Jejak Karya

Jejak Karya

Friday, June 12, 2020

MUTIARA HIKMAH DI BALIK MUSIBAH

Friday, June 12, 2020 1 Comments



“Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya. “ (QS. Al Qashas : 73)

Alhamdulillah, Allah pergilirkan waktu dengan begitu indahnya. Siang berganti malam, melukiskan banyak rahasia yang penuh pesona, yang semoga semakin memperkaya hati dan jiwa kita.

***
Selasa, 9 Juni 2020
Selesai mengerjakan semua amanah hari itu, saya pun mendampingi anak-anak menjelang mereka tidur. Banyak aktivitas yang biasa kami lakukan sebelum mereka terlelap, seperti bermain, membaca buku, bercerita banyak hal, muroja’ah, hafalan doa-doa harian, dan banyak lagi. Tatkala memandangi wajah anak-anak saat mereka sudah terbuai mimpi indah, menatap segala kepolosan mereka, membayangkan tingkah lucu mereka, Masya Allah… sungguh membuat diri ini semakin menderaskan doa: “Ya Rabbi, mampukan diri ini menjadi umi terbaik untuk mereka. Jadikan mereka anak salih-salihah yang tangguh. Rabbi habbli minasshalihiin…”

Tampaknya Abi masih ada lemburan pekerjaan, saya pun beristirahat terlebih dulu. Sehari-hari, Abi memiliki usaha membuat produk berbahan akrilik, sedangkan saya mengajar di sebuah SDIT.
***
Rabu, 10 Juni 2020
Saat sedang tertidur pulas, tiba-tiba saya merasa kesulitan untuk bernapas. Saya bangun! Asap hitam berjelaga memenuhi ruang kamar, tercium asap residu kebakaran. Sungguh terasa menyesakkan dada. Sungguh, saya seperti terbangun dari mimpi buruk.

Tiba-tiba…
Dhuaaarrr!!!
Terdengar ledakan yang sungguh memekakkan telinga. Seketika listrik padam. Ruangan kamar gelap gulita.

Astaghfirullah… Astaghfirullah… Astaghfirullah…
Abi bergegas membuka pintu ruang tamu.

Buuuulll!
Asap hitam pekat mengepul, menyeruak masuk memenuhi ruangan.

“Umi, tolong ambilkan air! Cepat, Umi! Mesin terbakar!” pinta Abi dengan berteriak.
Dengan segenap kekuatan yang saya punya, bolak-balik saya mengambil air dari kamar mandi.
“Tolong! Tolong! Tolong!”
“Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!”
Saya terus berusaha meminta tolong pada tetangga. Tak lupa, terus membasahi lisan dengan zikir agar hati tetap tenang. Saya sempat merasa gagal nafas saat mengambil air di kamar mandi. Dada ini rasanya sakit luar biasa!

Kamar adalah tempat paling aman karena tertutup. Saat kejadian pun, Abi dengan cepat menutup pintu kamar anak-anak. Kobaran api dengan asap hitam tebal mulai memenuhi ruangan. Qadarullah, kami terperangkap di dalam rumah, tidak bisa lari ke luar karena pintu besi (folding gate) tertutup dan terkunci. Karena kondisi listrik mati, kami kesulitan untuk mencari kunci. Pintu besi itu hanya bisa dibuka dari luar. Alhamdulillah, para tetangga pun siaga, bertindak cepat ketika mendengar suara ledakan dan teriakan minta tolong. Mereka bahu-membahu memadamkan api dengan peralatan seadanya. Mereka menyemprotkan air dari luar rumah. Kurang lebih selama 30 menit kami terperangkap. Alhamdulillah, kami bisa keluar rumah setelah pintu besi dibukakan tetangga dengan kunci milik karyawan yang tinggal tak jauh dari rumah. Kejadian ledakan dan kebakaran itu berlangsung sekitar jam 01.30 dini hari.

Saya segera mengevakuasi anak-anak. Anak-anak terbangun karena menghirup asap. Alhamdulillah, saya terus mencoba untuk menenangkan diri, bersikap tenang di hadapan anak-anak.

“Ummi, ada apa? Ada apa ini, Ummi?” tanya Shofiy (5y10m) dan Ziyad (4y5m) bersamaan.
“Gak papa, Nak. Ada kebakaran di mesin laser potong akrilik. Yuk, cepat kita keluar,” ajak saya.
“Iya, Mi,” jawab keduanya.

Saya segera membawa mereka ke tetangga depan rumah. Saya pun memeluk erat keduanya sembari berucap syukur…
“Alhamdulillah… Alhamdulillah… Allah masih kasih keselamatan.”
“Kenapa dengan rumah kita, Mi?” Shofiy dan Ziyad kembali bertanya.
“Ada sedikit kebakaran, Sayang. Insya Allah, tidak apa-apa. Semuanya akan baik-baik saja. Alhamdulillah, Allah masih sayaaaang kita. Allah melindungi dan menyelamatkan keluarga kita,” ucap saya, mencoba untuk terus menenangkan mereka.
Saya tidak menghiraukan lagi, sekujur badan yang menghitam karena asap. Dalam benak saya yang penting anak-anak selamat dan tetap tenang.

