Jejak Karya

Jejak Karya
Showing posts with label inspirasiQ. Show all posts
Showing posts with label inspirasiQ. Show all posts

Wednesday, January 12, 2011

Untukmu, Abdi Negara!

Wednesday, January 12, 2011 2 Comments

Kemarin (11-1-11), saat tengah asyik berkutat dengan pekerjaan kantor yang lagi banyak-banyaknya, ada rekan yang chatting dengan saya via email. Beliau memberitahu saya link dari kaskus yang cukup bagus... Silakan dibaca ya, agan/aganwati..
***

Korupsi dan Penindasan Terjadi di Depan Mata Ane (Pengalaman Seorang PNS)

Ane adalah pegawai di bagian humas salah satu kementerian (maaph, ane nggak bisa sebutin). Ane baru 2 tahun di sini. Tapi, ane sudah cukup tahu banyak hal soal perilaku pejabat2 di ruangan ane. Korup semua, Gan. Modusnya siy biasanya sederhana, malsuin dokumen-dokumen buat ngedapetin uang haram. Misalnya, beli barang fiktif. Dokumennya lengkap, tapi barangnya nggak ada. Duitnya masuk kantong pejabat dan perusahaan yang mau diajak kong kalikong.

Jumlah duitnya nggak sedikit, Gan. Untuk anggaran belanja peralatan kantor aja (alat tulis, kertas, tinta printer, dsb) jumlahnya bisa puluhan juta setahun. Belum lagi anggaran-anggaran lainnya. Kadang juga korupsi dari pekerjaan yang harusnya makai tenaga ahli. Jadi, pekerjaan (misalnya bikin buku/modul) yang harusnya digarap tenaga ahli, dikerjakan sendiri. Nah, si tenaga ahli cuma disuruh tanda tangan surat2 aja. Istilahnya, pinjem nama. Dan, si tenaga ahli paling banter dibayar 3 juta-an aja. Nah, sekarang, kalo anggaran buat bikin tuh buku/modul 50 juta, itung sendiri deh berapa duit haram yang diembat sama pejabat. ITU BARU PEJABAT TINGKAT TERENDAH AJA, GAN. PEJABAT ESELON IV (SETINGKAT KASUBBAG/KASI) YANG LANGSUNG DI ATAS STAF. Buat pejabat yang lebih tinggi, mereka juga dapat setoran dari bawahan2nya. Jadi, pejabat yang ada di atas juga diem aja ngelihat tingkah laku pejabat di bawahnya, karena MEREKA JUGA DAPAT SETORAN.

Yang bikin ane lebih miris, mereka juga nggak jarang nyolong hak-nya staf/bawahan. Misalnya, tiap minggu kan ada uang selain gaji (uang makan, transport, dsb). Nah, uang2 ini ngasihnya nggak pernah teratur alias diacak. Misalnya, uang makan bulan Januari dikasihnya di bulan Februari minggu ke-2 dan uang makan bulan Februari dikasihnya di bulan Maret minggu ke-4. Tujuannya ya biar kita2 NGGAK BISA NELITI UANG APA YANG UDAH DIKASIH DAN MANA YANG BELUM!!! Jadi, ada uang jatah bawahan yang bisa mereka korupsi. Bayangin aja, Gan, berapa banyak yang mereka rampok. Misalnya, uang transport aja 300rb per orang per bulan. Nah, kalo mereka ngorupsi jatah uang transport sebulan, tinggal dikali aja sama jumlah pegawai humas yang 100 orang lebih.

Mereka juga nggak segan2 ngambil hak-nya pegawai honorer/tidak tetap/belum jadi PNS. Temen ane yang pegawai honorer cerita, gaji dya sebulan cuma dikasih 1 juta. Padahal, kata staf keuangan, gaji mereka sebenarnya tuh 1,3 juta. Yang 300 rb ke mana? Ya diembat sama koruptor2 itu : 300 RB X JUMLAH PEGAWAI HONORER X 12 BULAN..!!!

Trus, tiap akhir tahun, para pejabat itu ngadain rapat, biasanya di luar kota biar nggak ketahuan. NGAPAIN AJA? MBAGI2 DUIT SISA ANGGARAN…!!! Teman ane yang supir cerita, pejabat2 itu kalo mbayar parkir aja suka itung. PARKIR MOBIL 2RB AJA MEREKA CUMA MAU BAYAR SERIBU..!!! Sering, temen ane yang supir itu yang nombokin. Benar2 keterlaluan. Pernah temen ane itu disuruh nyupirin sampe ke Bogor, PP dalam sehari, cuma dikasih uang lelah gocap. Padahal kan dya tanggung jawabnya besar, Gan. Bawa nyawa. Ya paling nggak cepek lah. Toh tugas ke luar daerah kan emang ada uangnya.
Ane sebelum masuk PNS emang udah denger2 kalo di birokrasi itu rawan korupsi, TAPI ANE NGGAK MENDUGA AKAN SETEGA DAN SEBURUK INI. Memang siy, ada korupsi yang jumlahnya lebih gedhe, misalnya si Gayus.

Tapi tetap, karena yang ane ceritain di atas terjadi di depan ane, ane merasa prihatin dan marah, Gan. Kita sebagai staf menderita dengan penghasilan nggak seberapa di kota Jakarta yang serba mahal ini, SEDANGKAN MEREKA SENENG2 PAKE DUIT KORUPSI. Udah gitu, kementerian ane kayaknya males2an ngajuin remunerasi, karena kalau ada remu, maka penghasilan para pejabat akan berkurang karena tunjangan2 dan uang perjalanan dinas akan ada yang dipotong. Mereka sama sekali nggak mau merhatiin nasib staf, nasib orang kecil.
Kalau ane sih, Gan, nggak berani korup dan nggak akan nggunakan kesempatan. Pernah ane diajak teman malsu kuitansi penginapan pas kita dines ke daerah. Kita nginepnya gratis sebenarnya, tapi dya pengen malsuin kuitansi dan minta ganti uang penginapan ke kantor. Tiap kali ane ditanya ma dya, ane jawab kalo urusan ane dah beres. Padahal ya duitnya ane balikin ke kantor. Ane nggak mau kayak pejabat di sini.

Ane nggak habis pikir, mereka itu sholat, bahkan ada yang berjilbab, tapi kelakuan kayak setan. Mungkin nggak ada lagi setan di dalam tubuh mereka coz mereka sendiri udah ‘lebih setan’ daripada si setan itu sendiri. Makanya, ane nggak mau lagi sholat di musholla kantor (ane muslim, Gan) kalo di-imami mereka. Pejabat tapi tingkah laku koq bejat.

Berikut ini beberapa komentar dari Agan/Aganwati :
Quote:
Originally Posted by TempeLaut
ane salut gan sama ente kalo ente ngga ikut ikutan kaya yang lain
selalu perkuat iman agan, jaga terus kehormatan diri agan, jangan sampe mau dibeli dengan uang
Jawab :
Ane bukannya sok suci atau apa, Gan. Cuma ane nggak berani dan nggak tega makan duit haram. Ane ini emang miskin, ortu ane aja sekarang masih ngontrak , tapi mereka selalu bilang ma ane 'kita ini memang miskin harta, tapi jangan sampe miskin hatinya. Kita harus jujur karena itulah yang akan ningkatin derajat kita di depan Allah'
Quote:
Originally Posted by Methal_DhankDhut
Setuju gan... Ada keluarga ane yang mau resign dari salah satu kementrian setelah kontrak dinas selesai. Gak tahan ama atmosfir korup dan kongkalikong.. mau jadi apa negara ini..
Jawab :
Kalo ane lum ada niat resign, Gan. Coz keluarga ane pengen ane jadi PNS (tentu bukan untuk korupsi tapi). Ane pengen pindah ke Jogja, tempat kelahiran ane. Kadang ane mikir, apa nggak usah jadi pejabat sampe pensiun nanti. Daripada jadi pejabat tapi mau nggak mau harus korupsi (paling nggak buat nyetor ke atasan).
Quote:
Originally Posted by rhendrawan
rahasia umum gan... mudah"an ente tidak ikut terjerumus gan... salut buat ente yang masih idealis.
klo semua pejabat di negara ini kayak ente... negara ini pasti makmur
Jawab :
Agan terlalu memuji, Gan Ane cuma berusaha jadi orang jujur. Ane yakin harta dari hasil perbuatan nggak akan mendatangkan berkah.
Quote:
Originally Posted by mblink89
keren ente gan salut ane...
semoga banyak pns yang kayak ente biar Indonesia bersih dari korupsi
btw, ane masih cpns dan ingin mencontoh perilaku agan yang ga mau korupsi
amiin.:ilov eindonesia

Jawab :
Betul, Gan. Usahakan dan biasakan nggak korupsi dari awal. Korupsi tuh kayak narkoba. Kalau udah kena, agak susah lepasnya. Kita niatkan untuk cari duit halal dan mengabdi pada bangsa.
Quote:
Originally Posted by nanashi
Klo udah terlanjur jadi PNS susah gan, mau ikutan pasti ga tenang karena makan uang haram, mau ngga ikutan pasti akan di kucilkan malahan bisa dimutasikan ke daerah, ya serba salah gan salah satu alasan kenapa ane ga mau PNS ya karena hal tersebut

Jawab :
Iya, Gan. Memang kadang kita sebagai staf dipaksa. Tapi lebih untuk nglengkapin dokumen fiktif. Misalnya, kita disuruh absen/tandatangan buat kegiatan fiktif. Jadi, nggak nerima duitnya. Emang siy, Gan, itu artinya kita sedikit banyak terlibat juga. Tapi, itu kita dipaksa. Dan, di dokumennya kan tertulis jelas, penanggung jawabnya siapa. Pinter2nya aja kita njaga diri. Jangan sampe ikut2an busuk, tapi juga nggak mungkin kan kita teriak 'maling' di sarang maling. Kita mulai perbaikan dari kita sendiri lah...

Ni salah satu pengalaman agan/aganwati :
Quote:
Originally Posted by ochiet
semoga kuat ya gan menjalani perkerjaannya,........saya kenal pegawai negeri yang jujur,..35 tahun kerja masih belum punya rumah sendiri sampai pensiun dan kendaraan hanya sepeda motor tahun 80,...itu karena kerjanya jujur, gak mau ikutan temen2nya yang suka makan uang gak halal,....

ada yang levelnya di bawah dia sebelum pensiun baru 3 tahun udah lebih kaya,....
Jawab :
Yang penting duit kita berkah, Gan. Selamet di dunia, selamet di akherat. Sedikit cerita, sebaiknya kalo PNS emang punya kerja sampingan (asal halal dan tidak melanggar peraturan).

Agan/aganwati yang ngasih saran bagus :
Quote:
Originally Posted by ibot75
Saran ane sih emang lebih baik jangan mendekati kemaksiatan (korupsi), habis ngeri, ga kuat iman, nyawa taruhannya serta siksaan seumur dunia dan akhirat. mending dagang gan, terlihat dengan jelas mana halal dan haramnya, lha kalo kerja jadi PNS kan susah, kalo gaji emang jelas itu halal, lha kalo ujug2 ada uang ini, uang itu, lha itukan ga jelas halal-haramnya. emang PNS itu ngeri, ama temen sekantor aja tega ngambil hak-haknya, apalagi ama kita2 ini rakyat kecil yang dibawah, waduh mumet mas mikirinya, ngejar harga ga seberapa lama, ngejar neraka terasa begitu dekat.

Cukup menjadi bahan perenungan untuk kita semua...
***
Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai aparatur pemerintah merupakan figur yang seharusnya menjadi pengayom dan pelayan bagi masyarakat, mestilah bersifat jujur, disiplin, dan profesional dalam menjalankan amanah bangsa dan negara.
Berbagai anggapan, baik positif maupun negatif dari masyarakat terhadap eksistensi PNS. Sisi Positifnya, PNS disuguhkan bermacam jaminan kemudahan dan fasilitas mulai dari tunjangan keluarga, jaminan kesehatan sampai jaminan hari tua (pensiun). Sedangkan sisi negatifnya, anggapan bahwa PNS sering diindentikkan dengan aparat pemerintah yang seringkali tidak disiplin, sulit bersikap jujur, dan anggapan negatif lainnya (tidak lain dikembalikan kepada pribadi masing-masing).

Bagi PNS yang memahami makna permasalahan di atas selayaknya menjadikan anggapan-anggapan masyarakat tersebut sebagai motivasi untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat serta menjadikannya bahan introspeksi diri agar tidak larut dan lupa diri bahwa kita adalah bagian dari masyarakat itu sendiri. Istiqomah di jalan kebenaran menjadi solusi bagi PNS agar tetap berada pada rel kehidupan sebagai abdi negara dan hamba Allah.
Mempertahankan pendirian untuk selalu benar memang tidaklah mudah dan perlu perjuangan. Yang perlu dipahami adalah firman Allah Ta’ala : “Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyrah : 6). Kemudahan demi kemudahan akan kita rasakan manakala kita berpegang teguh kepada tali agama Allah (Al-Qur’an dan As-Sunnah). Dan yang perlu kita yakini bahwa firman Allah : “… Sekiranya Allah mengendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu ummat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebaikan. …” (QS. Al-Maaidah : 48). Dalam hidup ini kita dihadapkan sebuah pilihan, “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan.” (QS. Asy-Syams : 8), namun pilihan tersebut akan dapat dihadapi dengan kepekaan jiwa kita dalam mensikapi segala ujian yang telah diberikan Allah kepada kita.
Marilah kita azzamkan dalam diri bahwa kita harus menjadi PNS yang amanah dalam menjalankan tugas. Semoga kita tergolong ke dalam orang-orang yang mulia di sisi Allah Ta’ala sehingga janji Allah berupa kenikmatan surgawi ([P]enghuni [N]eng [S]urga) akan kita dapatkan sebagai balasan atas segala amal ibadah kita dalam naungan kasih dan sayang-Nya yang tiada tergantikan selamanya.
Amiin.
Wallahu a’lam bish Shawwab.

