Jejak Karya

Jejak Karya

Monday, January 28, 2013

Aksara Kembara [2]: “Merindumu dalam Spirit MAN JADDA WAJADA featuring MAN SHABARA ZHAFIRA”

Monday, January 28, 2013 0 Comments



“Sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling bermanfaat.”
Kalimat berdaya itu menjadi spirit awal saya menuliskan kisah ini. Kisah yang Allah izinkan terlukis indah pada hari Kamis, 12 Rabi’ul Awal 1434 H. Bertepatan dengan tanggal merah dan libur nasional Maulid Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wassalam.

Pagi itu, saya dan Mas Sis sudah sibuk dengan aktivitas masing-masing. Saya sibuk dengan buku yang sedang saya baca dan Mas Sis pun sibuk dengan laptopnya. Tapi kemudian segera kita hentikan aktivitas pagi itu lanjut bersiap untuk sarapan dan sederet rencana mengisi liburan hari itu dengan kegiatan yang produktif.

Berhubung peralatan masak masih di Bogor, sarapan pagi pun masih berstatus “jajan di warung”. Hehe. Takapalah, tetap romantis kok! *gubraaak. Selesai sarapan mampirlah kita ke SBC milik sahabatnya Mas Sis. Mereka berdua pun asyik diskusi dan saya pun kembali tenggelam dengan buku yang sedang saya baca.

Awal tadi jumpa dengan sahabat Mas Sis itu beliau bilang: “…Kenalin ini istriku…(dst)…” Beliau pun langsung tanya ke Mas Sis, “Wah…antum tambah gemuk sekarang. Istrinya dah ‘isi’ belum?” Hehe. Deg! Lagi-lagi dapat pertanyaan itu. Kita pun menjawab sambil request do’a. Dan mereka pun kembali asyik mengobrol, apalagi kalau bukan obrolan seputar dunia bisnis. Telinga ini menyimak tapi hati dan mata konsen juga pada buku yang sedang saya baca.

Tahu gak, ini buku kereeen banget! Sebuah buku tentang beragam kisah penantian akan hadirnya sang buah hati. Sebuah buku yang berisi penuturan jujur para pendamba momongan. Judulnya, “YA ALLAH, BERI AKU SATU SAJA…”

“Ya Rabbi, anugerahkan padaku (seorang anak) yang termasuk orang yang shaleh.” (QS. Ash-Shafat [37]: 100
Ah, pelajaran tentang sebuah “Kesabaran Tak Berbatas” tentang:
1.     Sebentuk Ujian
2.     Kunci untuk Melalui Ujian tersebut:
a.     Segera sadari bahwa itu merupakan ujian dari Allah. Renungkan QS. Ali Imran ayat 14.
b.     Kuatkan ikatan kita dengan Allah dan ikatan hubungan suami-istri.
c.      Berusahalah secara optimal.
d.     Berdo’a.
e.     Pasrah dan ikhlas dengan segala ketentuan Allah.

Kisah-kisah dalam buku ini semakin menguatkan keyakinan bahwa Allah pasti akan mengabulkan do’a dan harapan pada saat yang TEPAT dan TERBAIK. Lagi-lagi tentang keyakinan dalam dua kata mahadahsyat: TEPAT dan TERBAIK! Saat seluruh upaya telah dikerahkan. Saat kita sebagai manusia berada di titik maksimal kepasrahan kepada Allah. Saat tak ada kekuatan yang kita harapkan selain kekuatan dan kekuasaan-Nya. Semua terangkum dalam 2 kata: TEPAT dan TERBAIK! ^_^
***

Jam 09.00 acara silaturahim pagi pun selesai. Lanjut kami merapat ke Masjid Al-Muhajirin Banyumanik. Ada agenda seru peringatan Maulid Nabi: “SEMARANG MENGKHATAM QUR’AN” bersama Uda Ahmad Fuadi (penulis Negeri 5 Menara) dimoderatori oleh Ustadz Sunaryo Adhiatmoko dari PPPA Daarul Qur’an.

