Jejak Karya

Jejak Karya

Friday, June 12, 2020

MUTIARA HIKMAH DI BALIK MUSIBAH




“Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya. “ (QS. Al Qashas : 73)

Alhamdulillah, Allah pergilirkan waktu dengan begitu indahnya. Siang berganti malam, melukiskan banyak rahasia yang penuh pesona, yang semoga semakin memperkaya hati dan jiwa kita.

***
Selasa, 9 Juni 2020
Selesai mengerjakan semua amanah hari itu, saya pun mendampingi anak-anak menjelang mereka tidur. Banyak aktivitas yang biasa kami lakukan sebelum mereka terlelap, seperti bermain, membaca buku, bercerita banyak hal, muroja’ah, hafalan doa-doa harian, dan banyak lagi. Tatkala memandangi wajah anak-anak saat mereka sudah terbuai mimpi indah, menatap segala kepolosan mereka, membayangkan tingkah lucu mereka, Masya Allah… sungguh membuat diri ini semakin menderaskan doa: “Ya Rabbi, mampukan diri ini menjadi umi terbaik untuk mereka. Jadikan mereka anak salih-salihah yang tangguh. Rabbi habbli minasshalihiin…”

Tampaknya Abi masih ada lemburan pekerjaan, saya pun beristirahat terlebih dulu. Sehari-hari, Abi memiliki usaha membuat produk berbahan akrilik, sedangkan saya mengajar di sebuah SDIT.
***
Rabu, 10 Juni 2020
Saat sedang tertidur pulas, tiba-tiba saya merasa kesulitan untuk bernapas. Saya bangun! Asap hitam berjelaga memenuhi ruang kamar, tercium asap residu kebakaran. Sungguh terasa menyesakkan dada. Sungguh, saya seperti terbangun dari mimpi buruk.

Tiba-tiba…
Dhuaaarrr!!!
Terdengar ledakan yang sungguh memekakkan telinga. Seketika listrik padam. Ruangan kamar gelap gulita.

Astaghfirullah… Astaghfirullah… Astaghfirullah…
Abi bergegas membuka pintu ruang tamu.

Buuuulll!
Asap hitam pekat mengepul, menyeruak masuk memenuhi ruangan.

“Umi, tolong ambilkan air! Cepat, Umi! Mesin terbakar!” pinta Abi dengan berteriak.
Dengan segenap kekuatan yang saya punya, bolak-balik saya mengambil air dari kamar mandi.
“Tolong! Tolong! Tolong!”
“Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!”
Saya terus berusaha meminta tolong pada tetangga. Tak lupa, terus membasahi lisan dengan zikir agar hati tetap tenang. Saya sempat merasa gagal nafas saat mengambil air di kamar mandi. Dada ini rasanya sakit luar biasa!

Kamar adalah tempat paling aman karena tertutup. Saat kejadian pun, Abi dengan cepat menutup pintu kamar anak-anak. Kobaran api dengan asap hitam tebal mulai memenuhi ruangan. Qadarullah, kami terperangkap di dalam rumah, tidak bisa lari ke luar karena pintu besi (folding gate) tertutup dan terkunci. Karena kondisi listrik mati, kami kesulitan untuk mencari kunci. Pintu besi itu hanya bisa dibuka dari luar. Alhamdulillah, para tetangga pun siaga, bertindak cepat ketika mendengar suara ledakan dan teriakan minta tolong. Mereka bahu-membahu memadamkan api dengan peralatan seadanya. Mereka menyemprotkan air dari luar rumah. Kurang lebih selama 30 menit kami terperangkap. Alhamdulillah, kami bisa keluar rumah setelah pintu besi dibukakan tetangga dengan kunci milik karyawan yang tinggal tak jauh dari rumah. Kejadian ledakan dan kebakaran itu berlangsung sekitar jam 01.30 dini hari.

Saya segera mengevakuasi anak-anak. Anak-anak terbangun karena menghirup asap. Alhamdulillah, saya terus mencoba untuk menenangkan diri, bersikap tenang di hadapan anak-anak.

“Ummi, ada apa? Ada apa ini, Ummi?” tanya Shofiy (5y10m) dan Ziyad (4y5m) bersamaan.
“Gak papa, Nak. Ada kebakaran di mesin laser potong akrilik. Yuk, cepat kita keluar,” ajak saya.
“Iya, Mi,” jawab keduanya.

Saya segera membawa mereka ke tetangga depan rumah. Saya pun memeluk erat keduanya sembari berucap syukur…
“Alhamdulillah… Alhamdulillah… Allah masih kasih keselamatan.”
“Kenapa dengan rumah kita, Mi?” Shofiy dan Ziyad kembali bertanya.
“Ada sedikit kebakaran, Sayang. Insya Allah, tidak apa-apa. Semuanya akan baik-baik saja. Alhamdulillah, Allah masih sayaaaang kita. Allah melindungi dan menyelamatkan keluarga kita,” ucap saya, mencoba untuk terus menenangkan mereka.
Saya tidak menghiraukan lagi, sekujur badan yang menghitam karena asap. Dalam benak saya yang penting anak-anak selamat dan tetap tenang.

Bude yang tinggal di depan rumah kami, justru yang menangis sambil membersihkan wajah saya.
Kala itu, anak-anak saling melihat…
“Eh, Dik, wajahmu hitam,” ucap Shofiy.
“Kakak juga,” sahut Ziyad.
Mereka berdua tertawa bersama.
Setelah saya membersihkan anak-anak, saya pun berganti baju lalu minum dan menidurkan anak-anak kembali. Untuk sementara, kami “ngungsi” di rumah tetangga.

Saat menjelang waktu Subuh, tiba-tiba paru-paru saya terasa panas. Kemungkinan tanpa sadar, saat saya berbaring sambil menidurkan anak-anak tadi, gas CO terhirup masuk ke paru-paru. Ya, saya dengan riwayat Hb yang rendah, keracunan CO yang panas. Setelah salat Subuh, saya terbatuk. Saat itu, keluar cairan hitam pekat, lendir residu campur plastik PVC Aluminium yang saat kebakaran menjadi gumpalan debu bersama asap. Sekitar pukul 5, saya pun dilarikan ke RSND (Rumah Sakit Nasional Diponegoro) karena semakin sesak napas.

Qadarullah, Abi ketiduran sesaat saat proses pemotongan akrilik.
Ya Rabbi, semoga lelahmu jadi lillah, ya, Bi…

Selama kurang lebih setengah jam, api berhasil dipadamkan. Mesin baja gosong (mesin itu meledak pada suhu sekitar 900 derajat Celcius), kaca-kaca rumah pecah, aluminium PVC plastik terbakar, tembok hitam, rumah penuh dengan asap. Bagian office menjadi bagian yang benar-benar parah.
Innalillahi wa inna ilaihi raji’un…

***
Ada satu sosok istimewa yang sungguh saat bersamanya saya belajar untuk selalu menjadi pribadi yang tegar dan tangguh. Beliaulah orang tua, sekaligus sahabat, sekaligus kakak, sekaligus guru terhebat selama saya tinggal di Semarang, yaitu Bu Wulan. Beliau yang membantu mengantar saya ke RSND sekaligus menemani saya dirawat selama suami masih harus bolak-balik mengurus administrasi dan keperluan-keperluan lainnya.

Bu Wulan yang selalu meneguhkan hati saya, mengingatkan saya untuk terus berzikir dan merapalkan doa Nabi Yunus. ketika ia berdoa dalam perut ikan paus:
“Laa ilaaha illaa anta, subhaanaka, innii kuntu minadz dzaalimiin”
Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau (ya Allah), Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk di antara orang-orang yang berbuat zalim/aniaya)

Beliau juga menyampaikan sikap terbaik saya saat ini adalah QONA’AH. Seketika hati saya bergetar. Ya, satu kata namun maknanya dahsyat luar biasa. Satu kata namun pengaplikasiannya butuh usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan, terus-menerus hingga maut menjemput. Qana’ah menyebabkan hati kita menjadi lapang, juga terjauhkan dari godaan setan, karena terus mengkondisikan diri dan hati senantiasa merasa cukup dengan segala nikmat yang telah Allah beri. Ya Rabbi, mampukan diri ini…

***

Ada sepenggal episode yang membuat saya terharu, mengalirkan semangat dalam diri untuk segera sehat dan kembali memeluk anak-anak. Ustaz Hasib menyampaikan kalau anak-anak dalam kondisi baik, mereka hanya sedih karena belum bisa bertemu saya lantaran saya harus recovery dulu di RSND.

“Pakde, kata Ummi kita harus bersyukur. Alhamdulillah Pakde, kita nggak kenapa-napa, sehat-sehat semua. Kita diselamatkan sama Allah. Rumah yang terbakar, nanti bisa diperbaiki, tanpa rasa sedih sama sekali,” kata Shofiy kepada Ustaz Hasib.

Masya Allah, Nak… Ummi terharu. Ummi sungguh mencintaimu karena Allah. Ummi banyak belajar dari anak-anak salih-salihah nan tangguh kesayangan Ummi.

***
Dengan kejadian ini, saya dan suami bermuhasahah…
Saat saya terbaring di rumah sakit, saya dan suami sempat berdialog. Dari hati ke hati.

“Maafkan aku, istriku… Aku menyesal, bukan karena mesin terbakar, bukan karena rumah yang rusak, juga bukan karena bahan dagangan yang hampir habis. Namun Astaghfirullah, aku hampir saja gagal menjadi *qawwam* (penanggung jawab/pelindung keluarga). Maafkan aku, istriku. Ya Allah, ampuni hamba-Mu ini yang telah lalai…”

Berkali-kali suami menyampaikan permohonan maafnya.

Allah ngasih “sentilan penuh cinta” bagi keluarga kami di bulan Syawal ini. 
Saya kembali terbayang tatkala terjebak di dalam rumah, dalam kondisi gelap gulita, asap hitam pekat, sulit untuk bernafas, mungkin itu hanya “sketsa sederhana” tentang alam barzah. Maha Suci Allah Pemilik Nafas Kehidupan ini.

Saat saya merasa gagal nafas, mungkin itulah “sketsa sederhana” episode sakaratul maut, leher rasanya tercekik, lidah kelu untuk bersuara. Sempat terlintas, apakah detik ini Malaikat Izrail menunaikan tugasnya? Mencabut ruh yang bersemayam dalam raga ini… Ya Rabbi, namun engkau masih beri kami kesempatan untuk kembali menghirup oksigen-Mu secara gratis.

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang akan kamu dustakan?

***
Perjalanan kita dalam kehidupan ini menyajikan banyak pilihan, menyuguhkan banyak tantangan yang harus kita taklukkan, juga memberikan begitu banyak soal untuk kita temukan jawabannya. Perjalanan kita dalam kehidupan ini juga mampu menempa diri kita menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih tangguh asalkan kita peka dalam menangkap hikmah dari-Nya. Pun dengan amanah pekerjaan yang saat ini kita sandang. Sejatinya itu semua adalah ujian.

Untuk suamiku, teruslah semangat!
Banyak mutiara hikmah yang menjadikan kami berdua larut dalam muhasabah karena sebuah musibah. Tidak ada yang bersalah dari musibah ini, juga tidak ada yang perlu ada yang disesali, semua sudah menjadi goresan takdir dan bagian skenario terindah dari-Nya. Mari terus bergandengan tangan, saling menguatkan, sejatinya inilah wujud cinta-Nya yang semoga semakin menguatkan cinta kami berdua. Karena Allah takkan pernah ingkar dengan janji-Nya: bersama kesulitan, pasti ada kemudahan.

Semoga kejadian ini menjadi guru terbaik dalam keluarga kami, menjadikan pribadi kami semakin kaya syukur dan bergelimang rasa sabar. Inilah bagian dari sebentuk ujian, dan tugas manusia  hanyalah berdo’a  serta berusaha disertai tawakal. Hasil akhir itu wilayah kerja Sang Penggenggam Semesta.

Terima kasih tiada terkira kami haturkan kepada para tetangga yang berhati mulia, untuk ustaz-ustazah dengan support dan doa tiada terkira, juga kepada semua yang telah meringankan. Allah sebaik-baik pemberi balasan.

Catatan Kontemplasi Hati
CATUR RAHAYU
(Editor: Norma Keisya Avicenna)


1 comment:

  1. Masya Allah...smoga segera dberikn kesembuhan Aamiin..

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup.


Salam,


Keisya Avicenna