Masih di Jakarta, 120111
Aisya Avicenna

Friday, January 07, 2011

Kakanda

Friday, January 07, 2011 0 Comments
Masih teringat cerita bunda…

Saat itu, bunda memintamu menjaga kami, dua saudari kembarmu yang waktu itu masih bayi (mungkin baru akan berumur setahun). Bunda mandi. Dan kau dititahkan bunda untuk menjaga kami. Saat kami terjaga, kau pegangi dua botol susu dan meminumkan susu di dalamnya ke kedua bibir mungil kami. Kau pegang botol susu itu di tangan kanan dan kirimu. Kau duduk di tengah-tengah kami yang berbaring di kanan-kirimu. Kau julurkan kedua tanganmu sampai kami bisa menyedot susu dari botol yang kau pegang. Betapa sayangnya engkau pada kami… Mungkin karena mengantuk, kau tak sadar bahwa kami sudah kenyang dan tak mau lagi meminum susu itu. Tapi kau tak beranjak melepaskan kedua botol susu itu dari mulut kami. Kau tertidur dalam posisi duduk dengan tangan masih memegang botol susu itu. Alhasil, susu itu berceceran di sekitar mulut kami… untungnya bunda tahu… sehingga kami tidak tersedak… Ahh… masa kecilku begitu indah bersamamu… Masih teringat jelas dalam ingatanku akan saat-saat itu…

Kedewasaanmu, kesederhanaanmu, kekonyolanmu, rasa tanggung jawabmu…

Abangku… betapa aku sangat mencintaimu

Teramat sangat…

Selamat hari lahir….

Semoga kau mendapatkan apa yang kau inginkan

Tambah sholeh ya … karena kau adalah panutanku

Lancar rezeki


Tambah bakti sama bapak ibu..

Tambah sayang sama dua saudari kembarmu… :D

AAMIIN YA RABBAL ‘ALAMIIN…

Kau adalah laki-laki terhebat kedua yang kupunya (kenapa yg kedua??? Yang pertama jelas babe tersayang dung!!! ^^)

Jakarta, 070111

Adikmu yang semakin mencintaimu… dan saat ini sedang merindukanmu…. dengan SANGAT!

Terima kasih untuk segalanya…

Aisya Avicenna

Thursday, December 16, 2010

PUJIAN

Thursday, December 16, 2010 0 Comments
“Direktorat Impor, selamat siang...”

Salah satu aktivitasku di kantor adalah menjawab telepon yang sebagian besar berasal dari pelaku usaha. Kebanyakan dari mereka menanyakan proses perizinan yang sedang mereka ajukan atau menanyakan kebijakan di bidang perdagangan yang tengah berlaku. Sebagai ‘civil servant’, inilah fungsi kehumasan dan pelayanan yang sekaligus memberiku dua kesempatan besar, yakni kesempatan untuk berinteraksi dengan para pelaku usaha (khususnya importir) dan kesempatan untuk mengharuskan diri menguasai regulasi bidang perdagangan (khususnya bidang impor) agar bisa menjawab setiap pertanyaan yang masuk.

Seperti kemarin siang, saat sedang asyik berkutat dengan data kepegawaian, telepon di ruang kerjaku berdering. Sebenarnya, yang mengangkat telepon bisa siapa saja yang berada di ruang itu. Tapi biasanya kami bergiliran mengangkatnya. Berhubung tak ada yang kunjung mengangkat, akhirnya aku berdiri dan berjalan ke tempat telepon yang berjarak satu meter dari tempat dudukku. Setelah menjawab pertanyaan dari seberang yang ternyata menanyakan tentang perpanjangan sebuah regulasi impor, eh gantian HP-ku yang berdering. Berawal 021...

Ternyata dari sebuah perusahaan obat yang cukup terkenal di negeri ini. Ya, kebetulan aku juga mendapat amanah dari pimpinan untuk menghandle beberapa perusahaan yang dokumennya belum lengkap saat mengajukan permohonan dalam sebuah regulasi.. Puluhan perusahaan aku kirimi email yang menyatakan dokumen apa yang masih kurang dan perlu dikirim softcopy-nya. Nah, di email itu, tak lupa aku mencantumkan nomor HP-ku sebagai contact person bagi perusahaan yang hendak bertanya atau konfirmasi. Beberapa perusahaan langsung merespon email tersebut dan ada beberapa yang meneleponku untuk konfirmasi. Termasuk perusahaan obat itu.

Beliau menanyakan apakah dokumen yang dikirim sudah sesuai dengan permintaan atau belum. Beliau juga minta penjelasan alur selanjutnya setelah dokumen itu dikirim. Aku mencoba menjelaskan kepada beliau. Tak kusangka, di akhir pembicaraan kami beliau berujar dengan kalimat yang penuh nada keramahan, bahwa baru pertama kalinya (selama beliau berinteraksi dengan instansi pemerintah), ada pemberitahuan secara rinci lewat email dan menyertakan nomor HP sebagai contact person-nya. Beliau sangat mengapresiasi kinerja ini.

Alhamdulillah... segala puji hanya tertuju pada-Nya! 


Menghadapi pujian, aku langsung teringat halaman 169 kitab Al Hikam yang aku baca tadi pagi. Pada halaman itu, Ibnu ‘Athaillah berujar :
“Ketika orang mukmin dipuji, ia malu kepada Allah karena ia dipuji dengan sifat yang tidak ia dapati pada dirinya.

Kemudian dilanjutkan ulasan singkat oleh Imam Sibawaih El-Hasany sebagai berikut:
Biarkanlah orang terpesona oleh warna pelangi kesadaranmu, asal engkau tetap melekat dengan langit-Nya. Setiap pujian yang datang kepadamu adalah sebab orang melihat warna-Nya tercermin padamu. Jadi, anggaplah itu sebagai cara mereka memuji-Nya melaluimu, bukan untukmu. Sebab, tidak ada pujian yang layak diberikan kepada selain-Nya. Atau perlakukanlah pujian orang kepadamu sebagai alat mengoreksi segala bentuk kelemahan, kekurangan, aib, cela, dan sifat burukmu. Dengan begitu, engkau akan senantiasa malu kepada-Nya sebab semua yang melekat kepadamu. Berharaplah pujian-Nya kepadamu, sebab hanya pujian-Nya yang bisa membuatmu tenteram. Jangan bersikap sok layak bila dosa atau kesalahanmu masih banyak!

Paginya baca, siangnya mengalami. Semoga aku bisa mengambil banyak hikmah dari sekelumit peristiwa ini. Jangan sampai pujian-pujian itu menanamkan benih riya dalam diri. Astaghfirullah, semoga terhindar! Jangan sampai mudah tersanjung, bisa tersandung lho. Ya, karena pujian sejatinya adalah ujian.
REDZone, 16 Desember 2010. 03:12
Aisya Avicenna

Tuesday, December 14, 2010

DEADLINE

Tuesday, December 14, 2010 0 Comments
SEMangat merANGkai KArya!!!

Akhir-akhir ini lomba menulis dan ajakan menulis antologi hadir bak cendawan di musim penghujan. Mulai dari event menulis surat untuk anak, menulis kisah nyata tentang guru kehidupan, menulis kisah inspiratif saat lebaran, menulis tentang permainan zaman dulu yang kini punah, sampai kisah nyata pernah bertemu makhluk dari dunia lain. Dari sekian banyak informasi perlombaan itu, ada beberapa event yang saya ikuti dan Alhamdulillah ada yang berhasil dan insya Allah akan diterbitkan. Hmm, tahu nggak? Beberapa karya yang lolos itu malah saya buat dan saya kirim saat menjelang deadline… DASAR!  Saya menulis dalam kondisi ‘underpressure’, tapi saat itu malah inspirasi datang dengan cepatnya. Alhamdulillah…

Sebagian dari kita mungkin berpendapat bahwa berada dalam tekanan (underpressure) sungguh tidak menyenangkan. Menggelisahkan. Aktivitas yang semestinya berlangsung dengan baik bila dilakukan pada kondisi normal justru jauh dari perkiraan.

Salah satu kondisi di bawah tekanan adalah saat menghadapi deadline. Deadline terkadang disalahtafsirkan (atau disalahtuliskan) sebagai dateline, garis tanggal, yaitu tanggal yang menjadi garis (batas). Deadline bisa diartikan sebagai garis mati, yakni batas di mana sebuah aktivitas hanya berlaku hingga batas tersebut. Lewat dari garis itu (dalam konteks waktu), aktivitas tersebut dianggap mati dan tidak berarti apa-apa, terlepas dari tingkat kesempurnaan dalam pelaksanaannya.

Saat dihadapkan pada deadline itulah, mau tidak mau saya harus mengerjakannya. Dan pada saat itulah banyak ‘kekuatan’ yang tiba-tiba muncul sampai akhirnya target itu dapat diselesaikan sebelum batas waktunya berakhir. Hmm, inilah yang disebut ‘the power of kepepet’ kali ya. Hingga pada akhirnya lahir sebuah pernyataan dalam diri: ternyata saya bisa juga seperti ini!

SEMANGAT MENULIS! Meski deadline mengejar! ^^v

Aisya Avicenna

Thursday, December 09, 2010

NILAI KITA

Thursday, December 09, 2010 0 Comments

Kita sama di hadapan-Nya
Tiada berbeda semua manusia
Nilai kita di hadapan-Nya
Hanyalah taqwa setulus jiwa
Ada masa kan kita lalui
Tuk temukan arti hakikat diri
Dan kan tiba waktu tuk kembali
Semua tak berarti...
Tak berarti lagi
Bukanlah harta yang meninggikan
Tak juga siapa yang melahirkan
Tetapi apa kita lakukan
Yang jelas menentukan
Dan bukan hanya kata yang menggambarkan
Siapa kita... siapa kita...
Tetapi apa kita lakukan
Yang jelas menentukan...
Siapa kita...


Jumat pagi yang indah. Duduklah di sebuah taman seorang kakek bersama kelima cucunya di bawah pohon beralaskan tikar pandan. Sang kakek sedang asyik membaca, sedangkan kelima cucunya tengah bermain ular tangga. Tiba-tiba sang kakek bertanya,
“Siapa di antara kalian yang mau uang 100.000?”

Kelima anak itu berhenti bermain dan serempak mengacungkan tangan sambil memasang muka manis penuh senyum dan harap. Sang kakek lalu berkata, “Kakek akan memberikan uang ini, setelah kalian semua melihat ini dulu.”

Kakek tersebut lalu meremas-remas uang Rp 100.000,00 itu hingga lusuh. Di remasnya terus hingga beberapa saat. Ia lalu kembali bertanya, “Siapa yang masih mau dengan uang yang lusuh ini?” Kelima cucunya masih tetap bersemangat mengangkat tangan.

“Terus... kalau kakek injak bagaimana?“ Kemudian, kakek itu menjatuhkan uang tersebut ke tanah dan menginjaknya dengan sepatu. Dipijak dan ditekannya dengan keras uang tersebut hingga kotor dan kumal. Beberapa saat kemudian, iamengambil kembali uang itu. Sang kakek kembali bertanya, “Siapa yang masih mau uang ini?”

Tetap saja. Kelima anak itu mengangkat tangan mereka. Bahkan hingga mengundang perhatian setiap orang. Dan akhirnya, hampir semua yang ada di taman itu mengacungkan tangan.
***
Apa inspirasi dan pelajaran yang bisa diambil dari cerita di atas???
Kita ketahui bahwa apapun yang dilakukan oleh sang Kakek, semua anak akan tetap menginginkan uang itu. Mengapa? karena tindakan kakek itu tidak akan mengurangi nilai dari uang yang dihadiahkan. Uang itu tetap akan bernilai Rp 100.000,00.

Nah, seringkali dalam hidup ini, kita merasa lusuh, kotor, tertekan, tidak berarti, terinjak, tak kuasa atas apa yang terjadi pada sekeliling kita, bahkan atas segala keputusan yang telah kita ambil. Kita merasa rapuh. Kita juga kerap mengeluh atas ujian yang diberikan-Nya. Kita seringkali merasa tak berguna, tak berharga di mata orang lain. Kita merasa disepelekan, diacuhkan dan tak dipedulikan oleh lingkungan kita. Under estimated deh!

Namun, percayalah, apapun yang telah, sedang, dan yang akan terjadi, kita tak akan pernah kehilangan nilai kita di mata Allah. Bagi-Nya, lusuh, kotor, tertekan, ternoda, selalu ada saat untuk ampunan dan maaf dari-Nya.

Nilai dari diri kita, tidak timbul dari apa yang kita sandang, atau dari apa yang kita dapat. Nilai diri kita akan dihitung dari ketaqwaan kita. Ber-ETIKA atau tidakkah kita. Seberapapun kita diinjak oleh ketidakadilan, kita akan tetap menjadi andalan. Syaratnya, jika kita konsisten dan komitmen (baca : istiqomah) dalam menjaga sikap kita.

Akhlak ialah bunga kehidupan kita. Cermin seberapa bernilainya manusia. Orang yang tidak mempunyai akhlak (akhlak yang baik tentunya...), meskipun ia berharta, tidak ada nilainya. Meskipun dia cantik, tapi jika sikapnya buruk dan tiada berakhlak, maka kecantikannya tiada berguna baginya. Begitu pula dengan orang yang berpangkat tinggi, tanpa akhlak, dia menjadi orang yang tak berarti.


Sekedar refreshing sambil ngutak-atik angka, jika kita mengandaikan huruf A-B-C-D-E-F- -dst sampai Z sebagai susunan angka 1-2-3-4-5-6-dst sampai 26 maka hanya dengan ATTITUDE kita bisa mendapatkan nilai 100. Namun, bila kita mencobanya dengan kata-kata lain maka nilainya tidak akan mencapai 100.
Buktinya apa….?