Ini kali kedua saya bertemu dengan Uda Ahmad. Pertama dulu saya bela-belain ‘telat’ datang ke GO untuk bertemu dengannya di FISIP UNS, sampai akhirnya saya jadi penanya, dapat pin Negeri 5 Menara plus goresan pena di catatan harian saya. Hehe. Kalau inget kejadian itu saya ngikik sendiri. Ke GO naik taxi dan telat 5 menit. Gubraaak!

Uda Ahmad pun membuka talkshow interaktif dengan kisah singkat perjalanan Rasulullah, perjalanan manusia agung yang harus senantiasa kita teladani. Perjalanan hidup Rasulullah pun mengingatkan kita tentang perjalanan seorang penuntut ilmu. Karena perjalanan penuntut ilmu = perjalanan yang penuh berkah = perjalanan yang senantiasa dikawal oleh malaikat.

Uda Ahmad pun menyampaikan tentang “ MIMPI dan SPIRIT MAN JADDA WAJADA”. Beliau putar kembali video perjalanan hidupnya, thriller film Negeri 5 Menara, dan penyampaian motivasi yang berdaya. Plus menyampaikan 3 jenis do’a: do’a untuk diri sendiri, do’a untuk orang lain, dan minta do’a dari orang lain.

Yups, disinilah saya kembali belajar tentang keajaiban impian dan cita-cita, tentang do’a yang harus senantiasa kita bela dengan spirit “Man Jadda Wajada” Siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil! Dan spirit itupun harus dibarengi dengan semangat “Man Shabara Zhafira”. Siapa yang ber-SABAR dia akan BERUNTUNG!”

Pada akhirnya, saya pun menyimpulkan tentang semangat DNA. DNA juga merupakan impian saya, impian Mas Sis, dan impian beberapa rekan-rekan hebat kami untuk mendirikan sebuah ‘markas bisnis’ yang mampu bermanfaat dan berkontribusi lebih banyak lagi untuk umat. DNA. Dream ‘N Action!

Sekali lagi, jangan pernah meremehkan impian dan cita-cita kita, karena Allah Maha Mendengar. Lebihkan usaha kita di atas rata-rata usaha orang lain, dan teruslah MENULIS! Karena menulis akan membawa lebih banyak kebaikan pada waktu yang lebih panjang. Nafas kita pasti berujung tapi salah satu amal jariyah yang bisa kita tinggalkan adalah ilmu bermanfaat yang didokumentasikan dalam sebuah karya yang berisi aksara-aksara yang berdaya.

Dan inilah salah satu impian terbesar saya yang terlantun dalam sebuah do’a yang diajarkan oleh Nabi Zakaria…
“Robbi hablii miladunka dzuriyyatan thoyyibah. Innaka samii’uddu’aa…”
Ya Rabbi, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar. (QS. Ali Imran [3]: 38)

Semoga catatan ini bermanfaat dan mari saling mendo’akan… ^_^

[Keisya Avicenna, 26 Januari 2013 @Istana KYDFENS Wonogiri]


Sunday, January 27, 2013

Aksara Kembara [3]: “Hujan dan Makna Sebuah Ketegaran”

Sunday, January 27, 2013 0 Comments
Aku dan berjuta juta manusia lainnya terlahir untuk mencintai hujan. Entah kenapa aku selalu sepakat bahwa kehadiran hujan membawa damai tersendiri di sudut hati. Hadirnya bagaikan mengantarkan tapak-tapak rindu untuk mendekat dan mencumbu di selaksa relung hati yang kering.Setiap tetesnya adalah anugerah, setiap tetesnya adalah berkah. Melati di taman merekah karnanya, padi di sawah menghijau karna curahnya. Setiap tetesnya adalah tasbih, maka seluruh alam memujanya. Hujan dan aku cinta!
***
Aku duduk di sini, awalnya sendiri. Namun lantas sekerumunan kenangan menyeruak memaksa masuk ke dalam otak, dan mendorong paksa airmata keluar Meski airmata bertahan sekuat tenaga agar tidak terjun bebas, tapi ia kalah. Kenangan itu terlalu kuat dan tak kuasa dilawannya. Airmata pun luruh seketika. Sementara kerumunan kenangan itu asyik berpesta pora, di dalam sana.

