Jejak Karya

Jejak Karya
Showing posts with label institut ibu profesional. Show all posts
Showing posts with label institut ibu profesional. Show all posts

Thursday, March 02, 2017

[Hari 2] : PENTINGNYA ISTRI MANDIRI SECARA FINANSIAL

Thursday, March 02, 2017 0 Comments
Kamis, 2 Maret 2017
Pentingnya Istri Mandiri Secara Finansial
Mandiri secara finansial berarti seorang individu dapat mengelola keuangannya sendiri. Jika individu tersebut memiliki anak, maka dia harus bisa mengelola keuangan untuk seluruh anggota keluarga, dengan atau tanpa pasangan.
Mengapa istri harus mandiri secara finansial? Berikut beberapa keuntungan mandiri secara finansial bagi istri:
1. Istri yang mandiri secara finansial dapat membantu keuangan keluarga.
Seorang istri yang memiliki penghasilan pribadi dapat mendukung rumah tangganya ketika suami kehilangan pekerjaan atau mengalami hal lainnya yang mengakibatkan kehilangan penghasilan.
2. Istri yang mandiri secara finansial dapat memberikan kontribusi finansial
Ketika harga barang dan biaya pendidikan melambung tinggi, istri yang memiliki penghasilan pribadi dapat menyokong keuangan keluarga sehingga kebutuhan anak tetap tercukupi.
3. Istri yang mandiri secara finansial dapat memberi motivasi bagi anak-anak mereka untuk bersikap mandiri
Istri dengan penghasilan pribadi bisa menjadi contoh bagi anak-anak mereka.
4. Istri yang mandiri secara finansial dapat mewujudkan ‘mimpi’ mereka
Terkadang kita hanya bisa bermimpi tanpa mewujudkannya karena terbentur masalah ekonomi. Entah itu membawa anak-anak liburan, menyekolahkan anak di sekolah yang baik, atau sekedar menyenangkan diri sendiri dengan melakukan perawatan pribadi di spa/salon.
Bukan Hanya Mandiri, Istri Harus Memiliki Rencana Keuangan
Jika istri sudah menyadari risiko-risiko yang dapat dialami sang suami, maka penting bagi dirinya untuk bisa berdiri sendiri dalam hal keuangan.
Apakah artinya istri harus bekerja kantoran?
Tidak. Istri bisa menjadi mandiri secara finansial tanpa bekerja konvensional sebagai karyawan. Jika kita adalah ibu rumah tangga, maka belajarlah menjadi ibu rumah tangga yang kreatif dan mampu menghasilkan pendapatan sendiri. Misalnya dengan usaha katering kecil-kecilan jika gemar memasak, atau bekerja sebagai penulis lepas jika  punya bakat menulis, dan sebagainya.
Semuanya tidak ada yang instan, semuanya harus melewati proses belajar yang konsisten.
Dengan ‘aman’ secara keuangan dan mandiri finansial, artinya kita akan tahu batasan gaya hidup seperti apa yang sesuai dengan kantong kita sendiri.  Satu hal yang menjadi tujuan kenapa banyak sekali istri ingin mandiri secara keuangan adalah ingin punya waktu untuk pribadi, keluarga dan organisasi  serta berinteraksi/berkontribusi dengan masyarakat lebih banyak lagi, ingin berbagi dan sedekah lebih banyak lagi, dsb.




Wednesday, March 01, 2017

[Hari 1] : MENJADI ISTRI YANG "MANDIRI FINANSIAL"

Wednesday, March 01, 2017 0 Comments

Rabu, 1 Maret 2017
MELATIH KEMANDIRIAN#1 : MENJADI ISTRI YANG "MANDIRI FINANSIAL"

