yang ternyata menaruh hati padanya, bahkan membuatnya kagum karena berani menyatakan keislamannya di hadapan Riyan. Cintanya pun diuji.
Syakilla tak menyerah. Ia menanti dalam doa dan kesabaran yang luar biasa. Bagi Syakilla, penantian merupakan bagian dari kesabaran, bukti dari ketulusan dan kesetiaan. Semua itu demi cintanya kepada sang kekasih, Mas Riyan, suami tercinta. Ia ingin membuktikan ketulusan hatinya terhadap suami tercinta bahwa apapun yang terjadi ia tetap akan menanti rabithah cintanya itu.
Kegalauan hatinya bertambah ketika di tengah penantian panjang itu seorang dokter lainnya dikirim pula ke tempat ia berada menggantikan sang suami yang belum juga ada kabarnya. Ia tak berdiam diri dan yakin bahwa suaminya masih hidup. Segala ikhtiar ditempuhnya untuk memastikan sang suami masih hidup. Lama ia menanti hingga akhirnya dokter pengganti itu datang yang tak lain adalah Andrean, mantan kekasihnya pada masa silam.
Bagaimana ujung dari penantian Syakilla?
Bagaimana nasib Riyan?
Hmm, baca aja ya!!!
***
Jakarta, 16 September 2010
Aisya Avicenna

Wednesday, July 21, 2010

Al-Qanitat

Wednesday, July 21, 2010 0 Comments

Selasa, 20 Juli 2010. Ya Allah, ternyata waktu berjalan begitu cepatnya. Sudah memasuki bulan Juli. Hari ke-20 malah! Sebentar lagi bulan Ramadhan, sebentar lagi tahun 2010 berakhir, sebentar lagi 24 tahun!! Kembali teringat tema besar di 2010 : “MERANGKAI KARYA”. Alhamdulillah, tema itu sudah terimplementasikan dengan baik, tapi memang masih harus ditingkatkan lagi. Prestasi kerja, amanah di lembaga, tulisan-tulisan, dan yang tak kalah urgennya adalah kontribusi pada masyarakat adalah sebentuk karya yang harus terus ditingkatkan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Hmm, sembari mempersiapkan tahun 2011 yang mengangkat tema : “MEMBANGUN KISAH PENUH MAKNA”. Mmm, kisah seperti apakah itu? (Yang jelas semoga tahun 2011 sudah menemukan ending dari kisah yang sedang saya tulis).
Kembali ke pembukaan kalimat di atas. Hehe... malah ngelantur ke mana-mana. Selasa, 20 Juli 2010. Pukul 07.00 seperti biasa sudah keluar dari RedZone untuk menuju Jalan Otista Raya. Sepanjang perjalanan ternyata banyak sesuatu yang menarik dan tak sekedar melintas di benak saya. Pertama, saya melihat seorang ayah yang hendak berangkat ke kantor. Sang istri mendudukkan anaknya di jok belakang sepeda motor ayahnya. Inilah salah satu cara agar sang anak tidak rewel ketika ayahnya pergi ke kantor. Jadi teringat dengan cara Ustadz Salim A Fillah saat meninggalkan anaknya tanpa membuat anaknya rewel (cari tulisan saya di blog archive bulan Agustus 2009 berjudul “INSPIRASI PENGEMBARA CINTA”). Kedua, saya melihat seorang ibu yang sedang menyuapi anaknya dalam gendongannya. Ibu itu membujuk agar anaknya bersedia memasukkan makanan ke mulut sambil memanggil seekor kucing yang bertengger di atas genteng. Yang membuat saya agak terkejut adalah mata si kucing yang demikian menyilaukan, kayak pakai lensa kontak. Hehe... (Boleh tersenyum kok setelah baca ini.. Lha wong saya juga senyum-senyum waktu menyimpulkan analisis yang rada ngaco di atas). Ketiga, saat saya sedang melintas di depan sebuah SD Muhammadiyah, tampak murid-murid begitu semangatnya mengaji di dalam kelas. Subhanallah. Sayangnya, beberapa orang tua mereka (ibu-ibu) malah asyik ngrumpi di depan pintu gerbang sekolah sambil menunggui anaknya. Saya jadi teringat salah satu tips manajemen waktu ala penulis dari Mbak Ifa Avianty, yakni : memanfaatkan waktu luang untuk menulis, termasuk saat menunggu anak di sekolah. Daripada ngrumpi, mending ngantar anak sambil bawa laptop, trus menulis deh! (Pikir saya). Hmm, kayaknya tiga aja pengamatannya. Sebenarnya banyak, kalau ditulis bisa berlembar-lembar nih. Btw, kok judul tulisan ini AL-QANITAT sih? Sebentar kawan, tunggu deretan huruf yang akan lewat selanjutnya.
Sekitar 10 menit berjalan kaki (udah biasa jalan kaki dari kost sampai gedung FMIPA UNS zaman kuliah dulu... jadinya ya ga capek! Itung-itung sembari olahraga), sampai jualah di Jalan Otista Raya. Menyeberang dan berjalan sampai depan ATM BRI. Alhamdulillah langsung ada Kopaja 502. Alhamdulillah lagi, masih tersisa beberapa bangku kosong. Akhirnya memilih duduk di deret ke dua dari belakang, bersebelahan dengan seorang mbak-mbak yang tengah terkantuk-kantuk. Sudah menjadi kebiasaan dan memang ada unsur ketersengajaan, setiap kali keluar rumah, pasti membawa buku dan membacanya di waktu luang atau di kendaraan. Kali ini buku yang saya bawa adalah buku “10 Sifat Bidadari Surga”. Buku kecil yang ditulis Dr. Aidh Al-Qarni dan Muhammad Khair Yusuf ini menjadikan bunga mawar sebagai sampul depannya. Jadi semangat membaca nih! Saat membaca di dalam kendaraan seperti itu, saya selalu membuka bukunya lebar-lebar atau terangkat ke atas, dengan harapan penumpang di dekat saya yang berdiri juga turut membacanya. Hehe... semangat membaca! Selain itu saya akan sangat senang jika bisa berdiskusi dengan penumpang di dekat saya tentang buku yang saya baca tersebut. Alhamdulillah, saat pulang kantor (ba’da Maghrib) juga mendapat tempat duduk di Kopaja 502 sehingga bisa merampungkan buku ini.
Berikut inspirasi yang saya dapat dari buku “10 SIFAT BIDADARI DUNIA”
Al-Qanitat adalah wanita yang tidak tergoda gemerlapnya perhiasan dunia di tengah banyaknya wanita yang tergoda. Akan tetapi tidak sembarang wanita di dunia ini bisa menggapainya. Tidak pula bagi wanita yang dipandang oleh masyrakat, ia secara otomatis disebut Al-Qanitat.
Al-Qanitat adalah salah satu istilah yang digunakan Al-Qur’am untuk merepresentasikan BIDADARI DUNIA. Mereka adalah wanita-wanita yang shalihah. Sebuah predikat yang diidam-idamkan seorang ayah kepada putri-putrinya, seorang suami kepada ibu dari anak-anaknya, bahkan impian dari seorang wanita muslimah itu sendiri. Hanya wanita yang mempunyai sifat-sifat tertentulah yang berhak meraih gelar tersebut. Ada sepuluh sifat yang dimiliki BIDADARI DUNIA bergelar Al-Qanitat ini.