Di sana, Tuan, kita duduk bersama. Memesan minum bersoda dan sekantung kentang goreng asin. Aku asyik memandang layar laptop yang berkedip-kedip mengajakku bermain di ruang penuh kata-kata. Sementara dirimu, sesekali memijati bahuku yang letih, mengelus perut buncitku yang di dalamnya terbaring nyaman bayi kita. Sesekali pula, aku mengangkat kepala dan menoleh kepadamu, yang sigap memberikan senyum termanismu, sore itu. Senja jatuh, dalam diam di matamu yang teduh.
*mengenang almarhum, di suatu sudut Mcd Simpang Dago*

Deg! Gerimis hati ini bersamaan dengan embun di sudut mata saat aku terpaku membaca status sosok salah satu penulis favoritku. Sosok yang sangat inspiratif dan akupun menatap langit memanjatkan do’a. “Ya Rabb, suatu hari nanti izinkan aku bertemu dan belajar banyak dari beliau. Kabulkanlah pintaku…”

Hingga pagi itu, tergerak jemari ini menarikan tuts-tuts di Doralepito, mencoba menyapa di wall Fb-nya. Ajakan untuk bertemu dan Alhamdulillah, aku mendapatkan sambutan yang sangat antusias dan luar biasa. Bandung, sungguh aku sangat mencintaimu! Dan Engkau Ya Rabb… Engkaulah tempat bermuara segala pinta dan takkan lama lagi salah satu impianku Engkau izinkan menjejak nyata.

Bandung, 8 Januari 2013
Hari ke-4 aku di kota Bandung. Baru pertama kali ditinggal Mas Sis mudik, sungguh membuat fisikku menjadi lemah. Aku memutuskan selama seminggu beliau di Semarang aku nggak ingin berlama-lama di Bogor. Justru akan semakin menyiksaku dengan sebuah kata: rindu. Akhirnya, meski raga sedikit payah, aku bulatkan tekad untuk ke Bandung setelah setengah hari aku mengikuti diklat pengajar GO (tanggal 5 Januari itu). Aku terpaksa izin tidak bisa full karena fisikku yang gak bersahabat. Dan akhirnya aku larikan raga dan jiwaku ke kota Bandung. Hehe. Ah, Bandung dan aku ingin memperkaya jiwaku!

Hingga akhirnya terjadilah pertemuan istimewa di McD Simpang Dago. Pertemuan istimewa dengan sosok istimewa. Beliau adalah Bunda Lygia Pecanduhujan. Sosok yang tak asing di komunitas IIDN (Ibu-Ibu Doyan Nulis). Sosok penulis dengan karya-karya yang sangat mencerahkan dan sudah sangat banyak bertebaran di jagad perbukuan Indonesia. Bunda Lygia membawa Ipank, putra ketiganya yang baru berumur 7 bulan. Nggemesin banget deh…

Pertemuan pertama begitu menggoda, selanjutnya sungguh terasa semakin istimewa dan bertabur cinta. SUPERTWIN begitu terpesona dengan sosok bunda inspiratif satu ini. Bunda Lygia yang begitu ramah, supel, murah senyum, humoris, pokoknya enak banget deh orangnya (hihi, renyah kayak kentang goreng ^_^). Sosok bunda yang sabar, tegar, dan top abiz dah…

Langsung deh keesokan harinya aku update status:
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Simpang Dago pun menjadi saksi pertemuan istimewa kita yang bertabur cinta. Tanpa terasa 3 jam kita bersama, saling bertukar cerita dan saya begitu banyak mengambil pelajaran atas apa yang engkau sampaikan, bunda...
"Allah memberikan ujian dalam hidup kita, lengkap dengan kunci jawabannya. Hanya saja kita perlu lebih jeli mencari dimana letaknya." KEEP WRITING!

Begitulah kalimat yang tersusun dari aksara-aksara penuh daya yang Bunda Lygia Pecanduhujangoreskan di catatan harian saya usai perjumpaan kita . Terima kasih, Bunda!