Bude yang tinggal di depan rumah kami, justru yang menangis sambil membersihkan wajah saya.
Kala itu, anak-anak saling melihat…
“Eh, Dik, wajahmu hitam,” ucap Shofiy.
“Kakak juga,” sahut Ziyad.
Mereka berdua tertawa bersama.
Setelah saya membersihkan anak-anak, saya pun berganti baju lalu minum dan menidurkan anak-anak kembali. Untuk sementara, kami “ngungsi” di rumah tetangga.

Saat menjelang waktu Subuh, tiba-tiba paru-paru saya terasa panas. Kemungkinan tanpa sadar, saat saya berbaring sambil menidurkan anak-anak tadi, gas CO terhirup masuk ke paru-paru. Ya, saya dengan riwayat Hb yang rendah, keracunan CO yang panas. Setelah salat Subuh, saya terbatuk. Saat itu, keluar cairan hitam pekat, lendir residu campur plastik PVC Aluminium yang saat kebakaran menjadi gumpalan debu bersama asap. Sekitar pukul 5, saya pun dilarikan ke RSND (Rumah Sakit Nasional Diponegoro) karena semakin sesak napas.

Qadarullah, Abi ketiduran sesaat saat proses pemotongan akrilik.
Ya Rabbi, semoga lelahmu jadi lillah, ya, Bi…

Selama kurang lebih setengah jam, api berhasil dipadamkan. Mesin baja gosong (mesin itu meledak pada suhu sekitar 900 derajat Celcius), kaca-kaca rumah pecah, aluminium PVC plastik terbakar, tembok hitam, rumah penuh dengan asap. Bagian office menjadi bagian yang benar-benar parah.
Innalillahi wa inna ilaihi raji’un…

***
Ada satu sosok istimewa yang sungguh saat bersamanya saya belajar untuk selalu menjadi pribadi yang tegar dan tangguh. Beliaulah orang tua, sekaligus sahabat, sekaligus kakak, sekaligus guru terhebat selama saya tinggal di Semarang, yaitu Bu Wulan. Beliau yang membantu mengantar saya ke RSND sekaligus menemani saya dirawat selama suami masih harus bolak-balik mengurus administrasi dan keperluan-keperluan lainnya.

Bu Wulan yang selalu meneguhkan hati saya, mengingatkan saya untuk terus berzikir dan merapalkan doa Nabi Yunus. ketika ia berdoa dalam perut ikan paus:
“Laa ilaaha illaa anta, subhaanaka, innii kuntu minadz dzaalimiin”
Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau (ya Allah), Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk di antara orang-orang yang berbuat zalim/aniaya)

Beliau juga menyampaikan sikap terbaik saya saat ini adalah QONA’AH. Seketika hati saya bergetar. Ya, satu kata namun maknanya dahsyat luar biasa. Satu kata namun pengaplikasiannya butuh usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan, terus-menerus hingga maut menjemput. Qana’ah menyebabkan hati kita menjadi lapang, juga terjauhkan dari godaan setan, karena terus mengkondisikan diri dan hati senantiasa merasa cukup dengan segala nikmat yang telah Allah beri. Ya Rabbi, mampukan diri ini…

***

Ada sepenggal episode yang membuat saya terharu, mengalirkan semangat dalam diri untuk segera sehat dan kembali memeluk anak-anak. Ustaz Hasib menyampaikan kalau anak-anak dalam kondisi baik, mereka hanya sedih karena belum bisa bertemu saya lantaran saya harus recovery dulu di RSND.

“Pakde, kata Ummi kita harus bersyukur. Alhamdulillah Pakde, kita nggak kenapa-napa, sehat-sehat semua. Kita diselamatkan sama Allah. Rumah yang terbakar, nanti bisa diperbaiki, tanpa rasa sedih sama sekali,” kata Shofiy kepada Ustaz Hasib.

Masya Allah, Nak… Ummi terharu. Ummi sungguh mencintaimu karena Allah. Ummi banyak belajar dari anak-anak salih-salihah nan tangguh kesayangan Ummi.

***
Dengan kejadian ini, saya dan suami bermuhasahah…
Saat saya terbaring di rumah sakit, saya dan suami sempat berdialog. Dari hati ke hati.

“Maafkan aku, istriku… Aku menyesal, bukan karena mesin terbakar, bukan karena rumah yang rusak, juga bukan karena bahan dagangan yang hampir habis. Namun Astaghfirullah, aku hampir saja gagal menjadi *qawwam* (penanggung jawab/pelindung keluarga). Maafkan aku, istriku. Ya Allah, ampuni hamba-Mu ini yang telah lalai…”

Berkali-kali suami menyampaikan permohonan maafnya.

Allah ngasih “sentilan penuh cinta” bagi keluarga kami di bulan Syawal ini. 
Saya kembali terbayang tatkala terjebak di dalam rumah, dalam kondisi gelap gulita, asap hitam pekat, sulit untuk bernafas, mungkin itu hanya “sketsa sederhana” tentang alam barzah. Maha Suci Allah Pemilik Nafas Kehidupan ini.

Saat saya merasa gagal nafas, mungkin itulah “sketsa sederhana” episode sakaratul maut, leher rasanya tercekik, lidah kelu untuk bersuara. Sempat terlintas, apakah detik ini Malaikat Izrail menunaikan tugasnya? Mencabut ruh yang bersemayam dalam raga ini… Ya Rabbi, namun engkau masih beri kami kesempatan untuk kembali menghirup oksigen-Mu secara gratis.