1.Beriman kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala yang senantiasa menyertainya siang dan malam, ketika mukim (di rumah) maupun di perjalanan. Ketika sedang berdiri, duduk, atau berbaring.
Iman-lah yang menjadikan pengawasan Allah lebih dekat kepada dirinya dari urat lehernya. Dia selalu mengingat Allah pada saat sendiri atau bersama, pada saat rahasia atau terbuka, pada saat sedih atau gembira.
Setiap wanita muslimah hendaknya selalu menjaga iman di dalam hatinya, menyiraminya dengan dzikir, ibadah-ibadah sunnah, tafakkur, dan tadabbur terhadap ayat-ayat Allah
2.Berdiam di rumah dan tidak bertabarruj (bersolek untuk orang lain).
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah terdahulu (Q.S. Al-Ahzab : 33).
Berdiamnya seorang wanita di rumahnya, seorang wanita yang mampu menjaga kehormatan dan kemuliannya, maka pahala baginya lebih besar di sisi Allah. Orang Arab berlata, ‘Tidak ada yang menjaga seorang wanita kecuali tiga : suaminya, rumahnya, atau kuburnya”
3.Menundukkan pandangan dan menjaga dirinya.
Allah berfirman, “Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaknya mereka menahan pandangannya’ “ (Q.S. An Nur : 31).
“Wanita yang shalihah adalah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada karena Allah telah memelihara dirinya.” (Q.S. An-Nisa :34)
4.Menjaga lisannya dari ghibah (menggunjing) dan namimah (adu domba).
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (Q.S. Al-Hujurat : 12)
Wanita harus menjaga lisannya dari dosa-dosa tersebut, karena hal itu bisa menjerumuskannya ke dalam neraka.
5.Menjaga pendengarannya dari nyanyian-nyanyian, ucapan kotor, dan yang sejenisnya.
“Dan di antara manusia ada yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah.” (Q.S. Luqman :6).
Nyanyian-nyanyian yang tiada berguna juga sebaiknya dihindari oleh muslimah karena bisa menimbulkan penyakit di dalam hati.
6.Menghormati suami, menunaikan haknya, berusaha membuatnya tentram, dan mentaatinya dalam ketaatan kepada Allah SWT.
“Apabila seorang wanita menunaikan sholat lima waktu, berpuasa di bulan puasa, dan taat kepada suaminya, niscaya dia masuk surga Tuhannya.” (H.R. Ahmad)
Di antara ketaatan kepada suaminya adalah membuatnya merasa nyaman jika dia pulang. Tersenyum untuknya, menenangkan pikirannya, tidak memicu persoalan dengannya, tidak menuntut uang belanja yang memberatkan, menjaga amanatnya jika dia tidak ada, diam ketika dia berbicara, mendidik anak-anaknya di atas Islam dan tidak menyelisihi perintahnya
7.Hemat dalam kehidupan, tidak boros dalam makanan, pakaian dan tempat tinggal
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Q.S. Al-Isra : 27)
Wanita muslimah wajib berhemat dalam segala urusannya dan urusan rumah tangganya. Jangan membebani suami di luar batas kemampuannya, hanya karena alasan-alasan remeh. Wanita muslimah hendaknya menginfakkan kelebihan hartanya di jalan Allah, di mana Allah menyimpan pahala di sisi-Nya.
8.Tidak menyerupai laki-laki.
Hendaknya setiap muslimah berusaha untuk tidak meniru laki-laki dalam cara berjalan, berpakaian, atau urusan yang menjadi kekhususan bagi laki-laki. Jangan mengubah ciptaan Allah, di mana Allah telah menciptakannya di atasnya.
“Allah telah melaknat para wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Bukhari)
9.Berusaha menjaga shalat-shalat, puasa-puasa, dan sedekah sunnahnya.
Wanita mempunyai setumpuk kesibukan di rumah khususnya terhadap anak-anak.Akan tetapi, hendaknya dia tidak melupakan bagiannya, terutama Al Qur’an dan dzikir. Karena keduanya itu adalah ringan di lisan tapi berat di timbangan. Selain itu juga amalan-amalan sunnah lainnya tetap diusahakan untuk dilaksanakan.
10.Hendaknya dia menjadi seorang da'iyah di kalangan para wanita, menyeru pada kebaikan, dan melarang dari kemunkaran.
Laki-laki ada kalanya tidak bisa berdakwah di kalangan wanita. Ada masalah yang sensitif di kalangan wanita yang terkadang sosok wanita jualah yang mampu mengatasinya. Oleh karena itu, seorang da’iyah di kalangan wanita sangat dinanti perannya. Dia bisa memberi pengaruh di kalangan wanita dan menarik mereka pada kebaikan.
Semoga kita bisa mendapatkan gelar Al-Qanitat, aamiin...
***
Ternyata sudah hampir jam 6.00 pagi! Saatnya bersiap menjemput rizki. Tapi sebelum mengakhiri tulisan ini, saya ingin menulis sesuatu untukmu, saudariku...

Apa kabar saudariku?

Apa kabar saudariku? Mungkin hari-hari yang kau lalui penuh dengan ujian dan rintangan. Tapi jangan putus asa ya! Allah bersamamu selalu. Betapa pun dalam setiap sujud panjangmu kau tak pernah lalai memohonkan hidayah untukmu, keluargamu dan saudaramu, terkadang dengan deraian air mata. Tapi kau selalu tersenyum, ceria, dan penuh semangat di tengah saudarimu yang lain. Seolah tak pernah ada duka menghampiri kehidupanmu. Kau terlihat begitu tegar, bahkan kau kerap menghadiahkan taushiyah yang mampu menguatkan saudarimu yang lain. Bersama kesulitan selalu ada kemudahan, janji Allah itu membuat engkau begitu kuat dan tegar.

Apa kabar saudariku? Kulihat kau begitu bersahaja, sederhana, dan anggun dengan jilbab panjang tanpa motif dan baju muslimah sederhana yang tak banyak kau miliki. Kau tak pernah iri melihat saudarimu mengenakan jilbab dan baju beraneka model dan motif, bahkan selalu berganti setiap hari. Selalu rasa syukur yang tergambar dari teduh wajahmu, kau tidak ingin menggunakan pakaian hanya untuk terlihat modis. Sutera hijau nan indah menjadi impianmu kelak di surgaNya.

Apa kabar saudariku? Hari-harimu terlewati penuh dengan kesahajaan. Tilawah Al-Qur'an nan syahdu selalu kau sempatkan. Dzikirullah tak pernah terlepas dalam setiap harimu. Sering terdengar alunan ayat-ayat Al-Qur'an dari bibirmu ketika kau menghapalkan surat cinta dari Illahi. Ketika banyak saudarimu lebih semangat menyenandungkan bait-bait nasyid yang begitu banyak mereka hapal, kau tak pernah tergoda. Subhanallah, kudengar sudah beberapa juz Al-Qur'an tersimpan di memorimu.

Apa kabar saudariku? Sudahkah engkau menyempatkan diri membaca lara yang menimpa saudaramu di belahan bumi lain? Di Afghanistan, Palestina, Kashmir, Moro, Maluku, Poso, dan belahan bumi lainnya. Sudahkah kau membaca koran dan majalah hari ini? Ataukah kau masih suka membaca buku cerita dan serial cantik yang menjadi santapanmu ketika jahiliyah dulu? Pernahkah kau baca Tafsir Al-Qur'an di rumah ketika tilawah, menekuni buku Fiqh Dakwah, Petunjuk Jalan, dan buku-buku Islam lainnya. Ataukah kau masih menunggu ta'limat murabbiyah untuk sekedar membukanya?