***
Engkau yang malam ini bersedih, dengarkanlah ini…
Ketahuilah bahwa setiap tetes dari matamu yang jujur itu bernilai satu telaga kebaikan jika engkau tetap memelihara keikhlasanmu, bahwa keburukan yang terjadi kepadamu –walau pedih dan pilu– adalah sesungguhnya kebaikan.
Bagaimana mungkin Tuhan yang sangat mencintaimu akan membiarkanmu terlukai –jika bukan karena niatNya untuk memuliakanmu?
Sesungguhnya, bagi jiwa yang ikhlas – keburukan adalah kebaikan yang belum sampai pengertiannya.Bersabarlah, sampai datang waktu di mana engkau mengerti, bahwa ini semua adalah untuk kebaikanmu. Seperti semua keburukan yang telah kau lalui sebelumnya yang ternyata menyampaikanmu kepada keadaan yang lebih baik.
Damaikanlah hatimu, serahkanlah semuanya kepada Tuhanmu, dan penuhilah hak tubuh dan jiwamu untuk beristirahat dengan baik.
Semoga engkau dibangunkan esok pagi sebagai jiwa damai yang dicintai dengan tulus dan yang baik rezekinya.Aamiin. [Mario Teguh]

***
“Cinta selalu menitipkan rindu pada hujan. Sebentuk keindahan yang mencintai kebaikan. Dan aku sangat mencintai hujan dengan segala tetes ketegaran jua ketenangan. Hujan, basahi jiwaku hingga seluruh. Aku bersyukur telah mengenalmu sebagai warna momentum yang berbeda. Namun dalam hidupku, kau sungguh indah terasa…”
[Catatan DNA Keisya Avicenna, 3 April 2012]

Inilah aksara kembaraku mencoba mendokumentasikan sepenggal kisahku bersama sosok yang kaya akan rasa sabar dan bergelimang rasa syukur. Dialah Bunda Lygia Pecanduhujan. Tak akan pernah habis tintaku untuk menceritakannya hingga aku sendiri yang akan kehabisan kata-kata untuk menceritakan segala rasa yang terendap dalam jiwa.

Terima kasih, Bunda Lygia… Semoga Allah senantiasa menitipkan bahagia untukmu dan seluruh keluarga tercinta. Aamiin…

[Keisya Avicenna, 27 Januari 2013 @Istana KYDFENS Wonogiri]


Wednesday, January 23, 2013

Aksara Kembara [1]: “HIDUP ADALAH SEBUAH PERJALANAN PANJANG MENDEWASAKAN SUDUT PANDANG.”

Wednesday, January 23, 2013 0 Comments




Alhamdulillah, akhirnya jejak kelanaku sampai juga di sebuah kota yang merupakan ibukota Provinsi Jawa Tengah. Yups, SEMARANG! Mungkin impian-impianku di masa lalu, sekarang mampu ‘menyeretku’ hingga sampai di kota yang sejak kelas 5 SD dulu telah aku beri julukan “KOTA INSPIRASI”.

Ya, saat kelas 5 SD aku pernah mengukir jejak prestasi di kota ini. Kala itu, aku menjadi juara 1 lomba sinopsis untuk buku fiksi dan nonfiksi di tingkat kabupaten. Dan bersyukurnya, aku menjadi delegasi dari Kabupaten Wonogiri untuk mengikuti Lomba Sinopsis dan Menceritakan Kembali Buku Fiksi dan NonFiksi. Jadi di tingkat provinsi, pasa peserta harus menceritakan apa yang telah dituliskan.

Aku masih ingat sekali, untuk buku nonfiksi aku menulis sinopsis dan menceritakan tentang budidaya udang windu sedangkan untuk buku fiksi, judulnya Janjiku Untuk Negeriku (JUNI). Ah, sebuah pengalaman berharga bagi seorang bocah kelas 5 SD, meskipun tidak juara (pesertanya aja banyak yang sudah kelas 6), aku tetap bahagia. Bahkan pasca lomba itu, aku jadi punya banyak sahabat pena. Kita saling berkirim surat dan serunya persahabatan kita masih terjaga dan bertahan sampai sekarang.