LOVE = L+O+V+E : 12+15+21+5 : 53
HARDWORK = H+A+R+D+W+O+R+K : …?
MONEY = M+O+N+E+Y : ... ?
SKILL = S+K+I+L+L : …?
Kita lihat sekarang bila dengan ATTITUDE = A+T+T+I+T+U+D+E : 1+20+20+9+20+21+4+5 : 100


Mengapa harus ATTITUDE? Sebab cara bersikap (baca : akhlak) kita dalam menghadapi segala sesuatu akan menentukan kesuksesan dalam menjalaninya. Sekarang saatnya mengubah sikap kita menjadi sikap yang positif.


"Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya baik baginya dan kebaikan itu tidak dimiliki kecuali oleh seorang mukmin. Apabila ia mendapat kesenangan ia bersyukur dan itulah yang terbaik untuknya. Dan apabila mendapat musibah ia bersabar dan itulah yang terbaik untuknya." (HR. Muslim).

LET’S START FROM OURSELVES!!!
Renungan pagi @ REDZone, hari ketiga di bulan Muharram
Aisya Avicenna

Tuesday, December 07, 2010

Tahun Baru, Status Baru!

Tuesday, December 07, 2010 0 Comments



Sudah Muharam lagi
Sudah tahun baru lagi
Selamat tahun baru kawan-kawan
Sudah tahun baru lagi
Belum juga tibakah saat kita menunduk
Memandang diri sendiri
Bercermin di remang Tuhan
Sebelum kita dihisabnya
Kawan, siapakah gerangan kita ini sebenanya
Muslimkah??? Mukmininkah?? Muttaqin??? Khalifah Allah kah?? Khoirul Ummatinkah kita???
Umat Muhammadkah kita???

Atau kita sama dengan makhluk lain
Atau bahkan lebih rendah lagi
Hanya budak-budak perut dan kelamin
Iman kita kepada Allah yang Ghaib rasanya lebih tipis dibandingkan dengan uang kertas seribuan bukan???
Syahadat kita rasanya seperti perut bedug atau pernyataan kosong pegawai rendahan
Sholat kita lebih cepat daripada menghirup kopi panas
Puasa kita rasanya sekedar merubah jadwal
Zakat kita jauuuh lebih berat dibandingkan tukang becak melepas penghasilannya
Haji-haji kita tak ubahnya tamasya-tamasya menghibur diri
Membuang dosa besar untuk mendapatkan label-label haji
Kawan, lalu bagaimana?? berapa lama kita pergi bersama-Nya??
Atau kita justru sibuk dan terlalu sibuk
Sibuk..sibuk menjalankan tugas
Mengatur bumi seisinya sebagai khalifah-khalifahNya
Kawan, tak terasa memang kita semakin pintar barangkali
Mungkin kedudukan kita sebagai khalifah mempercepat proses kematangan kita
Paling tidak, kita semakin pintar untuk berdalih
Kita pun memperkosa alam dan lingkungan demi ilmu pengetahuan
Kita lalu berkelahi demi menegakkan kebenaran
Kita melacur dan menipu demi keselamatan
Kita pamer, kita pamer kekayaan demi mensyukuri kenikmatan
Kita memukul, kita mencaci, kita menghina, demi pendidikan
Kita berbuat semaunya demi kemerdekaan
Kita pun membiarkan kemungkaran demi kedamaian
Pendek kata, demi sesuatu yang baik halallah semuanya sampai yang tidak baik
Lalu, kapan kita berhijrah??
Lalu kapan kita benar-benar menyadari sebuah tahun baru??
Muharam kita akan berarti
HARI INI atau TIDAK SAMA SEKALI!!!
(Renungan 1 Muharram – Starfive)
**
Alhamdulillah… Rasa syukur sudah seharusnya selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT, teristimewa hari ini karena kita bisa memulai lembaran baru khususnya bagi umat Islam sedunia. Mengenang kembali peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah pada 622 M silam. Nabi Muhammad SAW memutuskan hijrah ke Madinah karena masyarakat Mekah sudah tidak mau lagi menerima dakwahnya.

Hijrah itu sebagai langkah perubahan Nabi Muhammad SAW untuk merangkai sesuatu yang lebih baik di masyarakat Madinah. Di tempat yang baru, akhirnya Nabi Muhammad SAW ternyata berhasil membangun peradaban baru yang lebih mencerahkan. Peristiwa hijrah ke Madinah ini oleh sahabat Umar Bin Khattab dipakai sebagai awal penanggalan Islam.

Hari ini 1 Muharram 1432 H adalah tahun baru bagi umat Islam. Pada momentum tahun baru ini mari kita jadikan sebagai sarana “hijrah” menuju kehidupan yang lebih baik. Sebagai rasa syukur, mari kita memanfaatkannya untuk menginstropeksi diri atau bermuhasabah atas segala perencanaan, perbuatan dan program hidup yang telah dilakukan di tahun sebelumnya. Jadikan saat-saat seperti ini sebagai momen yang tepat bagi kita untuk selalu berinstropeksi diri tentang amal-ibadah apa yang sudah kita capai dan hal apa saja yang masih kurang dalam diri kita. Sehingga dengan instropeksi tersebut nantinya kita bisa memperbaiki dan memperbaharui kekurangan-kekurangan kita di masa depan dan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan.

Untuk memulai lembaran baru, cukup gunakan jurus 3M ala Aa’ Gym itu, yakni:
- Mulai dari diri sendiri
- Mulai dari hal yang paling kecil
- Mulailah saat ini juga.


Saatnya ganti STATUS!
Kalau sebelumnya MALAS, jadi RAJIN!
Kalau sebelumnya PESIMIS, jadi OPTIMIS!
Kalau sebelumnya PENAKUT, jadi PEMBERANI!
Kalau sebelumnya PECUNDANG, jadi PEMENANG!
Kalau sebelumnya .... (-), jadi... (+)! (diisi sendiri ya...)
**
Sebait Doa..

Ya Allah yang Maha Kuasa, Kau ciptakan manusia termasuk aku, dengan penuh kemuliaan, tetapi setelah ku tercipta, kujalani hidupku dengan kenistaan...
Hijrahku di tahun lalu masih jauh sekali dari kekurangan, aku sadar ya Allah bahwa aku masih sering melakukan dosa…
Aku masih kerap menyibukkan diri dengan urusan duniawi...
Ya Allah...
Kekhusyukan sholatku? Puasa sunahku? Bacaan dan hafalan Qur’anku? Qiyamul Lailku? Pun dengan ibadah yang lainnya... Astaghfirullah... Masih jauh dari target ideal yang aku tetapkan sendiri...
Dalam pergaulanku juga masih melakukan kesalahan di sana sini yang bisa membuat orang sakit hati, mungkin saja salah satunya yang membaca tulisan ini.
Ya Allah… aku memang tidak semulia pada saat Engkau ciptakan, tetapi semoga aku masih Engkau berikan kesempatan untuk terus berusaha mendapatkan kemuliaan itu kembali dihadapan-Mu sampai akhir hidupku..
Ya Allah berilah aku kesempatan untuk memperbaiki diriku ini...
Berikan aku kesempatan untuk lebih mendekatkan diriku pada-Mu ya Rabbi…
Berikan aku petunjuk agar aku selalu berada pada jalan yang Engkau ridhoi.
Aku akan berusaha mengubah segala sikap, sifat dan perbuatanku yang salah selama ini...
Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim, di awal tahun baru hijriyah 1 Muharam 1432H ini hamba bulatkan tekad untuk tetap teguh di jalan yang Engkau Rahmati dan Engkau Ridhoi...
Hanya kepada Engkau hamba memohon ampun, memohon pertolongan dan mohon kekuatan, semoga di tahun baru ini hamba bisa menjadi jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Semua atas izin-Mu, Ya Aziz....
Aamiin Ya Rabbal Alamin.
**
Telah tiba saatnya kembali..
Satu hari yang sangat dinanti...
Hari-hari yang penuh arti...
Tahun baru kita kali ini
Detik-detik telah kulewati
Tak terasakan olehku
Sampailah jua kita kembali…
Di Muharram kali ini
Belum tiba saatnya kita
Menunduk, memandang dan bercermin
Firman Tuhan Yang Maha Kuasa
Sebelum kita dihisab-Nya
Allah kurasakan imanku
Masih tipis terasa hampa
Syahadat, sholat, puasa, zakatku..
Belum-lah sempurna…
Tak tahu berapa lama
Kupergi bersamanya
Hingga kusadari arti tahun baru ini
Mogalah kita kan lebih baik lagi
Di Muharam kita kali ini….
(Muharram Kali ini – Starfive)

REDZone, 7 Desember 2010_06.22
Aisya Avicenna

1 Muharram 1432 H

Tuesday, December 07, 2010 0 Comments

Keutamaan Bulan Muharram
Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram atau bulan yang dimuliakan Allah. Empat bulan tersebut adalah, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Allah Ta’ala berfirman yamg artinya:
“Sesungguhnya jumlah bulan di kitabullah (Al Quran) itu ada dua belas bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, empat di antaranya adalah bulan-bulan haram” (QS. At Taubah: 36)
Kata Muharram artinya ‘dilarang’. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh masyarakat Jahiliyah. Pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya. Kemudian ketika Islam datang kemuliaan bulan haram ditetapkan dan dipertahankan sementara tradisi jahiliyah yang lain dihapuskan termasuk kesepakatan tidak berperang.
Bulan Muharram memiliki banyak keutamaan, sehingga bulan ini disebut bulan Allah (syahrullah). Beribadah pada bulan haram pahalanya dilipatgandakan dan bermaksiat di bulan ini dosanya dilipatgandakan pula. Pada bulan ini tepatnya pada tanggal 10 Muharram Allah menyelamatkan Nabi Musa as dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Mereka memuliakannya dengan berpuasa. Kemudian Rasulullah SAW menetapkan puasa pada tanggal 10 Muharram sebagai kesyukuran atas pertolongan Allah. Masyarakat Jahiliyah sebelumnya juga berpuasa. Puasa 10 Muharram tadinya hukumnya wajib, kemudian berubah menjadi sunnah setelah turun kewajiban puasa Ramadhan. Rasulullah saw. bersabda:
Dari Ibnu Abbas ra, bahwa nabi saw. ketika datang ke Madinah, mendapatkan orang Yahudi berpuasa satu hari, yaitu ‘Asyuraa (10 Muharram). Mereka berkata, “ Ini adalah hari yang agung yaitu hari Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun. Maka Nabi Musa as berpuasa sebagai bukti syukur kepada Allah. Rasulullah SAW. berkata, “Saya lebih berhak mengikuti Musa as. dari mereka.” Maka beliau berpuasa dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa” (HR Bukhari).
Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baiknya puasa setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah, Muharram. Dan sebaik-baiknya ibadah setelah ibadah wajib adalah shalat malam.” (HR Muslim)
Walaupun ada kesamaan dalam ibadah, khususnya berpuasa, tetapi Rasulullah SAW memerintahkan pada umatnya agar berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Yahudi, apalagi oleh orang-orang musyrik. Oleh karena itu beberapa hadits menyarankan agar puasa hari ‘Asyura diikuti oleh puasa satu hari sebelum atau sesudah puasa hari ‘Asyura.
Secara umum, puasa Muharram dapat dilakukan dengan beberapa pilihan. Pertama, berpuasa tiga hari, sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya, yaitu puasa tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. Kedua, berpuasa pada hari itu dan satu hari sesudah atau sebelumnya, yaitu puasa tanggal: 9 dan 10, atau 10 dan 11. Ketiga, puasa pada tanggal 10 saja, hal ini karena ketika Rasulullah saw memerintahkan untuk puasa pada hari ‘Asyura para sahabat berkata: “Itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, beliau bersabda: “Jika datang tahun depan insya Allah kita akan berpuasa hari kesembilan, akan tetapi beliau meninggal pada tahun tersebut.” (HR. Muslim).
Landasan puasa tanggal 11 Muharram didasarkan pada keumuman dalil keutamaan berpuasa pada bulan Muharram. Di samping itu sebagai bentuk kehati-hatian jika terjadi kesalahan dalam penghitungan awal Muharram.
Selain berpuasa, umat Islam disarankan untuk banyak bersedekah dan menyediakan lebih banyak makanan untuk keluarganya pada 10 Muharram. Tradisi ini memang tidak disebutkan dalam hadist, namun ulama seperti Baihaqi dan Ibnu Hibban menyatakan bahwa hal itu baik untuk dilakukan.
Demikian juga sebagian umat Islam menjadikan bulan Muharram sebagai bulan anak yatim. Menyantuni dan memelihara anak yatim adalah sesuatu yang sangat mulia dan dapat dilakukan kapan saja. Dan tidak ada landasan yang kuat mengaitkan menyayangi dan menyantuni anak yatim hanya pada bulan Muharram.
Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam sistem kalender Islam. Oleh karena itu salah satu momentum yang sangat penting bagi umat Islam yaitu menjadikan pergantian tahun baru Islam sebagai sarana umat Islam untuk muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah dilakukan dan rencana ke depan yang lebih baik lagi. Momentum perubahan dan perbaikan menuju kebangkitan Islam sesuai dengan jiwa hijrah Rasulullah saw dan sahabatnya dari Makkah dan Madinah.
Legenda Dan Mitos Muharram
Di samping keutamaan bulan Muharram yang sumbernya sangat jelas, baik disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi banyak juga legenda dan mitos yang terjadi di kalangan umat Islam menyangkut hari ‘Asyura.
Beberapa hal yang masih menjadi keyakinan di kalangan umat Islam adalah legenda bahwa pada hari ‘Asyura Nabi Adam diciptakan, Nabi Nuh as di selamatkan dari banjir besar, Nabi Ibrahim dilahirkan dan Allah Swt menerima taubatnya. Pada hari ‘Asyura Kiamat akan terjadi dan siapa yang mandi pada hari ‘Asyura diyakini tidak akan mudah terkena penyakit. Semua legenda itu sama sekali tidak ada dasarnya dalam Islam. Begitu juga dengan keyakinan bahwa disunnahkan bagi mereka untuk menyiapkan makanan khusus untuk hari ‘Asyura.
Sejumlah umat Islam mengaitkan kesucian hari ‘Asyura dengan kematian cucu Nabi Muhammad SAW, Husain saat berperang melawan tentara Suriah. Kematian Husain memang salah satu peristiwa tragis dalam sejarah Islam. Namun kesucian hari ‘Asyura
tidak bisa dikaitkan dengan peristiwa ini dengan alasan yang sederhana bahwa kesucian hari ‘Asyura sudah ditegakkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW jauh sebelum kelahiran Sayidina Husain. Sebaliknya, adalah kemuliaan bagi Husain yang kematiannya dalam pertempuran itu bersamaan dengan hari ‘Asyura.