Apa kabar saudariku? Begitu banyak kewajiban dakwah yang belum tersentuh tanganmu, saudariku. Bagaimana kabar dakwah di kampusmu, di keluargamu, di lingkungan rumahmu, di tempat kerjamu? Sudahkah kau memberikan kontribusi berarti untuk membangun peradaban Islami ataukah kau lebih suka menjadi penonton? Pasif, diam, tidak percaya diri, takut menghadapi dunia luar, dan sibuk dengan diri sendiri? Saatnya bangkit dan berjuang, saudariku. Mari bersama berjuang membangun peradaban. Jangan tunggu lagi!
REDZone, 21 Juli 2010_05:59
Aisya Avicenna

Friday, June 18, 2010

Agar Anak Makin Cinta

Friday, June 18, 2010 0 Comments

Judul Resensi : Agar Anak Makin Cinta
Judul Asli : Kaifa Takuna Abawaini Mahbubain?
Penulis : DR. Muhammad Fahd Ats Tsuwaini
Penerbit : Dar Iqra’ Iin Nasyr wat Tauzi’
Cetakan IV : 2005
Judul Terjemahan : Alfabet Cinta; 28 Cara agar Orangtua Dicintai Anaknya
Penerjemah : Arif Munandar
Penerbit : Mumtaza, Solo
Cetakan I : Juli 2009
Harga : Rp 16.000,00
Melalui buku ini kita akan berusaha mengenali sarana-sarana praktis yang setiap hari bisa kita gunakan untuk membahasakan cinta dan kasih sayang kepada putra-putri kita. Sebagai orang tua, pastinya sangat menyayangi mereka. Tetapi, terkadang kita lalai memberitahu hal itu kepada mereka, atau karena kita tidak mampu mengungkapkannya dengan kata-kata, serta malu untuk mencium atau membelai mereka.
Pada buku yang tidak terlalu tebal ini, disajikan secara runtut, sesuai urutan huruf Hijaiyah mengenai 28 cara aplikatif agar orang tua semakin dicintai anak-anaknya yang dinamakan Alfabet Cinta oleh penulisnya. Lewat Alfabet Cinta ini diharapkan dapat menjadi sarana praktis bagi orang tua dalam membahasikan cinta dan kasih sayang mereka pada putra-putrinya. Ke-28 Alfabet Cinta itu akan diuraikan secara ringkas sebagai berikut.
1.Addib = Didiklah!
Didiklah putra-putri Anda dan asuhlah mereka dengan baik seperti sabda Rasulullah SAW : “Rabbku telah mendidikku dan membaguskan pendidikanku”. Hal ini bisa terlaksana dengan mengajari anak beretika dan berinteraksi dengan baik kepada : Allah, Al-Qur’anul Karim, Rasulullah SAW, para Nabi dan Rasul lainnya, para sahabat, orang-orang shalih dan para ulama, seluruh kaum muslimin, binatang, benda-benda mati, dsb.
2.Bayyin = Jelaskan!
Ungkapkan pendapat tentang anak-anak Anda. Sebab, mereka senang mendengar penilaian Anda terhadap diri mereka dan seberapa besar keridhaan Anda pada mereka, meliputi : pekerjaan, prestasi belajar, penampilan dan tugas-tugas rumah mereka.
3.Ta’assaf = Tunjukkan Penyesalan!
Tunjukkan penyesalan dan segeralah minta maaf manakala Anda terlanjur melakukan sesuatu yang dapat menyakiti hati putra dan putri Anda.
4.Tsaqqif = Luaskan Wawasan!
Luaskan wawasan anak-anak Anda dan kenyangkan mereka dengan pengetahuan. Wawasan bisa membantu anak membangun kepribadian yang berimbang. Wawasan adalah jalan kesuksesan, peluang besar untuk menguasai berbagai ilmu serta merupakan bidang spesialisasi dan kreasi.
5.Jâhid = Berjihadlah!
Bersama anak-anak Anda, berjihadlah di jalan Allah setiap hari melalui mujahadah nafs, bersabar dalam menjalankan ketaatan dan sabar menerima cobaan dalam urusan sehari-hari.
6.Habbib = Cintakanlah!
Cintakanlah anak-anak Anda pada perbuatan baik dan bakti. Ini tak mungkin terwujud melalui ucapan dan janji-janji semata, tapi juga memerlukan sikap-sikap konkret sedari dini agar mereka tumbuh di atas kebaikan-kebaikan itu.
7.Khâlil = Sayangilah!
Sayangilah anak-anak Anda. Jadilah teman mereka dalam belajar, kawan dalam perjalanan, sahabat dalam memahami, serta mengetahui rahasia-rahasia mereka, menjadi orang yang tulus menasihati dan mengarahkan mereka.
8.Dâfi‘ = Pertahankan dan Bela!
Pertahankan anak-anak Anda. Jangan sampai mereka menjadi mangsa empuk iblis beserta antek-anteknya dari bangsa jin dan manusia. Di sini, peran Anda dalam membelanya termanifestasi dalam sikap simpati Anda terhadap dirinya jika ada seseorang yang menyakitinya, ia terancam bahaya atau menghadapi satu masalah yang membuatnya menjadi ciut.
9.Dzâkir = Ingatkan!
Orang tua mengajarkan pada anak-anak mereka untuk senantiasa beribadah dan juga berdzikir tiap saat, wajib mengingatkan anak akan urusan pribadi mereka, pekerjaan rumah, dll
10.Râghib = Rindukan!
Rindukan putra-putri Anda pada surga, bahkan pada surga Firdaus yang tertinggi, dan peringatkan mereka dari neraka.
11.Zayyin: Perindahlah!
Perindahlah ucapan, kata-kata, kalimat-kalimat dan semua yang keluar dari mulut Anda kepada anak-anak Anda. Ucapan yang baik adalah shadaqah dan berpengaruh besar pada kejiwaan anak serta kecintaanya pada orang tua.
12.Sallim = Ucapkanlah Salam!
Ucapkanlah salam kepada anak-anak setiap kali bertemu mereka. Ucapkanlah “Assalamu’alaikum”, maka bagi Anda sepuluh kebaikan. Ucapkanlah “Assalamu’alaikum Warahmatullah”, maka bagi Anda dua puluh kebaikan. Ucapkanlah “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”, maka bagi Anda tiga puluh kebaikan.
13.Syârik = Sertailah!
Sertailah putra-putri Anda dalam tugas mereka. Beri mereka kesempatan untuk melakukan tugas mereka sesuai kemampuan yang mereka miliki.
14.Shil = Jalinlah!
Jalinlah silaturahim. Ajari anak-anak menjalin silaturahmi dan mengunjungi sanak saudara.
15.Dhârib = Berbisnislah!
Berbisnislah dengan halal dan ajari anak Anda untuk berbisnis. Agama kita yang lurus menghasung kita bersikap mandiri dalam mencari rezeki, tidak meminta-minta, tidak pasrah atau bergantung pada orang lain dalam kebutuhan hidup.
16.Thabbib = Obatilah!
Obati putra-putri Anda dan jangan menerlantarkan mereka dengan alasan malas atau sibuk, atau malah berburuk sangka pada mereka. Berinisiatiflah menempuh berbagai cara untuk memproteksi mereka dari sakit, komplikasi-komplikasinya dan bermacam dampak buruknya.
17.Zhallil = Naungilah!
Naungi putra-putri Anda dengan cinta, kasih sayang, dan perhatian!
18.‘Allim = Ajarilah!
Ajarilah ilmu syar’i dan ilmu umum pada anak-anak Anda demi meraih kebaikan dunia dan akhirat.
19.Ghayyir = Ubahlah!
Ubahlah gaya kepribadian Anda yang bisa membuat malu anak-anak, baik dengan meninggalkan hal-hal yang negatif atau memunculkan hal-hal yang positif.
20.Farriq = Bedakan!
Bedakan antara generasi Anda dan generasi mereka. Bedakan antara persepsi mereka dan persepsi Anda. Mensinergiskan diri kita dan diri mereka merupakan langkah solutif bagi perbedaan besar yang terjadi antara kita dan mereka.
21.Qabbil = Ciumlah!
Ciumlah putra-putri Anda setiap hari. Demikian juga, izinkan mereka mencium Anda sebagai tanda cinta mereka pada Anda.
22.Karrim = Muliakanlah!
Muliakanlah putra-putri Anda. Jangan menghina, mengejek, dan meremehkan mereka.
23.Lâmis = Belailah!
Sentuh raganya dan jangan menghalangi mereka merasakan gelora belaian dalam menanamkan dan menumbuhkan cinta dalam hati dan cintanya.
24.Mâzih = Candailah!
Candai dan bermainlah bersama anak-anak. Bermain merupakan kebutuhan naluriah manusia, terlebih anak-anak kecil itu tumbuh dan merasakan cinta lewat permainan.
25.Nâqisy: Koreksilah!
Koreksilah, ajak berdiskusi dan berdialog!
26.Haddi’ = Tenangkanlah!
Tenangkan dirimu, jangan tegang, dan berbesar hatilah dalam menghadapi kenakalan anak-anak Anda.
27.Waddi‘ = Ucapkan Selamat Jalan!
Biasakan melepas kepergian dan menyambut kedatangan anak
28.Yassir! = Permudahlah!
Termasuk hak anak yang harus diberikan orang tua adalah anak merasa orang tua suka memberi kemudahan dalam berinteraksi dengan memberi kesempatan untuk mencoba dan terus mencoba.
Pada bagian akhir dari buku ini juga dilengkapi tabel evaluasi kadar cinta Anda pada anak yang diisi oleh anak-anak Anda. Dari hasil perhitungan pada tabel ini, Anda akan mengetahui seberapa besar kecintaan Anda pada anak-anak Anda. Hasil tersebut dapat menjadi bahan evaluasi bagi Anda.