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang akan kamu dustakan?

***
Perjalanan kita dalam kehidupan ini menyajikan banyak pilihan, menyuguhkan banyak tantangan yang harus kita taklukkan, juga memberikan begitu banyak soal untuk kita temukan jawabannya. Perjalanan kita dalam kehidupan ini juga mampu menempa diri kita menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih tangguh asalkan kita peka dalam menangkap hikmah dari-Nya. Pun dengan amanah pekerjaan yang saat ini kita sandang. Sejatinya itu semua adalah ujian.

Untuk suamiku, teruslah semangat!
Banyak mutiara hikmah yang menjadikan kami berdua larut dalam muhasabah karena sebuah musibah. Tidak ada yang bersalah dari musibah ini, juga tidak ada yang perlu ada yang disesali, semua sudah menjadi goresan takdir dan bagian skenario terindah dari-Nya. Mari terus bergandengan tangan, saling menguatkan, sejatinya inilah wujud cinta-Nya yang semoga semakin menguatkan cinta kami berdua. Karena Allah takkan pernah ingkar dengan janji-Nya: bersama kesulitan, pasti ada kemudahan.

Semoga kejadian ini menjadi guru terbaik dalam keluarga kami, menjadikan pribadi kami semakin kaya syukur dan bergelimang rasa sabar. Inilah bagian dari sebentuk ujian, dan tugas manusia  hanyalah berdo’a  serta berusaha disertai tawakal. Hasil akhir itu wilayah kerja Sang Penggenggam Semesta.

Terima kasih tiada terkira kami haturkan kepada para tetangga yang berhati mulia, untuk ustaz-ustazah dengan support dan doa tiada terkira, juga kepada semua yang telah meringankan. Allah sebaik-baik pemberi balasan.

Catatan Kontemplasi Hati
CATUR RAHAYU
(Editor: Norma Keisya Avicenna)


Wednesday, June 10, 2020

MONOLOG HATI, SALAH SATU CARAKU MENCINTAI DIRI SENDIRI

Wednesday, June 10, 2020 0 Comments



Self Love
Self love atau mencintai diri sendiri merupakan suatu penerimaan diri dan bentuk penghargaan pada semua hal yang terkait dengan diri kita sendiri, baik fisik, pikiran, dan hati. Mencintai diri sendiri merupakan hal yang sangat penting dalam hidup kita. Bagaimana bisa mencintai sepenuh jiwa jika kita masih abai akan kebutuhan diri untuk dicintai secara utuh? Self love  dapat meningkatkan kualitas hidup karena kita akan terus berusaha memiliki pandangan yang positif terhadap segala episode yang harus kita jalani dalam skenario kehidupan ini. Dengan meningkatkan self love, kita juga dapat merasakan bahagia dengan cara yang sederhana.

Terkadang, kita sering abai pada kelebihan diri dan cenderung fokus pada kekurangan diri, belum lagi kalau dibumbui dengan perkataan orang lain (yang negatif), sehingga kita menjadi stress. Waktu kita habis hanya untuk meratapi kekurangan diri, terus menerus menyalahkan diri sendiri, seolah-olah merasa hidup paling terpuruk. Hal ini menjadikan diri lupa bahwa Allah telah menciptakan kita dalam paket komplit, ada kelebihan dan juga kekurangan.

Ada banyak cara untuk mencintai diri sendiri sebagai upaya dalam self improvement. Kalau yang sering saya lakukan yaitu melakukan positif self talk, belajar untuk memaafkan diri sendiri dan merelakan apa yang telah terjadi di masa lalu, juga “Me Time” atau mengkhususkan waktu untuk diri sendiri, untuk menjernihkan hati dan pikiran dengan melakukan sesuatu yang menjadi kesenangan, memeluk diri sendiri juga bisa kok dilakukan sebagai upaya self love, seperti yang beberapa hari lalu di sampaikan oleh Bu Sukma, seorang psikolog dari Semarang.


Sebuah Kisah Sarat Hikmah


Melawan Anxiety (Kecemasan) #1 
Oleh: Sinta Yudisia

Jam 01.00 dinihari atau sekitar itu, aku sering terbangun mendadak.
Memandang sekeliling, dan baru tersadar kalau suami terpisah jauh di tanah seberang. Malam hari bukan saat yang menyenangkan dan menenangkan saat ini. Ada banyak kecemasan yang timbul. Ada banyak pertanyaan memenuhi benak dan perasaan. Sampai-sampai, berita-berita di grup tak berani kubuka satu demi satu karena khawatir berita demi berita akan memperburuk kondisi. Bukan hanya aku yang mengalami mimpi buruk. Dua putriku akhir-akhir ini juga sering mengalami mimpi buruk.
“Kok kalau malam aku mimpi kayak dicekik orang atau semacamnya ya?” keluh salah satu putri kami.
Dengan gadget di tangan, berita dari Surabaya, Jawa Timur, Indonesia hingga Britania Raya dan Amerika sana mudah diakses. Berita tentang covid 19 hingga George Floyd dengan hashtag #BlackLivesMatter bisa dicari tiap detik.
“Kamu mulai cemas, Nak,” kataku. “Jangan buka lagi ya berita-berita di internet.”
Informasi sangat penting diikuti, tapi kalau sudah mulai melukai diri sendiri, harus berhenti dikonsumsi. Setidaknya untuk beberapa saat.