Bid’ah di Bulan Muharram
Selain legenda dan mitos yang dikait-kaitkan dengan Muharram, masih sangat banyak bid’ah yang jauh dari ajaran Islam. Lebih tepat lagi bahwa bid’ah tersebut merupakan warisan ajaran Hindu dan Budha yang sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa yang mengaku dirinya sebagai penganut aliran kepercayaan. Mereka lebih dikenal dengan sebutan Kejawen.
Dari segi sistem penanggalan, memang penanggalan dengan sistem peredaran bulan bukan hanya dipakai oleh umat Islam, tetapi masyarakat Jawa juga menggunakan penanggalan dengan sistem itu. Dan awal bulannya dinamakan Suro. Sebenarnya penamaan bulan Suro, diambil dari ’Asyura yang berarti 10 Muharram. Kemudian sebutan ini menjadi nama bulan pertama bagi penanggalan Jawa.
Beberapa tradisi dan keyakinan yang dilakukan sebagian masyarakat Jawa sudah sangat jelas bid’ah dan syiriknya, seperti Suro diyakini sebagai bulan yang keramat, gawat dan penuh bala. Maka diadakanlah upacara ruwatan dengan mengirim sesajen atau tumbal kelaut. Sebagian yang lain dengan cara bersemedi mensucikan diri bertapa di tempat-tempat sakral (di puncak gunung, tepi laut, makam, gua, pohon tua, dan sebagainya) dan ada juga yang melakukan dengan cara lek-lekan ‘berjaga hingga pagi hari’ di tempat-tempat umum (tugu Yogya, Pantai Parangkusumo, dan sebagainya). Sebagian masyarakat Jawa lainnya juga melakukan cara sendiri yaitu mengelilingi benteng kraton sambil membisu.
Tradisi tidak mengadakan pernikahan, khitanan dan membangun rumah. Masyarakat berkeyakinan apabila melangsungkan acara itu maka akan membawa sial dan malapetaka bagi diri mereka.
Melakukan ritual ibadah tertentu di malam Suro, seperti selamatan atau syukuran, Sholat Asyuro, membaca Do’a Asyuro (dengan keyakinan tidak akan mati pada tahun tersebut) dan ibadah-ibadah lainnya. Semua ibadah tersebut merupakan bid’ah (hal baru dalam agama) dan tidak pernah ada contohnya dari Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam maupun para sahabatnya. Hadist-hadits yang menerangkan tentang Sholat Asyuro adalah palsu sebagaimana disebutkan oleh imam Suyuthi dalam kitab al-La’ali al-Masnu’ah.
Tradisi Ngalap Berkah dilakukan dengan mengunjungi daerah keramat atau melakukan ritual-ritual, seperti mandi di grojogan (dengan harapan dapat membuat awet muda), melakukan kirab kerbau bule (kiyai slamet) di kraton Kasunan Solo, thowaf di tempat-tempat keramat, memandikan benda-benda pusaka, bergadang semalam suntuk dan lain-lainnya. Ini semuanya merupakan kesalahan, sebab suatu hal boleh dipercaya mempunyai berkah dan manfaat jika dilandasi oleh dalil syar’i (Al Qur’an dan hadits) atau ada bukti bukti ilmiah yang menunjukkannya. Semoga Alloh Ta’ala menghindarkan kita dari kesyirikan dan kebid’ahan yang membinasakan.
Menyikapi berbagai macam tradisi, ritual, dan amalan yang jauh dari ajaran Islam, bahkan cenderung mengarah pada bid’ah, takahyul dan syirik, maka marilah kita bertobat kepada Allah dan melaksanakan amalan-amalan sunnah di bulan Muharram seperti puasa. Rasulullah saw. menjelaskan bahwa puasa pada hari ‘Asyura menghapuskan dosa-dosa setahun yang telah berlalu.
Dari Abu Qatadah ra. Rasululllah ditanya tentang puasa hari ‘asyura, beliau bersabda: “Saya berharap ia bisa menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang telah lewat.” (HR. Muslim).
Kita kini memasuki Tahun Baru Hijriyah, 1 Muharram 1432 H. Untuk itu, dianjurkan agar dalam menyambut tahun baru tersebut kita melakukan perenungan tentang:

1. Syukur atas Usia yang diberikan Allah
Umur adalah nikmat yang diberikan Allah pada kita, dan jarang kita syukuri. Sementara kita saat ini masih diberi Allah kesempatan untuk bertaubat, memperbaiki kesalahan yang kita perbuat, menambah amal shaleh sebagai bekal menghadap Allah.

2. Muhasabah (introspeksi diri) dan istighfar.
Ini adalah hal yang penting dilakukan setiap muslim. Karena sebuah kepastian bahwa waktu yang telah berlalu tidak mungkin akan kembali lagi, sementara disadari atau tidak kematian akan datang sewaktu-waktu dan yang bermanfaat saat itu hanyalah amal shaleh. Pergantian tahun bukan sekedar pergantian kalender di rumah kita, namun peringatan bagi kita apa yang sudah kita lakukan tahun lalu, dan apa yang akan kita perbuat esok.

3. Mengenang Hijrah Rasulullah SAW
Peristiwa hijrah ini seyogyanya kita ambil sebagai sebuah pelajaran berharga dalam kehidupan kita. Betapapun berat menegakkan agama Allah, tetapi seorang muslim tidak layak untuk mengundurkan diri untuk berperan di dalamnya.

-berbagai sumber-

SELAMAT TAHUN BARU HIJRIYAH, 1 MUHARRAM 1432 H…


Semoga keberkahan dan ridho Allah SWT senantiasa terlimpah pada kita semua… Aamiin…

REDZone, 7 Desember 2010_5.20
Aisya Avicenna

Thursday, December 02, 2010

Indahnya Penantian

Thursday, December 02, 2010 0 Comments

Ting... ting... ting...
Ada sepeda... sepedaku roda dua...
Kudapat dari ayah..
Karena rajin bekerja!

Waduw, sepertinya salah lirik nih!
Ulangi!

Ting... ting... ting....

Suara sendok berpadu dengan mangkok menghentikan suara ayam yang tengah merdu berkokok (anggap saja ada ayam yang bertengger di genting kostku pagi itu.)

Wah, abang tukang bubur ayam (selanjutnya disingkat ‘buryam’ ^^v) lewat. Saatnya beli sarapan!

“Bubur, Bang!” teriakku dari beranda lantai 2 saat melihat gerobak dorong buryam itu melintas di depan gerbang kost.

“Ya...” teriak si abang tukang buryam. Pagi-pagi dah teriak-meneriak nih!


Dengan mengenakan kostum batik merah hati (hari itu hari Selasa, hari terakhir di bulan November), aku mengambil mangkok berwarna hijau dari rak piring. Mangkok ini adalah bonus dari pembelian sebungkus detergen. Maklum, sebagai anak kost salah satu cara untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga –seperti alat makan gitu lah- salah satunya dengan membeli detergen yang berbonus mangkok. Hehe ^^v. Aplikasi dari hukum ekonomi!

Secara bergantian kaki kanan dan kiri menuruni anak tangga (kalau turun dari tangga jangan kedua kaki bersamaan ya, lhah... niru-niru gaya vampir dunk! ^^v). Sampai di lantai 1 lanjut membuka pintu yang sekarang formasi kuncinya sudah dimodifikasi sedemikian rupa oleh bapak kost setelah tragedi pembobolan kemarin. Ah, si maling itu masih membuat aku senewen saja kalau pulang malam. Semoga dia tidak berkenan lagi datang ke kostku... aamiin..

Keluar dari kost, aku membuka pintu gerbang dengan lebar 1 meter dan tinggi sekitar 1.5 meter yang terpasang manis di depan kostku. Pintu gerbang besi berwarna seperti jeruk impor dari China ini cara membukanya juga tak kalah canggih. Bapak kost memang kreatif pokoknya!

Keluar dari gerbang, aku belok kanan menuju lokasi ‘parkir’ abang buryam tadi. Subhanallah... Coba tebak, apa yang aku lihat???

1. Abang tukang buryam! (jawaban BENAR)
2. Gerobak dorong buryam! (jawaban BENAR)
3. Ayam bertengger di genteng rumah! (jawaban SALAH... hehe, ngaco aja!)
4. ....

Jawabannya adalah gabungan dari nomor 1 dan 2 ditambah koran! Nah lho, maksudnya waktu itu aku melihat ‘abang tukang buryam’ (jawaban noomor 1) sedang menghadap ‘gerobak dorong buryam’ (jawaban nomor 2) sambil membaca koran. Luar biasa, bukan? Menurutku sih, tak hanya luar biasa tapi SANGAT LUAR BIASA! Pagi itu abang tukang buryam mengajariku memaknai “INDAHNYA PENANTIAN”. Yup, dia menanti kedatanganku (halah...) –eits, lebih tepatnya kedatangan mangkokku untuk diisi buryam dan kedatangan uang 2000-ku sebagai rezekinya pagi ini- dengan membaca koran. Sebuah pelajaran yang sangat berharga buatku pagi ini.



Penantian adalah suatu ujian
Tetapkanlahku selalu dalam harapan
Karena keimanan tak hanya diucapkan
Adalah ketabahan menghadapi cobaan
(Penantian – Dans)

Bagi sebagian orang, menanti (menunggu) adalah pekerjaan yang membosankan. Apalagi kalau yang ditunggu adalah sesuatu yang tidak pasti. Misalnya, kita sudah berjanji dengan seorang teman untuk bertemu pada waktu yang sudah ditentukan. Pada waktu yang telah disepakati tersebut kita pun datang sesuai kesepakatan. Setelah beberapa saat berada di sana, teman kita itu tidak muncul-muncul. Satu jam berlalu, tapi tidak ada tanda kenampakan batang hidungnya. Lantas kita pun mencoba kontak melalui ponselnya. Ternyata hanya bunyi tu-la-lit yang terdengar lantaran ponselnya sedang tidak diaktifkan. Apa yang kita rasakan kemudian?? Sebel?? Bosan??? Atau mungkin khawatir jangan-jangan teman kita itu lupa akan janjinya?

Menurutku, buku adalah salah satu langkah preventif untuk mengurangi kesia-kesiaan waktu penantian. Ilmu bertambah, hati terjaga dari suudzon, mulut bebas dari gerutuan, dan kalau ada camilan bisa sekaligus sebagai upaya peningkatan gizi dan berat badan… ^^v

Sabarkanlahku menanti wujudnya mimpi
Tuluskan kusambut sepenuh jiwa ini
Di dalam asa diri menjemput berkah-Mu
Tibalah izin-Mu atas harapan ini
(Gubahan “Penantian” – Dans)


Dalam kehidupan kita sehari-hari, sebenarnya hidup kita penuh dengan masa penantian. Sebut saja, menanti hasil ujian masuk sekolah/perguruan tinggi, menanti hasil lamaran pekerjaan, menanti hasil tes CPNS (^^…pengalaman pribadi), menanti naskah diterima penerbit (buat para penulis nih), menanti jodoh (jodoh sih sebenarnya bukan dinanti, lha wong sudah ada dalam ketetapan-Nya… tinggal merangkai momentum yang tepat saja untuk bertemu…), dan menanti terwujudnya impian yang lainnya.

Namun, penantian bukanlah sebuah upaya pasif. Penantian merupakan suatu masa yang hadir setelah proses usaha. Penantian adalah tawakkal yang dikedepankan setelah proses ikhtiar. Secara bahasa Matematika (ciee…), PENANTIAN ada “jika dan hanya jika” telah dilakukan ikhtiar (usaha yang optimal). Ada mimpi, namun mesti ada aksi. Menanti tanpa didahului dengan usaha bukanlah sebuah penantian, namun hanya khayalan yang menggantung di jemuran.. eh, di awang-awang!

Rabbi….teguhkanlahku di penantian ini
Berikanlah cahaya terang-Mu selalu
Rabbi…..doa dan upaya hamba-Mu ini
Hanyalah bersandar semata padamu
(Penantian – Dans)


Ya, setelah usaha dijalankan, yang bisa dilakukan kemudian adalah bijak menanti hasil yang akan didapat. Setelah peluh dan keringat terkucur, penat dan lelah merangsek tubuh, tiada yang indah selain “BERSERAH”. Masa penantian tidak boleh menjadi masa yang kosong melompong. Alangkah baiknya bila kita mewarnainya dengan aktivitas-aktivitas yang bernilai. Bisa pula pada masa itu kita merancang beberapa rencana alternatif dengan mengukur probabilitas-probabilitas (statistiknya keluar nih…) yang terjadi semisal pada akhirnya patokan hasil yang kita inginkan belum tercapai. Dalam kamus hidup kita, tulislah bahwa “tidak ada waktu kosong” karena “apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakan dengan sungguh-sungguh urusan yang lain.” (Q.S. Al Insyirah : 7)


Man proposes, God disposes. Manusia hanya bisa berusaha, sedang hasil mutlak urusan Allah semata yang menentukan. Tapi, satu hal yang perlu diingat bahwa yang dinilai oleh Allah bukanlah seberapa besar hasil yang kita peroleh, namun lebih pada seberapa optimal kita menjalani proses. SEPAKAT???