"ROBBANA HAB LANA MIN AZWAJINA WA DZURRIYATINA QURROTA AYUN, WAJALNA LILMUTTAQINA IMAMAA." (Wahai Robb kami, karuniakanlah pada kami dan keturunan kami serta istri-istri kami penyejuk mata kami. Jadikanlah pula kami sebagai imam bagi orang-orang yang bertakwa) (QS. Al Furqon:74)
"ROBBI AWZINI AN ASYKURO NIMATAKALLATI AN AMTA ALAYYA. WA ALA WAALIDAYYA WA AN AMALA SHOLIHAN TARDHOH, WA ASHLIH LII FI DZURRIYATIY" (Wahai Robbku, ilhamkanlah padaku untuk bersyukur atas nikmatmu yang telah Engkau karuniakan padaku juga pada orang tuaku. Dan ilhamkanlah padaku untuk melakukan amal sholeh yang Engkau ridhoi dan perbaikilah keturunanku) (QS. Al Ahqof:15)
Jakarta, 170610_02:30
Aisya Avicenna

Monday, June 14, 2010

The Lost Syambel : Bukan Sekedar Buku Resep!

Monday, June 14, 2010 1 Comments

Judul Resensi : The Lost Syambel : Bukan Sekedar Buku Resep!
Judul Buku : The Lost Syambel
Penulis : Dan Bloon
Penerbit : B-First (PT. Bentang Pustaka)
Terbit : April 2010
Tebal : 156 halaman
Harga : Rp 32.500,00

The Lost Syambel adalah bacaan penuh teka-teki dan misteri yang tak terkait sama sekali satu dengan lainnya. Novel hebat yang bisa membuat pembacanya masuk ke dunia yang penuh ketegangan sekaligus kelelahan. Terdapat pesan-pesan bijaksana bagi yang menyadarinya, dan terdapat cerita yang menggugah selera bagi yang tidak menyadarinya.
Kisah memecahkan misteri yang berawal dari simbol-simbol yang terdapat pada sebuah tripleks yang ditemukan secara tidak sengaja, berbekal ilmu seadanya di dalam kedua tokoh utama (Obet dan Maemunah), mereka berusaha memecahkan arti kode tersebut. Hasilnya sungguh di luar dugaan, namun proses menuju hasil tersebut, lebih di luar dugaan.
Begitulah pengantar pembuka dari penerbit. Saya idem dengan penerbit juga deh!
Obet dan Mae (nama panggilan Maemunah binti Maomuntah) terlibat seru dalam memecahkan sebuah misteri dari simbol-simbol unik pada sebuah tripleks yang tak sengaja ditemukan di rumah kontrakan milik Obet. Ternyata simbol-simbol itu awalnya ada hubungannya dengan teks Proklamasi. Eh, pada akhirnya malah berhubungan dengan sebuah resep sambel pete. Nah lo, kok bisa???
Novel ini bukan saja berisi kisah-kisah konyol dari setiap tokohnya, tapi juga bisa disebut buku sejarah berkolaborasi dengan buku resep. Karena novel ini membawa pembaca melintasi sejarah nasionalisme bangsa Indonesia. Bahkan menambah wawasan tentang sejarah beberapa museum dan patung-patung yang ada di Indonesia, khususnya di kota Jakarta. Selain itu, novel ini menyajikan resep yang bisa pembaca praktikkan jika ingin membuat sambel yang berasa dahsyat. Hehe!
Okelah, selamat membaca sambil makan sambel!!!

Jakarta, 130610_00:02 (lewat tengah malam…)
Aisya Avicenna

2012-an Ancur!

Monday, June 14, 2010 0 Comments

Judul Resensi : 2012-an Ancur!
Judul Buku : 2012-an; Seribu Enam, Kalau Nggak Percaya Tanya Toko Sebelah!
Penulis : Iwok Abqary
Penerbit : Lingkar Pena Publishing House
Terbit : Mei 2010
Tebal : 224 halaman
Harga : Rp 34.000,00
Sudah nonton film 2012 kan? Memang, film 2012 menjadi film terheboh beberapa waktu silam. Film tersebut juga berhasil menjadi film ‘termurah’. Pasalnya, tanpa merogoh kocek Rp 15.000,- untuk menonton film itu di XXI, banyak orang yang dengan mudahnya bisa menonton gratis atau hanya mengeluarkan Rp 5.000,- untuk membeli CD bajakannya. Dasar orang Indonesia, membajak kepingan CD memang lebih prospek daripada membajak sawah, begitu mungkin jalan pikirannya.
Saya tidak akan membahas film 2012. Sudah jadul. Kali ini saya akan mencoba berbagi review tentang buku baru saya. Baru beli dan baru baca maksudnya! Buku ini berisi kumpulan cerpen ancur yang ditulis oleh penulis-penulis yang tak kalah ancur. Eits, maaf! Ancur tulisannya (gokil banget, -red). Cerpen-cerpen di dalam buku ini memang memberikan efek negatif yakni membuat pembaca senyum-senyum atau ketawa-ketiwi sendiri. Nah lo!
Buku ini berisi 12 judul cerpen yang mengisahkan kekonyolan-kekonyolan para tokoh dalam menghadapi isu kiamat di tahun 2012. Ke-12 judul itu antara lain : Jomblo Parno (Iwok Abqary), 21-12-2012 is Dead! (Dhinny El-Fazila), Ki Amat Sudah Dekat (Taufan E. Prast), Ada Apa dengan Tangky (Lia Chufyana), Kiamat itu Pedas! (Tria Ayu K), Dua Ribuan Ujang (Azzura Dayana), 2012 (Zulfian Prasetyo), Gokil Show (Ratno Fadillah), Kiamat? Bolos Sekolah, Ah! (Rex), Kiamat Pulsa (Taufan E. Prast), 20:12 (Lian Kagura), dan Kiamat Datang Lebih Cepat (Abdul Gafur).
Meskipun dibalut dengan kisah-kisah kocak dari setiap pemain (tokoh) dalam masing-masing cerpen, hadirnya buku ini juga membawa pesan yang sangat mulia, yakni mengingatkan kita bahwa kiamat memang sudah dekat. Kiamat besar yang ditandai dengan luluh lantaknya alam raya ini pasti terjadi, entah kapan, dan kita semua dituntut untuk mempersiapkannya. Membekali diri kita dengan iman dan amal sholeh yang seharusnya semakin kita tambah di setiap detiknya.
Buku ini bagus untuk menambah tumpukan koleksi buku di perpus Anda (nambah 1.5 centimeter tingginya!), bagus juga untuk bahan dongeng sebelum tidur, atau untuk bantal juga bisa (weh!). Okelah, daripada lama-lama membaca tulisan saya ini, saya sarankan untuk segera membaca buku ini saja! Sip, selamat membaca dan tertawa karenanya! Mumpung belum dilarang tertawa! Tapi hati-hati, karena banyak tertawa dapat mematikan hati. So, Waspadalah! Waspadalah!!!