Menurut Ust. Tri Asmoro Kurniawan, secara umum manusia itu nyaman dengan kebiasaan-kebiasaan, maka satu hal yang sering dikhawatirkan adalah adanya fase-fase perubahan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru. Dan pernikahan adalah fase perubahan dari kebiasaan-kebiasaan masa lajang menuju kebiasaan-kebiasaan rumah tangga.
Nikah adalah kemandirian. Sepasang suami istri hendaknya tidak terlalu menggantungkan dirinya pada orang lain seperti teman, saudara atau orang tua. Meskipun pengertian mandiri bukanlah berarti hidup sendiri tanpa membutuhkan campur tangan orang lain. Tetap saja dibutuhkan peran orang lain dalam porsi sewajarnya. Mengingat manusia adalah mahluk sosial yang saling bersimbiosis mutualisme. Demikian halnya dalam kehidupan berumah tangga, kewajiban mencari nafkah memang ada di pundak suami, tapi tak ada salahnya istripun berupaya untuk tetap mandiri dari segi finansial.
Ini yang sejak awal juga saya komunikasikan kepada suami. Saya minta pendapatnya tentang istri yang bekerja di luar rumah. Setahun pertama kita menikah, saya masih berstatus sebagai “istri pekerja”, meskipun jam kerjanya hanya siang sampai jelang Isya’ karena saya ngajar di bimbingan belajar. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk resign. Saya dan suami pun sering terlibat obrolan, apa yang bisa saya lakukan dengan menjadikan rumah sebagai kantor, tetap bekerja meskipun dari rumah, tetap berpenghasilan meskipun dari rumah. Akhirnya tercetuslah ide dan kami mendirikan sebuah bimbingan belajar dan tempat pelatihan menulis untuk anak-anak dan remaja : DNA WRITING CLUB. Alhamdulillah, jatuh bangun kami memulainya. Dari yang awalnya 1 murid, 3 murid, bertambah jadi 5 murid, sekarang sudah lebih dari 50 anak.
Suami yang bekerja sebagai pegawai swasta benar-benar menjadi supporter dalam proses pengembangan DNA. Sampai sekarang pun, saya masih terus belajar untuk mengatur keuangan rumah tangga. Penghasilan yang saya dapatkan pun lumayan. Bisa saya tabung dan untuk keperluan pribadi saya (misal untuk beli buku yang saya inginkan, tanpa harus mengusik uang belanja atau meminta suami).
Kemandirian memang bukan perkara yang mudah, namun banyak cara untuk memupuk karakter tersebut, salah satunya dengan menggali potensi diri dalam berkreativitas. Saya menemukan potensi diri saya : MENULIS dan MENGAJAR. Maka, lahirlah DNA WRITING CLUB dan karenanya saya berusaha menjadi seorang istri yang  mandiri dari segi finansial dengan terus mengasah skill yang saya miliki. Karena pada dasarnya, setiap permasalahan memerlukan kemandirian dan cara–cara yang kreatif untuk menyelesaikannya. Semakin banyak permasalahan yang bisa diatasi dan semakin besar kebutuhan yang harus dipenuhi, maka semakin terasahlah kreativitas dalam diri seseorang. Semoga…





Sunday, February 05, 2017

[Hari 10] : SAAT HARUS “JAUH DI MATA, DEKAT DI HATI”

Sunday, February 05, 2017 0 Comments
Jaga komunikasi


I miss you so much... 

Ahad, 5 Februari 2017

Sejak hari Kamis kemarin, Mas Sis sudah bilang kalau Sabtu malam mau njemput Ibuk (mertua saya) ke Klaten sama Lia (adiknya Ani). Sekalian nanti nganterin Mas Dhody dan Wahono, juga njemput Ibuk Wonogiri. Setelah berstatus jadi “bumil” saya memang suka baperan kalau posisi di rumah sendirian atau ditinggal Mas Sis –suami- pergi ke luar kota.

“Tenang, Say. Nanti Riza nemenin adik kok,” katanya, menenangkan, “kan Minggu sore paling juga sudah sampai Semarang. Riza itu ponakan yang sekarang ikut tinggal bersama kami karena sedang kuliah di UNISSULA.

“Baiklah…” 

Selama hamil ini, paling jauh dan paling lama ditinggal suami waktu beliau mengikuti training di Jakarta dari Senin-Kamis, lanjut ikut Aksi Damai 212. Dan baru sampai Semarang lagi hari Sabtu sore. Ditinggal hampir seminggu dalam posisi lagi hamil, benar-benar kerasa baper luar biasa.