Mematok target dari apa yang kita usahakan adalah sebuah keharusan, namun menerima hasil yang kita peroleh secara ikhlas dan arif juga tidak kalah pentingnya, karena “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” Atau “Bila kamu tidak menyukainya, (maka bersabarlah) karena bisa jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”[hayo… firmanNya di surat dan ayat berapa??? Buka Al Qur’annya ya… ^^]

So, ketika realita yang kita hadapi tidak seperti yang kita idealkan atau kita targetkan, kita harus bisa menerima keadaan itu sewajarnya. Karena bisa jadi Allah sedang menyimpan hikmah berlebih di baliknya yang baru bisa terungkap di kemudian hari.

Rabbi... ridhoilah penantianku ini
Hadirkanlah ketentraman di dalam hari
Rabbi….hanyalah pada-Mu lah doaku ini
Duhai tempat mengadu segala rasa diri
(Penantian – Dans)

Ketika pada saatnya impian kita menjadi nyata, jangan menjadi lupa diri ataupun takabur, sebab semua itu terjadi karena kehendak Allah Swt. BERSYUKURLAH!!!! Sebab penantianmu telah sampai pada ujungnya. Penantianmu telah tiba pada batas waktunya yang indah.

RedZone, 02122010
Untuk sebentuk impian… pada sebuah pilihan… dalam indahnya penantian…
Aisya Avicenna

Sunday, November 28, 2010

Insya Allah Khair...

Sunday, November 28, 2010 0 Comments

Menuliskan kisah ini membuat saya mengenang masa itu. Jumat, jam 11 siang di dekat mushola lantai 2 Gedung B FMIPA UNS, bersama adik-adik yang sangat bersemangat mengenal Islam lebih dekat. Kisah ini adalah salah satu kisah yang pernah saya sampaikan dalam sebuah pertemuan di Jumat itu...

Pada zaman dahulu hiduplah seorang raja yang mempunyai daerah kekuasaan yang sangat luas. Ia mempunyai seorang penasihat yang bijaksana. Suatu ketika sang raja bingung dengan apa yang akan ia lakukan. Ia pun bercerita kepada penasihatnya. “Wahai penasihat, aku bingung dengan diriku ini. Aku telah menjadi raja, tapi mengapa aku merasa hidupku ini tidak enak, aku merasa sepi”. Maka dengan senyum dan bijak sang penasihat menjawab “Wahai raja, lebih baik kau menikah, insya Allah khoir, insya Allah kau tidak merasa sepi”.

Maka sang raja menuruti apa kata penasihat. Akhirnya sang raja menikah. Benar saja, sang raja merasa sangat bahagia, ia tidak merasa sepi lagi. Namun sang raja merasa ada yang kurang, ia belum mempunyai anak. Setelah berbincang dengan penasihat, penasihat menganjurkan untuk memiliki anak. “Insya Allah khair,” kata penasehat. Maka akhirnya sang raja memilih untuk memiliki anak. Hingga akhirnya ia mempunyai seorang anak laki- laki.

Seiring berjalannya waktu sang anak pun tumbuh besar. Hingga akhirnya ia mulai memasuki bangku sekolah. Pada saat itu sang raja kembali bingung, anaknya akan disekolahkan di mana. Maka ia kembali berbicara pada penasihatnya. “Wahai penasihat bagaimana menurutmu, sekolah mana yang pantas untuk anakku ini?” tanya sang raja. Maka dengan bijaksna penasihat berkata “Sekolahkan saja anak raja ke negeri seberang, Insya Allah khair, itu lebih baik”. Maka dengan berat hati sang raja menyekolahkan anaknya ke negeri seberang.

Dengan perginya anaknya, maka sang raja merasa kesepian. Pada suatu malam ia mengupas buah apel. Namun apa gerangan, tangannya terkena pisau hingga mau putus. Sang raja merasa hatinya resah, ia menganggap itu pertanda kalau sedang terjadi sesuatu yang tidak baik pada anaknya. Maka ia kembali bicara pada penasihatnya. “Wahai penasihat, menurutmu apa yang sedang terjadi, aku merasa tidak enak, ini tanganku teriris pisau dan mau patah,” kata sang raja. Maka dengan muka senyum penasihat berkata ”Insya Allah khair”. Mendengar jawaban penasihat raja merasa jengkel karena dari dulu setiap dimintai pendapat penasihat menjawabnya “Insya Allah khair” terus. Sang raja marah dan akhirnya menjebloskan penasihat tersebut ke dalam penjara.


Sang raja mengangkat penasihat baru. Setelah itu mereka langsung berburu di hutan. Sang raja memang suka berburu. Dengan membawa segenap pasukan dan penasihatnya, raja berangkat berburu di hutan. Di tengah jalan, raja melihat seekor rusa. Dengan menunggangi kuda sang raja dan penasihat barunya mengejar rusa tersebut. Namun, tidak dengan para pengawalnya. Mereka kelelahan mengejar sang raja, karena mereka harus berlari. Hingga tanpa disadari tinggal sang raja dan penasihat yang mengejar buruannya.


Akhirnya sang raja mendapatkan posisi yang tepat untuk memanah rusa tersebut. Tanpa disadari, ternyata mereka berdua telah dikepung oleh kaum kanibal yang menghuni hutan tersebut. Di saat yang bersamaan, kaum kanibal tersebut sedang mencari manusia untuk upacara adat. Tanpa bisa berbuat apa-apa maka raja dan penasihat baru itu dibawa. Dengan posisi seperti akan disate maka penasihat baru tersebut dipanggang, hingga akhirnya ia meninggal dunia. Saat giliran sang raja yang akan dipanggang, ada seorang dari kaum kanibal melihat bahwa ada bagian tubuh yang rusak dari sang raja, yaitu jari tangannya hampir putus. Mereka juga tidak enak kalau mau memberi sesajen pada leluhurnya dengan barang yang cacat. Maka sang raja tidak jadi dipanggang dan akhirnya dilepaskan.


Dengan perasaan takut maka rajapun kembali ke istana. Sang raja langsung menemui penasihatnya yang tengah dipenjara.”Wahai penasihat ternyata kau benar, kalau jariku ini tidak terluka, maka aku bisa dipanggang oleh kaum kanibal di hutan tersebut,” kata sang raja sambil minta maaf. Dengan tersenyum sang penasihat berkata ”Saya juga berterima kasih pada Paduka Raja, karena telah menjebloskan saya ke penjara. Karena kalau tidak dipenjara, mungkin saya juga sudah dipanggang oleh kaum kanibal tersebut”.


Selamat mengambil pelajaran dari kisah ini...


Everytime you feel like you cannot go on
You feel so lost
That your so alone
All you is see is night
And darkness all around
You feel so helpless

You can`t see which way to go
Don`t despair and never loose hope
Cause Allah is always by your side
Insya Allah
Insya Allah you`ll find your way
Everytime you can make one more mistake
You feel you can`t repent
And that its way too late
You`re so confused, wrong decisions you have made
Haunt your mind and your heart is full of shame
Don`t despair and never loose hope
Cause Allah is always by your side
Insya Allah
Insya Allah you`ll find your way
Insya Allah
Insya Allah you`ll find your way
Turn to Allah
He`s never far away
Put your trust in Him
Raise your hands and pray
Ya Allah
Guide my steps don`t let me go astray
You`re the only one that showed me the way,
Showed me the way
Insya Allah
Insya Allah we`ll find the way
(Insya Allah-Maher Zain)

Saat Jakarta tengah batuk, 28 November 2010_14.24
Aisya Avicenna

Tuesday, November 23, 2010

PEMUDA BERKUDA PUTIH

Tuesday, November 23, 2010 0 Comments

Pada zaman dahulu, ada seorang raja yang mengatakan kepada seorang pemuda yang bekerja sebagai pemelihara kuda kerajaan. “Pilihlah salah satu kuda terbaik di kandang ini, tunggangi dan jangkaulah daerah sebanyak yang kamu mampu. Aku akan memberikan wilayah sebanyak yang kamu jangkau.”

Tentu saja, pemuda tadi tidak menyiakan kesempatan yang diberikan sang raja. Tanpa ragu dia memilih seekor kuda putih yang merupakan kuda terbaik di kerajaan. Kemudian dengan cepat ia melompat naik ke atas kudanya dan secepat mungkin pergi untuk menjangkau wilayah sebanyak mungkin.

Dia terus memacu kudanya. Tak kenal lelah. Terus mencambuk si kuda putih agar terus berlari. Ketika ia merasa lapar atau lelah, ia tak mau berhenti karena ia ingin memperoleh wilayah sebanyak mungkin. Pada akhirnya, ketika ia telah menjangkau wilayah yang cukup banyak, ia kelelahan dan sekarat.

Pemuda berkuda putih itu lantas bertanya kepada dirinya sendiri, “Mengapa aku memaksakan diriku begitu keras untuk menjangkau begitu banyak wilayah? Sekarang aku sekarat dan hanya memerlukan sebidang tanah yang sangat kecil untuk menguburkan diriku sendiri.”
***
Kisah di atas hampir sama dengan perjalanan hidup kita. Setiap hari kita kerap memaksa diri kita dengan keras (dalam bahasa Jawa : ngoyo) untuk menghasilkan lebih banyak “kepuasan duniawi”, baik itu uang, kekuasaan, atau sekedar ketenaran.

Kita sering mengabaikan kesehatan kita, waktu bersama keluarga, dan parahnya kita sering lupa mengetuk pintu-Nya. Tak pernah khusyu’ saat ‘menghadap’ pada-Nya. Terlalu larut dan hanyut dalam aktivitas duniawi yang terkadang memang membuat kita “puas”, tapi sebenarnya kepuasan itu akhirnya berujung pada kegelisahan hati.

Seringku merasa bertaqwa pada-Mu
Tapi itu hanya perasaan saja
Seringku berdosa pada-Mu Illahi
Tapi sering ku mengingkarinya
Seringku mengingat cinta-Mu Illahi
Tapi lebih sering ku menjauhinya
Sering ku terlena dengan dunia ini
Hingga menjadi hamba yang merugi
Hari demi hari terus kulalui
Dalam keadaan sepinya hati ini
Ku mengharap cinta Illahi
Dapat bersemi di hati
Hari ini kuakan berubah
Ke arah yang lebih baik lagi
Ku ingin mengabdi pada Illahi
Agar cinta-Mu terus di hati
(Sesal – Heru Herdiana)
***
Hidup ini rapuh, jika kita tak membentengi diri dengan iman dan taqwa.
Hidup ini singkat, jika kita membiarkan lewat begitu saja, bisa jadi hanya penyesalan yang kita bawa.
Hidup ini sangat indah, jika kita tak melulu memandang ke atas dan merasa iri dengan kepunyaan orang lain yang tak kita punya.
Hidup ini luar biasa, jika kita sadari bahwa kita adalah pemain kehidupan yang harus melakonkan peran kita dengan sebaik-baiknya.
Selamat merangkai kisah kehidupan dalam naungan kasih dan ridho-Nya!
***
Keimanan dan ketaqwaan kita jadikan bekal
Tuk hidup bahagia kelak di akhirat
Harta kekayaan tiada akan bernilai...
Di hadapan Allah, hanyalah amal yang sholih

Saat subuhku berteman rintik hujan, 231110_05.25
Aisya Avicenna

Mencintai Penanda Dosa

Tuesday, November 23, 2010 1 Comments

(Oleh : Salim A. Fillah)

Dalam hidup, Allah sering menjumpakan kita dengan orang-orang yang membuat hati bergumam lirih, “Ah, surga masih jauh.” Pada banyak kejadian, ia diwakili oleh orang-orang penuh cahaya yang kilau keshalihannya kadang membuat kita harus memejam mata.

Dalam tugas sebagai Relawan Masjid di seputar Merapi hari-hari ini, saya juga bersua dengan mereka-mereka itu. Ada suami-isteri niagawan kecil yang oleh tetangganya sering disebut si mabrur sebelum haji. Selidik saya menjawabkan, mereka yang menabung bertahun-tahun demi menjenguk rumah Allah itu, menarik uang simpanannya demi mencukupi kebutuhan pengungsi yang kelaparan dan kedinginan di pelupuk mata.

“Kalau sudah rizqi kami”, ujar si suami dengan mata berkaca nan manusiawi, “Kami yakin insyaallah akan kesampaian juga jadi tamu Allah. Satu saat nanti. Satu saat nanti.” Saya memeluknya dengan hati gerimis. Surga terasa masih jauh di hadapan mereka yang mabrur sebelum berhaji.

Ada lagi pengantin surga. Keluarga yang hendak menikahkan dan menyelenggarakan walimah putra-putrinya itu bersepakat mengalihkan beras dan segala anggaran ke barak pengungsi. Nikah pemuda-pemudi itu tetap berlangsung. Khidmat sekali. Dan perayaannya penuh doa yang mungkin saja mengguncang ‘Arsyi. Sebab semua pengungsi yang makan hidangan di barak nan mereka dirikan berlinangan penuh haru memohonkan keberkahan.