Jakarta, 130610_23:15
Aisya Avicenna

Thursday, June 03, 2010

Istri Luar Biasa Hasan Al Banna

Thursday, June 03, 2010 0 Comments

RESENSI BUKU
Judul Resensi : Istri Luar Biasa Hasan Al Banna
Judul Buku : Persembahan Cinta Istri Hasan Al Banna
Penulis : Muhammad Lili Nur Aulia
Penerbit : Tarbawi Press
Terbit : Maret 2010
Tebal : 82 halaman
Harga : Rp 25.000,00

Namanya Lathifah Husain Ash Shuli, semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya. Beliau lahir dan dewasa dalam sebuah rumah dan keluarga yang taat menjalankan nilai-nilai Islam. Ayahnya, salah satu tokoh agama kota Ismailiyah, sisi timur Mesir dan termasuk orang yang simpatik dengan pribadi dan dakwah yang disampaikan Hasan Al Banna. Orang tuanya Hasi Hasan Ash Shuli sendiri yang banyak bercerita kepada putrinya, Lathifah, tentang dakwah Al Ikhwan Al Muslimun, tentang pendirinya yang kerap mengunjungi kedai-kedai minum, ruang-ruang diskusi, untuk menghimpun orang banyak dan menyampaikan dakwah. Di rumahnya itulah, organisasi Al Ikhwan Al Muslimun bisa tumbuh dengan baik dan pengaruhnya meluas di masyarakat sekitarnya.
Menurut Ustadz Mahmud Al Halim, “Di antara keluarga yang menyambut seruan dakwah Hasan Al Banna dari penduduk Ismailiyah, adalah keluarga mulia yang bernama Ash Shuli. Mereka adalah para pedagang kelas menengah di Ismailiyah. Keluarga ini termasuk keluarga yang berkarakter agamais, dan berhasil mendidik anak-anak mereka sesuai norma agama...” Lebih lanjut Mahmud Abdul Halim menegaskan, “Hasan Al Banna dalam kesenangan dan kesempitan. Dialah penopang paling baik dalam dakwahnya hingga menemui syahid secara terzalimi.”
Dalam salah satu kunjungannya, ibunda Hasan Al Banna (Hajah Ummu Sa’d Ibrahim Shaqr) mendengar lantunan bacaan Al Qur’an yang indah dan bagus dari dalam rumah keluarga Ash Shuli. Ibunda Al Banna tertarik untuk mengetahui siapa pemilik suara itu, dan ternyata ia adalah Lathifah. Ibunda Al Banna akhirnya menemui Lathifah. Dalam hatinya, beliau berkeinginan untuk menikahkannya dengan putra tercinta. Akhirnya dilakukan khitbah, akad nikah, dan resepsi dalam waktu dua bulan. Akad nikahnya dilakukan pada saat peringatan Nuzulul Qur’an
Mulailah bahtera rumah tangga Hasan Al Banna dan Lathifah dikayuh. Pada bulan Oktober 1932, usai pernikahan, mereka mengontrak sebuah rumah kecil yang tidak terlalu jauh dari rumah keluarganya. Rumah kontrakan itu, meski kecil, tapi bak istana. Rumah kontrakan itu sering dipakai sebagai markas Ikhwanul Muslimin. Hasan Al Banna begitu dicintai keluarganya. Bahkan beliau tak jarang pergi ke pasar untuk membeli bumbu dapur.
Lathifah meyakini bahwa pernikahannya harus menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bahwa ia harus melakukan ketaatan yang baik kepada suaminya, yang bisa mengantarkannya ke surga. Lathifah menyadari, sebagai pendamping seorang aktivis dakwah tentunya bukanlah hal yang mudah. Ia juga menyadari bahwa pengabdiannya kepada sang suami di jalan dakwah ini, merupakan bagian dari jihad yang harus dilakukannya. Lathifah yakin dengan sabda Rasulullah SAW, ‘Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seseorang lainnya, niscaya aku perintahkan istri untuk sujud pada suaminya.”
Lathifah belajar banyak tentang makna berkorban dari sang suami. Lathifah sangat percaya pada suaminya yang berprofesi sebagai ustadz, tokoh, guru, dan aktivis organisasi dakwah yang jelas berhubungan dengan banyak orang, termasuk akhwat lainnya.
Saat Hasan Al Banna gugur, anak-anak beliau belum beranjak dewasa. Gugurnya sang suami saat ia masih mengandung anak terakhirnya dalam kondisi sakit jantung dan kian lemah. Anak terakhirnya diberi nama : Istisyhad (berharap mati syahid), karena terlahir setelah wafatnya sang ayah. Lathifah berkata “Hasan Al Banna adalah hadiah terindah dalam hidupku”. Hasan Al Banna dan Lathifah memiliki tujuh orang anak yang luar biasa, yakni : Saiful Islam Hasan Al Banna yang menjadi advokat terkenal, Wafa istri seorang da’i Said Ramadhan, Tsana seorang dosen fakultas perempuan di Mesir, Halah dosen fakultas kedokteran. Muhammad Hishamuddin dan Shafa meninggal di waktu kecil. Keduanya dimakamkan di tangan ayahnya sendiri. Terakhir, Istisyad yang lahir setelah Hasan Al Banna wafat.
Lathifah mengalami kesedihan yang luar biasa saat meninggalnya Hasan Al Banna karena tragedi penembakan pada hari Sabtu, 12 Februari 1949. Akan tetapi, ia tetap bangkit dan meneruskan perjuangan dakwah meski sudah ditinggal suami.
Lathifah Ash Shuli tutup usia setelah 36 tahun pernikahannya dengan Hasan Al Banna. Namun, dari rentang 36 tahun ini, hanya 17 tahun yang ia lalui bersama sang suami. Beliau menderita sakit. Ia telah berhasil melewati kehidupannya yang penuh jihad dan kesabaran. Ia adalah contoh bagi para istri dalam interaksi dakwahnya sebagai pendamping seorang pemimpin dakwah dan sebagai ibu dari anak-anaknya.
Hasan Al Banna memanglah seorang suami yang memiliki perhatian dan sikap istimewa terhadap keluarganya, namun beban dakwah yang dipikulnya, jelas sangat menghajatkan seorang istri yang bukan hanya mampu meneduhkan jiwanya, menenangkan perasaannya, membahagiakan hatinya tatkala ia di dalam rumah, tapi juga yakin dan percaya kepada sang istri soal perawatan dan pendidikan anak-anaknya di rumah.
Buku ini sangat bagus untuk referensi para aktivis dakwah. Kisah istri Hasan Al Banna dapat menjadi teladan bagi kita, khususnya para muslimah dalam menjalani kesehariannya sebagai bagian dari gerakan dakwah yang memegang peran vital. Buku ini juga menguraikan peran seorang istri sebagai manager rumah tangga. Lathifah mengajarkan tentang pengaturan keuangan keluarga yang begitu luar biasa dan patut dijadikan contoh. Pendapatan bulanannya dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama untuk keperluan rumah dan keluarga, bagian kedua untuk dakwah, dan bagian ketiga untuk saudara serta keluarga besarnya. Lathifah juga menjadi inspirasi bagi kita dalam berjuang untuk tetap tegar di jalan-Nya.