Sejak saat itulah Semarang menjadi “KOTA INSPIRASIKU”. Pun ketika aku sudah menjadi mahasiswa, kalau akhir pekan ada waktu luang pasti aku sempatkan untuk mbolang ke Semarang. Kebetulan, banyak sahabat SMA yang kuliah di Semarang. Jadi sekarang, pasca kepindahanku dari kota hujan aku langsung ‘nyaman’ dan ‘kerasan’ aja tinggal di kota ini. Ya, perjuangan di kota baru akan aku mulai, bersamamu…

Yups, seperti judul yang aku tulis di atas…“Hidup adalah sebuah perjalanan panjang mendewasakan sudut pandang.” Kalau dalam menulis cerita fiksi, kita mengenal ada sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga. Nah, kalau aku analogikan dalam kehidupan, ada dua hal yang mesti kita resapi baik dalam bertutur kata, dalam tingkah laku keseharian, dan menyikapi berbagai hal karena kita hidup sebagai makhluk sosial.

1.     AKU sebagai AKU.
Ya, setiap kita pasti istimewa. Dalam tubuh kita ada rantai double helix yang bernama DNA. DNA yang menjadi ciri khas setiap orang. Bahkan yang kembar identik saja pasti juga punya banyak perbedaan. Apalagi dengan orang lain yang bukan saudara dan tidak lahir sekandung. Jadi, bersyukurlah untuk terus menjadi “aku” dan bukan “kau”.

Allah telah menciptakan kita dalam sebaik-baik penciptaan. Bukankah itu sudah cukup untuk kita syukuri dan renungkan? Syukuri, dengan cara mengoptimalkan segenap hadiah dan anugerah yang telah Allah berikan dalam hidup kita. Panca indera yang sehat dan lengkap ini titipan, sudahkah kita optimalkan? Organ dalam yang dibungkus daging dan kulit ini juga titipan, sudahkan benar-benar kita jaga kesahatannya? Oleh karena itu, renungkanlah! Betapa Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, kitanya saja yang kadang terlena dan tanpa sadar membuatnya jadi sia-sia. Maka, mulai detik ini bersyukurlah jadi ‘AKU’ dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

2.     AKU sebagai KAU.
Ini akan memunculkan rasa empati kepada sesama. Saat saudara kita sedih kita turut merasakan dukanya, kita bantu menghapus linangan air mata yang menciptakan jejak di kulit pipinya. Saat ia bahagia, kita turut merasakan suka dan belajar untuk bersama melukis tawa pada roman muka. Jadi, pandai-pandailah membawa diri. Betapa Rasulullah telah begitu banyak memberikan pelajaran lewat kisah beliau bersama para sahabat.
Ah, betapa indahnya hidup ini jika kita junjung tinggi rasa toleransi dan empati. Inilah saat sudut pandang ‘aku’ menjadi ‘kau’. Aku belajar merasakan apa yang kau rasakan…

Hm, inilah pelajaran di hari ke-6 saat aku mulai menuliskan catatan hidupku di kota Semarang. Apalagi yang membuatku tidak bersyukur, jika di kota ini aku telah Allah pertemukan dengan saudara/i baru yang begitu baik, rekan-rekan kerja yang tak kalah baik, keluarga yang istimewa, tempat kerja yang nyaman, rumah tinggal yang meski sederhana namun sarat akan cinta, suami yang penuh kasih sayang dan selalu membuatku bahagia.

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”

Dan akupun sangat menikmati ‘profesi’ dan segudang ‘amanah’ku saat ini. Karena di mata Allah, seseorang tidak dinilai dari apa jenis pekerjaannya. Namun dari bagaimana dia melakukan pekerjaannya itu. Di mata Allah, seseorang juga tidak dinilai dari berapa hasil yang didapat dari pekerjaannya, namun dari seberapa besar dia mencintai pekerjaannya. Karena dengan CINTA-lah seseorang akan mampu bekerja keras. Karena dengan CINTA-lah seseorang akan merasa ikhlas dan bersyukur atas pekerjaannya. Karena itu rekan hebatku, apa pun pekerjaan kita, sekeras apapun kita harus melaluinya, mari kita belajar untuk mencintainya…

Dan inilah aku, yang belajar untuk tidak galau saat ada yang bertanya “Sudah isi belum?”. Hehe, bagiku ini pertanyaan wajar dari orang-orang sekitar untuk para pasangan yang baru saja menikah. Dan bagiku lagi, pertanyaan ini adalah bagian dari DO’A. Karena aku masih setia berpegang teguh pada prinsipku, “Allah Swt pasti akan menjawab dengan sangat indah pada saat yang TEPAT dan TERBAIK. Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah sudah berkehendak, saat Kun Fayakuun-Nya bekerja sepenuh energi CINTA!”
Ya inilah aku…

