Jejak Karya

Jejak Karya

Thursday, March 10, 2011

Antara Aisya Avicenna, Ruben, dan Maher Zain dalam “Open Your Eyes”

Abu Bakar Ruben

Beberapa bulan yang lalu, iseng-iseng saya download lagu “Open Your Eyes”-nya Maher Zain, ternyata saya malah mendapat yang versi video lengkap dengan gambar-gambar yang inspiratif. Setelah misi download itu berhasil, saya memutar lagu itu berulang kali sambil mendalami maknanya. Saya juga menjadikannya sebagai nada SMS di ponsel saya. Bukan bermaksud berlebihan sih, hanya saja lagu ini memang sangat inspiratif.
Nah, di tengah lagu yang sedang diputar… ada potongan (semacam konferensi pers) dari seorang laki-laki berjas hitam. Awalnya saya mengira itu Maher Zain yang berambut gondrong. Tapi hari ini.. (telat banget ya.. tapi nggak apalah), saya baru tahu kalau lelaki itu bernama Abu Bakar Ruben saat saya iseng-iseng membuka Republika Online.
Berikut kisah Abu Bakar Ruben yang dimuat dalam Republika Online (link : http://www.republika.co.id//berita/dunia-islam/mualaf/11/03/04/167428-ruben-sempat-mencemooh-apa-belajar-islam-itu-gila)
Ruben Sempat Mencemooh 'Apa Belajar Islam? Itu Gila!'

Kisah pencarian Abu Bakar Ruben dimulai sejak ia berada di bangku kuliah. Saat itu ia ditimpa banyak masalah. Teman dekatnya meninggal karena kecanduan narkoba. Orangtuanya bercerai dan ia mengalami kesulitan keuangan.

"Saya pun mulai bertanya apa sebenarnya tujuan hidup itu?" tuturnya. Peristiwa sulit yang terjadi hampir bertubi-tubi itu menjadi katarsis bagi Ruben untuk melirik agama.

Ruben dibesarkan di Melbourne oleh orangtua yang tak percaya Tuhan. "Saat kecil saya memang dibesarkan untuk menganut Kristen, tapi orang tua saya atheis, sehingga saya cenderung memiliki pandangan atheis," ungkap Ruben.

Agama pertama yang ia coba pelajari adalah Kristen. Kebetulan seorang teman mengundangnya untuk datang ke kemah keagamanan. "Mereka bernyanyi, suara mereka bagus, tapi saya bingung apa artinya," tutur Ruben.

"Mereka kemudian bilang bahwa Tuhan mencintai saya." Ruben keheranan. "Bagaimana mungkin tuhan mencintai saya sedangkan saya punya anjing dia tidak tidak mencintai saya," tuturnya. Rupanya saat itu kehidupan Ruben tak tentu arah. Ia bukan tipe orang yang bisa diandalkan, meskipun yang meminta bantuan adalah orang tuanya dan ia memiliki seekor anjing yang kemudian tak pernah ia urus.

Tak menemukan apa yang ia cari ia pun melangkah lagi, kini giliran Katholik dan Anglican Baptis. Namun ada hal yang membuat ia terganggu setiap saat ia bertanya kepada pemeluknya. "Mereka akan membuka injil dan kemudian berkata 'Oh jawabannya ini saudaraku' sambil beropini," tutur Ruben.

"Setiap kali mereka menjawab mereka beropini, sehingga saya menyimpulkan tentu banyak sekali intepretasi dalam Kristen," katanya. Padahal, lanjutnya, itu belum termasuk perbedaan dalam gereja.

Antara satu pendeta dengan pendeta lain bisa memiliki intepretasi berbeda dan saling mengklaim satu sama lain. "Injil satu rasa tapi intepretasi bermacam dan setiap orang bisa melakukan, itu sangat membingungkan," ujarnya.

Berikutnya ia melakukan persentuhan dengan Hindu. Ia berteman dengan seorang penganut keyakinan tersebut saat bekerja paruh waktu. "Saya kemudian dikenalkan dengan tuhan berkepala gajah." Lagi-lagi Ruben bertanya, mengapa Tuhan harus berkepala gajah, apa hubungan gajah dengan tuhan. "Mengapa tidak singa? lebih perkasa. Bagi saya sangat tidak logis dan sulit untuk dipahami."

Menginvestigasi lebih jauh ia menyelidiki agama Yahudi. "Ya nama saya Abu Bakar Ruben, berasal dari Rubenstein, nama yang sangat Yahudi karena itu saya juga mencoba mencari tahu apa itu Yahudi,' tuturnya. Namun tak ada satupun dari keyakinan itu yang mengena di hatinya.