Selamat membaca dan terinspirasi karenanya!
Jakarta,010610_05:45
Aisya Avicenna

Wednesday, June 02, 2010

Hasan Al Banna, Bukan Sembarang Ayah!

Wednesday, June 02, 2010 0 Comments

Cinta di Rumah Hasan Al-Banna Judul Resensi : Hasan Al Banna, Bukan Sembarang Ayah! Judul Buku : Cinta di Rumah Hasan Al Banna Penulis : Muhammad Lili Nur Aulia Penerbit : Pustaka Da’watuna Terbit : Juni 2009 (cetakan keempat) Tebal : 92 halaman Harga : Rp 25.000,00
Telah banyak buku yang mengupas Imam Hasan Al Banna dan keberhasilannya membangun pondasi gerakan dakwah Al Ikhwan Al Muslimin yang mengilhami geliat kebangkitan Islam di seluruh dunia. Namun, sedikit sekali referensi yang membicarakan dakwah Al Banna sebagai ayah dalam keluarganya. Nah, buku ini mencoba menghadirkan berbagai pengalaman dan kenangan anak-anak Al Banna saat ayah mereka hidup di tengah aktivitas dakwahnya yang padat. Buku ini mencoba 'mengintip' dakwah Al Banna kepada keluarganya.
Buku kecil ini bisa disebut buku saku karena kesederhanannya, menurut saya buku ini adalah buku yang sangat berbobot. Setidaknya untuk setiap pribadi yang masih dalam rencana untuk membangun keluarga dakwah (seperti saya). Secara garis besar, sebenarnya pesan global dari buku ini adalah untuk membuat sebuah pilar yang kuat dari fase bina ul-ummat, yaitu takwiinu baytul muslim, dengan sangat baik, mulai dari rencana pemilihan calon ibu/ayah untuk anak-anaknya kelak hingga saat pembinaan keluarga itu sendiri.
Buku ini dimulai dengan kisah like father like son, sebuah kisah yang menggambarkan kesholehan putra seorang Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Dilanjutkan dengan kisah dari proses pencarian istri Hasan Al-Banna. Bermula dari ketertarikan Sang Ibunda pada kelembutan suara Al-Qur’an seorang gadis pada saat beliau bersilaturahim di sebuah rumah, lalu Ibunda Hasan Al-Banna bercerita dengan anaknya. Akhirnya, berlanjutlah ke proses pernikahan.
Selanjutnya, buku ini membahas tentang bagaimana seorang muassis gerakan Ikhwanul Muslimin, dalam tingkat kesibukan yang amat sangat, tetap melaksanakan hak dan kewajiban keluarganya. Dikisahkan pula tentang seorang suami yang sangat menyayangi dan menghormati istrinya. Digambarkan bagaimana Hasan Al-Banna dengan penuh kasih sayang mendidik anak-anaknya, memberikan pemahaman tanpa kekerasan, membuat anak-anaknya cinta dengan Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan,dll
Kesan mendalam bagi saya dari buku ini adalah bagaimana Hasan Al-Banna, menanamkan nilai-nilai kesederhanaan, keikhlasan dan pengorbanan dalam keluarganya, sehingga istrinya dengan hati yang senang dan rela menyumbangkan banyak perabotan rumahnya untuk markas dakwah Ikhwanul Muslimin, sehingga dengan ikhlas dan rela, anak-anaknya menjadi orang-orang yang paling dahulu sadar dan memperjuangkan kondisi umat Islam di Palestina dan Mesir, sehingga dengan lapang, sang istri menerima jawaban sang suami saat ia memintanya membeli sebuah rumah kecil ”Wahai Ummu Wafa, sesungguhnya istana kita sedang menunggu kita di surga-Nya….”. Alangkah indahnya, sehingga dengan ikhlas dan ridha, keluarganya melepas kepergian suami dan ayah mereka, dalam kesyahidan di jalan Allah.
Saya juga terinspirasi dengan kebiasaan keluarga yang dicontohkan Hasan Al-Banna. Semisal, makan pagi bersama tiap pagi, membaca Al-Qur’an bersama-sama setiap ba’da magrib, dan pergi ke toko buku tiap bulan untuk membeli buku-buku yang bermanfaat. Buku ini mengisahkan bagaimana Hasan Al Banna dalam menanamkan keimanan dan kecintaan terhadap Islam, bagaimana sikapnya terhadap kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan anaknya, bagaimana bentuk perhatiannya terhadap pendidikan, kebiasaan beliau mendokumentasikan perkembangan dan riwayat sakit yang pernah dialami masing-masing anak, lengkap dengan catatan kapan saja si anak sakit, sakit apa, obat apa yang pernah diberi, berikut rekomendasi dan resep-resep dokter. Pendeknya sampai hal terkecil pun didokumentasikan secara detail dan rapi. Hal ini saya kira bukan pekerjaan mudah yang tidak menyita waktu, apalagi di tengah aktivitas dakwahnya yang demikian padat. Dari sini kita diyakinkan bahwa tidak ada dikotomi antara keluarga dan dakwah. Pun tidak akan ada pertanyaan: "Mana yang lebih penting, dakwah untuk ummat atau membina keluarga?"
Memang perilaku Hasan Al Banna dalam mendidik anak-anaknya belum tentu mencerminkan sesuatu yang ideal. Semua yang ideal tetap milik Rasulullah SAW sebagaimana ucapan beliau, "Wa anaa khairukum li ahlii..." (Aku adalah orang yang paling baik di antara kalian kepada keluarga). Tapi, apa yang dilakukan Hasan Al Banna seperti yang tertera di buku ini, merupakan contoh lahir yang bisa menjadi inspirasi kebaikan bagi kita semua.
Bagi sahabat, para abi/calon abi sekalian, atau para ikhwah calon arsitek pembangun rumah tangga dakwah, buku ini cocok buat dibaca, karena di dalamnya tertuang banyak contoh nyata dari seorang para pejuang dakwah dalam memposisikan diri secara lebih tepat saat mengemban amanah, baik dalam keluarga maupun dakwah.
Selamat membaca, merenungkan, dan mempraktikkannya!