Kupikir, aku kebal terhadap anxiety atau kecemasan. Nyatanya tidak. Malam demi malam mulai terasa menyiksa. Bahkan ketika tubuh dipaksa berbaring sekitar jam 22.00 pun tetap saja terbangun sekitar jam 01.00. Aku sendiri bertanya-tanya. Kenapa ya terbangun jam 01.00 malam dan kemudian hampir tiap setengah jam terjaga?

Peristiwa jam 01.00 malam. Sebelum era lockdown dan masa kami berpisah tempat akibat covid19, suami sempat sakit batuk. Alhamdulillah hasil rapid test negative, foto thorax pun bagus. Ke beberapa spesialis mendapatkan satu diagnose : ada gejala bronchitis. Hari-hari ketika kami bersama, suami sering terbangun sekitar jam 00.00 – 01.00 dini hari. Terbatuk-batuk. Aku ikut terjaga juga. Rupa-rupanya, itulah alam bawah sadar. Bahwa jam 01.00 harus bangun. Bangun! Bangun! Meskipun tak ada suami di dekatku. Meski tak terdengar batuknya. Sekarang kondisi kecemasanku meningkat : suami di seberang sana, apa masih batuk-batuk jam 01.00? Harusnya aku ada di sana! Harusnya suami nggak pergi dari Surabaya! Dan segala macam harusnya, harusnya, harusnya yang membombardir benak.

Setiap orang punya jam kecemasannya sendiri. Ada seorang sahabat yang serangan kecemasan hingga depresinya hadir di bulan X, bulan tertentu saat ia kehilangan putranya. Ada orang yang jam cemasnya sekitar siang, jam ketika ia kecelakaan walau alhamdulillah selamat. Dengan mewaspadai jam kecemasan, kita bisa mewaspadai alarm tubuh. Alarm tubuhku menyuruhku bangun jam 01.00 karena cemas dengan kondisi suami yang biasanya batuk jam dinihari.

Kebiasaan merusak : ada kebiasaan anxiety yang mulai terbentuk tiap jam 01.00 malam. Dan akhirnya, perilaku buruk mulai menular. Bayangkan, jam 01.00 malam atau sekitar itu me- whatsapp suami. Menanyakan apa dia baik-baik saja. Kalau gak ada jawaban segera, kecemasanku meningkat. Akhirnya suami ikut cemas juga di seberang ; karena aku terlihat tak bisa istirahat nyenyak ketika dini hari. Kecemasan-kecemasan ini menular dengan cepat. Aku jadi kepo pingin tahu kalau malam suami ngapaian aja? Makannya gimana? Kebiasaannya gimana? Ya ampun…perhatian sebagai tanda cinta mungkin menyenangkan. Kalau overdosis, akan sangat mengganggu.

Titik puncak. 
Suatu malam, sepertinya anxietyku sudah lumayan parah. Gak bisa tidur dari jam 01.00-03.00. Pikiran, perasaan sudah gak keruan. Pada akhirnya kucoba berdiskusi dengan diri sendiri, sebuah percakapan monolog yang pada akhirnya alhamdulillah membabat habis semua anxiety.

+ “Kalau suami sakit di sana, kamu bisa apa, Sinta?”
-“Aku nggak bisa apa-apa.”
+“Terus gimana?”
-“Aku pasrahkan sama Allah saja.”
“Bagus. Lalu gimana dengan dirimu sendiri?”
-“Aku bahkan nggak bisa ngatur nafasku sendiri. Nggak bisa ngatur detak jantungku sendiri. Bahkan diriku sendiri harus dijaga sama Allah.”
+“Kalau kamu cemas seperti ini dan gak bisa tidur, apa yang kamu lakukan?
-“Aku akan membaca hafalan Quran yang kupunya, sampai aku tertidur.”


Dalam kondisi kacau, yang terpikir di benak adalah 3 surah terakhir al Baqarah.
Meski hafal surat-surat yang lain, entah mengapa ayat itu yang terngiang.
Kubaca beberapa ayat, lalu jatuh tertidur.
Aku terbangun lagi, masih dengan kecemasan yang sama.
Kubaca lagi 3 ayat tersebut sampai tertidur.
Aku terbangun lagi, dengan kecemasan yang sama.
Kubaca lagi 3 ayat tersebut sampai tertidur.
Aku terbangun lagi dengan kecemasan, tapi dengan perasaan lain yang menyertai. Kebahagiaan. Kelapangan.


“Ya Allah…betapa sombongnya aku berpikir bisa mengawasi, menjaga, merawat suamiku. Bahkan nafasku saat inipun harus Kau bantu. Jagalah suamiku ya, Robb. Jagalah anak-anakku yang tidur di kamar sebelah. Jagalah orangtuaku.”

Menyadari bahwa kita berada di titik nol, tak punya kekuasaan apapun untuk melawan sesuatu yang di luar jangkauan, justru meredakan kecemasan. Aku pun mencoba menghargai diriku yang semula merasa tak berdaya karena tak bisa berada di samping suami.

