Jejak Karya

Jejak Karya
Showing posts with label Catatan Aisya. Show all posts
Showing posts with label Catatan Aisya. Show all posts

Tuesday, April 05, 2011

Catatan Aisya [5] : Tetap CERIA di Tempat Kerja

Tuesday, April 05, 2011 0 Comments
Geje ^^v

Setelah aksi Sinta Jojo dan Udin Sedunia yang menyemarakkan Youtube beberapa waktu yang lalu, pekan ini Youtube kembali dihebohkan dengan aksi seorang Briptu dari Gorontalo. "Polisi Gorontalo Menggila", begitu judul video berdurasi enam menit 30 detik yang diunggah ke situs Youtube. Video ini memperlihatkan seorang anggota polisi yang sedang menyanyikan lagu India dengan cara lypsinc alias gerak bibir dengan menyesuaikan lirik lagu. Video ini cukup membuat saya tertawa plus menghilangkan sedikit 'ketegangan pikiran' setelah seharian kemarin menyelesaikan bahan presentasi dan kuesioner untuk sebuah acara sosialisasi kebijakan impor di luar kota pekan depan. Benar-benar lucu dan menghibur!!!

Dalam adegan video tersebut polisi itu menari dengan lincah, namun tidak mendapat tanggapan dari dua rekannya yang berjaga di pos yang sama. Satu petugas lain memang sempat melihat ke arahnya dan tersenyum, tapi lantas cuek. Sementara, satu lainnya, benar-benar tak peduli, ia asyik memainkan ponselnya. Saya baru tahu pagi ini kalau yang beraksi tersebut bernama Norman Kamaru, anggota Satuan Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian Daerah Gorontalo berpangkat Brigadir Polisi Satu (Briptu). Kelucuan beliau mendendangkan "Chaiyya, Chaiyya" yang dinyanyikan Shahrukh Khan di film Dil Se pada tahun 1998 dalam video ini memang bisa memunculkan kontroversi. Meski masyarakat banyak yang menyukainya, tapi tidak menutup kemungkinan aksi tersebut bisa berbuah sanksi dari atasan karena seorang polisi itu idealnya adalah pribadi yang tegas dan berwibawa di setiap penampilan. Entahlah, kita tunggu saja bagaimana kelanjutan kisah Briptu Norman Kamaru ini. Semoga happy ending ^^v.

Kalau menurut saya, tidak menjadi masalah sih. Bahkan menjadi inspirasi bagi saya untuk tetap CERIA di tempat kerja. Kita ambil sisi positifnya saja. Tidak bisa dipungkiri bahwa rasa jenuh bisa menyerang saat di tempat kerja. Jujur, saya pun mengalaminya. Tapi, kita harus pandai menyiasati dan segera menghilangkan kejenuhan itu. Biasanya kalau jenuh, saya mendengarkan nasyid, menulis blog, membaca situs inspiratif, diskusi via YM dengan teman, FB-an (alhamdulillah, kalau di kantor boleh FB-an asal tidak mengganggu pekerjaan), atau melihat video lucu di atas. Ehem!

Apapun pekerjaan kita, kalau diniatkan untuk ibadah insya Allah akan berbalas barokah. Bukankah hanya ridha Allah yang kita cari dalam setiap aktivitas? Meski kadang stress melanda karena banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan, tapi sikapilah dengan sebaik-baiknya. Jargon saya sih, tetap CERIA di tempat kerja!

[C]ukuplah Allah yang menjadi tujuan
[E]tos kerja tinggi jadi tumpuan
[R]ezeki yang halal, cari sepenuh hati!
[I]khlaslah, jauhkan pamrih...
[A]llah yang akan membalas semuanya!

Semangat bekerja!!!
Jakarta, 050411_11:08
Aisya Avicenna
writer@www.aisyaavicenna.com

Monday, April 04, 2011

Catatan Aisya [4] : Saat Kesempatan Datang

Monday, April 04, 2011 0 Comments

Saya teringat saat masih semester 8 tahun 2009 lalu. Pada semester terakhir ini, saya hanya mengambil 6 SKS untuk skripsi. Jadi, ada banyak waktu luang. Alhamdulillah, pas banget ada kesempatan mengikuti program Kuliah Kewirausahaan Lanjut (KKL) yang diadakan oleh Fakultas Ekonomi. Akhirnya saya mendaftar. Ada seleksinya juga lho! Tes tertulis, psikotes, dan wawancara. Hmm, penyelenggara bermaksud menguji kompetensi para calon ‘pengusaha muda’ kebanggaan UNS ini. Ehem…!

Alhamdulillah, saya lolos seleksi. Saat KKL dimulai, kami dibagi menjadi beberapa kelompok. Saya satu kelompok dengan seorang mahasiswi dari Fakultas Hukum dan seorang mahasiswi dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Waktu itu kami ditantang untuk memulai suatu bisnis. Atas ide saya, akhirnya kami sepakat KANOME adalah nama usaha kami (KANOME kependekan dari etiKA, NOvi, MEga). Bisnis kami berupa penjualan brownies kukus dan kripik tempe aneka rasa. Alhamdulillah, sebelum lulus saya sempat merasakan manis pahitnya menjadi seorang entrepreneur. Benar-benar manis untuk dikenang. Semanis brownies yang kami buat dengan tangan kami sendiri… Hmm..!!!

Sebelum action, kami diberi motivasi-motivasi menjadi entrepreneur yang andal oleh seorang trainer. Nah, saat sedang memperhatikan materi, tiba-tiba beliau mengeluarkan selembar uang Rp 50.000,-. Uang itu diangkatnya tinggi-tinggi. Beliau hanya tersenyum, tanpa mengeluarkan instruksi apapun. Akhirnya, seorang teman yang duduk di depanku gegas berdiri dan menyambar uang itu.


Sang trainer tersenyum. Peserta yang lain, termasuk saya mulai sadar dengan yang baru saja terjadi. Hari itu kami belajar, bahwa kami harus peka terhadap kesempatan yang ada di hadapan. Karena sebuah kesempatan itu datangnya tidak terduga. Kesempatan terkadang datang hanya sekali di dalam kehidupan kita. Saat itu ada yang bersemangat menyambut kesempatan yang datang padanya. Ada yang malu-malu menyambutnya. Ada yang tidak percaya diri, akhirnya tidak mendapatkan sama sekali. Kesempatan itu lewat begitu saja. 


"Hidup ini perlombaan. Jika kau tidak cepat, seseorang akan mengalahkanmu dan melaju kencang meninggalkanmu!" Begitu kata Viru Shastrabhuddi (Virus) dalam film 3 idiots yang kemarin saya tonton untuk keempat kalinya. Sebuah anekdot:
Tok! Tok!
“Ya, siapa di sana?”
“Ini Saya, kesempatan.”
“Jangan bohong deh. Kesempatan tidak pernah mengetuk dua kali.”


Hmm… Oleh karena itu, saat kesempatan hadir yang dibutuhkan adalah suatu tindakan. Terkadang kita harus mengambil tindakan yang cepat. Jika tidak, maka kita akan tertinggal di belakang bahkan tidak akan mendapatkan apa-apa. Take every one chance you got every single time in your life, cause you’ll never know when or where it comes again.


Allah Swt. memiliki rencana sendiri untuk setiap hamba-Nya. Kita tidak akan pernah tahu mana kesempatan yang terbaik untuk kita. Yakini dan lakukan yang terbaik atas setiap kesempatan yang kita rasa baik. Bisa jadi itulah kesempatan terbaik yang diberikan Allah Swt. untuk kita. Yakinlah akan kekuasaan Allah Swt yang selalu memberikan yang terbaik untuk kita. Tak kalah penting, yakinkan diri sendiri bahwa kita mampu meraih impian kita.


Sore yang indah…
Saat kesempatan itu datang…
Jakarta, 040411_16:57
Backsongnya “Give Me Some Sunshine”-nya 3 idiots

Saari umar hum
Mar mar ke jee liye
Ek pal to ab humein jeene do
Jeene do

...Na na na….Na na na….Na na na….Na na nana na….

Give me some sunshine
Give me some rain
Give me another chance
I wanna grow up once again


Aisya Avicenna
writer@www.aisyaavicenna.com
sumber foto : http://www.zazzle.com/opportunities

Catatan Aisya [3] : Ayah dan Putrinya

Monday, April 04, 2011 2 Comments
Dua tahun yang lalu, saat liburan ke Magelang

“Yah, Nanda boleh nikah tahun ini ya?” tanya Nanda pada Ayahnya awal tahun 2010 lalu lewat SMS.
“Mmm, memangnya sudah punya calon?” Ayah membalas SMS-nya
“Ada yang baru mau kenalan dengan Nanda, Yah. Namanya Azzam Mumtaza. Nanda baru kenal dari biodata yang dikasih guru ngaji Nanda sore ini. Nanda boleh nikah tahun ini, Yah?” tanya Nanda kemudian.
“Kalau memang kamu sudah siap, Ayah hanya bisa merestui.” Balasan SMS Ayah membuat Nanda sangat bahagia.
Selang beberapa hari kemudian, Asri, adik bungsu Nanda SMS mengabarkan kalau Ayah mereka sakit. “Kak, Ayah sakit. Entahlah, akhir-akhir ini sepertinya Ayah kehilangan nafsu makannya. Beliau juga sering melamun.”
Nanda terkejut. Ia segera menekan 12 digit tombol di ponselnya, menghubungi sang Ayah.
“Assalamu’alaikum...” Nanda cemas.
“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh...” jawab suara di seberang sana.
“Ayah sakit ya? Sakit apa, Yah? Ayah jangan kecapekan dong...” Nanda menghamburkan semua tanyanya.
“Ayah nggak apa-apa, Nak... Cuma capek saja. “ jelas Ayah dengan nada lemah.
“Jaga kesehatan ya, Yah... Nanda jadi kepikiran nih,” tutur Nanda.
“Iya, Nak. Eh, Nanda benar sudah siap nikah tahun ini? Nak, selesaikan dulu masa diklatmu. Tahun depan saja. Kan kamu sudah jadi pegawai tetap. Lagipula kakak sulungmu belum menikah.” Rentetan kata dari Ayah tersebut membuat Nanda terkesiap.
“Yah... sepertinya Ayah masih belum meridhai Nanda menikah tahun ini. Bismillah, baiklah Yah. Nanda akan turuti keinginan Ayah. Nanda tidak ingin membuat Ayah kecewa. Tapi tahun depan Nanda boleh nikah ya, Yah?” tanya Nanda penuh harap.
“Insya Allah, saat itu mungkin Ayah sudah benar-benar siap melepasmu, Nak!” jawab Ayah.
***
Kisah di atas terinspirasi setelah membaca sebuah artikel yang saya baca di majalah Tarbawi edisi special tentang Ayah.
Ayah dan putrinya, bisa diibaratkan dengan seorang lelaki dengan bunga mawar di kebunnya. Seseorang yang menanam bunga mawar, merawatnya dalam waktu yang tak singkat, dan menemaninya dalam setiap fase pertumbuhannya, tidak akan mungkin begitu saja memberikan bunga itu pada orang yang baru saja melihatnya, kemudian ingin memetiknya. Pemilik mawar itu pasti ingin memastikan apakah mawar tersebut akan dirawat lebih baik atau minimal sama dengan sebelum diberikannya kepada si pemetik tadi.
Sang pemilik mawar pasti ingin agar bunganya senantiasa harum dan tak ternoda oleh apapun! Ia inginkan mawarnya tetap indah dan terawat saat ia tak lagi ada di kebunnya. Jikapun pada saatnya nanti mawarnya berpindah ke sebuah vas bunga yang tak seindah dan seluas kebunnya, ia hanya ingin sang pemilik vas itu memetik bunga mawarnya dengan penuh hormat. Sang pemilik mawar mungkin merasa cemas jika bunga kesayangannya itu tidak mendapatkan cinta dan perlindungan seperti saat ia merawatnya.
Hmm, begitu pun dengan Ayah. Ayah mungkin merasa cemas bahwa dalam pandangannya, sepertinya belum ada lelaki yang dapat mencintai putrinya seperti dirinya! Ayah hanya perlu waktu untuk mengizinkan seseorang yang tepat untuk mendapatkan putrinya dengan cara terhormat.
Seringnya, saat putrinya meminta sesuatu pada Ayah. Ayah pasti tak kuasa mengatakan “tidak”. Dia memilih diam atau mengangguk sebagai tanda demi melihat senyum manis putrinya. Meski dalam hatinya, seringnya tidak selaras dengan apa yang dia katakan. Diam-diam dia akan berusaha mewujudkan keinginan sang putri. Entah dengan bekerja lebih keras dari hari biasanya atau usaha lain. Meski saat keinginan sang putri begitu berat baginya. Seperti dalam contoh kisah di atas. Awalnya Ayah akan mengiyakan, meski pada akhirnya Ayah tidak mengabulkan permintaan putrinya dengan cara yang halus dan di saat yang tepat. Ah, ayah memang punya cara sendiri dalam menunjukkan cintanya. Ia pasti inginkan yang terbaik untuk putrinya.
“Nak, jangan cengeng meski kamu seorang perempuan, jadilah selalu bidadari kecilku dan bidadari terbaik untuk ayah anak-anakmu kelak, laki-laki yang lebih bisa melindungimu melebihi perlindungan Ayah. Tapi jangan pernah kau gantikan posisi Ayah di hatimu,” pesan Ayah pada putri kesayangannya.
030411_20:19
Saat hari ini belajar ikhlas melepaskan suatu benda yang disayangi... Hmm, tapi itu semua aku lakukan untuk mewujudkan impian Ayah... Ayah, aku mencintaimu.. Memang, tak bisa menyamai cintamu padaku sedari dulu, tapi aku berjanji akan lebih sering mengungkapkan cintaku padamu...
Aisya Avicenna

Saturday, April 02, 2011

Catatan Aisya [2] : Pelajaran Berharga di Kereta

Saturday, April 02, 2011 0 Comments

Hari kedua di bulan April. Pagi ini, pukul 05.30 saya sudah siap dengan kostum merah marun. Jam segitu saya sudah keluar kos untuk cari sarapan. Meski jalan agak jauh, akhirnya menemukan juga warteg yang buka sepagi itu. Sayur daun singkong, telur mata sapi, dan nasi porsi separo menjadi menu sarapan saya.Setelah menikmati sarapan, pukul 06.00 saya keluar kos, naik Kopaja 502 dan menuju Stasiun Gondangdia. Sekitar setengah jam perjalanan, sampailah saya di daerah Gondangdia. Turun dari Kopaja 502, saya berjalan menuju Stasiun Gondangdia yang ternyata lokasinya masih cukup jauh. Hmm, saya memang baru pertama kali ke stasiun tersebut. Kalau dihitung-hitung, mungkin sudah hampir setahun tidak naik KRL.

Saya sempat bingung saat memasuki areal Stasiun Gondangdia. Di mana loketnya? Saya terus berjalan menyusuri pedagang kaki lima dan jajaran warteg hingga akhirnya saya menemukan tangga menuju lantai dua yang menurut kata hati saya, loket pembelian karcis ada di sana. Ternyata memang benar. Cukup dengan uang Rp 1.500,00 karcis kereta ekonomi jurusan Depok pun sudah di genggaman. Saya telepon Mbak Uli, teman kantor yang akan menjadi sahabat berpetualang ke Fakultas Ekonomi UI Depok hari ini. Dia sudah berada di lantai 3. Saya sempat kebingungan lagi waktu mau masuk peron yang akan dilewati kereta jurusan Depok, karena papan petunjuknya kurang begitu jelas. Meski sempat singgah di peron yang salah, akhirnya bisa ketemu Mbak Uli di peron yang akan dilewati kereta yang akan kami tumpangi. Ngos-ngosan juga karena naik turun tangga. Sekitar pukul 07.15, kereta ekonomi itu akhirnya datang. Alhamdulillah, kami dapat tempat duduk.

“Gorengan.. gorengan! Kaca mata... kaca mata! M3 3000, Axiz 3000! Gesper.. Gesper! Gemblong.. kacang... lontong! Mizon... Mizon...!” Hmm, suasana kereta ekonomi yang cukup berisik, tapi menjadi harmoni kehidupan yang saya suka. Saya belajar banyak dari mereka. Dengan segenap keterbatasan modal (mungkin), tapi mereka berjuang keras untuk survive di ibukota. Pemandangan menyentuh lainnya adalah saat dua orang pengamen memasuki gerbong tempat saya duduk. Saya yakin mereka adalah sepasang suami istri. Sudah renta. Sang istri mengenakan kerudung putih berwarna usang. Sedang di belakangnya, sang suami berjalan memegang pundak sang istri sambil mendendangkan sebuah lagu Melayu yang pernah dinyanyikan Arai pada Zakiah Nurmala dalam film “Sang Pemimpi”. Saya menikmati alunan merdu itu. Tapi saya terkesiap setelah mereka berada di dekat saya.

Kedua pasang mata itu.... Ya, mereka buta! Ya Allah... cukupkanlah rezeki mereka karena hanya Engkau yang kuasa mencukupkan kehidupan hamba-Mu. Pikiran dan hati saya berkecamuk. Bagaimana kehidupan sehari-hari mereka? Bagaimana dengan anak-anak mereka? Bagaimana cara mereka turun dari kereta ya? Rumah mereka di mana? Saya jadi teringat kedua orang tua di rumah. Alhamdulillah, saya sangat bersyukur karena kedua orang tua saya sehat wal’afiat. Tidak ada cacat. Ya Allah... Ya Allah... Ya Allah...

Selang berapa lama, saat kedua pengamen itu berlalu dari gerbong, terdengar lagi lagu dangdut dari kejauhan. Sumber suara dari gerbong sebelah kanan. Melintaslah di depan saya, seorang anak kecil berusia sekitar 5 tahun (perkiraan saya) yang berbadan tambun, menggerak-gerakkan badannya mengikuti irama lagu. Ekspresi wajah anak itu datar. Sungguh, tak ada keceriaan. Saya menangkap tatapan mata kosong saat kedua matanya beradu dengan kedua mata saya. Di belakangnya, sang ibu menenteng tape karaoke yang ia pakai sebagai perlengkapan aksi mereka. Ya Allah... bagaimana masa depan anak kecil itu? Adakah Engkau selipkan kebahagiaan untuknya kelak? Saya yakin Engkau telah siapkan yang terbaik untuknya, karena Engkau Maha Pengasih... Engkau Maha Penyayang...

Pengamen satu berlalu, datang pengamen yang lain. Masih dengan lagu dangdut. Memang benar seperti sebuah lagu yang pernah dinyanyikan Project Pop yang berjudul “Dangdut is The Music of My Country”. Dangdut menjadi ‘lagu wajib’ pengamen di kereta sepertinya. Kali ini saya lebih terkesiap. Seperti apa yang menyanyi? Sumber suara semakin dekat, tapi kok pemilik suaranya tak kunjung terlihat. Maha Besar Allah, ternyata pengamen kali ini (maaf) kakinya buntung. Dia mengenakan sandal bukan di kedua kakinya, tapi di kedua tangannya. Michrophone yang ia gunakan untuk menyanyi, diikat di lehernya. Dia berjalan mengesot di lantai. Hujan turun deras! Tapi di hati saya. Ya Rabbi...

Saya belajar banyak dari mereka. Betapa dengan segala keterbatasan, mereka masih tegar dalam berjuang. Bagaimana dengan saya? Bagaimana dengan kita? Mari kita renungkan bersama. Semoga kita bisa berbenah menjadi pribadi yang lebih baik lagi, menjadi pribadi yang pandai bersyukur, serta menjadi pribadi yang bermanfaat untuk sesama.



~Sebuah kontemplasi malam, 020411_21:46

Aisya Avicenna

Friday, April 01, 2011

Catatan Aisya [1] : Teror Tanya Sepekan Ini

Friday, April 01, 2011 0 Comments

“Katanya bentar lagi nikah ya? Barakallah ya…”
Sebuah SMS masuk ke ponselku siang ini. Dari seorang sahabat. Hmm, semoga menjadi SMS terakhir yang menanyakan hal yang sama. Subhanallah, benar-benar pekan ini menjadi pekan penuh teror pertanyaan serupa. Apa di luar sana sedang beredar kabar di atas sih? Entahlah, husnudzon saya semoga menjadi doa dan segera terijabah. Aamiin…
Apa karena pekan ini saya sempat off dari FB dan dikaitkan dengan hal itu ya? Wallahu ‘alam. Jujur saya katakan, saya off dari FB kemarin karena saya sedang fokus mempersiapkan biodata dan proposal. Eits, bukan biodata dan proposal untuk ‘mega proyek kehidupan’ itu lho, tapi biodata dan proposal untuk pengajuan keikutsertaan seleksi beasiswa S2.
Daripada ditanya, “Kapan nikah?”, saya lebih suka ditanya “Sudah menulis berapa halaman hari ini?”, “Sudah hapal berapa ayat hari ini?”, “Kapan rencana naik haji?”. Bukan apa-apa, hanya merasa tidak enak saja kala ditanya perkara sensitif seperti itu. Bisa bikin hati bergolak. Padahal menjaga hati itu bukan perkara yang mudah. Makanya, jika ditanya masalah itu pasti saya jawab dengan senyum atau kata-kata yang selalu menjadi afirmasi dan motivasi saya. Rangkaian kata ini saya susun saat berkontemplasi di suatu pagi. Berikut rangkaian kata itu.
Tak perlu lagi bertanya “SIAPA?” karena Allah SWT telah memahatkan nama terbaik untuk ditulis di pusara hati ini.
Tak perlu lagi bertanya “KAPAN?” karena Allah SWT sudah menetapkan bahwa semua akan indah pada waktunya.
Tak perlu lagi bertanya “MENGAPA?” karena Allah SWT ingin menjaga diri ini dan Rasulullah inginkan sunnahnya diteladani.
Tak perlu lagi bertanya “APA?” karena Allah SWT sudah menerangkan bahwa hidup akan tenang dan agama akan lebih sempurna karenanya.
Tak perlu lagi bertanya “DI MANA?” karena Allah SWT sudah memilihkan tempat terindah untuk sebuah pertemuan yang diridhoi-Nya.
Tak perlu lagi bertanya “BAGAIMANA?” karena Allah SWT sudah memberitahukan jalan yang seharusnya dilalui untuk mengikrarkan janji suci.


***
“Mbak Thicko nikah dulu saja, baru S2!” kata seorang adik tingkat saya beberapa hari yang lalu. Hmm, menjadi bahan renungan bagi saya. Mencari ilmu dan menikah tak harus dipilih salah satu dan mengabaikan yang lain. Karena keduanya sama-sama mulia. Tak mungkin Allah memerintahkan hal yang mulia namun saling berbenturan antara satu dengan yang lain. Insya Allah mencari ilmu dan melaksanakan pernikahan bisa saling beriringan, bahkan bisa saling melancarkan satu sama lain. Menuntut ilmu bisa menjadi lebih bersemangat dengan adanya kekasih halal yang mendampingi. Menikah pun terasa nikmat terasa dengan aktivitas intens dalam menuntut ilmu. Begitu pikir saya. Jadi, mau nikah dulu baru S2 atau S2 dulu baru nikah, itu sama-sama pilihan yang baik. Tinggal bagaimana memilih, memutuskan, kemudian menjalaninya.
Saya mencoba senantiasa bertekad untuk istiqomah dalam menempatkan cinta pada Allah SWT sebagai cinta tertinggi yang tak terbandingi. Hati memang mudah terbolak-balik. Sangat rentan dan rawan. Masalah pendamping hidup, saya serahkan sepenuhnya pada-Nya. Karena Dia Maha Mengetahui yang tepat dan terbaik untuk saya. Bukan berarti selama ini saya tidak mengusahakan untuk mencapai impian saya itu, tapi memang sengaja tidak saya publish. Biarlah hanya saya dan Allah saja yang tahu sudah sejauh mana saya memperjuangkan impian ini. Biarlah hanya Allah saja yang menilai, karena hanya Dialah yang sangat tahu akan kesiapan saya.
Menikah? Ini adalah sunnah Rosul, sebuah kebaikan dan ibadah yang layak untuk diperjuangkan. Jalan menuju kebaikan memang tidak sepenuhnya mudah, akan selalu ada ujian berbentuk hambatan atau rintangan. Tapi,justru di sinilah jalan yang sedang ditempuh jadi begitu terasa. Berkesan untuk dikenang di masa akan datang. Soal jodoh memang itu rahasia Allah. Skenario-Nya selalu nomor satu, TEPAT dan TERBAIK!
Penantian adalah suatu ujian
Tetapkanlah ku selalu dalam harapan
Karena keimanan tak hanya diucapkan
Adalah ketabahan menghadapi cobaan….
Sabarkanlahku menanti pasangan hati
Tulus kan kusambut sepenuh jiwa ini
Di dalam asa diri menjemput berkah-Mu
Tibalah izin-Mu atas harapan ini….
Rabbi teguhkanlah ku di penantian ini
Berikanlah cahaya terang-Mu selalu
Rabbi doa dan upaya hamba-Mu ini
Hanyalah bersandar semata kepada-Mu
(Dans-Penantian)

Kalau ingin membangun rumah yang kokoh, kuatkanlah pondasinya agar rumah itu tak mudah roboh! Mungkin saat ini adalah saat untuk menanti dan mengisi penantian ini dengan terus memperbaiki diri dan lebih bisa menjaga hati, sebelum sang belahan jiwa datang menghampiri dan mengikrarkan janji suci.
***
Ya Allah...sesungguhnya hamba memohon kepada-Mu seluruh kebaikan yang ada untuk bisa melakukan segala kebaikan itu dan meninggalkan segala kemunkaran…

Ya Allah... terimalah taubat hamba, ampunilah hamba dan kasihanilah hamba…

Ya Allah... hamba memohon kepada-Mu untuk mampu mencintai-Mu, mencintai orang-orang yang mencintai-Mu, dan mencintai amal yang mengantarkan hamba untuk bisa mencintai-Mu...


Aamiin Yaa Rabb…

Sebuah kontemplasi, 010411_14:38
Aisya Avicenna


NB : “Catatan Aisya” insya Allah akan hadir setiap hari (semoga tidak ada halangan terutama untuk online, kalau tidak diposting hari itu juga mungkin akan dirapel esok harinyam yang penting nulis tiap hari minimal 1 halaman). Menjadi komitmen saya di bulan ini untuk WAJIB menulis setiap hari dengan tema bebas atau bercerita tentang sesuatu yang saya alami. Semoga bisa menjadi semangat saya untuk terus produktif menulis!