Kemarin pun saya kembali belajar kalau sedang dalam posisi “jauh di mata, dekat di hati” alias LDR (Long Distance Relationship), kuncinya :
  1. Jaga komunikasi (bisa lewat telepon, WA atau video call)
  2. Lepas kepergiannya dengan doa dan senyuman
  3. Mencoba berdamai dengan perasaan. Hehe.
  4. Memanfaatkan waktu sebaik mungkin dengan hal-hal yang positif


Akhirnya, Mas Sis berangkat jam 01.15 dini hari tadi, sebelum berangkat, sempat ngajak ngobrol debay di perut, “Abi tinggal njemput Simbah dulu ya, Dik. Baik-baik di rumah sama Umma…” ^_^ lalu menciuminya dengan sepenuh cinta.


#hari10
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip




[Hari 9] : OBROLAN SANTAI NAMUN BERGIZI

Sunday, February 05, 2017 0 Comments


Sabtu, 4 Februari 2017

Ba’da Subuh suami dapat telepon dari kakak pertamanya. Ponakan kami (Ani, 25 tahun) kontraksinya mulai sering terasa. Alhasil, usai shalat Subuh, Mas Sis segera mengeluarkan mobilnya dan menjemput mereka untuk segera pergi ke RSI Sultan Agung. Di rumah, saya pun berdoa semoga persalinan ponakan (dan calon cucu pertama kami) dapat lahir dengan normal, sehat, selamat semuanya… dan penuh barokah.

Setelah mengalami aneka drama kontraksi dan bukaan yang sempat cukup lama dan divonis dokter harus SC karena ketubannya kurang, Alhamdulillah jelang adzan Dhuhur Ani akhirnya bisa bukaan lengkap dan lahirlah seorang bayi perempuan cantik dengan berat 3 kg dan panjang 52 cm. Meski harus masuk ruang Peristi dulu karena debay saturasi oksigennya 90%, tapi setidaknya semua keluarga bisa bernapas lega. Alhamdulillah, bisa persalinan normal.

Kakak ipar sempat SMS, kalau Ani dijahit 7. Saya bilang itu ke suami. Suami kaget dan bertanya, “Dek, kok persalinan normal jahitannya bisa sebanyak itu sih?”
“Ada banyak faktor Say, kenapa ibu yang persalinan normal pun harus dijahit, istilahnya episiotomi atau proses pengguntingan jalan lahir. Bisa karena ibunya sudah sangat lelah dan itu upaya dokter mempercepat proses bayi keluar, bisa juga karena ukuran bayi yang besar, atau karena saat mengejan si ibu tanpa sengaja mengangkat pantat/panggulnya, dsb.”
“Oooh…”
“Terus, bisa nggak persalinan normal, tapi tanpa jahitan atau minim jahitan?” tanyanya lagi.
“Bisa saja. Kan kondisi elastisitas vagina, daerah perinium, dan area sekitarnya setiap ibu pasti beda-beda. Makanya, penting juga saat trimester 3 tuh bumil banyak jalan kaki, melakukan senam hamil, senam kegel, juga pijat perineum (kalau sudah 36 minggu lewat) untuk membuat kondisi jalan lahir lebih elastis,” jelas saya, berdasarkan cerita pengalaman teman-teman dan buku yang saya baca.
“Semoga adik nanti bisa persalinan normal ya, dan tanpa jahitan….,” doanya penuh harap.
“Aamiiin Ya Rabb…” jawab saya.

Alhamdulillah, kami bisa saling berbagi ilmu dan pengetahuan setiap hari. Sorenya saya pun banyak mendapatkan ilmu seputar dunia bisnis online dari suami –saat diskusi- usai kami mengikuti Sekolah Bisnis Online (SBO). Suami memang backgroundnya seorang bussiness development,  jadi lumayan banyak tahu hal-hal yang berhubungan dengan dunia bisnis dan keuangan Syariah.


#hari9
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip


[Hari 8] : BERSAMA, SALING BERBAGI TUGAS

Sunday, February 05, 2017 0 Comments


Jumat, 3 Februari 2017

Obrolan saya dan suami pagi ini seputar rencana kami di hari Jumat, yaitu membersihkan 4 ruangan di istana mungil kami. Rapat kecil pun dilaksanakan, melibatkan orang yang ada di rumah kami. 

Bersama, saling berbagi tugas.

Pertama, ruangan perpustakaan utama yang ada aquarium besar. Perpustakaan ini menyimpan koleksi buku-buku umum. Kedua, ruangan perpustakaan untuk menyimpan koleksi bacaan anak-anak, sekaligus ruang kerja saya. Ketiga, kamar saya dan suami, yang sebentar lagi InSyaa Allah juga akan berfungsi jadi kamar bayi. Keempat, gudang yang selama ini jadi tempat menyimpan buku-buku terbitan DNA Creative House sekaligus tempat menyimpan baju-baju lipatan pasca dicuci. 

Selain, 4 ruangan itu juga harus membetulkan posisi seng di atap karena geser dan bikin kamar saya bocor juga ada bagian yang terlepas sehingga menimbulkan suara berisik kalau angin bertiup kencang.

Alhamdulillah, sejak kemarin ada kakak saya yang datang dari Wonogiri (Mas Dhody) dan tetangga kami (Wahono, atau biasa kita panggil Si Whoor). Akhirnya, kami pun berbagi tugas. Si Whoor bertugas membersihkan perpustakaan utama dan membenarkan seng. Mas Dhody membersihkan dan menata buku-buku di perpustakaan kedua karena DNA WRITING CLUB Januari kemarin mendapatkan kiriman 200 buku anak dari Penerbit BIP Gramedia dan belum sempat saya tata, baru dilabeli saja. Selanjutnya, saya memilih membersihkan kamar, terutama di bagian rak buku dan meja karena keduanya nanti harus dikeluarkan untuk diganti dengan box bayi. Sedangkan Mas Sis, membereskan gudang.

Paginya saya memasak dulu untuk sarapan, suami pun membantu menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah tangga, seperti mencuci piring, menata barang-barang, mengumpulkan baju kotor, dan menyapu. Melibatkan suami untuk berbagi tugas memang sangat menyenangkan. Komunikasi mengenai hal ini sudah kami lakukan sejak awal pernikahan. Alhamdulillah, saya memiliki suami yang juga suka memasak dan sama sekali tidak canggung untuk belanja ke pasar atau ke tukang sayur, juga membantu menyelesaikan aneka pekerjaan rumah tangga. Beliau memang terbiasa mandiri sejak kecil.

Saya dan suami biasa mempertimbangkan bersama cara yang bisa membuat suatu pekerjaan rumah tangga menjadi lebih mudah dilakukan, juga tak lupa kadang mengurutkan pekerjaan itu dari yang mudah, sedang, dan sulit dengan mempertimbangkan berapa lama waktu yang dihabiskan dan seberapa sering harus dilakukan. Salah satu kesepakatan kami adalah, baju-baju yang sekiranya harus disetrika maka di-laundry saja. Karena pekerjaan menyetrika memakan waktu yang lebih lama daripada yang lain. Suami hanya menyetrika celana panjang yang beliau pakai ke kantor. Alhamdulillah, saya merasa kontribusi suami dalam membantu saya menyelesaikan pekerjaan rumah tangga akan membantu menjaga tingkat energi saya dan memberikan saya lebih banyak waktu untuk mengerjakan dan melakukan hal-hal yang lain. Tak lupa, setiap kali selesai membantu saya, suami akan saya berikan apresiasi, baik berupa ucapan terima kasih, kata-kata cinta, dan ciuman tanda sayang ^_^.

#hari8
#tantangan10hari

#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip


Wednesday, February 01, 2017

[Hari 6] : KOMUNIKASI UNTUK SALING MEMOTIVASI

Wednesday, February 01, 2017 0 Comments




Rabu, 1 Februari 2017

Obrolan pagi kami berlangsung usai aktivitas Subuh sebelum jalan-jalan pagi. Suami  bercerita kalau semalam hampir pingsan saat badminton. Memang sih beberapa minggu lalu suami sempat batuk cukup lama hingga membuat badannya kurang fit bahkan sempat cuti kerja. Mungkin fisik suami memang belum 100% fit.