Catatan indah ini tentu masih panjang. Ada rumah bersahaja berkamar tiga yang menampung seratusan pelarian musibah. Untuk pemiliknya saya mendoa, semoga istana surganya megah gempita. Ada juru masak penginapan berbintang yang cutikan diri, membaktikan keahlian di dapur umum. Ada penjual nasi gudheg yang sedekahkan 2 pekan dagangannya bagi ransum para terdampak bencana. Semoga tiap butir nasi, serpih sayur, dan serat lelaukan bertasbih untuk mereka.

Ada juga tukang pijit dan tukang cukur yang keliling cuma-cuma menyegarkan raga-raga letih, barak demi barak. Ad dokter-dokter yang rela tinggalkan kenyamanan ruang berpendingin untuk berdebu-debu dan berjijik-jijik. Ada lagi para mahasiswa dan muda-mudi yang kembali mengkanakkan diri, membersamai dan menceriakan bocah-bocah pengungsi. Semua kebermanfaatan surgawi itu, sungguh membuat iri.
***
“Ah, surga masih jauh.”
Setelah bertaburnya kisah kebajikan, izinkan kali ini saya justru mengajak untuk menggumamkan keluh syahdu itu dengan belajar dari jiwa pendosa. Jiwa yang pernah gagal dalam ujian kehidupan dariNya. Mengapa tidak? Bukankah Al Quran juga mengisahkan orang-orang gagal dan pendosa yang berhasil melesatkan dirinya jadi pribadi paling mulia?
Musa pernah membunuh orang. Yunus bahkan sempat lari dari tugas risalah yang seharusnya dia emban. Adam juga. Dia gagal dalam ujian untuk tak mendekat pada pohon yang diharamkan baginya. Tapi doa sesalnya diabadikan Al Quran. Kita membacanya penuh takjub dan khusyu’. “Rabb Pencipta kami, telah kami aniaya diri sendiri. Andai Kau tak sudi mengampuni dan menyayangi, niscaya jadilah kami termasuk mereka yang rugi-rugi.” Mereka pernah menjadi jiwa pendosa, tetapi sikap terbaik memuliakan kelanjutan sejarahnya.
Kini izinkan saya bercerita tentang seorang wanita yang selalu mengatakan bahwa dirinya jiwa pendosa. Kita mafhum, bahwa tiap pendosa yang bertaubat, berhijrah, dan berupaya memperbaiki diri umumnya tersuasanakan untuk membenci apa-apa yang terkait dengan masa lalunya. Hatinya tertuntun untuk tak suka pada tiap hal yang berhubungan dengan dosanya. Tapi bagaimana jika ujian berikut setelah taubat adalah untuk mencintai penanda dosanya?
Dan wanita dengan jubah panjang dan jilbab lebar warna ungu itu memang berjuang untuk mencintai penanda dosanya.
“Saya hanya ingin berbagi dan mohon doa agar dikuatkan”, ujarnya saat kami bertemu di suatu kota selepas sebuah acara yang menghadirkan saya sebagai penyampai madah. Didampingi ibunda dan adik lelakinya, dia mengisahkan lika-liku hidup yang mengharu-birukan hati. Meski sesekali menyeka wajah dan mata dengan sapu tangan, saya insyaf, dia jauh lebih tangguh dari saya.
“Ah, surga masih jauh.”
Kisahnya dimulai dengan cerita indah di semester akhir kuliah. Dia muslimah nan taat, aktivis dakwah yang tangguh, akhwat yang jadi teladan di kampus, dan penuh dengan prestasi yang menyemangati rekan-rekan. Kesyukurannya makin lengkap tatkala prosesnya untuk menikah lancar dan mudah. Dia tinggal menghitung hari. Detik demi detik serasa menyusupkan bahagia di nafasnya.
Ikhwan itu, sang calon suami, seorang lelaki yang mungkin jadi dambaan semua sebayanya. Dia berasal dari keluarga tokoh terpandang dan kaya raya, tapi jelas tak manja. Dikenal juga sebagai ‘pembesar’ di kalangan para aktivis, usaha yang dirintisnya sendiri sejak kuliah telah mengentas banyak kawan dan sungguh membanggakan. Awal-awal, si muslimah nan berasal dari keluarga biasa, seadanya, dan bersahaja itu tak percaya diri. Tapi niat baik dari masing-masing pihak mengatasi semuanya.
Tinggal sepekan lagi. Hari akad dan walimah itu tinggal tujuh hari menjelang, ketika sang ikhwan dengan mobil barunya datang ke rumah yang dikontraknya bersama akhwat-akhwat lain. Sang muslimah agak terkejut ketika si calon suami tampak sendiri. Ya, hari itu mereka berencana meninjau rumah calon tempat tinggal yang akan mereka surgakan bersama. Angkahnya, ibunda si lelaki dan adik perempuannya akan beserta agar batas syari’at tetap terjaga.
“’Afwan Ukhti, ibu dan adik tidak jadi ikut karena mendadak uwak masuk ICU tersebab serangan jantung”, ujar ikhwan berpenampilan eksekutif muda itu dengan wajah sesal dan merasa bersalah. “’Afwan juga, adakah beberapa akhwat teman Anti yang bisa mendampingi agar rencana hari ini tetap berjalan?”
“Sayangnya tidak ada. ‘Afwan, semua sedang ada acara dan keperluan lain. Bisakah ditunda?”
“Masalahnya besok saya harus berangkat keluar kota untuk beberapa hari. Sepertinya tak ada waktu lagi. Bagaimana?”
Akhirnya dengan memaksa dan membujuk, salah seorang kawan kontrakan sang Ukhti berkenan menemani mereka. Tetapi bi-idzniLlah, di tengah jalan sang teman ditelepon rekan lain untuk suatu keperluan yang katanya gawat dan darurat. “Saya menyesal membiarkannya turun di tengah perjalanan”, kata muslimah itu pada saya dengan sedikit isak. “Meskipun kami jaga sebaik-baiknya dengan duduk beda baris, dia di depan dan saya di belakang, saya insyaf, itu awal semua petakanya. Kami terlalu memudah-mudahkan. AstaghfiruLlah.”
Ringkas cerita, mereka akhirnya harus berdua saja meninjau rumah baru tempat kelak surga cinta itu akan dibangun. Rumah itu tak besar. Tapi asri dan nyaman. Tidak megah. Tapi anggun dan teduh.
Saat sang muslimah pamit ke kamar mandi untuk hajatnya, dengan bantuan seekor kecoa yang membuatnya berteriak ketakutan, syaithan bekerja dengan kelihaian menakjubkan. “Di rumah yang seharusnya kami bangun surga dalam ridhaNya, kami jatuh terjerembab ke neraka. Kami melakukan dosa besar terlaknat itu”, dia tersedu. Saya tak tega memandang dia dan sang ibunda yang menggugu. Saya alihkan mata saya pada adik lelakinya di sebalik pintu. Dia tampak menimang seorang anak perempuan kecil.
“Kisahnya tak berhenti sampai di situ”, lanjutnya setelah agak tenang. “Pulang dari sana kami berada dalam gejolak rasa yang sungguh menyiksa. Kami marah. Marah pada diri kami. Marah pada adik dan ibu. Marah pada kawan yang memaksa turun di jalan. Marah pada kecoa itu. Kami kalut. Kami sedih. Merasa kotor. Merasa jijik. Saya terus menangis di jok belakang. Dia menyetir dengan galau. Sesal itu menyakitkan sekali. Kami kacau. Kami merasa hancur.”

Dan kecelakaan itupun terjadi. Mobil mereka menghantam truk pengangkut kayu di tikungan. Tepat sepekan sebelum pernikahan.
“Setelah hampir empat bulan koma”, sambungnya, “Akhirnya saya sadar. Pemulihan yang sungguh memakan waktu itu diperberat oleh kabar yang awalnya saya bingung harus mengucap apa. Saya hamil. Saya mengandung. Perzinaan terdosa itu membuahkan karunia.” Saya takjub pada pilihan katanya. Dia menyebutnya “karunia”. Sungguh tak mudah untuk mengucap itu bagi orang yang terluka oleh dosa.
“Yang lebih membuat saya merasa langit runtuh dan bumi menghimpit adalah”, katanya terisak lagi, “Ternyata calon suami saya, ayah dari anak saya, meninggal di tempat dalam kecelakaan itu.”
“SubhanaLlah”, saya memekik pelan dengan hati menjerit. Saya pandangi gadis kecil yang kini digendong oleh sang paman itu. Engkaulah rupanya Nak, penanda dosa yang harus dicintai itu. Engkaulah rupanya Nak, karunia yang menyertai kekhilafan orangtuamu. Engkaulah rupanya Nak, ujian yang datang setelah ujian. Seperti perut ikan yang menelan Yunus setelah dia tak sabar menyeru kaumnya.
“Doakan saya kuat Ustadz”, ujarnya. Tiba-tiba, panggilan “Ustadz” itu terasa menyengat saya. Sergapan rasa tak pantas serasa melumuri seluruh tubuh. Bagaimana saya akan berkata-kata di hadapan seorang yang begitu tegar menanggung semua derita, bahkan ketika keluarga almarhum calon suaminya mencampakkannya begitu rupa. Saya masih bingung alangkah teganya mereka, keluarga yang konon kaya dan terhormat itu, mengatakan, “Bagaimana kami bisa percaya bahwa itu cucu kami dan bukan hasil ketaksenonohanmu dengan pria lain yang membuat putra kami tersayang meninggal karena frustrasi?”
“Doakan saya Ustadz”, kembali dia menyentak. “Semoga keteguhan dan kesabaran saya atas ujian ini tak berubah menjadi kekerasan hati dan tak tahu malu. Dan semoga sesal dan taubat ini tak menghalangi saya dari mencintai anak itu sepenuh hati.” Aduhai, surga masih jauh. Bahkan pinta doanya pun menakjubkan.
Allah, sayangilah jiwa-jiwa pendosa yang memperbaiki diri dengan sepenuh hati. Allah, jadikan wanita ini semulia Maryam. Cuci dia dari dosa-dosa masa lalu dengan kesabarannya meniti hari-hari bersama sang buah hati. Allah, balasi tiap kegigihannya mencintai penanda dosa dengan kemuliaan di sisiMu dan di sisi orang-orang beriman. Allah, sebab ayahnya telah Kau panggil, kami titipkan anak manis dan shalihah ini ke dalam pengasuhanMu nan Maha Rahman dan Rahim.
Allah, jangan pula izinkan hati kami sesedikit apapun menghina jiwa-jiwa pendosa. Sebab ada kata-kata Imam Ahmad ibn Hanbal dalam Kitab Az Zuhd yang selalu menginsyafkan kami. “Sejak dulu kami menyepakati”, tulis beliau, “Bahwa jika seseorang menghina saudara mukminnya atas suatu dosa, dia takkan mati sampai Allah mengujinya dengan dosa yang semisal dengannya.”

-salim a. fillah, www.safillah.co.cc-
***
NB: sahibatul hikayah berpesan agar kisah ini diceritakan untuk berbagi tentang betapa pentingnya menjaga iman, rasa taqwa, dan tiap detail syari’atNya di tiap langkah kehidupan. Juga agar ada pembelajaran untuk kita bisa memilih sikap terbaik menghadapi tiap uji kehidupan. Semoga Allah menyayanginya.

Wednesday, November 10, 2010

Pidato Bung Tomo

Wednesday, November 10, 2010 0 Comments

Bismillahirrohmanirrohim..
MERDEKA!!!

Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia
Terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya
Kita semuanya telah mengetahui bahwa hari ini
Tentara inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet, yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua
Kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan
Menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara jepang
Mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan
Mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera puitih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka

Saudara-saudara
Di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau, kita sekalian telah menunjukkan
Bahwa rakyat Indonesia di Surabaya
Pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku
Pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi
Pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali
Pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan
Pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera
Pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di surabaya ini
Di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing
Dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung
Telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol
Telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana

Hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara
Dengan mendatangkan presiden dan pemimpin2 lainnya ke Surabaya ini
Maka kita ini tunduk utuk memberhentikan pentempuran
Tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri
dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya

Saudara-saudara kita semuanya
Kita bangsa indonesia yang ada di Surabaya ini
Akan menerima tantangan tentara inggris itu
Dan kalau pimpinan tentara inggris yang ada di Surabaya
Ingin mendengarkan jawaban rakyat Indoneisa
Ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indoneisa yang ada di Surabaya ini

Dengarkanlah ini tentara inggris!
Ini jawaban kita
Ini jawaban rakyat Surabaya
Ini jawaban pemuda Indoneisa kepada kau sekalian!!!

Hai tentara inggris!!!
Kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu
Kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu
Kau menyuruh kita membawa senjata2 yang telah kita rampas dari tentara jepang untuk diserahkan kepadamu
Tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita
Untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada
Tetapi inilah jawaban kita:

"Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih. Merah dan Putih, maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga!"

Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah! keadaan genting!
Tetapi saya peringatkan sekali lagi
Jangan mulai menembak
Baru kalau kita ditembak
Maka kita akan ganti menyerang mereka itu
Kita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka!

Dan untuk kita saudara-saudara
Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka!
Semboyan kita tetap: MERDEKA atau MATI!!
Dan kita yakin saudara-saudara
Pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita
Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar!
Percayalah saudara-saudara
Tuhan akan melindungi kita sekalian

Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
MERDEKA!!!

---

Semoga bangsa ini benar-benar merdeka.
Merdeka dari segala macam bentuk penjajahan.

Selamat Hari Pahlawan!

***
Langkah kakinya tak sempurna. Ada seuntai platina terpasang di kaki kirinya. Peluru tentara musuhlah yang membuatnya demikian. Kondisi itu tak menyurutkan semangat juangnya, bahkan hingga ruhnya kembali pada Sang Penguasa, di istana kita dini hari itu... Dan semua berduka sekaligus bangga melepas kepergiannya!