“Bukan hanya para suami yang sedang berjuang saat ini, jauh terpisah dari keluarga. Mencari nafkah halal. Para istri yang berada di basecamp, menjaga diri dan anak tetap sehat juga tengah berjuang. Dengan segala keterbatasan yang ada. Termasuk keterbatasan kepastian, kapankah bisa bertemu dengan suami. Berkumpul bersama seperti dulu.
Kesabaran adalah perjuangan.
Dan kita adalah para pejuang. Termasuk aku.”

Well, setidaknya, kata-kata hiburan itu membuatku tampil sebagai pemenang.


***


Tulisan Mbak Sinta Yudisia di atas adalah status FB yang saya baca pertama kalinya pagi ini tatkala saya akan melanjutkan menulis tentang SELF LOVE. Ada bagian dari kisahnya di mana Mbak Sinta melakukan monolog atau self talk sebagai upaya mengatasi kecemasan yang menjalar dalam dirinya.

Pada akhir cerita, Mbak Sinta mampu mengatasi rasa cemas berlebihan itu menjadi sebuah harapan penuh kepasrahan namun berbalut keimanan. Masya Allah…

Apa yang dilakukan Mbak Sinta pun juga sering saya lakukan, meski dulu –di masa lalu- negative self talk kadang masih menyapa. Misal, “apa kamu bisa, Nung?”; “kok sepertinya ini sulit dan aku tidak bisa, ya?”, dan lain-lain, yang pada intinya meragukan kemampuan diri sendiri, huznudzon thinking, dan hopeless.Tapi, kini saya selalu berusaha untuk mengubah itu semua. Belajar untuk selalu  positive self talk dalam berbagai kondisi. Hadits ini yang selalu menjadi pemantik semangat saya:

Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.
(HR. Muslim)

Rasulullah saja mengajarkan demikian, jadi kita sebagai umatnya yang semoga senantiasa istiqomah mengikuti jejak cintanya harus berusaha meneladaninya. Dalam menjalani hidup ini, hanya ada 2 pilihan: SYUKUR atau SABAR. Semoga kita dimampukan untuk senantiasa memperkaya rasa syukur tatkala mendapatkan nikmat dari Allah serta melipatgandakan rasa sabar tatkala ujian/kesedihan menghampiri.

Self talk merupakan monolog, cara berdialog dengan inner voice diri kita sendiri di kala menghadapi beragam situasi. Self talk bisa diucapkan dengan suara lantang maupun hanya dalam hati. Self talk mampu memberikan sugesti untuk diri, melakukan afirmasi positif bahkan mampu membantu untuk senantiasa berpikir, merasa, dan bertindak secara sadar. Dan bagi saya, self talk yang positif merupakan salah satu upaya bagi saya untuk mencintai diri saya sendiri.

“Nung, kamu tidak perlu bersedih. Allah sedang melakukan seleksi jodoh terbaik untukmu.”
“Terus pantaskan dirimu, mungkin jodohmu nilainya 10 sedangkan nilaimu masih 8. Semangat ya, Nung!”
[Salah satu monolog yang pernah saya lakukan saat ta’aruf kedua saya kandas di tengah jalan] Hehe.

“Nung, ayolah, jangan nangis terus. Ahha Wok sudah nggak sakit lagi sekarang, sudah jauh lebih tenang di tempat terbaik. Semua sudah menjadi takdir-Nya.”
“Kalau nanti Nung kangen gimana?”
“Salihah-kan selalu dirimu. Kamu ingatkan, salah satu dari 3 amalan yang tidak akan pernah terputus meski ruh sudah meregang dari raga? Ya, doa seorang anak yang salih-salihah. Maka, gesa dirimu untuk selalu memantaskan diri menjadi muslimah salihah, menjadi wanita dunia yang layak dicemburui para bidadari surga. Hingga kiriman-kiriman doamu bisa menjadi cahaya penerang untuk tempat peristirahatan  Ahha Wok.”
[Salah satu monolog beberapa hari setelah kepergian Babe (Ahha Wok) dan saya terjerat kerinduan yang teramat dahsyat]

Alhamdulillah, banyak positive self talk yang telah saya lakukan dan saya pun merasakan banyak dampak positifnya:
  • Menghindarkan diri dari tekanan dan stress yang berlebihan.
  • Sebagai sarana refleksi diri.
  • Mengurangi rasa cemas karena dapat meregulasi pikiran, perbuatan, dan perasaan.
  • Meningkatkan rasa percaya diri saat harus performance di depan publik.
  • Menumbuhkan kekuatan untuk mengatasi kepanikan.
  • Memberikan energi optimis pada diri sendiri.
  • Menjadi pribadi dengan “positive vibes only”


Cara saya agar selalu bisa melakukan positive self talk adalah tidak mudah terjebak di dalam pikiran negatif dan berusaha untuk menjauhi lingkungan yang banyak “toxic”-nya. Selain itu, saya juga suka menempelkan kata-kata penyemangat dengan menggunakan “sticky note” di tempat-tempat yang sering saya lihat (terutama di area “kerja”).

Semoga positive self talk menjadikan kita sehat jiwa dan mental karena mampu memotivasi diri sendiri sekaligus sebagai upaya mencintai diri sendiri. Hingga kita selalu belajar mengenal segala kelebihan diri dengan lebih baik, juga menjadi pribadi yang selalu bersyukur atas segala karunia terbaik dan terindah dari-Nya.