Dalam kasus ini, akupun belajar jadi ‘kau’. ‘kau’ yang telah bertahun-tahun membina hidup berumah tangga namun belum juga diberikan amanah oleh Allah berupa momongan. Ada kerja keras di sana, ada kesabaran mahahebat disana, ada peluh usaha dan tangis penuh do’a juga disana. Jadi, inilah bagian dari sebentuk ujian. Dan tugas manusia hanyalah berdo’a  serta berusaha disertai tawakkal. Hasil akhir itu wilayah kerja Allah…

***
Hmm, pertemuanku denganmu hingga hati dan jiwa kita bersatu pun itu atas “Kun Fayakuun-Nya”. Karena waktu itu aku hanya berbekal modal “YAKIN, YAKIN, YAKIN, YAKIN, YAKIN, YAKIN, dan YAKIN” hingga Dia memberikan kado terindah dan buah termanis dari semua ketegaran dan kesabaranku, yaitu kamu sang pangeran kunci syurgaku… ^_^

Karena “Hidup adalah sebuah perjalanan panjang mendewasakan sudut pandang.”

[Keisya Avicenna, 23 Januari 2013 @Istana IPK Semarang]

Rinai hujan di kota Bogor, dan kini Semarang akan menjadi kota yang penuh rinai inspirasi…




Saturday, January 12, 2013

BOGOROMANTIC [6]: “Behind every successful man is a woman”

Saturday, January 12, 2013 0 Comments


by Norma Keisya Avicenna on Saturday, December 22, 2012 at 5:26am ·


Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?



Inilah film ketiga yang kami tonton semenjak kami membuka lembaran kehidupan baru di kota Bogor. Film yang paling menguras air mata, film yang paling membekas, dan film yang paling memperkaya jiwa : Habibie & Ainun.



20122012, penayangan perdana film ini dan langsung disambut dengan antusias oleh para penikmat film di Indonesia. Termasuk saya, yang mendapatkan surprise dari seseorang. Padahal rencana awal saya yang gantian nraktir nonton, eh kalah start! Beliau malah langsung beliin tiket dan ngajakin nonton malam harinya.



20122012, ada kisah tentang sepasang kekasih halal yang harus rela menerjang hujan untuk menjadi saksi sebuah visualisasi tentang perjalanan cinta sejati sepasang tokoh yang luar biasa dan sungguh menyentuh hati.



20122012, ada kisah tentang air mata yang perlahan namun menderas menciptakan jejak di kulit pipi…



20122012, ada kisah paling haru saat melihat adegan Habibie pulang dengan kaki yang lecet, karena harus pulang jalan kaki saat hujan salju (sepatunya bolong) dan Ainun yang tengah hamil tua membasuh kakinya dengan iair serta mengatakan kalau ingin pulang ke Indonesia. Habibie lalu berkata (kurang lebih begini cuplikannya, redaksionalnya agak lupa): "...Kita ini ibarat gerbong kereta yang memasuki terowongan yang panjang, gelap...tapi pasti ada ujungnya dan di sana akan kita temukan cahaya. Saya janji, akan membawamu ke cahaya itu..."



20122012, inilah masa yang sangat istimewa… saat sang kala bertutur tentang cinta, kerinduan, kasih sayang, saling mengisi juga berbagi.



20122012, “You are me, I am you…”



***

Habibie & Ainun adalah gambaran otentik mengenai wujud do’a setiap pasangan -yang diikat dalam ikatan suci pernikahan- untuk hadirnya keluarga harmonis yang dibalut kesetiaan. Habib Ali Almuhdar, guru mengaji Keluarga Besar Habibie, berkata, “Keluarga Habibie adalah keluarga sakinah mawaddah warohmah.” Artinya, keluarga itu senantiasa diliputi kasih sayang dan menjalankan perintah Allah sehingga selalu dilimpahi rahmat-Nya.