~10 November, selamat hari ...pahlawan! Buat kakekku, semoga segala bentuk perjuanganmu diterima di sisi-Nya.. Aamiin...~

Friday, October 29, 2010

Inspirasi di Altar Senja

Friday, October 29, 2010 0 Comments


berdiri di altar senja...

adakah di sana?

***
Juang Cinta Para Wanita


“Wahai Abu Utsman,” kata perempuan itu, “Sungguh aku mencintaimu.”

Suasana hening sejenak. “Aku memohon, atas nama Allah, agar sudilah kiranya engkau menikahiku,” lanjutnya.

Lelaki yang bernama lengkap Abu Utsman An Naisaburi itu diam. Ada keterkejutan dan kegamangan dalam dirinya tatkala mendengar perkataan perempuan yang datang kepadanya itu. Ia tidak mengenal perempuan ini dengan baik. Namun, tiba-tiba saja perempuan ini datang menemuinya dan menyatakan rasa cintanya yang dalam kepadanya. Bahkan saat itu pula, atas nama Allah, perempuan itu meminta pada Abu Utsman untuk menikahinya. Seakan keterkejutan yang dirasakan Abu Utsman bertumpuk-tumpuk di atmosfir hatinya.

Abu Utsman diam. Memikirkan keputusan apa yang hendak diambilnya. Sebagai seorang pemuda, ia dihadapkan pada sebuah keputusan besar dalam hidupnya. Sebuah keputusan yang mungkin akan dijalaninya selama lebih dari separuh usianya dan separuh imannya. Selama ini keluarganya senantiasa mendorongnya untuk segera meminang salah seorang perempuan shalihah di wilayah itu. Namun, ia selalu menolak dorongan dari keluarganya itu hingga hari ini. Maka, sampai sekarang ia masih juga membujang. Ia akan mengambil sebuah keputusan besar dalam hidupnya, termasuk segala konsekuensi yang menyertainya.

Imam Abul Faraj Abdurahman ibnu Al Jauzi menuliskan dalam salah satu kitabnya, Shaidul Khathir, bahwa Abu Utsman kemudian datang ke rumah si perempuan. Ia mendapati orangtua si perempuan adalah orang yang miskin. Namun, keputusannya tetaplah bulat untuk meminang si perempuan yang datang menyatakan cinta kepadanya itu. Terlebih lagi karena perempuan itu memintanya untuk menikahinya. Ia menyaksikan kebahagiaan yang berlimpah pada orangtua si perempuan mendengar bahwa putrinya dipinang oleh Abu Utsman, lelaki yang berilmu, tampan, shalih, penyabar, setia, jujur, tulus, dan terhormat.

Mereka pun menikah. Hingga akhirnya sang istri itu meninggal dunia lima belas tahun kemudian. Namun, sejak malam pengantin mereka ada kisah yang baru terungkap setelah kematian sang istri. “Ketika perempuan itu datang menemuiku,” kisahnya, “Barulah aku tahu kalau matanya juling dan wajahnya sangat jelek dan buruk. Namun, ketulusan cintanya padaku telah mencegahku keluar dari kamar. Aku pun terus duduk dan menyambutnya tanpa sedikit pun mengekspresikan rasa benci dan marah. Semua demi menjaga perasaannya. Walaupun aku bagai berada di atas panggang api kemarahan dan kebencian.”

Ah, kita jangan marah pada Abu Utsman yang mengharapkan istri yang cantik dan sempurna, tapi kemudian hanya mendapatkan istri juling dan buruk wajah. Itu merupakan sisi manusiawi dari lelaki yang menginginkan kecantikan dan kesempurnaan dari pendamping hidupnya. “Begitulah kulalui lima belas tahun dari hidupku bersamanya hingga dia meninggal,” lanjutnya berkisah. “Maka, tiada amal yang paling kuharapkan pahalanya di akhirat, selain masa-masa lima belas tahun dari kesabaran dan kesetiaanku menjaga perasaannya dan ketulusan cintanya.” Kesetiaan itu adalah bintang di langit kebesaran jiwa, kata Anis Matta.

Sungguh, saya sangat kagum dengan sepasang suami istri ini. Meskipun cinta di antara mereka tidak pernah benar-benar ada dalam masa-masa lima belas tahun perkawinan itu, tapi perjuangan cinta si perempuan sangat luar biasa di mata saya. Meskipun sang perempuan itu tahu bahwa ia bermata juling, meskipun ia tahu bahwa ia hanya anak orang miskin, meskipun ia tahu bahwa ia bukan perempuan berwajah cantik satin, tapi ia memperjuangkan cintanya untuk membersamai orang yang dicintainya itu. Ia berhasil membersamainya dalam masa lima belas tahun hingga maut datang menjemput. Ia memang tidak tahu bahwa selama masa itu sang suami, Abu Utsman An Naisaburi, tidak pernah benar-benar mencintainya. Namun, Abu Utsman membuktikan bahwa ia adalah lelaki yang setia, tulus, sabar, dan senantiasa menjaga perasaan sang istri yang demikian tulus mencintainya. Bagi saya, semua hal itu adalah bagian dari cintanya, hanya saja bentuknya yang sedikit berbeda. Sungguh, saya sangat kagum dengan sepasang suami istri ini. Semua bermula tatkala si perempuan itu menyatakan dan memperjuangkan cintanya.

Ada pula kisah lain dari shahabiyah Rasulullah. Namanya Khansa’ binti Khaddam Al Anshariyah. Ia adalah salah seorang perempuan Madinah dari Bani Aus yang berstatus janda. Khaddam, sang ayah Khansa’, mengawinkannya dengan seorang lelaki yang juga berasal dari Bani Aus. Namun, ia tidak menyukai lelaki itu dan sebenarnya ia telah menyukai lelaki lain. Maka, berangkatlah Khansa’ menemui Rasulullah. Ia menceritakan kasus perselisihannya dengan sang ayah dan mengutarakan hasrat hatinya bahwa ia mencintai lelaki lain itu. Rasulullah pun memanggil sang ayah dan memerintahkan kepadanya untuk memberikan kebebasan kepada putrinya dalam memilih calon suaminya sendiri.

“Sesungguhnya,” tutur para imam hadits dalam kitab mereka, “Ayahnya menikahkan dia, sedangkan dia seorang janda maka ia tidak suka pernikahan itu, kemudian datang kepada Rasulullah. Maka Rasulullah menolak pernikahannya.” Hanya Imam Muslim yang tidak mencatat riwayat dari Khansa’ binti Khaddam Al Anshariyah ini.

Khansa’ binti Khaddam Al Anshariyah pun memilih. Ia memutuskan untuk meninggalkan perkawinan paksaan sang ayah dan menginginkan dinikahi oleh orang yang dicintainya. Dalam Shahifah Amru bin Syaibah, disebutkan bahwa lelaki itu terlebih dahulu meminang Khansa’ dan sudah diterima Khansa’. Nama lelaki itu adalah Abu Lubabah bin Abdil Mundzir. Ia adalah salah seorang sahabat utama yang menghadiri Bai’atul Aqabah kedua, ia adalah wakil Rasulullah di Madinah saat Perang Badar untuk menjaga keamanan dan ketertiban penduduk kota Madinah, anak-anak, kaum perempuan, kebun buah-buahan. Ia juga ditugasi untuk memberi makanan pada warga yang kelaparan dan memenuhi kebutuhan semua warga yang ada, baik anak-anak maupun orang tua sampai pasukan yang berada di jalan Allah itu kembali. Dengan lelaki mulia inilah Khansa’ menjatuhkan pilihannya, ia menikah dengan lelaki yang dicintainya. Ia menikah dengan lelaki yang diperjuangkannya hingga melibatkan keputusan Rasulullah atas pemaksaan sang ayah. Dari pernikahan mereka itu lahirlah seorang perempuan bernama Lubabah.

Pada Khansa’ binti Khaddam Al Anshariyah pula kita berterimakasih atas pelajaran penting tentang larangan pemaksaan menikah dari orang tua jika sang putri tidak menyukai calon suaminya. Dari Khansa’ pula kita belajar tentang hak-hak perempuan dalam syariat Islam dan menjalankan hidupnya sebagai bagian dari sistem struktur masyarakat madani. Semua bermula tatkala si perempuan itu menyatakan dan memperjuangkan cintanya.

Kisah hidup perempuan paling mulia di zamannya pun melakoni episode perjuangan cinta ini.

“Sebenarnya ia orang biasa,” kata perempuan mulia itu. Dr Thaha Husain menuliskan fragmen ini dalam saduran kisahnya yang dinukil oleh Saefulloh Muhammad Satori dalam Romantika Rumah Tangga Nabi. Perempuan mulia ini bernama Khadijah binti Khuwailid. Sedangkan orang yang dibicarakannya adalah Muhammad bin Abdullah yang kala itu berusia sekitar dua puluh lima tahun. “Saya kenal ibunya. Saya kenal ayahnya, dan saya turut hadir pada waktu ia baru lahir,” terangnya.

Dalam pandangan Khadijah, sosok Muhammad muda adalah sosok dengan kebaikan yang melimpah, kewibawaan lelaki, kepercayaan amanah, dan pesona jiwa yang tak mampu tersembunyikan oleh kerasnya hidup yang dilaluinya. Sebentuk empati pada Muhammad muda menunas di hatinya. Segala kabar miring yang pernah didengarnya dari orang-orang yang mengatakan bahwa kedudukan Muhammad hanyalah seorang penggembala kambing penduduk Mekah tertepis dengan sendirinya menyaksikan amanahnya pada lelaki itu terlaksana dengan gemilang.

Rasa empati di dalam hati Khadijah bertransformasi, lembut, lambat dan menumbuh pelan, pasti. Rasa empati itu semakin lama berbunga cinta. Ia merasakan perasaan manusiawi terhadap lelaki mulia yang menjadi pekerjanya itu. Dan seperti bentuk cinta jiwa lainnya, cinta yang dirasakannya menginginkan balasan dan penghalalan di singgasana pernikahan. Namun, ia masih merasakan keraguan di dalam dirinya untuk membersamai sang lelaki mulia itu. Sebelumnya, ia telah menikah dengan Atiq bin Aid bin Abdullah Al Makhzumi dan Abu Halah Hindun bin Zarrah At Tamimi. Bahkan ia telah memiliki putri yang sudah berada di usia nikah dan seorang putra lagi. Saat itu Khadijah berusia sekitar empat puluh tahun. Selisih usianya dengan Muhammad sekitar lima belas tahun.

Dalam kebimbangan itu, datanglah kawan karibnya yang bernama Nafisah binti Munayyah. Ia adalah kawan Khadijah dimana ia banyak mendengarkan keinginan-keinginan hati Khadijah. Dan kali ini termasuk tentang rasa cintanya terhadap Muhammad dan hasrat hatinya untuk menjadi istri dari lelaki yang dicintainya itu. Nafisah pun mengerti. Ia menawarkan bantuannya untuk menjadi utusan rindu antara Khadijah dan Muhammad.

Segera ditemuinya Muhammad. Ditanyalah lelaki mulia ini alasan-alasan mengapa ia belum juga menikah. Ia juga menjelaskan kepada Muhammad tentang keutamaan-keutamaan bagi orang yang menikah yang didampingi seorang istri yang setia. Muhammad muda termangu membayangkan idealisme yang dijabarkan nafisah dan realita yang dihadapinya di masa lalu dan kini.

“Aku tidak tahu dengan apa aku dapat beristri…?” jawab Muhammad dengan pertanyaan retoris.

“Jika ada seorang perempuan cantik, hartawan, dan bangsawan yang menginginkan dirimu, apakah engkau bersedia menerimanya?” tanya Nafisah balik.

Syaikh Shafiyurahman Al Mubarakfuri dalam Rahiq Al Makhtum menyebutkan bahwa Nafisah binti Munayyah bergegas menemui Muhammad muda dan membeberkan rahasia Khadijah tersebut dan menganjurkannya untuk menikahi Khadijah. Muhammad pun menyetujuinya dan merundingkan hal itu dengan paman-pamannya. Kemudian mereka mendatangi paman Khadijah untuk melamarnya bagi Muhammad. Pernikahan pun segera berlangsung dengan dihadiri oleh Bani Hasyim dan para pemimpin suku Mudhar. Muhammad menyerahkan mahar sebanyak dua puluh ekor unta muda.

“Muhammad,” kata Abu Thalib, sang paman, dalam Romantika Rumah Tangga Nabi, “Adalah seorang pemuda yang mempunyai beberapa kelebihan dan tidak ada bandingannya di kalangan kaum Quraisy. Ia melebihi semua pemuda dalam hal kehormatan, kemuliaan, keutamaan, dan kecerdasan. Walaupun ia bukan termasuk orang kaya, tapi kekayaan itu dapat lenyap. Sebab setiap titipan atau pinjaman pasti akan diminta kembali. Sesungguhnya Muhammad mempunyai keinginan khusus terhadap Khadijah binti Khuwailid, begitu pula sebaliknya…”

Tentu saja kisah cinta Khadijah – Muhammad adalah kisah yang sarat dengan hikmah dan berlimpah berkah. Dua orang mulia bertemu dalam singgasana pernikahan yang sama. Bergemuruh oleh kerja-kerja cinta di antara keduanya. Saling melengkapi di antara keduanya. Dan kematangan serta sikap keibuan Khadijah adalah energi gerak dan penenang jiwa tatkala sang suami memikul amanah langit dan menyampaikan dua kalimat keadilan. Penyiksaan psikis pun bisa dikikis oleh rasa kasih dan sayang Khadijah pada Muhammad, Rasulullah.