***

Support System of Self Love
Mencintai diri sendiri sangat diperlukan untuk menghargai usaha yang telah diri kita capai. Proses mencintai diri sendiri tentu saja membutuhkan support system,  terutama dari orang-orang terdekat, seperti orang tua, pasangan hidup, sahabat, ustaz/ustazah (guru spiritual), dll.

Meskipun orang-orang di sekeliling seperti pasangan kita, anak, sahabat, teman, dan anggota keluarga sangat mencintai kita, tetapi akan lebih berarti jika kita tahu cara yang tepat untuk mencintai diri kita sendiri.
Bagi banyak orang, bangga dan cinta terhadap diri sendiri merupakan tantangan berat. Ketahuilah, mencintai diri sendiri memang membutuhkan banyak waktu. Sebelum menghabiskan waktu untuk mencintai orang lain, cintai diri kita terlebih dahulu!

Seperti yang telah saya sebutkan di atas, bahwa banyak orang yang hanya memandang berbagai kekurangan dalam dirinya. Hal ini menyebabkan ia tidak mampu menggunakan berbagai kelebihan dalam dirinya untuk memperluas pergaulan, menambah keterampilan, dan tentunya meningkatkan kompetensi dirinya. Bila kita termasuk orang yang selalu fokus pada kekurangan diri, mulailah belajar untuk mencintai diri kita sendiri.

***


Mengapa kita harus mencintai diri kita sendiri?

Allah Swt. sudah membekali setiap hamba-Nya dengan beragam keistimewaan dan potensi diri. Tubuh kita berfungsi untuk membedakan diri kita dengan orang lain, dan memudahkan orang lain mengenali kita. Ada milyaran orang di dunia ini, sehingga tubuh menjadi salah satu penanda khas diri kita. Misalnya, kita memiliki sebuah lesung pipi yang akan terlihat manis ketika kita tersenyum dan tidak semua orang memilikinya.

Kita akan selalu terlihat berbeda. Apa yang kita rasakan, apa yang kita lakukan, dan siapa diri kita, akan selalu membuat kita unik. Kadang apa yang kita lakukan, atau apa yang terjadi pada diri kita, tak selalu membuat orang senang. Tetapi selalu ada potensi untuk melakukan sesuatu hal yang bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Banyak hal menakjubkan dalam diri kita. Jangan selalu melihat kekurangan diri, tapi cobalah lihat sisi positif diri kita yang belum terungkap. Seringkali orang hanya terpaku pada gambaran fisik atau karakter yang tampak di permukaan. Coba kenali diri kita, apakah kita mempunyai kelebihan yang tidak dapat dilihat oleh orang lain. Misalnya, kita ternyata seorang yang tegas dan tidak mudah terpengaruh. Kita memiliki kemampuan untuk mengarahkan orang lain, dan membimbing mereka menjadi lebih baik.

Setiap orang memiliki bakat dan kemampuan yang berbeda satu sama lain. Perbedaan kemampuan ini menjadikan setiap orang itu istimewa.

Tidak ada orang yang sempurna. Kita tidak harus mencari cara untuk selalu terlihat cantik, hebat, menakjubkan, lucu, kuat, dan lainnya. Kita hanya perlu menjadi diri kita sendiri. Selalu ada orang yang mampu melihat kepribadian kita yang sesungguhnya, dan mampu mencintai diri kita apa adanya.

Ayo semangat, bangun benteng untuk mencintai diri sendiri! Caranya...
Hindari hinaan
Menghina diri sendiri tidak akan menghasilkan sesuatu yang positif, justru yang akan terjadi hanyalah menurunkan percaya diri dan menyalahkan diri sendiri. Saat kita menerima apapun yang dimiliki, kita sedang bersyukur dan menuju arah positif, tetapi saat kita menghina diri sendiri, kita hanya menumpuk energi negatif di dalam diri.

Jadilah pribadi yang baik untuk diri sendiri
Sudahkah kita memanjakan diri sendiri? Jadilah pribadi yang baik pada diri sendiri! Jadilah pribadi yang sabar pada diri sendiri! Jadilah pribadi yang mau mengajari diri sendiri berbagai hal baru! Jadilah pribadi yang percaya pada kemampuan diri sendiri!

Puji diri sendiri
Pujilah diri kita sebanyak yang bisa kita lakukan setiap hari. Katakan pada diri kita berapa banyak hal baik dan positif yang telah dikerjakan setiap hari. Maka, kita akan tahu bahwa kehadiran kita tidak sia-sia.

Rawatlah tubuh kita
Tubuh kita memerlukan perawatan dan nutrisi yang baik. Karena itu, penting bagi kita untuk memberikan asupan gizi yang baik. Jangan lupa untuk berolahraga dan melatih tubuh agar selalu sehat. Pikiran kita juga membutuhkan nutrisi, membaca dan berdiskusi dengan orang lain akan sangat membantu.

Gunakan cermin cinta
Berdirilah di depan cermin. Lihat diri kita, berilah pujian betapa kita sangat menyayangi tubuh tersebut. Ingat segala hal baik yang telah kita lakukan dan beri motivasi bahwa kita bisa melakukan lebih banyak lagi kebaikan. Jika ada bagian tubuh yang tak kita suka, atau kita teringat dengan orang-orang yang pernah menghinanya, maafkanlah mereka. Katakan pada bayangan di cermin, "Aku mencintaimu, sangat mencintaimu!"