Hingga suatu saat ia bertemu temanya yang beragama Kristen. "Saya ditanya bagaimana pencarianmu, apa saja yang sudah kampu pelajari?" kata Ruben menirukan ucapan si teman. Ia menjawab semua, mulai Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Yahudi, Anglikan tapi tak ada yang bisa menarik hatinya.

Si teman bertanya lagi, "Bagaimana dengan Islam?". Pertanyaan langsung disambar Ruben dengan cemooh, "Apa, Islam? Buat apa saya mengivestigasi agama terorisme? Itu gila."

Tapi respon tubuh Ruben berkata lain. "Saya tidak tahu mengapa dan apa yang menggerakan saya, yang jelas saya mengenakan sepatu, berpakaian rapi dan pergi ke masjid. Saya tak punya petunjuk, bagaimana saya melakukan itu," tutur Ruben.

Begitu masuk masjid, Ruben merasa cemas. "Saya berpikir 'Aduh saya bakal mati di sini, saya satu-satunya kulit putih yang terlihat," tuturnya. Ketika itu seorang pria Timur Tengah berperawakan besar dengan cambang tebal mengenakan abaya mendekatinya. Ia bernama Abu Hamzah.

Tiba-tiba diluar dugaan Ruben, Abu Hamzah menyapanya dengan ramah dan bahkan meminta seorang yang lain untuk membuatkan teh bagi Ruben. "Tak pernah saya bayangkan bakal mendapat perlakuan seperti itu," kata Ruben.

Ia pun mulai banyak bertanya, tentang teman-temannya yang telah meninggal, tentang apa itu masa lalu dan masa yang akan datang. Abu Hamzah, seperti yang dituturkan Ruben, berdiri mengambil Al Qur'an dan membuka kitab itu lalu menunjukkan sebuah ayat dan meminta Ruben membaca seraya berkata ini jawabannya.

"Itu benar-benar menghentak saya," kenangnya. Ia pun menanyakan hal-hal sulit lain, seperti mengapa menumbuhkan janggut, mengapat menggunakan hijab, mengapa memiliki istri empat. "Saya pikir itu adalah pertanyaan-pertanyaan sulit, tapi sungguh luar biasa, mereka selalu membuka Al Qur'an dan lalu memberikan kepada saya untuk dibaca. Itu selalu mereka lakukan sebelum mengulas lebih jauh dengan buku hadis yang juga ada di dalam masjid," tutur Ruben.
"Mereka selalu membuka Al Quran untuk menjawab dan sama sekali tidak beropini," ujarnya. Kemudian Ruben pun bertanya, "Saya ingin tahu tentang opini anda tentang ini, tentang aturan itu." Diluar harapan Ruben, mereka menjawab, "Saya tidak mungkin dan tidak boleh beropini tentang Firman Tuhan".
"Subhanallah, itulah yang benar-benar menyentuh saya dan selalu membuat saya teringat," ujar Ruben yang telah memeluk Islam saat menuturkan kisahnya. Malamnya ia pun membawa pulang Al Quran. "Dan ketika saya membaca, saya bukan hanya menemukan kisah, tapi seolah-olah ada yang memandu saya."

Ia memandang Al Qur'an tak hanya benar tetapi juga logis dan ilmiah. Ia takjub bagaimana Al Qur'an juga menguraikan proses penciptaan dan kelahiran manusia, penuturan proses sel telur yang dibuahi hingga tercipta gumpalan darah, tumbuh tulang, peniupan ruh hingga akhirnya membentuk janin yang siap dilahirkan ke bumi.

"Inilah yang saya cari, ini yang saya perlukan," ujarnya. Butuh enam bulan sebelum ia sampai pada kesimpulan itu. Tapi ketika hendak membuat perubahan besar, Ruben menginginkan pembenaran lain untuk menguatkan keputusannya. "Saya sudah siap melakukan lompatan besar, tapi ingin satu dorongan saja, tak perlu besar, kecil pun cukup," tuturnya.

Untuk itu ia bahkan melakukan dialog Tuhan. "Ayolah Allah satu saja," ujarnya menirukan ucapannya sendiri saat itu. Ia duduk diam di tengah ruangan dengan satu lilin menyala. Lama ia menunggu. Tak satupun hal terjadi. "Terus terang sangat kecewa. 'Aduh Engkau melewatkan satu kesempatan'" ujar Ruben saat itu kepada Tuhan.

Ia kembali menunggu pertanda kedua. Lagi-lagi tak ada perubahan, tak ada petunjuk. "Aduh tolong jangan kecewakan aku lagi. Saya lagi-lagi sungguh kecewa." tutur Ruben yang akhirnya memutuskan membuka Al Quran. Ia terhenti oleh beberapa ayat, salah satunya berbunyi "Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya) (QS 16:12)

Membaca ayat itu Ruben tersadar. "Betapa arogannya saya menuntut tanda spesifik seperti yang saya mau. Matahari dan semua ciptaannya di muka bumi adalah tanda bagi kita semua," tutur Ruben.