Jakarta, 030610_03:40
Aisya Avicenna

Tuesday, June 01, 2010

Jurnalis Narsis

Tuesday, June 01, 2010 0 Comments

RESENSI BUKU
Judul Buku : Jurnalis Narsis

Penulis : Doni Indra

Penerbit
: PT. Lingkar Pena Kreativa
Terbit : April 2010
Tebal : 192 halaman

Harga : Rp 29.000,00

“Jurnalis adalah profesi mulia, narsis juga sebuah upaya memuliakan diri. Jurnalis narsis berbagi kemuliaan lainnya, pengetahuan baru, pengalaman seru, dan suasana jenaka yang tidak terduakan. Mulailah orang yang membacanya...”. Begitulah komentar Taufan E. Prast (Ketua FLP Jakarta dan mantan jurnalis (tidak) narsis) yang bertengger di cover belakang buku fiksi komedi berjudul “Jurnalis Narsis” ini.
Jurnalis Narsis mengisahkan pengalaman seorang wartawan cupu bernama Paijo yang aslinya bernama sangat panjang, yakni Paijo Perdana Primadi Kuswanto Purwomaruto. Akan tetapi, dia memperkenalkan dirinya pada orang-orang dengan sebutan yang cukup gaul yakni: Joe! Sayang, teman-temannya berat hati memanggil Paijo dengan sebutan Joe, karena menurut mereka, nama itu terlalu ganteng untuk dirinya!
Paijo sebenarnya adalah keturunan orang Jawa, tapi ia lahir dan besar di Sumatra. Setelah menamatkan kuliahnya di jurusan Agrobisnis yang berada di salah satu universitas ternama di Sumatra, Paijo merantau dan mengadu nasib di Jakarta. Paijo sempat menambah daftar pengangguran intelektual di negeri ini hingga pada akhirnya ia berhasil menjadi salah satu wartawan di Majalah Bisnis Moncer, Jakarta.
Majalah Bisnis Moncer adalah majalah di bidang ekonomi dan bisnis yang terbit setiap dua minggu sekali. Paijo mendapat amanah sebagai wartawan pasar modal. Awalnya ia protes kepada Mas Kendor, redakturnya, karena menurut Paijo posisi sebagai wartawan pasar modal tidak sesuai dengan basic ilmu yang dimilikinya, yakni agrobisnis. Tapi akhirnya Paijo menerimanya, daripada harus luntang-lantung menjadi pengangguran terdidik. Akhirnya, Paijo belajar keras tentang pasar modal.
Sebagai wartawan baru di Majalah Bisnis Moncer, hasil kerja Paijo bisa dibilang sangat memuaskan. Ia pandai memburu narasumber. Paijo tetap berhasil mewawancarai narasumbernya, meski sang narasumber tersebut anti dengan wartawan. Tulisannya di Majalah Bisnis Moncer juga sering mendatangkan pujian. Pertanyaan-pertanyaan yang terlontar dari mulutnya sering membuat narasumbernya terkagum-kagum. Akan tetapi, sempat ia mendapat layangan protes dari seorang narasumber yang profilnya ia beberkan di Majalah Bisnis Moncer. Paijo hampir putus asa waktu itu. Ia sempat frustasi. Meski pada akhirnya kegelisahannya itu berakhir dengan kejutan dan tawa bahagia.
Jurnalis Narsis bukan hanya sekedar kisah fiksi, tapi di dalamnya sarat akan muatan ilmu seputar dunia jurnalistik dan pasar modal. Pembaca tidak akan jemu dengan kisahnya, karena disajikan layaknya cerpen yang sekali baca habis. Di setiap kisahnya, terdapat ulah-ulah narsis Paijo yang cukup menghibur.
Selamat membaca dan tertawa renyah karenanya!

Jakarta, 010610_00:28
Aisya Avicenna

Monday, May 31, 2010

Be An Extraordinary Activist!

Monday, May 31, 2010 0 Comments

RESENSI BUKU

Judul Resensi : Be An Extraordinary Activist!
Judul Buku : Suplemen Dahsyat untuk Ikhwan dan Akhwat
Penulis : Salman Azka dan Alif Mudda
Penerbit : Qudsi Media
Terbit : Maret 2010
Tebal : 127 halaman
Harga : Rp 18.000,00

Menjadi aktivis dakwah tertarbiyah adalah suatu pilihan yang mulia. Tarbiyah mengarahkan kita untuk tergerak menjadi insan yang siap berjuang berbalut keikhlasan. Kecakapan dalam melihat masalah dan kebijaksanaan untuk memberi jalan keluar pada setiap problematika yang mendera umat merupakan kekuatan yang harus dimiliki oleh setiap aktivis dakwah, baik ikhwan maupun akhwat.
Hadirnya buku ini di tengah-tengah aktivis dakwah menjadi suplemen dahsyat penggugah jiwa, pemberi motivasi pada aktivis agar senantiasa bersemangat dan istiqomah dalam setiap gerak dakwahnya. Buku ini berisi 60 motivasi-motivasi dahsyat untuk memperkuat keimanan, menjaga niat dalam berdakwah, menghadapi masalah dakwah, mempererat tali silaturahim, cara menangani virus merah jambu yang kerap menjangkiti kalangan aktivis, dan motivasi untuk membangun rumah tangga.
Menurut saya, buku yang ditulis oleh dua aktivis dakwah dari Kota Gudeg yang ternyata kembar ini memiliki beberapa kelebihan, di antaranya :
1. Uraiannya singkat, padat, tapi mengena dan relevan dengan realitas aktivitas dakwah di kalangan ikhwan dan akhwat
2. Ukuran buku kecil sehingga sangat praktis dan enak dibaca
3. Disertai tips-tips sederhana yang luar biasa
Tak ada gading yang tak retak. Buku ini pun demikian. Beberapa kekurangan cukup banyak saya temui di dalam buku ini. Meski hanya bersifat redaksional, akan tetapi perlu diperhatikan untuk perbaikan penulisan buku-buku karya penulis selanjutnya. Beberapa kekurangan yang saya maksudkan di atas antara lain :
1. Kurang konsisten dalam penyebutan pembaca : kadang ‘ikhwah’, ‘teman’, ‘sobat’, ‘Friends’, ‘sobat muda Robbani’. Menurut saya, lebih baik satu sebutan saja, misal : ‘saudaraku’ atau ‘sahabatku’, bisa juga ‘sobat ikhwan dan akhwat’
2. Konsinstensi penggunaan kata da’wah atau dakwah.
3. Terdapat beberapa kesalahan:
a. Kata depan : ‘didalamnya’, ‘disaat’, ‘dibaliknya’, ‘ditengah’, ‘dihadapan’, ‘disetiap’, ‘disinilah’, ‘ditengah-tengah’, ‘disekeliling’, ‘disekitar’, ‘dikalangan’, ‘disanalah’, ‘dimata’, ‘di pegang’, ‘ditempat’ (penulisan kata depan ‘di’ seharusnya dipisah)
b. EYD : ‘difahami’, ‘sub-tema’, ‘fondasi’, ‘sekadar’, ‘Gaptek’, ‘menganalisa’, ‘out put’, ‘or-ang’, ‘relaks’, ‘meng-kader’, ‘apa pun’, ‘di Rahmati’, ‘konsekwensi’
c. Salah cetak : ‘jelak’, ‘jahiliah’, ‘Abu bakar’, ‘memesona’, ‘ibada’, ‘memerhatikan’, ‘senin-kamis’, ‘keabadiaan’, ‘kehinangan’, dilaterbelakangi, ‘analisa’, ‘sebab musabab’, ‘kayakinan’, ‘memperemudah’, ‘pendangannya’, ‘kepamahan’, ‘pilihanya’, ‘memercayainya’, ‘keraguaan’, ‘kelumbutan’, ‘oleh karen’, ‘memengaruhi’, ‘memerdulikan’, ‘kegabahan’
d. Penggunaan huruf besar pada penulisan judul
4. Penulisan judul yang kurang efektif :
a. Pada bab pertama berjudul : ‘Sesungguhnya menjaga keutuhan iman adalah fondasi untuk melewati semua masalah’. Akan lebih enak jika judulnya : ‘Utuhnya Iman = Pondasi Selesaikan Masalah”
b. Pada bab ke-30 berjudul : ‘Persahabatan adalah fitrah manusia, begitu juga persahabatan antara ikhwan dan akhwat’. Menurut saya, akan lebih efektif jika judulnya : ‘Persahabatan Ikhwan-Akhwat itu Fitrah’

Terlepas dari kekurangan dalam buku ini yang hanya bersifat redaksional, konten buku ini sangat mengena dan relevan dengan kondisi aktivitas dakwah kita. Penulis sudah berusaha memberikan yang terbaik bagi para pembaca. Semoga kehadiran buku ini benar-benar mampu memberikan suplemen dahsyat untuk ikhwan dan akhwat sehingga makin produktif dan tetap istiqomah dalam mengemban amanah dakwah.
***
Jakarta, 31 Mei 2010
Aisya Avicenna

Wednesday, December 30, 2009

Agar Ngampus Tak Sekadar Status

Wednesday, December 30, 2009 5 Comments


RESENSI BUKU
Judul : Agar Ngampus Tak Sekadar Status
Penulis : Rabi’ah al-Adawiyah dan Hatta Syamsuddin
Penerbit : Indiva Publishing
Tahun Terbit : 2008
Tebal : 216 halaman

Manusia dibekali Allah SWT dengan berbagai kelebihan dan kekurangan. Pada dasarnya manusia mempunyai banyak potensi kecerdasan, hanya saja tidak semua manusia mampu mengelola potensinya tersebut dan menjadikannya sebagai bekal untuk sukses. Sukses adalah suatu pilihan. Banyak jalan untuk menuju kesuksesan. Salah satu jalan kesuksesan bisa ditempuh melalui dunia kampus dengan menyandang predikat sebagai mahasiswa. Dalam buku ini disajikan banyak pencerahan sebagai bekal untuk mengarungi dunia kampus mulai dari pemilihan fakultas di universitas yang sesuai dengan tipe kecerdasan dan minat bakat kita serta berbagai strategi sukses lolos ujian seleksi masuk Perguruan Tinggi.
Selain itu, di buku yang tidak begitu tebal ini juga diuraikan tentang tips memilih tempat kos. Memilih kos, bagi mahasiswa dari luar kota (rantau) menjadi suatu hal yang sangat penting karena kos akan sangat mempengaruhi dirinya. Memilih kos tidak hanya sekedar bagus harga dan fasilitasnya, tapi juga bagus kondisi lingkungan dan penghuninya. Kos juga menjadi media yang efektif untuk bersosialisasi dan berkomunikasi dengan orang lain yang memiliki karakter yang beragam. Kos tidak hanya sebagai rumah kedua yang digunakan untuk makan dan tidur, tapi juga sebagai tempat untuk mengasah dan membentuk pola pikir, kedewasaan, dan perilaku kita.
Buku ini juga membahas berbagai masalah yang sering dialami mahasiswa ketika mengawali kiprahnya di dunia kampus. Ketika sudah menjadi mahasiswa baru, biasanya digelar acara OSPEK. Akan tetapi, mahasiswa baru sering menilai bahwa OSPEK identik dengan kekerasan dan perploncoan. Memang, OSPEK seperti itu masih didapati di beberapa kampus, tapi banyak juga kampus yang mulai meninggalkan OSPEK seperti itu yang hanya terkesan sebagai ajang balas dendam dan senioritas. OSPEK yang edukatif, sarat muatan intelektual dan kreativitas tentunya akan lebih banyak mendatangkan manfaat.
HIDUP MAHASISWA!!! Dua kata sarat makna yang sering diteriakkan dengan semangat bergelora. Seorang mahasiswa mempunyai kedudukan yang istimewa dalam masyarakat terutama perannya sebagai agent of change (agen perubahan). Oleh karena itu, dibutuhkan mahasiswa yang tidak hanya berkutat di kampus, kos, dan kantin tanpa berkontribusi nyata, tapi mahasiswa yang unggul dalam berbagai bidang, baik bidang akademis maupun nonakademis, mahasiswa yang mempunyai nilai Indeks Prestasi (IP) tinggi dibarengi dengan keunggulan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi dengan orang lain, mahasiswa yang berhasil mengembangkan soft skill-nya, serta mahasiswa yang mampu memposisikan dirinya sebagai problem solver (penyelesai masalah), bukan trouble maker (pembuat masalah).
Pada buku ini juga dituliskan bahwa ada yang harus berubah ketika kita berada di sebuah institusi pendidikan paling tinggi (Perguruan Tinggi). Salah satu hal yang harus kita ubah adalah makna belajar. Kita dihadapkan pada dua pilihan, yaitu menjadi pembelajar ataukah menjadi pengumpul nilai. Seorang pembelajar akan sangat menghargai setiap hal yang didengar, dirasa, dan dipikirkan. Pembelajar tidak pernah merasa dirinya sudah “pandai”. Sebaliknya, seorang pengumpul nilai akan merasa “puas” jika berhasil mendapat nilai A atau B tidak peduli apakah untuk memperolehnya harus dengan kecurangan sekalipun. Nilai yang bagus tapi dengan proses yang tidak halal memberikan dampak yang tidak baik saat terjun di masyarakat, karena itu sebagai mahasiswa jangan hanya memburu nilai yang bagus. Segala sesuatu jangan hanya dilihat dari hasilnya tetapi lihatlah dari prosesnya.
Kampus tidak pernah sepi dari para aktivisnya. Orang-orang yang dalam perkembangannya menjadi mahasiswa memiliki ketertarikan untuk “berbuat lebih” dari sekedar memajukan diri sendiri lewat Indeks Prestasi (IP). Aktivis kampus, secara sederhana dapat diwakilkan pada orang-orang yang secara langsung atau tidak langsung menceburkan dirinya pada organisasi-organisasi di kampusnya, baik internal (UKM, BEM, Dewan Mahasiswa, dll) dan eksternal (pergerakan mahasiswa, ormas, dan organisasi di luar kampus). Aktif di kampus akan mendatangkan banyak manfaat, antara lain dapat menambah teman, mencari pengalaman, sarana optimalisasi masa studi, tempat untuk mempertahankan idealisme serta mengubah cara berpikir, dan lain sebagainya. Dalam buku ini juga disertakan berbagai tips dalam memilih aktivitas di kampus yang sesuai dengan minat bakat kita. Selain itu, dalam buku ini juga terdapat tips dan trik kuliah di luar negeri juga daftar perguruan tinggi favorit. Dengan membaca buku ini, pembaca akan mendapat gambaran tentang keuntungan dan kelemahan kuliah di luar negeri serta cara agar bisa kuliah di luar negeri.
Buku ini sangat cocok dibaca oleh mereka yang akan maupun sedang kuliah di Perguruan Tinggi. Sayangnya, penulis buku ini kurang menggunakan bahasa tulisan yang komunikatif sehingga terkesan resmi dan kaku. Kupasan masalah yang hanya disajikan sekilas membuat pembaca tidak puas dan penasaran. Terlepas dari semua kekurangan yang ada dalam buku ini, penulisnya sudah berusaha memberikan yang terbaik bagi para pembaca. Semoga kehadiran buku ini mendatangkan manfaat besar bagi kita semua.

28 September 2008

Etika Suryandari

NB : Untuk Ustadz Hatta Syamsuddin, ini resensi saya... minta feedback ya! Tadz, bikin sayembara lagi dengan hadiah Buku "Muhammad is The Inspiring Romance"... nanti saya buat resensinya :D [berarti saya yg dapat bukunya ^^]