Kita tidak tahu apa yang akan terjadi seandainya Khadijah hanya berdiam diri menunggu takdir cintanya kepada Muhammad. Bisa jadi Rasulullah tetap akan meminang Khadijah. Namun, bisa jadi hal lain yang terjadi, yakni tidak terjadi apa-apa di antara keduanya. Dan tentu ceritanya akan lain jika Khadijah tidak menikah dengan Muhammad. Namun, sejarah cukup membuktikan bahwa takdir telah diciptakan oleh Khadijah dengan mengutarakan rasa cintanya melalui kawan karibnya, dan takdir ciptaannya itu pun berjodoh dengan takdir ilahi. Khadijah memang perempuan mulia, dan kemuliaannya itu tidak mengurangi kekuatan dirinya untuk memperjuangkan rasa cintanya. Dan cinta Khadijah – Muhammad pun mengabdi di langit jiwa sejarah manusia. Semua bermula tatkala perempuan mulia itu menyatakan dan memperjuangkan cintanya.

Kita seringkali tidak memahami bahwa kehidupan berjalan dalam siklus pilihan, keputusan, dan konsekuensi. Kisah-kisah hidup perempuan-perempuan ini memang berakhir bahagia dalam perjuangan cintanya untuk membersamai lelaki yang dicintainya. Namun, ada juga kisah yang tidak gemilang, bahkan berkesan coretan buram menghitam dalam sejarah perjuangan cinta, jika boleh kita sebut cinta. Mari kita simak kisahnya sebagaimana dituturkan Salim A Fillah dalam Jalan Cinta dengan menukil dari Raudhatul Muhibbin dan Taujih Ruhiyah.

Ini kisah tentang seorang gadis yang sebegitu cantiknya. Dialah sang bunga di sebuah kota yang harumnya semerbak hingga negeri-negeri tetangga. Tak banyak yang pernah melihat wajahnya, sedikit yang pernah mendengar suaranya, dan bisa dihitung jari orang yang pernah berurusan dengannya. Dia seorang pemilik kecantikan yang terjaga bagaikan bidadari di taman surga.

Sebagaimana wajarnya, sang gadis juga memendam cinta. Cinta itu tumbuh, anehnya, kepada seorang pemuda yang belum pernah dilihatnya, belum pernah dia dengar suaranya, dan belum tergambar wujudnya dalam benak. Hanya karena kabar. Hanya karena cerita yang beredar. Bahwa pemuda ini tampan bagai Nabi Yusuf zaman ini. Bahwa akhlaqnya suci. Bahwa ilmunya tinggi. Bahwa keshalihannya membuat iri. Bahwa ketaqwaannya telah berulang kali teruji. Namanya kerap muncul dalam pembicaraan dan doa para ibu yang merindukan menantu.

Gadis pujaan itu telah kasmaran sejak didengarnya sang bibi berkisah tentang pemuda idaman. Tetapi begitulah, cinta itu terpisah oleh jarak, terkekang oleh waktu, tersekat oleh rasa asing dan ragu. Hingga hari itu pun tiba. Sang pemuda berkunjung ke kota si gadis untuk sebuah urusan. Dan cinta sang gadis tak lagi bisa menunggu. Ia telah terbakar rindu pada sosok yang bayangannya mengisi ruang hati. Meski tak pasti adakah benar yang ia bayangkan tentang matanya, tentang alisnya, tentang lesung pipitnya, tentang ketegapannya, tentang semuanya. Meski tak pasti apakah cintanya bersambut sama.

Maka ditulisnyalah surat itu, memohon bertemu. Dan ia mendapat jawaban. ”Ya”, katanya.

Akhirnya mereka bertemu di satu tempat yang disepakati. Berdua saja. Awal-awal tak ada kata. Tapi bayangan masing-masing telah merasuk jauh menembus mata, menghadirkan rasa tak karuan dalam dada. Dan sang gadis yang mendapati bahwa apa yang ia bayangkan tak seberapa dibanding aslinya; kesantunannya, kelembutan suaranya, kegagahan sikapnya. Ia berkeringat dingin. Tapi diberanikannya bicara, karena demikianlah kebiasaan yang ada pada keluarganya.

”Maha Suci Allah”, kata si gadis sambil sekilas kembali memandang, ”Yang telah menganugerahi engkau wajah yang begitu tampan.”

Sang pemuda tersenyum. Ia menundukkan wajahnya. ”Andai saja kau lihat aku”, katanya, ”Sesudah tiga hari dikuburkan. Ketika cacing berpesta membusukkannya. Ketika ulat-ulat bersarang di mata. Ketika hancur wajah menjadi busuk bernanah. Anugerah ini begitu sementara. Janganlah kau tertipu olehnya.”

”Betapa inginnya aku”, kata si gadis, ”Meletakkan jemariku dalam genggaman tanganmu.”

Sang pemuda berkeringat dingin mendengarnya. Ia menjawab sambil tetap menunduk memejamkan mata. ”Tak kurang inginnya aku berbuat lebih dari itu. Tetapi coba bayangkan, kulit kita adalah api neraka; yang satu bagi yang lainnya. Tak berhak saling disentuhkan. Karena di akhirat kelak hanya akan menjadi rasa sakit dan penyesalan yang tak berkesudahan.”

Si gadis ikut tertunduk. ”Tapi tahukah engkau”, katanya melanjutkan, ”Telah lama aku dilanda rindu, takut, dan sedih. Telah lama aku merindukan saat aku bisa meletakkan kepalaku di dadamu yang berdegup. Agar berkurang beban-beban. Agar Allah menghapus kesempitan dan kesusahan.”

”Jangan lakukan itu kecuali dengan haknya”, kata si pemuda. ”Sungguh kawan-kawan akrab pada hari kiamat satu sama lain akan menjadi seteru. Kecuali mereka yang bertaqwa.”

Ah, perjuangan cinta si perempuan itu tampak nyata tidak indah. Memang benar ia orang yang romantis dan memiliki daya khayal yang tinggi serta kemampuan merangkai kata yang indah. Namun, semuanya berbau aroma syaitan dan nafsu. Kesucian cinta yang seharusnya ada di dalam hatinya dan mengejawantah di dalam laku juangnya ternyata tergerus oleh badai hawa nafsu. Selain persoalan ikhtilath yang terjadi di antara mereka, si perempuan itu tidak menunjukkan juang cintanya dalam bentuk yang halal. Semuanya di luar bingkai pernikahan. Begitu hitam dan memalukan yang mendengar kisahnya. Semua bermula tatkala si perempuan mulia itu menyatakan dan memperjuangkan cintanya.

“Di kota Kufah,” tulis Ibnul Qayyim dalam Raudhatul Mubibbin, “Ada seorang pemuda yang tampan sekali wajahnya, rajin beribadah, dan berijtihad. Suatu hari dia singgap di suatu kaum dari An Nakha’. Di sana pandangannya terpapas dengan seorang gadis yang cantik jelita dari kaum itu, sehingga dia langsung jatuh cinta kepadanya. Dia pun berpikir untuk menikahinya. Dia singgah di tempat yang lebih dekat dengan rumah gadis itu, lalu mengirim utusan untuk menyampaikan pinangan kepada ayah sang gadis. Namun, dia dikabari ayahnya, bahwa gadis itu sudah dipinang oleh anak pamannya sendiri.”

Lelaki shalih dan perempuan itu ternyata telah saling mencinta. Dan status si perempuan yang telah dipinang membuat mereka tidak bisa bersatu. Gelora cinta dan asmara begitu menggebu di antara keduanya. Tatkala si perempuan sudah demikian merasa berat, maka ia mengirim utusan kepada lelaki itu.

“Aku sudah mendengar tentang besarnya cintamu kepadaku. Aku pun sedih karenanya. Jika kamu mau, aku bisa menemuimu. Atau jika kamu mau, maka aku bisa mengatur cara agar kamu bisa masuk ke dalam rumahku,” kata utusan itu menirukan pesan si perempuan.

Lagi-lagi, pernyataan cinta dan perjuangan untuk dapat membersamai ini kembali dicoret dengan warna buram menghitam. Keindahan cintanya di antara sepasang manusia itu ternodai oleh niat yang tidak lempang. Terpesong dari jalan cinta rabbani. Namun, ada yang indah dari kisah ini. Tatkala mendengar tawaran dari si perempuan yang sedang mabuk kepayang oleh cinta itu, sang pemuda malah menjawab, “Tidak adakah pilihan di antara dua hal yang dicintai ini? Sesungguhnya aku takut azab hari yang besar jika aku mendurhakai Tuhanku. Sesungguhnya aku takut api neraka yang baranya tidak pernah padam dan tidak surut jilatannya.”

Mendengar jawaban dari lelaki yang dicintainya itu, si perempuan meluncur di titik balik. Ia tersadar atas khilafnya dalam perjuangan cinta yang ia lakukan. Ia sadar dan bertobat. Ia mengabdikan dirinya pada Allah dan hanya beribadah semata. Memisahkan diri dari keluarganya. Namun begitu, ia tetap tidak mampu memadamkan rasa cintanya dan kerinduannya kepada sang pemuda hingga meninggal dalam keadaan seperti itu. Mereka memang akhirnya tidak pernah saling membersamai dalam singgasana pernikahan, tapi masih terasa indah akhirnya. Kesucian diri dari maksiat atas nama cinta. Kisah serupa juga dialami oleh Abdurahman bin Abu Ammar yang dicintai oleh seorang perempuan Mekah yang menyatakan cintanya dan mengajaknya berbuat mesum. Namun, cintanya pada Allah menuntunnya tetap menjaga kesucian diri. Semua bermula tatkala si perempuan itu menyatakan dan memperjuangkan cintanya.

Memperjuangkan cinta bagi seorang perempuan adalah keputusan yang sulit. Di sana dibutuhkan keberanian yang berlipat-lipat dibandingkan dengan perjuangan cinta seorang lelaki. Ada adat, tradisi, dan karakter jiwa yang harus dilawan untuk mampu mengambil keputusan besar itu: memperjuangkan cinta. Rasa malu yang dimiliki perempuan dalam urusan cinta sangatlah mendalam. Oleh karena itu, Rasulullah menjelaskan bahwa kemauan seorang perempuan akan pinangan seorang lelaki adalah dengan diamnya, dalam arti tidak menolak, tanpa perlu mengiyakan dengan rangkaian kata-kata. Namun, kekuatan cinta memang dahsyat dan menggerakkan.

Dalam Shahih-nya, Imam Bukhari meriwayatkan bahwa ketika berada dalam sebuah majelis Rasulullah, seorang perempuan berdiri dan berkata kepadanya, “Ya Rasulullah, apakah engkau mau kepadaku?” Dalam kesempatan lain, perempuan yang lain datang pada Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah saya datang untuk menghibahkan diriku kepadamu.”

Hadits tentang perempuan yang pertama diriwayatkan oleh Tsabit Al Bunani dalam Bab Seorang Perempuan Menawarkan Dirinya Kepada Lelaki Shalih. Sedangkan hadits tentang perempuan kedua diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad. Meskipun kedua bentuk penghibahan diri perempuan ini adalah hal yang khusus bagi Rasulullah sebagaimana dicantumkan dalam Surat Al Ahzab ayat 50, tapi menawarkan diri untuk dinikahi lelaki shalih adalah hukum umum yang berlaku untuk semua lelaki shalih.

“Di antara kehebatan Bukhari di sini,” kata Ibnu Al Munir, sebagaimana dinukil Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, “Adalah dia tahu bahwa kisah perempuan yang menyerahkan dirinya ini bersifat khusus. Maka, dia beristinbath (menyimpulkan hukum) dari hadits ini untuk kasus yang tidak bersifat khusus, yaitu diperbolehkannya seorang perempuan menawarkan dirinya kepada lelaki yang shalih karena menginginkan keshalihannya. Hal itu boleh dilakukan.”

“Hadits tadi memuat dalil bolehnya seorang perempuan menawarkan dirinya kepada laki-laki shalih. Perempuan itu juga boleh memberitahukan bahwa ia mencintai laki-laki tersebut karena keshalihannya, keutamaan yang dimilikinya, keilmuannya, dan kemuliannya. Sungguh ini bukan suatu perangai jelek. Bahkan, ini menunjukkan keutamaan yang dimiliki perempuan itu,” kata Imam Al ‘Aini.

Masih dari Fathul Bari, dalam Kitab Tafsir, diterangkan bahwa perempuan yang menawarkan diri itu adalah Khaulah binti Hakim, dan ada yang mengatakan Ummu Syarik atau Fathimah binti Syuraih. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa perempuan itu adalah Laila binti Hathim, Zainab binti Khuzaimah, dan Maimunah bintul Harits.

“Dari hadits tentang seorang perempuan yang menyerahkan dirinya kepada Rasulullah ini,” kata Ibnu Hajar, “Dapat disimpulkan bahwa barangsiapa dari kaum perempuan yang ingin menikah dengan orang yang lebih tinggi darinya, tidak ada yang harus dirasakan malu sama sekali. Apalagi kalau niatnya baik dan tujuannya benar. Katakanlah, umpamanya karena lelaki yang ingin dia tawarkan itu mempunyai kelebihan dalam soal agama, atau karena rasa cinta yang apabila didiamkan saja dikhawatirkan dapat membuatnya terjerumus pada hal-hal yang dilarang.”

Bagi kebanyakan kita, mungkin juga termasuk saya dan Anda, jika mendengar seorang perempuan yang menawarkan diri untuk dinikahi oleh seorang lelaki shalih, mungkin kita akan berkata seperti yang dikatakan oleh putri Anas yang kala itu menyaksikan sebentuk perjuangan cinta itu, “Alangkah sedikit rasa malunya. Sungguh memalukan! Sungguh memalukan!”

Namun, saya lebih suka perkataan yang disampaikan oleh sang ayah, Anas, kepada putrinya itu, “Dia lebih baik daripada kamu. Dia mencintai Rasulullah, lalu dia menawarkan dirinya untuk beliau.”

Sumber : http://www.dakwatuna.com/2010/juang-cinta-para-wanita/