Habibie & Ainun, serta keluarga-keluarga lain seperti mereka, merekatkan ikatan keluarga di atas pondasi saling menyadari dan mengakui perbedaan masing-masing. Mereka bersatu menjadi dua belahan jiwa yang bersenyawa dalam satu tubuh di mana sang perempuan menutup ketidaksempurnaan emosi pria, sebaliknya kesenjangan nalar pada perempuan ditutup sang pria. Jika keadaan itu membawa keutuhan kepada keduanya, maka kebersamaan mereka adalah perkawinan sejati antardua sejiwa-sehati.



***

“Behind every successful man is a woman”

Pepatah inilah yang paling cocok untuk menggambarkan intisari pesan yang ingin disampaikan dalam film Habibie & Ainun.



Selain bercerita mengenai cinta mereka, film ini juga diwarnai dengan tiga hal yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan dua pribadi yang telah manunggal dalam jiwa, roh, batin dan nurani sepanjang masa, sampai akhirat, yaitu: iptek, nasionalisme, dan kehidupan agamis.



Ainun, sebagai tokoh sentral sepanjang hidupnya telah sukses menjadi istri dan ibu yang baik. Tidak hanya itu, dukungan dan cintanya kepada Habibie diwujudkan dalam bentuk mendukung visi dan passion yang dimiliki suaminya untuk ikut aktif membangun negeri. Tanpa mengeluh dan protes, dirinya selalu sabar di dalam menemani dan mendukung suaminya kemanapun suaminya pergi. Dirinya adalah sosok yang rendah hati, selalu tersenyum, mandiri, penuh kasih sayang dan juga peduli. Tidak heran apabila dirinya merupakan inspirasi dan semangat yang tidak pernah padam bagi Habibie, bahkan ketika dirinya sudah tidak bersamanya lagi secara fisik di dunia.



Pasangan Habibie & Ainun disebut-sebut sebagai Romeo & Juliet masa kini. Saling setia hingga maut memisahkan–yang menjadi pesan utama kisah Romeo & Juliet–telah diintepretasikan oleh pasangan ini sebagai sikap saling mencintai, menyayangi, mendukung, memahami, memiliki dan kemanunggalan yang tidak pernah terhenti oleh batas ruang dan waktu. Sungguh merupakan bentuk nyata cinta yang mendatangkan inspirasi dan layak menjadi panutan semua orang.



“…Namun ketika itu, saya tidak mampu lagi menahan emosi dan kesedihan saya, karena bingung. Saya bingung karena janji yang saya pernah berikan kepada Ainun untuk selalu mendampinginya di manapun ia berada. Bagaimana kriteria berada “di bawah satu atap” dapat saya penuhi? Saya memanjatkan doa kepada Allah SWT dan memohon petunjukNya. Apakah saya segera ikut saja ke liang kubur? Bagaimana caranya? Dalam keadaan ketidakpastian, kebingungan dan sedih saya menangis….”



“Ainun, jiwa, roh, batin dan nurani kita sudah manunggal dan atap kita bersama adalah langit alam semesta. Karena itu Ainun tetap berada di samping saya dan saya di samping Ainun, di mana saja kami sedang berada sepanjang masa.”



Manunggal, pada akhirnya itulah kata yang tepat untuk menggambarkan secara utuh kehidupan bersama mereka selama 48 tahun 10 bulan, dan juga kebersamaan mereka kini hingga seterusnya meski sudah tidak satu alam dan dimensi.



***

Bismillah…

Inilah aku dan cita-cita keluarga kecilku:



“Merenda SAKINAH, MAWADDAH, WAROHMAH, dengan visi DAKWAH, membangun keluarga A.M.A.N.A.H di IPK (Istana Penuh Kebahagiaan)”

[TEPAT dan TERBAIK: 10-11-12]



HABIBIE & AINUN: Pelajaran berharga tentang persenyawaan spiritual

antara dua belahan jiwa…



Hm, [bercermin]

“Aku yang managerial dan engkau yang sungguh strategic!” [NS]



“Rabbana hablana milladunka zaujan thayyiban wayakuna shahiban lii fiiddini wal akhirah…”

(Ya Tuhan kami, berikanlah kami pasangan yang TERBAIK dari sisi-Mu, pasangan yang juga menjadi sahabat kami dalam urusan agama, dunia, dan akhirat…)

Aamiin Ya Rabb



[Keisya Avicenna, 22-12-12: Selamat Hari Ibu…]