***

Cintai diri kita, sekarang!
Tak ada waktu untuk menunggu. 
Ayo, sayangi diri kita mulai dari sekarang!





Saturday, May 30, 2020

BERTUALANG DI RIMBA BACA ALA PERPUSTAKAAN DNA

Saturday, May 30, 2020 0 Comments


Masyarakat Literat Indonesia Bermartabat
Secara etimologis, istilah literasi berasal dari bahasa Latin “literatus” yang artinya “orang yang belajar”. Literasi merupakan suatu kemampuan seseorang untuk menggunakan potensi dan keterampilan dalam mengolah serta memahami informasi saat melakukan aktivitas membaca dan menulis. Literasi memiliki fungsi penting dalam kehidupan. Kesadaran berliterasi akan mengantarkan sebuah peradaban pada kedudukan yang terhormat dan bermartabat.
Sebagai negara berkembang, Indonesia harus mampu mengembangkan budaya literasi sebagai prasyarat kecakapan hidup abad ke-21 melalui pendidikan yang terintegrasi, mulai dari keluarga, sekolah, sampai dengan masyarakat. Enam literasi dasar mencakup literasi baca-tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan. World Economic Forum pada tahun 2015 menyebutkan bahwa enam literasi dasar tersebut sangat penting untuk dikuasai oleh masyarakat, dari anak-anak sampai orang dewasa.
Tantangan saat ini di era digital adalah menariknya kegiatan belajar yang “dikalahkan oleh” menariknya hiburan dunia digital. Karena itu, perlu inovasi-inovasi kekinian untuk membudayakan literasi khususnya di kalangan anak-anak dan lebih luas lagi di lingkungan masyarakat. Menumbuhkan minat  literasi baca-tulis pada anak-anak memberikan manfaat dan pengaruh yang sangat besar. 
Semuanya bisa diawali di lingkungan terkecil, yakni keluarga. Dunia parenting (pengasuhan anak) yang kini semakin berkembang dengan beraneka rupa teori-teorinya, juga menitikberatkan akan pentingnya kecakapan literasi anak-anak sejak usia dini bahkan ada yang sudah memulainya sejak anak masih berada dalam kandungan ibunya. Orang tua harus bisa memberikan contoh dan selalu berupaya menumbuhkan budaya literasi di rumah.  Dengan literasi baca-tulis, wawasan dan pengetahuan akan bertambah, meningkatkan daya kreativitas, dan mengembangkan keterampilan hidup.

Transportasi Literasi itu Bernama Perpustakaan
Perpustakaan menjadi salah satu alternatif tempat belajar yang menunjang untuk menumbuhkan budaya literasi baca-tulis. Menurut saya, perpustakaan yang ideal adalah sebuah perpustakaan yang mampu memberdayakan masyarakat, mampu melakukan revolusi minat baca pada masyarakat, dan mampu mengubah karakter masyarakat dari tidak suka membaca menjadi suka membaca.  Perpustakaan juga seharusnya mampu mengubah masyarakat tuna informasi menjadi masyarakat yang berliterasi atau melek informasi.
Semua bermula karena saya sangat suka membaca lalu mengoleksi buku hingga akhirnya saya pun mendirikan perpustakaan DNA. Perpustakaan mempunyai peranan yang sangat vital bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. 
  • Pertama, perpustakaan berfungsi sebagai jantung pendidikan dan ilmu pengetahuan. 
  • Kedua, sebagai pusat pengumpulan dan penyimpanan sumber pengetahuan dan informasi. 
  • Ketiga, sebagai pusat kegiatan masyarakat setempat. Perpustakaan juga mempunyai peran yang sangat strategis dalam mempengaruhi tingkat taraf hidup masyarakat. 
  • Perpustakaan harus dapat berfungsi sebagai wahana belajar yang mampu mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia yang berilmu, cakap, kreatif, inovatif dan mandiri. 

Bangsa yang literate adalah bangsa yang mampu menjawab tantangan zaman. Peradaban yang berliterasi selalu ditandai dengan kepedulian yang tinggi terhadap perpustakaan. Perpustakaan selalu menjadi transportasi literasi ketika suatu peradaban mencapai puncak keemasan.  Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sepanjang peradaban manusia tidak dapat lepas dari perpustakaan.

Sebagian koleksi perpustakaan DNA


Inkubator Literasi ala Perpustakaan DNA
Saya seorang ibu rumah tangga sekaligus penulis. Tidak sekadar ‘menjadi’ penulis, namun saya juga bertekad ‘menjadikan’ orang lain penulis (melahirkan generasi-generasi penulis cilik), maka terbentuklah komunitas penulis cilik “DNA Writing Club”. Saya awali semuanya dengan mendirikan Perpustakaan DNA di rumah. Berawal dari koleksi pribadi yang jumlahnya ratusan kemudian terus bertambah juga menyiapkan beragam kegiatan.

Perpustakaan DNA didirikan sejak November 2013. Bertempat di Jalan Jati Barat I No.274, Banyumanik, Semarang. Dalam kegiatannya, selain melayani sirkulasi peminjaman buku, juga ada beberapa kegiatan kreatif untuk menumbuhkan budaya literasi baca-tulis di lingkungan masyarakat. Pengelola Perpustakaan DNA saat ini berjumlah 4 orang. Kami menyebut pengelola perpustakaan dengan istilah ‘mentor’.