 “… untuk sementara waktu, Mas Sis jangan olahraga fisik yang berat dulu, jalan kaki tiap pagi nemenin Adik atau joging pelan Insya Allah cukup. Nanti kalau badannya udah benar-benar enakan, baru deh renang atau badminton lagi,” ucap saya.

Mas Sis mengiyakan.

“Sempatkan juga untuk pijat refleksi atau bekam bulan ini, ya…. Mas Sis bener-bener jaga kesehatan, jangan memforsir diri ya…,” ucap saya lagi.

Lalu, Mas Sis  memijit kedua kaki, tangan, dan punggung saya. Setelah sebelumnya saya memijit kepala dan tangannya. Lalu, seperti hari-hari sebelumnya, kami saling menanyakan agenda masing-masing.

“Adik hari ini liqo’ di mana?” tanya Mas Sis.
“Nanti di Bu Utami, dekat rumah Ani.”
“Tapi, berangkat gasik ya. Mas ada rapat yayasan jam 8,” katanya. (Saya biasanya liqo’ tiap Rabu jam 08.30)
“Oke. Sarapan nasi timlo dulu ya, kita nanti berangkat jam 7 aja,” jawab saya.
“Ya dah. Jalan-jalan yuk!” ajak Mas Sis sambil mengelus lembut perut saya. Debay di perut pun membalasnya dengan tendangan lucunya. Hehehe.
=====================================================
Hari ini saya kembali belajar, bahwa saat komunikasi dapat terjalin dengan baik, Insya Allah, hubungan rumah tangga akan harmonis. Saya pun belajar untuk berkomunikasi tidak hanya memberikan solusi tapi juga memotivasi.


#hari6
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip


Tuesday, January 31, 2017

[Hari 5] : SALING BERTANYA AGENDA HARIAN]

Tuesday, January 31, 2017 0 Comments




Selasa, 31 Januari 2017

Dialog hangat pagi ini yang berlangsung antara saya dan suami terjadi saat kami jalan-jalan pagi.
“Dek, agendanya apa hari ini?” tanya suami.
“Pagi masak dulu buat sarapan. Selesai urusan rumah, lanjutin ngedit naskah, Say. Banyak yang belum kelar, nih. Terus jam 13.00 ke Citraland, nobar film Iqro’. Adik naik taksi aja sama Septi, njemput Iis dulu soalnya,” jawab saya.
“Berarti nanti nggak ada les menulis di Klipang?” tanya beliau lagi.
“Enggak, les menulis hari ini diganti nobar, kalau Mas Sis agendanya apa?”
“Hari ini ketemu pihak BSM dan BNI Syariah, terus ada rapat di kantor persiapan raker. Nanti selesai nonton jam berapa?”
“Paling sekitar jam 4 an,” jawab saya.
“Oh, InSyaa Allah nanti Mas bisa jemput,” ucap suami.
“Oke, deh…”

Salah satu hal yang mulai kami biasakan adalah saling bertanya agenda harian atau rencana mingguan kami kalau ada acara besar. Misal, suami harus ada rapat di luar kota. Suami akan menyampaikan jauh-jauh hari. Atau saya ingin mengikuti kelas senam hamil di akhir pekan dan suami saya minta mengantar, biasanya akan saya sampaikan di awal pekan, kalau suami nggak bisa mengantar, saya bisa menyiapkan plan B atau C. Hal ini kami rasakan benar manfaatnya, di sisi lain kami belajar untuk menentukan prioritas agenda harian, memanfaatkan 24 jam dengan lebih produktif, juga untuk mengecek agenda masing-masing.


#hari5
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip




[Hari 4] : MEMBUKA DIALOG DALAM BERKOMUNIKASI

Tuesday, January 31, 2017 0 Comments


Senin, 30 Januari 2017

Hari ini obrolan santai saya dan suami berlangsung saat istirahat siang waktu suami pulang dari masjid. Kebetulan jarak rumah ke kantor suami  hanya sekitar 5 menit jalan kaki, dan rumah kami memang dekat dengan masjid besar.

Obrolan kami seputar kondisi rumah. Bahasan kami tentang bagian-bagian mana saja yang perlu diperbaiki dan dibersihkan (dengan bantuan orang lain), mengingat Insya Allah Maret bakalan ada anggota baru di rumah kami. Ada beberapa seng di atap rumah yang memang sudah saatnya diganti karena kalau siang saat angin bertiup kencang, seng-seng itu menimbulkan suara yang sangat berisik. Saya sampaikan kalau akhir-akhir ini kurang nyenyak istirahat siang karena suara seng yang sangat berisik tepat di atas kamar kami.

Saya awali komunikasi kami siang itu dengan dialog untuk mencari solusi bersama. Lalu saya dengarkan pendapat suami setelah melihat kondisi atap seng dari lantai 2. Akhirnya, suami membuat keputusan kalau akhir pekan pertama atau kedua di bulan Februari akan mengganti seng yang sudah aus itu karena beberapa hari ini suami sibuk dengan pekerjaan kantor, belum bisa membeli seng baru dalam waktu dekat.

Hari ini saya belajar untuk membuka komunikasi dengan dialog yang ringan serta menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami. Selanjutnya, membicarakan solusi terbaik atas permasalahan yang dihadapi bersama. Semuanya akan terasa sangat indah dan menyenangkan…

#hari4
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip





Sunday, January 29, 2017

[Hari 3] : KOMUNIKASI SEBAGAI SARANA BERMUSYAWARAH

Sunday, January 29, 2017 0 Comments



Ahad, 29 Januari 2017

Keluarga merupakan surga duniawi bagi suami istri. Keluarga, sekaligus sebagai sekolah pertama dalam melahirkan generasi pemimpin yang sholeh dan sholehah. Pada saat yang sama keluarga juga sebagai basis da’wah dalam terciptanya masyarakat yang Islami. Untuk mewujudkan keluarga sebagai syurga, sekolah dan pondasi masyarakat Islami diperlukan adanya komunikasi di antara seluruh anggota keluarga.

Komunikasi sebagai sarana bermusyawarah.
Setiap keluarga membutuhkan musyawarah dalam menyelesaikan berbagai urusan. Sebab hasil musyawarah akan lebih sempurna dibandingkan hasil pemikiran seseorang dan dapat dipertanggungjawabkan oleh seluruh anggota keluarga sehingga rasa kebersamaan akan menjadi milik bersama.

Allah berfirman: “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam suatu urusan.” (QS. Ali Imran [3] : 159).

Hari ini, obrolan saya dan suami seputar perlu tidaknya “khadimat pocokan” (tidak nginep) yang akan membantu saya menyelesaikan urusan domestik pasca melahirkan nanti. Akhirnya, kami pun bermusyawarah dan diputuskan bersama kalau kami akan berusaha mencari khadimat tersebut, setidaknya beliau yang akan membantu meringankan pekerjaan saya dan suami seperti mencuci, memasak, menyetrika dan membersihkan rumah.

Hari ini saya pun belajar betapa pentingnya mengambil sebuah keputusan dengan melibatkan orang terdekat, terlebih bisa dengan cara musyarawarah untuk mencapai kata mufakat. Alhamdulillah…

Semoga kami pun bisa segera mendapatkan khadimat yang sesuai dengan apa yang kami harapkan. Aamiin…


#hari3
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip






Friday, January 27, 2017

[Hari 1] : "BELAJAR MENJADI PENDENGAR YANG BAIK"

Friday, January 27, 2017 0 Comments

 
[Hari 1] : Belajar Menjadi Pendengar yang Baik

Jumat, 27 Januari 2017

Semua pasangan yang menikah tentu mendambakan keluaraga sakinah, mawaddah, wa rohmah. Maka, merealisasikan motto BAITI JANNATI (Rumahku Surgaku) pasti menjadi impian setiap pasangan suami-istri. Komunikasi antara suami-istri menjadi salah satu bagian yang sangat penting dalam mewujudkan impian itu. Karena komunikasi adalah sebuah kebutuhan. Dengan komunikasi, kita akan mampu mengekspresikan apa yang kita pikirkan, apa yang kita rasakan, kita juga dapat memahami cara pandang pasangan kita. Selain itu, kita juga akan mampu berempati ikut merasakan kebahagiaan/kesedihan pasangan, juga bisa saling bertukar informasi. Namun seringkali, dalam kehidupan berumah tangga, komunikasi lebih bertujuan untuk memenuhi kebutuhan psikis daripada tujuan informatif.

Saat seorang suami menceritakan kisah masa kecilnya, bisa jadi semua informasi dalam nostalgianya itu sudah kita ketahui dengan jelas, karena begitu seringnya suami menceritakan kisah masa kecilnya itu. Akan tetapi, persoalannya bukan pada substansinya semata, namun lebih kepada bagaimana memperhatikan dan diperhatikan, lebih kepada kebutuhan untuk didengar dan mendengarkan. Apakah kita telah menjadi pendengar yang baik?

Kami biasa saling bercerita kalau tidak sebelum tidur, ya setelah Subuh (usai aktivitas mengaji selesai), atau saat jalan-jalan pagi.

Hari ini (setelah aktivitas ba'da Subuh usai), saya bersandar di tempat tidur, suami duduk di sebelah saya, sambil sesekali mengelus perut saya. Suami lalu bercerita tentang “proyeknya” bulan ini. Alhamdulillah, ada dua target yang Allah izinkan untuk terpenuhi. Suami menceritakan kilas balik proses yang beliau lakukan untuk mencapai target itu. Saya pun belajar tentang semangat dan pantang menyerah dalam mencapai sesuatu dari kisah itu. Saya mendengarkan dengan seksama dan menyampaikan ungkapan bahagia dan rasa syukur. Sedangkan saya, menyampaikan kondisi fisik saya di usia kehamilan 32 minggu ini. Kaki mulai sering terasa pegal terutama ketika bangun tidur. Maka dari itu, saya selalu meminta suami untuk memijit kedua kaki, tangan dan punggung setiap pagi. Kami pun melanjutkan bahasan seputar persiapan persalinan, rencana mencari rujukan ke dokter keluarga, dan persiapan “cuti kerja” saya dari DNA WRITING CLUB yang selama ini saya kelola, yang dalam waktu dekat akan saya limpahkan sementara kepada adik-adik mahasiswi UNDIP untuk dikelola.

Dan hari ini, kami berdua belajar untuk menjadi PENDENGAR YANG BAIK dan inilah perubahan yang ingin saya buat dalam berkomunikasi. Tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan psikis untuk melepaskan ganjalan di hati, namun berusaha menjadikan komunikasi dengan suami lebih efektif, produktif terbuka, dan informatif.

#hari1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
 


Sunday, November 27, 2016

[Nice Home Work #6] : BELAJAR MENJADI MANAJER KELUARGA HANDAL

Sunday, November 27, 2016 0 Comments


NHW#6_NormaAmbarwati_Semarang
*BELAJAR MENJADI MANAJER KELUARGA HANDAL*

3 Aktivitas yang paling penting :
1.    Aktivitas ibadah harian
2.   Menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dan family time
3.   Mengerjakan amanah di DNA WRITING CLUB
3 aktivitas yang paling tidak penting :
1.    Berlama-lama dengan gadget (stalking sosial media)
2.   Bermalas-malasan
3.   Nonton TV

Waktu habis untuk medsos… T_T (awalnya cari referensi tulisan, tapi terkadang terlena untuk hal-hal yang bukan prioritas)

Jadwal harian saya :
03.00 : Bangun tidur
03.00-04.00 : Sholat Tahajud, tilawah pagi
04.00-04.30 : Sholat Subuh
04.30-05.00 : Tilawah, Al Ma’tsurat
05.00-05.30 : Olahraga ringan
05.30-07.30  : Memasak, menyiapkan sarapan, cuci piring, cuci baju, bersih-bersih rumah
07.30-07.45 : Mandi*
07.45-08.00 : Sarapan
08.00-08.30 : Sholat Dhuha, tilawah
08.30-11.00 : Menulis, aktivitas di depan laptop, menyiapkan kegiatan DNA WRITING CLUB
11.00-13.00 : Tidur siang, sholat, makan siang
13.00-15.00 : Melanjutkan menulis; membaca buku
15.00-15.30 : Sholat Ashar, mandi sore
15.30-18.00 : Kegiatan di DNA WRITING CLUB
18.00-18.30 : Sholat Maghrib, menunggu anak-anak yang belum dijemput
18.30-19.30 : Tilawah, Sholat Isya’
19.30-21.30 : Me-Time (Baca Buku, mendengarkan murottal, diskusi dengan suami, dll) 
21.30-03.00 : Tidur

Alhamdulillah, sudah rutin dilaksanakan, kecuali hari Libur (Ahad) karena kadang tidak memasak, saatnya jalan-jalan, family time, kulineran, refreshing, dll bersama keluarga.




Sunday, November 20, 2016

[Nice Home Work #5] : BELAJAR BAGAIMANA CARANYA BELAJAR

Sunday, November 20, 2016 0 Comments

NHW#5_Norma Ambarwati_Semarang

“BELAJAR BAGAIMANA CARANYA BELAJAR”

Bismillah, berusaha untuk menyusun disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan. Semoga Allah senantiasa memudahkan dan meridhoi…

1. Tahap Perencanaan
a.   Mengetahui tujuan belajar
Berdasarkan jurusan yang saya pilih, tujuan saya belajar adalah menyiapkan diri untuk menjadi seorang IBU PROFESIONAL dengan melalui tahap : Bunda Sayang, Bunda Cekatan, Bunda Produktif, dan Bunda Shaleha. Selanjutnya, saya juga harus menguasai ilmu dan teknik/keterampilan kepenulisan (terutama untuk anak-anak dan remaja) guna mengembangkan DNA WRITING CLUB yang kini sudah berjalan 3 tahun.

b.   Menyiapkan bahan ajar
Bahan ajar yang harus saya siapkan diantaranya : buku-buku parenting, buku dari IIP, buku keterampilan kepenulisan, buku motivasi kemuslimahan, buku-buku referensi pendukung, browsing di internet dari sumber terpercaya.

c.   Membuat lesson plan
Disesuaikan dengan target di NHW#2 untuk memperbaiki diri sebagai seorang individu, istri, dan (calon) ibu.


2. Tahap Pelaksanaan
Karena saya menetapkan…
Misi Hidup : Mulia karena taqwa, bercahaya dalam karya, menginspirasi dengan prestasi!
Bidang : Pendidikan Ibu dan Anak; Keterampilan Menulis (momwriter)
Peran : motivator, inspirator, dan trainer kepenulisan
ð Menjadi seorang "CREATIVE MOM-WRITERPRENEUR"

CREATIVE MOM-WRITERPRENEUR
                 
Sebagai Individu
Belajar ilmu agama
Belajar ilmu tajwid (untuk memperbaiki bacaan al-qur’an dan hafalan)
Belajar ilmu dan keterampilan kepenulisan untuk anak dan remaja
Belajar ilmu komunikasi yang efektif dan positif
Belajar ilmu merawat kecantikan diri (secara lahir dan batin)
Belajar ilmu bisnis/entrepreneur untuk mengembangkan usaha di DNA
Belajar ilmu manajemen rumah (menjadikan “rumahku kantorku” dan “rumahku inspirasiku”)

Sebagai Istri
Belajar ilmu dan keterampilan domestik rumah tangga
Belajar ilmu memasak menu sederhana namun sehat dan bergizi untuk keluarga
Belajar ilmu manajemen keuangan keluarga (sakinah financial)
Belajar ilmu kehumasan (cara bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dengan prinsip ‘berbaur namun tidak melebur’, ‘mewarnai namun tidak terwarnai’)
Belajar ilmu kesehatan keluarga (keterampilan menjadi dokter keluarga)
Belajar ilmu manajemen konflik

Sebagai Ibu
Belajar ilmu Parenting Nabawiyah
Belajar ilmu tentang kehamilan, melahirkan, dan perawatan bayi
Belajar ilmu tumbuh kembang anak sesuai dengan fitrahnya
Belajar ilmu tentang kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual seorang ibu

3. Evaluasi

Evaluasi dapat dilakukan harian, mingguan, bulanan, maupun tahunan dan bisa melibatkan seluruh anggota keluarga (khususnya suami) untuk saling mengoreksi dan memberikan masukan untuk perbaikan ke depan.