Begitu yakin dengan keputusannya ia kembali berkunjung ke masjid. "Saya tidak tahu harus berbuat apa dan harus mengucapkan apa, jadi saya putuskan ke masjid." Tiba di masjid Ruben terkejut menjumpai ruangan begitu penuh orang. Rupanya saat itu hari pertama Ramadhan.

Mengutarakan niatnya, ia pun diminta untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. "Sangat belepotan, pemandu saya bilang 'Asyhadu' saya jawab "As, apa?" sampai berulang kali. Menggelikan." kenang Ruben.

Si pemandu menegaskan pada Ruben bahwa ia harus mengucapkan syahadat dalam bahasa aslinya, Arab. Kalimat itu tak bisa diucapkan dalam bahasa Inggris. Berlatih beberapa saat, lidah Ruben akhirnya lancar mengucapkan ikrar tersebut. Pada hari pertama Ramadhan itu ia pun resmi menjadi Muslim.

Begitu selesai Ruben mengaku ada beban yang tertarik dan lepas keluar dari tubuhnya. "Saya merasa ringan," ujarnya. Ia mengira saat itu akan mendapat sambutan teriakan dan takbir 'Allahu Akbar' dari jamaah pria yang berada dalam masjid. "Tapi ternyata tidak, satu persatu mereka mendatangi saya, menjabat tangan saya dan mencium saya. Bahkan saya belum pernah mendapat ciuman sebanyak itu dari wanita," tutur Ruben berkelakar.

"Tapi itu peristiwa sangat berharga dan tidak bisa saya lupakan. Saya bahagia karena saat itu juga saya mendapat banyak saudara."

Mengetahui ia masuk Islam, orangtuanya sempat cemas. "Mereka takut tiba-tiba nanti saya sudah memanggul AK 47 dan memegang granat," selorohnya. "Saya jelaskan itu tidak mungkin. Terus terang saya merasa tenang. Mental saya lebih stabil, saya juga lebih fokus dan mereka (orangtua-red) melihat perubahan itu." tutur Ruben.

Penasaran, ayahnya pun ikut membaca Al Qur'an. Mereka berkata kepada Ruben sejak menjadi Muslim ia menjadi pribadi lebih baik. "Kamu menjadi orang yang lebih bisa diandalkan, dipercaya dan bisa diminta tolong,'kata Ruben menirukan ucapan ayahnya. "Itulah yang saya rasakan dan saya akan terus meyakini dan mendalami agama ini."
**
Hmm, luar biasa ya kisahnya!
Ya Allah. Kuatkan niat kami untuk selalu berjalan di jalan-Mu ya Allah. Jalan yang engkau ridloi. Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat. Bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat. Amiin
Isyhadu bi anna Muslimin…

***
Menulis sambil mendengarkan Maher Zain 


OPEN YOUR EYES

Look around yourselves
Can't you see this wonder
Spreaded infront of you
The clouds floating by
The skies are clear and blue
Planets in the orbits
The moon and the sun
Such perfect harmony

Let's start question in ourselves
Isn't this proof enough for us
Or are we so blind
To push it all aside..
No..

We just have to
Open our eyes, our hearts, and minds
If we just look bright to see the signs
We can't keep hiding from the truth
Let it take us by surprise
Take us in the best way
(Allah..)
Guide us every single day..
(Allah..)
Keep us close to You
Until the end of time..

Look inside yourselves
Such a perfect order
Hiding in yourselves
Running in your veins
What about anger love and pain
And all the things you're feeling
Can you touch them with your hand?
So are they really there?

Lets start question in ourselves
Isn't this proof enough for us?
Or are we so blind
To push it all aside..?
No..

We just have to
Open our eyes, our hearts, and minds
If we just look bright to see the signs
We can't keep hiding from the truth
Let it take us by surprise
Take us in the best way
(Allah..)
Guide us every single day..
(Allah..)
Keep us close to You
Until the end of time..

When a baby's born
So helpless and weak
And you're watching him growing..
So why deny
Whats in front of your eyes
The biggest miracle of life..

We just have to
Open our eyes, our hearts, and minds
If we just look quiet we'll see the signs
We can't keep hiding from the truth
Let it take us by surprise
Take us in the best way
(Allah..)
Guide us every single day..
(Allah..)
Keep us close to You
Until the end of time..

Open your eyes and hearts and minds
If you just look bright to see the signs
We can't keep hiding from the truth
Let it take us by surprise
Take us in the best way
(Allah..)
Guide us every single day..
(Allah..)
Keep us close to You
Until the end of time..

Allah..
You created everything
We belong to You
Ya Robb we raise our hands
Forever we thank You..
Alhamdulillah..


 
Aisya Avicenna

No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup.


Salam,


Keisya Avicenna