Salah satu hal yang menjadi fokus kami di Perpustakaan DNA saat ini adalah  sosialisasi sekaligus pelaksanaan perjenjangan buku, baik saat pelayanan kegiatan membaca di perpustakaan maupun saat peminjaman buku. Perjenjangan buku ini sesuai dengan Panduan Perjenjangan Buku Nonteks Pelajaran bagi Penggunaan Perbukuan yang diterbitkan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Panduan perjenjangan buku ini sangat membantu petugas perpustakaan maupun pegiat literasi dalam penyusunan daftar buku yang direkomendasikan untuk dibaca oleh pembaca sasaran. Selain itu, perjenjangan buku dapat membantu menumbuhkembangkan budaya literasi melalui buku yang bermutu serta tepat guna untuk memberikan pengalaman membaca yang menyenangkan karena mempertimbangkan aspek pedagogik dan psikologis pembaca. 



Penyediaan buku di Perpustakaan DNA diharapkan dapat membantu terlaksananya proses perjenjangan buku tersebut. Misalnya, untuk kategori pra-membaca untuk anak-anak usia dini, buku yang disediakan di Perpustakaan DNA seperti : boardbook, flip-flap book, buku kain (untuk bayi dan balita), pop-up book, dll. Selain itu, untuk kategori membaca dini disediakan aneka jenis pictorial book (buku bergambar dengan bahasa sederhana dan ilustrasi yang sangat menarik).


Koleksi buku di Perpustakaan DNA harus dapat mengembangkan karakter positif serta terbebas dari materi yang bersifat pornografi, kekerasan, ungkapan kebencian dalam berbagai bentuk, dan penistaan suku, adat, ras, serta agama (SARA). Hal ini sejalan dengan UU RI No.3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, yang menyatakan bahwa penyelenggaraan sistem perbukuan berazaskan kebhinekaan, kebangsaan, kebersamaan, profesionalisme, keterpaduan, kenusantaraan, keadilan, partisipasi masyarakat, kegotongroyongan, dan kebebasbiasan.

Kesalahan dalam memilih buku yang tidak sesuai dengan jenjang kemampuan membaca akan membuat pembaca, terutama anak-anak, tidak mencapai tujuan membaca yang diharapkan. Dengan demikian, diperlukan perjenjangan buku guna memilih buku yang  bermutu dan sesuai dengan perkembangan kemampuan baca serta kebutuhan pengembangan literasi. Para pengguna perpustakaan DNA  dapat memilih dan memilah buku secara tepat, efektif, dan bermakna sesuai dengan tingkat perkembangan usia, kemampuan baca, dan kebutuhan pembaca.

Pendidikan adalah proses pengembangan kapasitas untuk tumbuh secara terus-menerus dan merekonstruksi pengalaman menjadi lebih bermakna.  Sumber pengalaman antara lain terdapat dalam buku teks pelajaran dan buku nonteks pelajaran. Membaca buku sebagai bagian dari pembelajaran harus dapat dijadikan sebagai pengalaman lebih bermakna.
Membaca bukanlah sekadar meningkatkan keterampilan berbahasa. Membaca adalah sebuah proses pembaruan pikiran, di mana seseorang akan menerima suatu hal yang dapat membantu terbentuknya sel otak baru dalam setiap penyerapan informasi. Membaca dapat membuka mata kita akan pentingnya SDM yang unggul, mengubah pikiran kita menjadi lebih luas lagi, memiliki sumber informasi agar tidak terbawa arus negatif globalisasi. Membaca dapat mempengaruhi kualitas suatu bangsa. 
Penanaman budaya literasi baca-tulis yang senantiasa diupayakan melalui beragam kegiatan di Perpustakaan DNA juga menjadi salah satu alternatif cara menghindarkan ketergantungan anak-anak terhadap gawai. Dengan semakin banyak bahan bacaan yang variatif dan menarik (yang disesuaikan dengan perjenjangan usia), membuat anak-anak akan semakin kaya kosakata dan ide-ide yang dapat dituangkannya dalam komunikasi lisan dan tulisan.
Akhirnya, sebagai pengelola perpustakaan sekaligus pegiat literasi, kita harus menciptakan suatu kondisi dimana aktivitas membaca bukan hanya sekadar sebuah kewajiban, tetapi secara bertahap menjadikannya sebagai budaya dan hobi. Jika literasi baca telah kuat, maka tahap berikutnya yaitu literasi tulis tidak terlalu berat untuk diwujudkan. Walaupun orang yang rajin membaca tidak selalu identik dengan pandai menulis, tetapi setidaknya telah memiliki modal awal yang potensial.


Generasi yang kuat dalam literasi baca-tulis akan menjelma menjadi pendorong untuk lahirnya generasi yang memiliki kecakapan abad 21. Semoga Perpustakaan DNA bisa menjadi salah satu inkubator literasi yang mampu melahirkan SDM yang unggul dan berkualitas menuju Indonesia maju. Mari bersama, bersinergi membahagiakan sesama dengan ‘meliteratkan’ satu sama lain! Salam Literasi!

Sumber Pustaka:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2018. Panduan Perjenjangan Buku Nonteks Pelajaran bagi Pengguna Perbukuan. Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan.