Jejak Karya

Jejak Karya

Friday, January 22, 2010

RINAI INSPIRASI SEMARANG-DEMAK

Friday, January 22, 2010 0 Comments

Rabu, 20 Januari 2010
Saat membuka mata kembali setelah semalam terlelap dalam buaian mimpi terindah, saya pun mulai menyadarkan diri sendiri…ehm, kamu masih di Semarang Nung!!! Bersegera saya mengambil air wudhu untuk menyegarkan diri ini. Menghabiskan sepertiga malam terakhir dengan bermunajat padaNya….Ya Rabbi, semoga petualangan hari ini jauh lebih LUAR BIASA!!!

Sholat Subuh, tilawah, Al Ma’tsurat cukup menjadi sarapan ruhiyah pagi ini…packing segala keperluan buat melanjutkan misi petualangan hari ini, termasuk “PETA PETUALANGAN”. Sebuah pita lipat KOTA SEMARANG yang dibeli Tyo sebagai penunjang penyelesaian skripsinya, yang berukuran kira-kira 1mx75 cm apabila dibentangkan. hehe..kayak ‘dora’ aja… jam 06:00 kita berdua bersama SIBIRU meninggalkan Margoyoso 50 menuju tujuan petualangan kita hari ini :DEMAK, KOTA PARA WALI!!!

Dari Tembalang, kita menuju ‘bawah’,sampai di Jalan Majapahit….ternyata kita kebablasen…akhirnya kita menepi dulu (coz jalanan benar2 rame), then kita pun membentangkan peta petualangan kita..hehehe…lucu banget!!! Kita membaca peta itu dulu!!! N berusaha memahami jalanan…akhirnya kita balik muter menyusuri lagi jalan Majapahit then belok kanan menyusuri Jalan Supriyadi (daerah Kalicari), tyuz sampai juga di Jalan Soekarno-Hatta. Ada pengalaman seru plus lucu….karena kita merasa tidak yakin, akhirnya kita membuka and membentangkan kembali peta petualangan kita di tepi jalan…mungkin ada beberapa pengguna jalan yang melihat ‘aksi’ kita…aneh mungkin!!!

Hehehe… setelah melihat dan mempelajari peta, dan berdasarkan ‘feeling”, kita pun memutuskan untuk muter balik. Coz kita berdua juga ngrasa saat itu kita kebablasen..hehehe… hmm…akhirnya muter balik…kembali menyusuri jalan Soekarno-Hatta….sampai di Jalan Tlogosari… untuk lebih meyakinkan ‘feeling’ kita, akhirnya saya beranikan diri menanyakan arah ke pak polisi yang sedang sibuk patroli n mengatur lalu lintas…. Saya tanya, Jalan Wolter Monginsidi and arah ke Demak…Siip, jawaban sangat memuaskan yang saya dapatkan. TERNYATA FEELING KITA BENAR!!!! Terima kasih pak polisi atas petunjuknya….Semoga mampu menjadi Abdi Negara yang ‘amanah’. SEMANGAT PAK!!!!

Akhirnya kita jalan lurus terus sampai ketemu bangjo, then belok kiri….luapan kegembiaraan yang saya rasakan, akhirnya ketemu juga Jalan Wolter Monginsidi. Peta petualangan saya pegang…sambil sesekali saya liat untuk menyocokkan. Kita lurus terus, sampai akhirnya ketemu Jalan Raya Pedurungan-Genuk…(hmm, saya lihat dipeta, cocok euy..). Kita sempat menepi sebentar, coz muncul sedikit keraguan. Akhirnya, ku bertanya pada seseorang di pinggir jalan yang sedang asyik menyapu. Dari mukanya hanya kelihatan kedua bola matanya. Intine, saya serem dengan orang itu….pas saya tanya cuma dibalas tatapan mata yang cukup ‘mengerikan’...hihi…untungnya ada mbak-mbak yang bisa kita tanyai, saya pun Tanya arah ke Demak…dan akhirnya kita langsung tancap gas untuk kembali lurus menyusuri jalan raya Genuk-Pedurungan. Senengnya hati saat liat papan arah, hmmm, DEMAK belok kanan….Ngeeeeng….Akhirnya kita sampai di jalan raya Semarang-Demak….then kita jalan luruuuuuuuuuussssss terusssssssssssss…………Bahagia banget saat memasuki gapura bertuliskan “SELAMAT DATANG DEMAK, KOTA WALI”. Hmm…akhirnya salah satu impian saya di bulan Januari bisa saya wujudkan!!!

Pemandangan luar biasa yang saya dapatkan di sepanjang perjalanan…akhirnya kita sampai juga di alun-alun Kota Demak (simpang lima kota Demak), dan sampailah di Masjid Agung Demak…..ke tempat parkir buat parkir motor. Jam 07.30 WIB. Hmm, belum sarapan. Then kita menuju warung deket terminal untuk sarapan. Nyoto euy….Nyoto rasahmbayar. setelah selesai, kita kembali melangkahkan kaki menuju serambi masjid. Istirahat sejenak di situ, kemudian lanjut ambil air wudhu dan sholat dhuha…hmm, banyak hal dahsyat yang saya rasakan ketika di dalam masjid…suasana hening, penuh kekhusyukan…setelah sholat, saya tergerak untuk membaca QS. Ar Rahman, yang semoga semakin bisa menguatkan diri ini!!!! Sebuah ‘self enlightenment’ (pencerahan diri) and ‘self motivation’ (motivasi diri) yang kembali membara dalam diri. Saya merasa ‘menemukan sesuatu’ yang saya cari!!!


(Pending dulu yak…22:22 WIB. Saatnya istirahat setelah seharian jadi si bolang!!! Besok pagi-pagi harus segera kembali ke kota Solo, THE SPIRIT OF NUNGMA!!!! Tulisan ini akan saya selesaikan di Zona Inspiras Supertwin).

********
Lanjut menulis ah…tapi sekarang posisi saya di Istana KYDEN Wonogiri yang sedang mengalami tahap renovasi hari pertama….(semoga lancar). Dan cerita petualangan “Muman n Tyo chan” pun saya lanjutkan….
********
Setengah jam di dalam masjid kemudian kita keluar berjalan berkeliling, tak lupa masuk ke dalam museum dan menikmati banyak hal unik, kuno, artistic, nilai estetika tinggi dari semua benda yang dipajang di dalam ruangan itu. Saya paling tertarik dengan silsilah WaliSongo, maket n miniatur Masjidil Haram and miniatur Masjid Demak. Di rak juga tersimpan Al Qur’an kuno, dan masih banyak benda-benda unik lainnya. Di sekeliling, banyak sekali makam. Then kita keliling di sekitar serambi. Mengabadikan moment di depan masjid. Lihat jam matahari juga.

Kemudian ada pak becak yang menawarkan jasanya untuk mengantarkan berkeliling. Kita pun ‘mbecak’ and diantar muter-muter, saya paling suka saat melihat tulisan Asmaul Husna yang mengeliingi area lapangan, kemudian lanjut di badan jalan sebelum pasar kota. Sampai di pasar, kita beli belimbing, kan kota Demak juga terkenal dengan belimbingnya. Puas beli belimbing kita melanjutkan berkeliling, tak lupa mengabadikan setiap moment. Seru banget euy…..setelah puas muter-muternya, pak becak mengantarkan kita ke terminal, banyak toko yang menjual aneka oleh2. Saya dan Tyo ke sebuah toko untuk membeli beberapa jenang kudus pluz gambar walisongo. Sempat foto bergaya pake tongkat. Jan tenan…Kita berdua pun melanjutkan jalan berkeliling. Hm, berdasarkan observasi yang saya lakukan, potensi pariwisata di Demak itu sudah cukup bagus, tapi memang masih banyak hal yang harus lebih dioptimalkan. Saya masih kesulitan mencari souvenir (semisal gantungan kunci) khas Demak…(wah, bisa jadi ‘peluang usaha’ nih…ayo, rekan-rekan asli Demak saatnya menangkap peluang!!!).

SELAYANG PANDANG tentang MASJID AGUNG DEMAK
Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid ini memiliki nilai historis yang sangat penting bagi perkembangan Islam di tanah air, tepatnya pada masa Kesultanan Demak Bintoro. Banyak masyarakat memercayai masjid ini sebagai tempat berkumpulnya para wali penyebar agama Islam, yang lebih dikenal dengan sebutan Walisongo (Wali Sembilan). Para wali ini sering berkumpul untuk beribadah, berdiskusi tentang penyebaran agama Islam, dan mengajarkan ilmu-ilmu Islam kepada penduduk sekitar. Oleh karenanya, masjid ini bisa dianggap sebagai monumen hidup penyebaran Islam di Indonesia dan bukti kemegahan Kesultanan Demak Bintoro.
Masjid ini memiliki keistimewaan berupa arsitektur khas ala Nusantara. Masjid ini menggunakan atap limas bersusun tiga yang berbentuk segitiga sama kaki. Atap limas ini berbeda dengan umumnya atap masjid di Timur Tengah yang lebih terbiasa dengan bentuk kubah. Ternyata model atap limas bersusun tiga ini mempunyai makna, yaitu bahwa seorang beriman perlu menapaki tiga tingkatan penting dalam keberagamaannya: iman, Islam, dan ihsan. Di samping itu, masjid ini memiliki lima buah pintu yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lain, yang memiliki makna rukun Islam, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Masjid ini memiliki enam buah jendela, yang juga memiliki makna rukun iman, yaitu percaya kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari kiamat, dan qadha-qadar-Nya.


Jam 10.00 kita meninggalkan Masjid Agung Demak, melanjutkan perjalanan kembali ke Semarang. Asyiknya….bener2 rihlah jasadiyah, fikriyah, dan ruhiyah. Alhamdulillah Ya Allah, skenario-Mu begitu indah!!!

Inspirasi yang saya dapat….
“Menanti adalah tugas mulia. Seperti yang dilakukan Sunan Kalijaga di tepi sungai sampai urat akar membelit jasadnya. Kenikmatan terdapat dalam hilangnya kenangan dan harapan hari nanti. Keabadian mengental pada detik ini, yang tidak mungkin dipegang kecuali kala penantian berhenti…”

Jam 11 sampai juga di Semarang, mampir di kost temene Tyo. Pesta belimbing dulu. Jam 12.00 kita makan siang di Tiga Putri jalan Ngesrep. Ditraktir Tyo lagi…thanks sobat!!! Saya pengin maem gado-gado n jus alpukat…setelah selesai kita balik ke basecamp. Rehat dulu. Jam 14.00 saya jalan sendiri ke @n-Net. 1,5 jam buat browsing, chatting, FBan, n cari inspirasi banyak hal….Balik ke Margoyoso 50 hujan kembali turun rintik-rintik. Sore yang sangat menyenangkan…bersemangat untuk mengerjakan tugas!!

Dingin-dingin kayak gini asyiknya makan bakso. Alhamdulillah, ada yang ngajakin makan di Mie Malioboro!!! wah, Rombongan Makan Gratis nih…thanks sobat!!! Ngobrol and nostalgia bareng…Never forget it!! Setelah selesai makan malam, saya ma Tyo menyempatkan diri untuk bersilaturahmi ke Banjarsari 64, ke koste ‘Tante’ Dita, salah satu sahabat terbaik saya!!! Ngobrol seru, meski cuma singkat. Belum puas kangen-kangenan nya…pamitan, tyuz balikin helmnya Windi then kembali ke basecamp….Hmm….hari petualangan yang sungguh menyenangkan!!! Saya benar-benar sangat menikmati hari ini!!! HARI YANG DAHSYAT, HEBAT, FULL MANFAAT!!!

Menghabiskan malam sebelum membenamkan diri dalam dunia mimpi dengan membaca dan menulis…Besok dah harus kembali ke kota Solo…Jam 23.00 baru bisa terlelap…^^v.
********
Kupasrahkan semuanya
Segala yang ada dimuka bumi
yang pernah kulakukan
Biarlah menjadi sebuah saksi
Mungkin kini atau nanti
Kehidupan baru akan kujalani
Bersama mereka yang aku cintai

Dalam jiwa dan sanubari
Dzikir selalu kupanjatkan
Kepadanya Tuhan semesta Alam
yang suatu saat nanti kan mencabutku dari Bumi
Ke Akhirat kehidupan yang abadi
Sekarang saatnya menyiapkan perbekalan
Mengisi hari dengan amalan berarti…
*******
2 hari 3 malam cukup bagi saya mematangkan ‘fase metamorfosis’ ini....

[Istana KYDEN, 21 Januari 2010…rasanya baru tadi pagi saya masih di Semarang, tadi siang di Solo, sore sampai besok pagi sudah di Wonogiri…mobile terus euy….SEMANGAT!!!!]



RINAI INSPIRASI SEMARANG (part1)

Friday, January 22, 2010 0 Comments

Hari ini hari Selasa di Bulan Januari tertanggal 19. Hmmm…saatnya merealisasikan salah satu impian di Bulan Januari. Menghujani diri dengan rinai-rinai inspirasi ya tentu saja di kota inspirasi..SEMARANG, MY INSPIRING TOWN!!!

Setelah tadi malem ngebut finishing tugas dan Alhamdulillah selesai juga, tinggal satu tugas lagi (BBA), tapi dalam hati saya dah berjanji di Semarang nanti tugas itu akan saya selesaikan. Insya Allah…

Jam 06.00 dianter adik kost (miz ngapak) ke terminal Tirtonadi, perjalanan pagi yang luar biasa (segar dan menyegarkan, udara pagi euy…’kuhirup udara pagi, bersama indah mentari…kulalui hari ini dengan hati berseri..o, damainya hatiku…kala mentari bersinar lagi!!!’hmm..tembang kenangan yang cocok…).

Sepanjang perjalanan pun otak ini mulai beraksi. Sejenak, saya ingin sedikit mengurangi kerja rodi otak kiri, yang mungkin beberapa hari ini agak terforsir….saat ini saya ingin menjadikan otak kanan lebih dominan. Alhasil, sepanjang perjalanan menuju terminal pun banyak sekali imajinasi yang berkeliaran di alam pikiran saya. Ketika kita berhenti sesaat karena lampu bangjo berwarna merah, gak lama kemudian sudah berganti hijau dan kita pun melesat….itupun saya analogikan dengan kondisi yang ingin saya lakukan sekarang…berhenti sejenak (berhenti tapi tidak dalam arti statis, alias [statis : gak ngapa-ngapain!!!]), untuk mempersiapkan sesuatu yang lebih dahsyat…mengumpulkan energi untuk melakukan aksi yang lebih hebat!!!,. tentunya setiap dari kita pasti punya cara sendiri jika harus bertemu dengan kondisi-kondisi yang bisa dibilang membuat jenuh dan butuh ‘sesuatu’untuk menyembuhkan ‘rasa itu’. Ketika ‘penyakit bersifat manusiawi yang terkadang kalo dibiarkan lama malah menjadi kronis bahkan akut’, dokter pribadi saya pun menyarankan…(dokter pribadi saya ya saya sendiri lah!!!hehe) lakukan sebuah perjalanan…Yupz, sepakat bu dokter. Istilah kerennya..PETUALANGAN!!! dan saat ini, satu kata itu yang sangat saya cintai.

Lanjut yuk…sampai di terminal, saya segera berjalan ke arah timur. Bersamaan pula saya lihat sang mentari semakin gencar saja menghangatkan alam semesta beserta isinya…seolah-olah saya merasakan dalam suatu kondisi “MENGEJAR MATAHARI”. Jadi inget filmnya pluz tembang inspiratifnya Bang Ari Lasso…

“Di sini ada satu kisah
Cerita tentang anak manusia
Menantang hidup bersama
Mencoba menggali makna cinta

Tetes air mata
Mengalir di sela derai tawa
Selamanya kita
Tak akan berhenti mengejar matahari

Tajamnya pisau takkan sanggup
Goyahkan cinta antara kita
Menembus ruang dan waktu
Menyatu di dalam jiwaku”


Saya duduk sebentar, then masuk ke dalam bis “RAJAWALI”. Wow, keren euy!!! Lagi-lagi otak kanan jauh lebih mendominasi!! Kepakan kuat sayap sang Rajawali yang kan menerbangkanku ke kota penuh inspirasi!!! Tatapan tajam mata yang focus agar bisa mendarat dengan selamat di tempat tujuan!!

Saya benar-benar menikmati perjalanan ini…tapi bagi saya inilah PETUALANGAN!!! Saatnya belajar, mencari, dan menemukan!!! INSPIRASI DAHSYAT, AKSI HEBAT, FULL MANFAAT!!! Semoga…

Aktivitas di dalam bis…sarapan ‘bubur pati’ and roti brownies, tyuz baca koran, muroja’ah, and membaca buku yang menjadi bekal utama dalam petualangan dahsyat hari ini. Solo-Kartasura-Boyolali-Salatiga-Ungaran-Semarang….saya terus mencoba merekam setiap momentum dalam memory dahsyat anugerah dari Allah swt ini. Subhanallah…lukisanMu begitu agung!!!

Rajawali menurunkan saya di Sukun, kemudian saya naik minibus, menuju Ngesrep. Jam 09.00 patung Pangeran Diponegoro lengkap dengan kudanya dengan gagah berani menyambut saya, UNDIP, I’m coming!!! Then, saya naik angkot ‘kuning’. Duduk paling pojok belakang, tapi malah lebih leluasa menikmati apa yang bisa saya lihat, angkot kuning keliling dari fakultas ke fakultas dulu mengantarkan para mahasiswa UNDIP, saya pun sangat menikmatinya…di lapangan upacara depan rektorat rame banget. Banyak anak UNDIP yang pake jaket KKN. Selidik punya selidik, ternyata abiz ada upacara gitu. UNDIP pembangunane makin keren aja…Salut deh!!! (UNS juga gak kalah kok!!!SEMANGAT!!!)

Setelah muter2nya selesai, angkot keluar dari lingkungan kampus melewati jalan margoyoso, totem (toko tembalang yang tlah menyimpan berjuta kenangan), dan sirojudin…saya turun di samping toko alat tulis (meski sempet kebablasen angkote). Dengan riang hati saya melangkahkan kaki ini menuju basecamp SUPERTWIN klo pas lagi berpetualang and roadshow di Semarang…”Margoyoso 50”. Hmm..bener2 indahnya sebuah persahabatan yang terbalut dalam jalinan ukhuwah…ketemu anak-anak kost situ, Tyo’chan’ and Tyoko (boneka Maruko Tyo..hehehe,,,dapat salam kangen dari Kaizenemon).

Istirahat sejenak, merasakan kenikamatn waktu dhuha…then jam 10.00, saya dan Tyo dengan “Smash biru yang selalu setia menemani petualangan kita” menuju lokasi pertama petualangan kita hari ini : PERPUS MIPA!!! Alhamdulillah,buka perpusnya. Langsung deh saya beraksi. MENJADI PENYUSUP!!! Mendadak ‘gelap mata’ kalo dah dikelilingi buku…membaca, mencermati, dan mencatat. Alhamdulillah, banyak yang saya peroleh…semoga dapat membantu saya meraih gelar “S.Si”. Amin. Satu jam lebih 15 an menit pun tak terasa berlalu begitu cepatnya…

Then kita memutuskan untuk segera meninggalkan MIPA then menuju bank BNI Tembalang. Tyo mau ngambil kartu tabungannya…Hmm..ada inspirasi dahsyat yang saya dapat dari sosok seorang satpam yang memiliki nama Dany Joko Pitoyo (saya baca dari nama yang melekat di seragam satpamnya). Beliau dengan ramah dan selalu tersenyum memberikan pelayanan terbaik dan sapaan terenyah untuk setiap nasabah yang masuk bank. Memencetkan tombol kartu antrian, membantu yang mengalami kesulitan, dengan tetap harus menjalankan amanah utamanya untuk menjaga keamanan. Padahal posisi beliau selalu berdiri!!! Satu pelajaran yang bisa saya ambil, menjaga keamanan itu nilainya ‘sama dengan’ menjaga keimanan, maka urusan pelayanan yang ‘membahagiakan’ itu landasannya jelas. IMAN. Wow, salut Pak!!! Semoga senantiasa ikhlas dalam mengemban amanahnya. Ternyata urusan Tyo di bank belum selesai. Ba’da dhuhur kita nanti mau balik lagi.

Lokasi selanjutnya, warung makan. Laper euy..mengingat dari pagi belum ada sebutir nasi pun yang masuk saluran pencernaan. Tyo mengusulkan kita makan siang di AMOLE.. saya sih manut saja…Perut dah beraksi dengan orchestra keroncongannya. Makan siang yang begitu nikmat ditemani segelas jus alpukat….hmm….mak nyuzzz…mantab!!Alhamdulillah, terima kasih Ya Rabbi, untuk rezeki yang telah Engkau anugerahkan hari ini.

Lokasi berikutnya, kita kembali ke Margoyoso 50. Sholat Dhuhur, rehat sejenak. Then kita jalan kaki berdua menuju bengkel untuk meng-opname-kan ‘sepeda onthel’nya Nisa. Sepanjang perjalanan yang ‘super gayeng’…^^v Setelah ditaruh di bengkel, kita kembali ke kost,bersiap menuju lokasi petualangan selanjutnya!!! Masih bersama SIBIRU…kita kembali menuju BNI Tembalang, kita tidak bertemu lagi dengan Pak Satpam, karena lokasi kantor yang ngurus buku tabungane Tyo di kantor sebelah kanane. Saya menunggu di luar, duduk sendiri dengan pandangan menatap hamparan ilalang yang menghijau…sungguh sedap dalam pandangan..(saya berhasil membuat sebuah puisi yang saya tuliskan di HP).

Keluar bank, kita akan melanjutkan menuju lokasi petualangan berikutnya…ke ‘semarang bawah’, tepatnya di Perpustakaan Daerah Jawa Tengah, di Jln. Sriwijaya. Satu deret dengan Gedung Wanita dan Wonderia. Saya sungguh menikmati perjalanan menuju lokasi. Sesampainya di lokasi, Wow, saya baru pertama kali ke sini. Jujur, benar-benar langsung jatuh cinta…(perasaan yang sama ketika dulu menginjakkan kaki pertama kali di Masjid Agung Jawa Tengah ‘MAJT’). Tempat yang cocok and representatif untuk ‘berinspirasi dengan membaca, menulis dalam rangka membuka cakrawala dunia’.

Hehe…misi besar yang saya bawa ketika menginjakkan kaki di lantai 2…wah, asyiknya dikelilingi buku-buku…langsung deh ngadep computer, masukin beberapa keyword n menuju rak dimana lokasi buku yang saya cari dan saya butuhkan itu berada!!! Mantebz…saya benar2 betah di ruangan itu!!! Beberapa buku langsung saya ambil, saya baca, saya cermati, beberapa point penting saya tulis (sampai bingung nulisnya dimana and pake gaya tulisan apa….kertase pun pake jurnal BST yang saya bawa dari Solo, spacenya dah tinggal sempit banget…intinya, nulise pake ‘gaya mekso’. Lha tidak beraturan…menyesuaikan tempat yang masih tersisa. hehe….), saya pun menandai dan menuliskan no.halaman yang harus difotocopy (lagi-lagi nyobek, pake kertas jurnal yang saya bawa…jurnale dah gak mbentuk jurnal lagi…^^v). sambil menunggu fotokopian, saya kembali menjelajahi rak demi rak…8 buku langsung saya ambil. Setidaknya di perpus itu saya mendapatkan bahan untuk mengerjakan tugas BBA, pembahasan skripsi, motivasi diri, siraman rohani, dan masih banyak lagi…(like thizzz pokoknya!!!!)

(Keisya Avicenna : Margoyoso 50, di kamar penuh inspirasi…19 januari 2010…22.00 WIB. Istirahat dulu yak….tulisan ini Insya Allah akan saya lanjutkan besok….Have A Nice Dream…)
******
20 Januari 2010 : Lanjut nulis ah….Masih di Margoyoso 50. Waktu di computer Tyo menunjukkan pukul 06:58 pm (jam e ra cetho tenan..padahal jam di N5300 saya masih menunjukkan pukul 18:42. Sambil menunggu dia bersiap, coz malam ini kita mau ROMANTIS (Rombongan Makan Gratis di Bakso Malioboro…asyiiikk…akhirnya, saya melanjutkan saja ngetik tulisan ini…)

******
Nah, sekitar jam 15.30 WIB setelah fotokopinya selesai dan Tyo selesai meminjam buku, kita pun meninggalkan perpustakaan. Hmmm, seneng banget deh!!! Kita kembali menyusuri Jl. Sriwijaya. Nah, ada sebuah kejadian yang mungkin gak bakal saya lupakan seumur hidup…pas kita mau belok and nanjak di Jalan Diponegoro, mendadak ban SIBIRU bocor….hmm…akhirnya saya berinisiatif turun n menanyakan di mbak satpam bank BTPN, saya tanya bengkel/tukang tambal ban terdekat. Akhirnya, setelah dikasih ancer2…Tyo muter n tetep menaiki SIBIRU jalan ‘ke bawah’. Saya lihat dari kejauhan, dia sempat berhenti karena lampu merah. Saya pun juga ‘kebawah’ lagi, tapi jalan kaki, sambil nenteng helm….kemudian belok kanan…jadi, di jalan Sriwijaya lagi. Saya menyusuri trotoar, sambil sesekali nengok ke belakang….

H2C (Harap-Harap Cemas), secara tu anak gak muncul-muncul…berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikiran…kenapa ya Tyo??? Jangan-jangan ketangkep polisi (gak bawa SIM soale…dasar!!!). akhirnya saya memutuskan untuk duduk manis di sekitar lokasi tambal ban. Tepatnya di seberang jalan depan Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal. Saya telpun gak diangkat-angkat…di SMS juga gak dibales2…wah, lengkap sudah kekhawatiran saya…Hm, tapi selang beberapa saat kemudian dari inbox saya muncul nama dia…Ealah, ternyata dia nambalke ban di sekitar Pleburan...coz tadi mang gak boleh langsung belok kanan. Alhasil, saya harus setia menunggu di lokasi ‘asing’ itu sampai dia datang…SAATNYA BERINSPIRASI!!!

“Cerdas di setiap momentum”. Ini yang ingin saya lakukan sekarang. Pandangan mata ini saya edarkan berkeliliing. Mencoba melihat dan beradaptasi dengan kondisi sekeliling. Saat saya tengok ke sudut kanan, ada sebuah tulisan yang cukup unik. Ada spanduk yang berisikan foto sosok pake peci, kebapakan gitu deh, and ada tulisan “Layanilah Suamimu dengan Sepenuh Hati”. Wah, ada apa ini??? Ternyata, setelah saya hubung-hubungkan dengan beberapa spanduk lain yang kemarin sempet saya lihat, aha…April 2010 nanti mau ada pemilihan walikota Semarang. O, jadi tadi itu kampanye ceritanya and ada pesan moral yang ingin disampaikan. Bagus…bagus…Ehm, beredar agak ke kiri…ada sekumpulan anak-anak kecil sedang asyik bermain bola di tanah lapang. Keceriaan masa kanak-kanak euy…saat pandangan saya arahkan ke depan, wah kayake ada ‘preman’. Hehe, tampange serem gitu. (berdoa moga gak nyamperin.xixixi). hmm, ada area taman makam pahlawan giri tunggal juga. Jadi inget, almarhum kakek.

Sambil menunggu, akhirnya saya mengeluarkan buku yang dipinjem Tyo dari Perpustakaan Daerah tadi…”BAHASA JEPANG SEHARI-HARI”. Wah, tiba-tiba…”tes..tes…tes”..gerimis euy. Alhamdulillah, gak deres….cuma rintik-rintik hujan sesaat. Samping kiriku mulai ada kesibukan, seorang bapak-bapak yang mau mendirikan warung kaki limanya. Dan saya pun pindah tempat duduk. Tak terasa 25 menit berlalu, akhirnya Tyo datang juga dengan SIBIRU. Dan kita pun melanjutkan kembali perjalanan kita…(I never forget this moment!!!). Semarang mulai gerimis lagi. Alhamdulillah, sampai juga di Margoyoso 50 dengan selamat. Rehat dulu…. Akhirnya langit benar-benar menitikkan air matanya. Makan malam dengan bawal goreng bumbu kecap…Mak nyuzzz…Alhamdulillah…Abiz makan, mengerjakan tugas BBA….SEMANGAT NUNGMA!!!

HARI INI SUNGGUH LUAR BIASA!!!!!!!!!!!

Terima Kasih Ya Rabbi, atas scenario terindah-Mu hari ini….
[Semarang, “Basecamp Margoyoso 50”…di salah satu kamar yang berhasil menghujani saya dengan rinai-rinai INSPIRASI….Selesai ditulis : 20 Januari 2010, 21:55 WIB]

MENIKMATI PENANTIAN

Friday, January 22, 2010 0 Comments

PENANTIAN = UJIAN KESABARAN

Bagi sebagian orang, menanti (menunggu) adalah pekerjaan yang membosankan. Apalagi kalau yang ditunggu adalah sesuatu yang tidak pasti (mungkin seperti menunggu masuknya onta ke lubang jarum… ^^.. ). Misalnya, kita sudah berjanji dengan seorang teman untuk bertemu pada waktu yang sudah ditentukan. Pada hari tersebut kita pun datang sesuai kesepakatan. Setelah beberapa saat berada di sana, teman kita itu tidak muncul-muncul. Satu jam berlalu, tapi tidak ada tanda kenampakan batang hidungnya. Lantas kita pun mencoba kontak melalui ponselnya. Ternyata hanya bunyi tu-la-lit yang terdengar lantaran ponselnya sedang tidak diaktifkan. Apa yang kita rasakan kemudian?? Sebel?? Bosan??? Atau mungkin khawatir jangan-jangan teman kita itu lupa akan janjinya?

Menurut saya, buku adalah salah satu langkah preventif untuk mengurangi kesia-kesiaan pemanfaatan waktu penantian. Ilmu bertambah, hati terjaga dari suudzon, mulut bebas dari gerutuan, dan kalau ada camilan bisa sekaligus sebagai upaya peningkatan gizi dan berat badan… ^^…

Dalam kehidupan kita sehari-hari, sebenarnya hidup kita penuh dengan masa penantian : menanti hasil ujian masuk sekolah/perguruan tinggi, menanti hasil lamaran pekerjaan, menanti hasil tes CPNS (^^…pengalaman pribadi), menanti jodoh (jodoh sih sebenarnya bukan dinanti, lha wong sudah ada dalam ketetapanNya… tinggal nunggu momentum yang tepat saja untuk bertemu…emmm, jadi lebih tepatnya “menanti sebuah pertemuan” ^^ => jadi terinspirasi sama nasyidnya “Sebuah Pertemuan” UNIC, nasyid favorit salah seorang saudariku akhir-akhir ini…emm, ya…begitulah…kok malah bahas nasyid??? ^^)… lanjut…

Namun, penantian bukanlah sebuah upaya pasif. Penantian merupakan suatu masa yang hadir setelah proses usaha. Penantian adalah tawakkal yang dikedepankan setelah proses ikhtiar. Secara bahasa Matematika (ciee…), PENANTIAN ada “jika dan hanya jika” telah dilakukan ikhtiar (usaha yang optimal). Ada mimpi, namun mesti ada aksi. Menanti tanpa didahului dengan usaha bukanlah sebuah penantian, namun hanya khayalan yang mengawang.

Ya, setelah usaha diljalankan, yang bisa dilakukan kemudian adalah bijak menanti hasil yang akan didapat. Setelah peluh dan keringat terkucur, penat dan lelah merangsek tubuh, tiada yang indah selain “BERSERAH”. Masa penantian tidak boleh menjadi masa yang kosong melompong. Alangkah baiknya bila kita mewarnainya dengan aktivitas-aktivitas yang bernilai. Bisa pula pada masa itu kita merancang beberapa rencana alternatif dengan mengukur probabilitas-probabilitas (statistiknya keluar nih…) yang terjadi semisal pada akhirnya patokan hasil yang kita inginkan belum tercapai. Dalam kamus hidup kita, tulislah bahwa “tidak ada waktu kosong” karena “apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakan dengan sungguh-sungguh urusan yang lain.” (Q.S. Al Insyirah : 7)

Man proposes, God disposes. Manusia hanya bisa berusaha, sedang hasil mutlak urusan Allah semata yang menentukan. Tapi, satu hal yang perlu diingat bahwa yang dinilai oleh Allah bukanlah seberapa besar hasil yang kita peroleh, namun lebih pada seberapa optimal kita menjalani proses. SEPAKAT???

Mematok target dari apa yang kita usahakan adalah sebuah keharusan, namun menerima hasil yang kita peroleh secara ikhlas dan arif juga tidak kalah pentingnya, karena “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” Atau “Bila kamu tidak menyukainya, (maka bersabarlah) karena bisa jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”[hayo… firmanNya di surat dan ayat berapa??? Buka Al Qur’annya ya… ^^]

So, ketika realita yang kita hadapi tidak seperti yang kita idealkan, kita harus bisa menerima keadaan itu sewajarnya. Karena bisa jadi Allah sedang menyimpan hikmah berlebih di baliknya yang baru bisa terungkap di kemudian hari. Dan bila OUR DREAM COME TRUE… jangan menjadi lupa diri ataupun takabur, sebab semua itu terjadi karena kehendak Allah SWT. BERSYUKURLAH!!!! Sebab penantianmu telah sampai pada ujungnya… penantianmu telah tiba pada batas waktunya yang indah…

RedZone, 220110_03:21

Di sepertiga malam ini…

Merasakan indahnya penantian yang (insya Allah) akan sampai pada ujungnya…

Apapun hasilnya, itulah pilihan yang TERBAIK dan TERINDAH dari Allah SWT…

MEDAN ataukah MADIUN??? Emm… masih rahasia Allah, semoga PETUALANGAN 3 hari ke depan yang akan dimulai siang hari ini akan membawa banyak hikmah… Aamiin…

Untuk sebentuk impian… pada sebuah pilihan… dalam indahnya penantian…

^^ Aisya Avicenna ^^


Thursday, January 21, 2010

*** Aisya dan Maisya ***

Thursday, January 21, 2010 0 Comments
PROLOG : Jam di Nokia 5300 Aisya menunjukkan pukul 13:45, hanya tinggal dirinya yang berada di ruangan Subdit 1 Direktorat Impor. Tepatnya di Pojok Kanan (kali ini ga’ pakai ataS… hihi, kalau di Pojok Kanan ataS berarti di langit-langit dung… ^^). Kemana rekan-rekan Subdit 1 yang lainnya???
1. Pak Banindro (Kasubdit) : beliau sedang rapat di Batam
2. Bu Ika (Kaseksi Bahan Baku Penolong) : sedang rapat juga di Batam (bahas impor besi-baja sih...jadinya beliau wajib ada)
3. Pak Zuhri (Kaseksi Barang Modal) : sedang makan siang dengan Pak Peter
4. Pak Peter : ikut makan siang dengan Pak Zuhri...
5. Bu Sri, Mbak Sulis, Mbak Ayu, Pak Kus, dan Pak Dindin : makan siang juga... (insya Allah Aisya lagi shoum ^^)
6. Bu Tutik : lagi di ruang INSW (ngetik DRH PNS pake mesin ketik...)
Akhirnya... Aisya tinggal sendirian di “istana” Subdit 1...
Kerjaan sudah diselesaikan... iseng saja Aisya browsing, sampailah ia pada blog salah satu saudara seimannya, dan dibacanyalah sebuah cerpen yang ada di blog itu, sambil senyum-senyum sendiri, kadang mengerutkan dahi, pokoknya ekspresinya jadi macem-macem (untung ga ada orang... jadi ga ada yang tahu... yang tahu hanya YANG MAHA TAHU... hihi)
Ini nih cerpennya...


Kisah Nyata : Aku Datang Maisya

Aku telah dilanda keinginan menggebu untuk menikah. Bahkan sudah kujalani semua cara agar cepat bisa melaksanakan sunah Rasul yang satu ini. Malah aku selalu mengimpikannya di tiap malam menjelang tidur.

Gadis yang kuidamkan sejak kecil, bahkan menjadi teman main bersama, ternyata dinikahi orang lain. Padahal dia sudah ngaji. Sedih juga rasanya. Ada juga yang aku dapatkan dari orang yang aku kenal baik, dan sudah kujalani “prosedurnya”. Tapi ternyata kandas karena aku dinilai masih terlalu muda untuk menikah.

Akhirnya, aku kenal dengan seseorang yang sesuai dengan kriteria. Aku mengenalnya dengan perantaraan teman dekatku. Jujur saja, aku telah mendapat biodatanya, juga gambaran wajahnya. Langsung saja kukatakan pada teman dekatku bahwa aku sangat-sangat setuju.

“Eh, ente (kamu) harus ketemu dulu dan tahu dengan baik siapa dia,” kata temanku.

Tapi kujawab enteng, “Tapi ane (aku) langsung sreg kok”.

“Ya sudah, terserah ente aja lah,” sahut temanku sambil geleng-geleng kepala.

Karena aku yakin pacaran jelas-jelas dilarang dalam Islam sebab hal itu adalah jalan menuju zina, aku pun tak menjalaninya. Jangankan zina, hal-hal yang akan mengarahkan kepadanya saja sudah dilarang. Oleh karena itu, aku hanya menunggu waktu kapan ada pembicaraan awal antara aku dan Maisya (akhwat incaranku itu). Sabar deh, sementara ikuti saja seperti air mengalir.

Lewat kurang lebih 2-3 minggu mulailah terjadi pembicaraan antar aku dan Maisya. Ketika kuberanikan diri memulai pada poin yang penting yaitu mengungkapkan niatku untuk menikahinya, apa jawabnya? Aku disuruh menghadap murabbinya (guru/pembimbing).

“Kenapa tidak ke orang tua Maisya saja?” tanyaku.

“Tidak, pokoknya akhi (saudara lelaki) harus ketemu dulu sama Murabbi saya.” jawabnya.

Aku baru tahu, ada seorang akhwat ketika ada yang ingin menikahinya disuruh menghadap Murabbinya, bukan orang tuanya. Padahal, di antara birrul walidain adalah menjadikan orang tua sebagai orang yang pertama kali diajak diskusi tentang pernikahan, bukan gurunya, ustadznya, atau siapa pun. Barulah kutahu itu merupakan kebiasaan akhwat-akhwat tarbiyah (pergerakan).

***

Aku catat alamat murabbi (MR) yang Maisya sebutkan. Pada hari Ahad kuajak 2 teman dekatku untuk menemani ke rumah sang MR. Dengan sedikit kesasar akhirnya sampailah kami di rumahnya. Tapi setelah pencet tombol tiga kali dan “Assalamu’alaikum” tiga kali tak dibuka, kami pun pulang dengan agak kecewa, sebab siang itu adalah jam 2, saat matahari sangat terik menyengat.

Kutelepon Maisya bahwa aku tak bisa ketemu MR-nya. Maisya membolehkanku hanya dengan menelepon MR. Malam itu juga aku pun menelepon dan alhamdulillah nyambung. Aku ditanya segala macam yang berkaitan dengan agama. Dari masalah belajar, kerja, ngaji, tarbiyah, murabbi-ku, ustadz yang sering kuikuti kajiannya, sampai buku-buku yang sering kubaca. Juga, pertanyaan-pertanyaan tambahan lainnya.

Dengan polos dan santai kujawab pertanyaan-pertanyaan itu. Yang membuatku heran, ketika kusebutkan nama ustadz-ustadz yang sering kuikuti kajiannya sampai, nada MR agak beda dari awal pembicaraan. Terutama ketika kusebutkan kitab-kitab yang sering kujadikan rujukan dalam memahami agama. Aku belum tahu kenapa bisa begitu.

Kuceritakan pembicaraan itu pada teman dekatku. Ternyata temanku menjawab dengan nada menyesal.

“Aduh, kenapa tidak bicarakan dulu denganku. Ente tahu? Kalau akan menikahi akhwat tarbiyah sedang ente tidak ikut dalam tarbiyah atau liqa’ tertentu dan punya MR, maka ente otomais akan ditolak. Apalagi ente sebutkan nama-nama ustadz, buku-buku dan para syeikh Timur Tengah, bakalan ditolak deh, itu sudah ma’ruf (populer).”

“Lho kan ane jawab jujur, saat ini ane tidak ikut tarbiyah, atau apa namanya tadi, liqa’? Ya memang aku tak ikut. Ane juga nggak punya MR dong. Oo.., jadi begitu ya?” aku hanya melongo.

***

Beberapa hari kemudian, aku dapat telpon dari Maisya yang menjadikan hatiku sedikit hancur.

“Assalamu’alaikum, akhi saya sudah mempertimbangkan semuanya, mungkin Allah belum menakdirkan kita berjodoh. Semoga kita sama-sama mendapatkan yang terbaik untuk pasangan kita, saya minta maaf, kalau ada kesalahan selama ini, Assalamu’alaikum,”

“Kletuk, nuut nuut nuut” terdengar suara gagang telpon ditutup dan nada sambung terputus.

Aku masih memegang gagang telepon dan hanya bisa melongo mendapat jawaban tersebut. Kutaruh gagang telpon dengan lunglai. “Astagfirullah,” kusebut kata-kata itu berulang kali. Apa yang harus kuperbuat? Tak tahu harus bagaimana. Tapi sohib dekatku yang dari tadi memperhatikanku waktu menelepon nyeletuk .

“Ditolak ya? Udah deh, kan masih banyak harem (wanita) lain, ngapain ngejar-ngejar ngapain ngejar-ngejar yang sudah jelas-jelas nolak.”

Aku jawab saja dengan ketus, “Ane belum nyerah, karena ada janggal dalam penolakan itu, ane belum yakin dia menolak, akan ane coba lagi”.

“Udah deh jangan terlalu PD,” sahut sohibku.
Ternyata bener juga kata temanku itu, jawaban-jawabanku kepada MR menyebabkan aku ditolak oleh Maisya. Aku dipandang beda manhaj dalam memahami Islam, padahal yang kusebutkan waktu menjawab pertanyaan tentang buku-buku rujukan adalah Fathul Majiid, Al-Ushul Al-Tsalatsah, dan kitab-kitab karya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Syeikh Abdul Aziz bin Baz, Syeikh Muhammad Shalih Utsaimin, yang semuanya aku tahu bahwa mereka selalu mendasarkan bahasannya kepada dalil-dalil yang shahih.
Hatiku sudah terlanjur cocok sama Maisya. Jujur aku sudah merasa sreg sekali kalau Maisya jadi pendamping hidupku. Tapi aku ditolak. “Apa yang harus kuperbuat?” kataku dalam hati. Menyerah kemudian mencari yang lain? Baru begitu saja kok nyerah.
Tanpa sepengetahuan sohibku, kutulis surat ke orangtua Maisya. Yang kutahu bahwa dia hanya punya ibu. Bapaknya sudah meninggal saat Maisya berumur 8 tahun. Kutulis surat yang isinya kurang lebih tentang proses penolakan itu. Juga janjiku jika ditolak oleh ibunya, maka aku akan menerima dan tak akan menghubunginya lagi.
Dengan penuh harap kukirim surat tersebut, tak disangka ternyata surat itu sampai di tangan Maisya dan dibacanya. Alamak, kenapa bisa begitu? Untuk beberapa hari tidak ada respon. Gundah gulana pun datang. Apa yang harus kulakukan?
Kuputuskan untuk mengirim surat ke Maisya langsung. Semuanya aku ungkapkan dengan bahasa setengah resmi tapi santai. Aku memang sedikit ndableg. Di penghujung surat tersebut kukatakan, “Kalau memang Allah takdirkan kita tidak jodoh, saya punya satu permintaan, tolonglah saya untuk mendapatkan pendamping dari teman-teman Maisya yang Maisya pandang pas untuk saya, minimal yang seperti Maisya.”
Kupikir Maisya akan “tersungkur” dengan membaca suratku yang panjang lebar. Aku berpikir seandainya ada orang membaca suratku, pasti akan mengatakan “rayuan gombal!”. Tapi jujur saja, itu berangkat dari hatiku yang paling dalam.
Surat kedua itu, qadarallah ternyata malah diterima dan dibaca oleh ibu Maisya dan kakak perempuannya. Nah, dari situkah terjadi kontak antara aku dan keluarganya. Tak disangka-sangka kudapat telpon dari kakak perempuan Maisya, Kak Dahlia (tentu saja bukan nama asli). Kak Dahlia menelepon dan memintaku untuk datang ke rumahnya guna klarifikasi surat tersebut.
***
Seminggu kemudian kupeniuhi undangan itu. Setelah bertemu dan “sesi tanya-jawab” , dengan manggut-manggut akhirnya Kak Dahlia angkat bicara,
“Baiklah, kakak sudah dengar cerita kamu, saya heran kenapa Maisya menolakmu, ya? Padahal menurut hemat kakak, kamu pantas diterima kok”.
Hatiku berbunga-bunga mendengarnya,. Tapi langsung surut lagi karena pernyataan itu datang dari Kak Dahlia bukan Maisya. Aku sedikit senyum kecut menanggapi omongan kak Dahlia.
“Begini aja deh, kamu sekarang pulang dulu. Biar nanti kakak dan Umi yang akan rayu Maisya. Pokoknya kamu banyak doa aja. Pada dasarnya kami setuju kok sama kamu.”
Aku izin pulang dengan sedikit riang gembira. Mulutku hanya bergumam penuh doa, semoga Allah mengabulkan cita-citaku. Kira-kira 2 minggu setelah itu kudapat telpon lagi dari Kak Dahlia agar aku ke rumahnya. Dia bilang aku harus bertemu langsung dengan Maisya. Hatiku pun berdebar. Dengan sedikit gagap aku iyakan undangan itu. “Besok deh Kak, insyaAllah saya datang,” jawabku.
Aku duduk di kursi ruang tamu yang sama untuk kedua kalinya. Sedikit basa-basi Kak Dahlia mengajakku ngobrol tentang hal-hal yang belum ditanyakan pada pertemuan sebelumya. Kurang lebih 10-15 menit Kak Dahlia memanggil Maisya agar ke ruang tamu menemuiku. Dadaku berdegub. Inilah saatnya aku nadhar (melihat) bagaimana rupa Maisya yang sebenarnya. Apa sama seperti yang kubayangkan sebelumnya? Jangan-jangan tidak sama. Lebih jelek atau bahkan lebih cakep dari aslinya. Tunggu saja deh.
Tidak lama kemudian keluarlah sosok makhluk Allah yang bernama Maisya. Aku tetap menjaga pandanganku. Tapi jujur saja, tak kuasa kucuri pandang untuk yang pertama kalinya. Bahkan seharusnya untuk acara nadhar biasanya lebih dari mencuri pandang, karena memang dianjurkan oleh Rasulullah. Tapi bagiku sangat cukup melihatnya sekali-kali. Aku hanya bisa mengatakan dalam hatiku tentang Maisya, subhanallah! Aku tak bisa ceritakan kepada pembaca karena itu hanya untukku saja.
Tak sadar keringat dingin mengalir dari pelipis. Ada apa gerangan? Kenapa rasanya agak grogi? Ah, aku harus teguh dan tangguh hadapi semua ini. Obrolan pun mulai bergulir. Dari mulai pertanyaan-pertanyaan agama secara umum sampai diskusi tentang kerumahtanggaan. Kurang lebih satu jam aku di rumah itu. Aku pun pamit sambil memberikan hadiah-hadiah buku-buku kecil tentang agama.
Di bus kota aku senyum-senyum sendirian. Seakan-akan bus itu adalah bus patas AC padahal sebenarnya hanya bus ekonomi yang panas dan penuh asap rokok. Tapi semua itu tidak kurasakan. Kuberdoa semoga rayuan Kak Dahlia berhasil.
Ternyata benar, beberapa hari kemudian aku ditelepon Maisya, kali ini menanyakan kelanjutan proses kami kemarin. Kujawab jika dibolehkan akan kuajak keluargaku di waktu yang kutentukan. Di penghujung pembicaraan, Maisya setuju dengan tawaranku.
Kutanya ke sana ke mari tentang barang-barang apa yang pantas dibawa ketika meng-khitbah seorang wanita. Kubeli sebuah koper kecil dan kuisi dengan barang-barang seperti bahan pakaian, komestik, sepatu, dan sebagainya. Tak lupa aku bawakan buah-buahan seadanya. Hal ini sebenarnya sudah kutanyakan kepada Maisya, tapi Maisya hanya menjawab terserah aku mau bawa apa saja pasti dia akan terima. Duh…, senangnya.
Sebelumnya aku lupa, ternyata Maisya masih punya darah Arab dari ibunya. Bahkan, ibunya punya nasab Arab yang dikenal di Indonesia sebagai Habib (Orang Arab yang mengaku punya garis nasab langsung dengan Rasulullah). Padahal setahuku Rasulullah tak punya keturunan laki-laki yang kemudian punya anak. Yang ada hanya Fatimah yang diperistri oleh Ali bin Abi Thalib. Sedangkan dalam Islam, darah nasab hanya sah dari garis bapak atau lelaki (Koreksi: Cucu beliau dari anak-anak beliau merupakan termasuk keluarga beliau yang berarti ahlul bait). Jadi, mungkin yang dimaksud mereka adalah keturunan dari Ali bin Abi Thalib.
Satu hal yang perlu diketahui, bahwa dalam adat orang Arab terutama golongan Habaib atau Habib, wanita mereka pantang dinikahi oleh non Arab. Bahkan, sebagian mengharamkannya. Alasan yang populer adalah mereka merasa lebih mulia dari keturunan non Arab. Bahkan, sebagian mengharamkannya. Aku pun harus siap dengan apa yang akan aku hadapi nanti. Bisa jadi ditolak atau tidak. Dan yang ada di depan mataku adalah ditolak.
Aku datang sekeluarga dengan naik Taksi. Aku tidak punya mobil. Dari mana aku punya mobil sedangkan aku baru bekerja setahun? Sambutan hambar kudapatkan ketika memasuki ruang tamu. Di situ sudah hadir ibu-ibu yang merupakan keluarga besar dari ibu Maisya. Anehnya,di acara itu tidak hadir laki-laki dari pihak keluarga besar Maisya.
Kemudian acara dilanjutkan dengan saling memberi sambutan. Namun yang kutunggu hanya momen di mana Maisya menerima lamaranku dari mulutnya sendiri. Saat itu pun tiba. Dengan agak malu-malu dan terbata-bata Maisya menerima lamaranku.
Diakhir acara ketika hari penentuan hari “H” dan bentuk acaranya. Ada salah satu dari anggota keluarga Maisya yang menanyakan uang untuk walimah nanti. Aku hanya menjawab bahwa hal itu sudah kubicarakan dengan Maisya. Tapi dia memaksaku untuk menyebutkan jumlahnya. Aku tetap tak mau menyebutkan. Rupanya orang tadi kecewa berat dengan jawabanku.
Setelah acara selesai, aku pamit. Sedikit lega kulalui detik-detik mendebarkan. Aku bersyukur kepada Allah yang meloloskan diriku pada babak berikutnya dalam usaha mengamalkan sunah Rasulullah yang mulia ini.
Ternyata ujian belum selesai juga. Maisya didatangi keluarga besarnya dengan membawa lelaki yang akan dijodohkan dengannya. Lamaranku ditimpa oleh lamaran orang lain. Orang yang akan dijodohkan dengan Maisya masih punya hubungan keluarga. Mereka datang dengan mobil, membawa makanan banyak sekali, uang lamaran, dan juga perhiasan.
Apa yang kubawa kemarin tidak ada apa-apanya dibanding dengan yang dibawa pelamar kedua ini. Tapi subhanallah, apa yang Maisya lakukan? Maisya tak mau menemuinya. Maisya tak menerima lamarannya.
Bahkan setelah rombongan itu pulang dan meninggalkan bawaan mereka sebagai lamaran untuk Maisya, apa yang Maisya lakukan? “Kembalikan semua barang bawaannya dan jangan ada yang menyentuh walau untuk mencicipi makanan, kembalikan dan jangan ada yang tersisa di rumah ini.” Aku dapatkan cerita ini dari kak Dahlia yang meneleponku.
Mendengar semua ini, tak terasa air mataku menetes membasahi pipiku. Padahal aku adalah lelaki yang selama ini selalu berpantang untuk menangis. Saat itulah aku mulai yakin bahwa Maisya harus kudapatkan, sekali pun harus menghadapi hal-hal yang menyakiti hatiku.
***
Beberapa hari kemudian aku mendapat telepon dari seorang ibu yang mengaku bibi Maisya. Ketika kutanya namanya dia tak mau menyebutkan. Malah dia nyerocos panjang lebar tentang acara lamaranku kepada Maisya. Dengan nada sinis dan tinggi dia mulai merayuku untuk membatalkan lamaranku. “Saya kasih tau ya! Kamu kan baru bekerja belum satu tahun, belum punya rumah dan mobil. Sedangkan Juli Jajuli (bukan nama asli) kan sudah punya kerjaan, rumah besar, mobil ada dua. Jadi, kamu batalkan lamaran. Biar Maisya menerima lamaran Jajuli. Kamu kan bisa cari yang lain.”
Hhh! Betapa mendidih mendengar ocehan sinis itu. Tapi aku langsung kontrol diri. Aku jawab dengan suara pelan dan sopan bahwa aku akan terima hal itu dengan ikhlas tanpa ada paksaan dari siapa pun. Sebelum kudengar langsung dari mulut Maisya, aku tak akan pernah membatalkan lamaranku. Gubrakkkk!, terdengar suara gagang telepon dibanting, padahal jawabanku belum selesai.
Suatu hari di tengah kesibukanku, datanglah seorang wanita sekitar umur 25-30 tahun ke kantorku. Tanpa permisi dan sopan santun dia menghampiriku, “Kamu yang melamar Maisya? Kamu tuh ga tahu diri ya? Belum jadi menantu saja sudah belagu,” cerocosnya.
“Mohon tenang dulu, apa masalahnya? Ayo kita duduk dulu di sini jelaskan dengan pelan,” sambutku dengan sabar.
“Kamu tuh kalo ngasih alamat yang jelas, biar mudah dicari, saya sudah muter-muter mencari alamatmu tapi ternyata tidak ketemu-ketemu, apa kamu mau mempermainkan kami?” tukasnya sambil menunjukkan kartu namaku.
“Apa tadi ente tidak tanya sama orang-orang?” tanyaku.
“Tidak!” jawabnya ketus.
“Ya jelas pasti kesasar, seharusnya ente tanya-tanya dong,” sahutku.
“Aaah udah deh jangan banyak alasan,” jawabnya. “Eh aku kasih tau ya, kau tuh jangan pernah macam-macam dengan keturunan Nabi, kuwalat loh!”, ancamnya.
Dengan sedikit senyum kujawab ancamannnya, “Kalo Nabi punya keturunan seperti ente, pasti Nabi akan sangat marah pada ente. Wanita kok pakai celana jeans, kaos ketat, dan tidak berjilbab. Nabi tentu akan malu jika punya keturunan seperti ente.” Wanita itu kabur sambil ngomel-ngomel entah apa yang dia katakan.
Kejadian itu membuat hatiku semakin was-was dan khawatir. Kalau demikian dengkinya mereka dengan pernikahanku bersama Maisya, maka bisa jadi mereka akan lebih jauh lagi dalam memberikan “teror”. Akankah mereka menghalangiku sampai pelaksanaan hari “H”? Wallahu a’lam.
Yang jelas sebelum aku tanda tangan surat nikah yang disediakan penghulu, maka aku belum bisa menentukan bahwa Allah takdirkan aku menikahi Maisya. Semuanya bisa terjadi. Sabarkanlah diriku ya Allah.
Dari telepon pula aku tahu bahwa Maisya sempat disidang oleh keluarga besarnya untuk membatalkan pernikahan denganku. Tapi dia lebih memilih akan kabur dari rumah dan tetap menikah denganku. Padahal keluarganya memberi pilihan: batal nikah atau putus hubungan keluarga.
***
Undangan mulai kucetak. Sederhana sekali karena aku memang tidak punya biaya banyak untuk pernikahan ini. Aku tidak punya saudara di kota tempat Maisya tinggal. Jadi undangan yang banyak hanya untuk keluarga, tetangga, dan kenalan Maisya.
Hari H semakin dekat. Persiapan juga semakin matang. Aku terharu lagi ketika ditanya, “Akhi siapnya ngasih berapa untuk persiapan ini? Tapi jangan merasa berat dan terpaksa, kalau tidak ada ya nggak apa-apa.” Aku hanya bisa tergagap menjawabnya. Ku katakan bahwa aku akan mendapat sumbangan dari kantorku tapi perlu proses untuk cair, jadi sementara aku hanya bisa beri sedikit. Itu pun sudah kupaksakan pinjam ke sana-sini. Tapi Maisya menyambut hal itu dengan tanpa cemberut sedikitpun. Subhanallah.
Panitia pernikahan dari ikhwan sudah aku siapkan. Aku bertekad bahwa pernikahan ini harus seislami mungkin, di antaranya memisahkan antara tamu pria dan wanita walau mungkin akan mendapatkan respon yang bermacam-macam. Aku tak peduli.
Keluarga Maisya pun tak tinggal diam. Di antara mereka ada yang memintaku agar busana Maisya pada saat penikahan nanti adalah busana pengantin pada umumnya. Astaghfirullah, usulan yang sangat berlumuran dosa. Jelas kutolak mentah-mentah.
Ada juga yang nyeletuk agar pernikahan kami dihibur dengan orkes atau musik gambus dan yang sejenisnya. Tapi itu pun aku tolak. Ternyata sampai mendekati hari H pun aku harus beradu urat syaraf dengan mereka.
Tibalah saatnya kegelisahanku yang paling dalam. Aku sedang berpikir bagaimana jadinya jika ada yang mengacaukan pernikahanku. Aku punya seorang saudara marinir. Aku telepon dia dan kuwajibkan datang. Kalau perlu pakai seragam resmi lengkap. Aku akan jadikan dia sebagai pengamanan tambahan. Karena pengamanan Allah lebih kuat, bahkan tidak perlu ada pengamanan tambahan. Itu hanya ikhtiar saja. Malam hari “H” dia datang dan siap menghadiri acara nikah besoknya.
Aku minta bantuan teman lamaku untuk mengantarku pakai Kijang. Teman senior kantorku yang sudah aku anggap orang tuaku juga siap mengantar pakai Panther, bahkan dialah yang akan memberi sambutan dari pihak mempelai pria.
Dengan sedikit gemetar dan mata sedikit basah, aku lalui proses ijab kabul yang sederhana tanpa disertai ritual-ritual yang tidak ada dasarnya seperti sungkem, injak telor, membasuh kaki, dan sebagainya.
Tangisku meledak ketika berdua dengan Maisya untuk pertama kalinya. Tangis makin dahsyat saat aku menghadap ibuku. Kupeluk erat-erat ibuku, kakakku, dan saudara yang mendampingiku.
Subhanallah, aku sudah menjadi seorang suami. Aku menjadi kepala keluarga yang didampingi oleh Maisya yang aku dapatkan dengan “darah dan air mata”. Akhirnya kulalui rumah tangga ini dengan segala bunga rampainya sampai dikaruniai beberapa anak yang lucu-lucu. Semoga dapat aku lalui kehidupan ini dengan diiringi bimbingan dari yang Maha membolak balikkan hati, sehingga hatiku tetap teguh dengan agama-Nya.

Penulis: Suami Maisya
Diambil dari Buku “Semudah Cinta Di Awal Senja” Terbitan Nikah Media Samara

SEMOGA MENGINSPIRASI !!!

Pojokan Subdit 1, 210110_14:14
Aisya Avicenna

Wednesday, January 20, 2010

*** INGATLAH!!! ***

Wednesday, January 20, 2010 0 Comments

[INTRO : Selasa, 19 Januari 2010… Alhamdulillah, pagi ini masih diberi kesempatan untuk menghirup udaraNya. GRATIS!!! Terima kasih Ya Allah…Seperti biasanya, sekitar pukul 07.00, Aisya keluar dari “RED ZONE”, berangkat ke kantor dengan Kopaja 502. Alhamdulillah, dapat tempat duduk. Aisya langsung mengeluarkan buku. Setiap hari Aisya tak pernah ketinggalan membawa buku di dalam tasnya karena terkadang di tengah jalan Kopaja 502 yang ia tumpangi ‘terpaksa’ berhenti cukup lama alias MACET. “Sedia payung sebelum hujan, sedia buku sebelum macet” [semboyan baru ala Aisya ^^]. Kali ini buku yang ia bawa berjudul “Misteri Menjelang Ajal”. Buku ini mengingatkan Aisya pada sahabat-sahabatnya Matematika 2005 karena ia dapatkan buku ini secara GRATIS saat ada acara bersama dengan mereka (kalau yang ingin tahu, baca kembali kisahnya di www.thickozone.blogspot.com, note bulan Agustus 2009 dengan judul 17 Agustus 2017..hihi, promo!]. Buku ini sangat menginspirasi Aisya bahkan membuatnya merinding dan diam merenung saat selesai membaca kisahnya satu demi satu]. Inilah INSPIRASI yang Aisya dapatkan setelah membaca buku itu.

***

Saat membaca tulisan ini, kita tentu masih menghirup segarnya udara kehidupan. Seribu satu (bahkan pastinya lebih) kenikmatan dunia, gemerlapnya kehidupan dunia, masih demikian akrab menggelayuti pikiran dan angan-angan kita. Akan tetapi, siapa bisa memastikan bahwa kehidupan itu masih dapat bertahan lebih dari satu tahun, lebih dari satu bulan, satu minggu, satu jam, atau sekedar satu kali desahan nafas??? Ya, karena kematian itu bisa datang kapan saja dan dimana saja. Sang kematian tidak memiliki hati yang berbelas kasih terhadap seseorang sehingga menunda kedatangannya. Sang kematian tidak pernah datang terlalu cepat atau terlalu lambat. Bila ia sudah datang, tak seorang pun mampu menolaknya. Meski orang itu berada dalam benteng yang kokoh, dalam penjagaan ketat para pengawal yang bagaimanapun banyak dan kuatnya.

“Datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya itulah yang kamu selalu lari darinya.” (Q.S. Qaf :19)

Tak seorang muslimpun yang menampik akan datangnya kematian. Meskipun demikian, dalam praktik kehidupan banyak kaum muslim yang tingkah lakunya menunjukkan bahwa mereka tidak meyakini datangnya kematian. Lihatlah bagaimana para konglomerat muslim saling berlomba menumpuk harta, namun membiarkan sekian ribu kaum muslim di sekelilingnya hidup kembang kempis, sekedar mencari sesuap nasipun kesulitan. Berbagai kewajiban, dari mulai menunaikan zakat, menolong fakir miskin, menyelamatkan yatim piatu, hingga mengembangkan agama Allah, semuanya mereka abaikan, kecuali yang menguntungkan kedudukan mereka.

Mengapa mereka melakukan hal itu? Apakah mereka tidak meyakini datangnya kematian? Apakah mereka tidak menyadari bahwa umur mereka jauh lebih terbatas daripada tingginya cita-cita mereka! Tentu, tentu saja mereka menyadarinya. Namun, gerlapnya dunia ini telah membutakan mata mereka, membuat mereka seolah-olah lupa bahwa mereka hanya hidup sementara.

Kitapun tak jauh berbeda dengan mereka. Berapa banyakkah peringatan-peringatan Allah dalam Al Qur’an dapat membentuk kita menjadi orang-orang yang cinta akhirat??? Seberapa jauh peringatan-peringatan Nabi mempengaruhi jiwa kita untuk menyadari betapa hinanya kehidupan dunia ini??? Mungkin kita sudah terlalu lama bersenda-gurau dengan sandiwara kehidupan ini. Sementara kehidupan sejati di akhirat nanti, justru malah kita anggap sebagai sandiwara itu sendiri.

Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita untuk mengambil pelajaran dari kematian seseorang, untuk mengingat akhirat. Wafatnya seseorang, terutama yang memiliki hubungan dekat dengan kita seperti orang tua, saudara, dll amatlah mempertebal keyakinan kita akan kehidupan akhirat, setidaknya menyadarkan kita akan kelalaian kita dalam mempersiapkan BEKAL MENUJU KEMATIAN.

***

Pada kesempatan kali ini Aisya hanya akan menuliskan dua kisah inspiratif yang Aisya baca dari buku ini. SEMOGA MENGINSPIRASI!!!

Sebelumnya, mendengarkan nasyidnya Opick dulu…Bila Waktu Tlah Berakhir…

Bagaimana kau merasa bangga
Akan dunia yang sementara
Bagaimanakah bila semua hilang dan pergi
Meninggalkan dirimu

Bagaimanakah bila saatnya
Waktu terhenti tak kau sadari
Masikah ada jalan bagimu untuk kembali
Mengulangkan masa lalu

Dunia dipenuhi dengan hiasan
Semua dan segala yang ada akan
Kembali padaNya

Bila waktu tlah memanggil
Teman sejati hanyalah amal
Bila waktu telah terhenti
Teman sejati tinggallah sepi

***

Shalat, Shalat, dan Hijab

Seorang perawi menyebutkan : aku pernah berada di Mesir di tengah krisis yang melanda Kuwait sudah terbiasa menguburkan jenazah, bahkan aku sudah amat dikenal dengan profesi tersebut.

Suaru malam, seorang gadis meneleponku meminta pertolongan untuk menguburkan ibunya yang sudah meninggal. Aku menyanggupi permintaannya. Aku pun pergi ke pemakaman dan menunggu di luar tempat memandikan jenazah.

Tiba-tiba, empat orang wanita berjilbab besar keluar dengan tergesa-gesa. Aku tidak sempat bertanya mengapa mereka keluar demikian tergesa-gesa karena hal itu tidak penting bagiku.

Beberapa saat kemudian, wanita yang memandikan mayit itu keluar dan meminta pertolonganku untuk memandikan jenazah tersebut. Aku segera berkata, “Itu tidak boleh. Tidak halal seorang lelaki melihat aurat wanita yang bukan muhrimnya.”

Wanita itu memberikan alasan bahwa tubuh wanita itu besar sekali dan amat sulit untuk dimandikan. Namun akhirnya wanita itu kembali meneruskan pekerjaannya memandikan jenazah, kemudian baru mengkafaninya. Ia lalu mempersilahkan kamu masuk untuk menggotongnya. Kami pun masuk. Jumlah kami saat itu sebelas orang, tapi jenazah yang kami gotong itu berat sekali.

Saat kami tiba di depan liang kubur –berdasarkan kebiasaan masyarakat Mesir, kuburan mereka menyerupai kamar-kamar. Mereka turun dari lubang di bagian tas ke ruang pemakaman melalui anak tangga, lalu meletakkan saja jenazah tersebut tanpa menguburkannya- kami pun membuka lubang bagian atas dan mulai menurunkan jenazah dengan menggotongnya di atas pundak kami untuk dimasukkan. Akan tetapi, saking beratnya, jenazah itu menggelincir dari pundak kami dan terus jatuh ke dalam kamar bawah sampai kami mendengar sendiri suara tulangnya berpatahan karena begitu kerasnya terjatuh.

Aku melihatnya, ternyata kafannya terbuka sedikit dan terlihatlah sebagian tubuhnya. Aku segera mendekati jenazah itu dan menutupi bagian tubuhnya yang terbuka. Dengan susah payah aku menyeretnya dan menghadapkan wajahnya ke kiblat, dan kubuka sebagian wajahnya. Aku melihat pemandangan yang amat menakutkan! Kedua matanya melotot tajam menyeramkan. Wajahnya menghitam. Aku diselimuti rasa takut yang luar biasa. Bahkan, hampir saja aku pingsan melihat pemandangan yang mengerikan itu. Aku keluar dengan tergesa-gesa, lalu kututup pintu kubur.

Saat sampai di rumah, salah seorang anak mendiang meneleponku. Ia bersumpah atas nama Allah agar aku mau menceritakan kondisi ibunya tersebut. Aku berusaha menyembunyikan kenyataan yang terjadi, tetapi ia tetap mendesak. Akhirnya terpaksa aku menceritakan kepadanya apa yang aku lihat.

Ia segera berkata, “hal itu pulalah yang mendorong kami keluar dari tempat pemandian dengan tergesa-gesa.”

Gadis itu kontan menangis. Aku berusaha menyabarkannya. Aku lalu bertanya tentang keadaan ibunya tersebut, apakah sebelum meninggalnya ia gemar melakukan perbuatan maksiat tertentu???

Wanita itu menjawab lirih penuh kesedihan, kepedihan yang seakan-akan membunuhnya, ‘Wahai Syaikh, sesungguhnya ibu kami itu tidak pernah shalat satu rekaatpun. Ia meninggal dalam keadaan berdandan dan membuka aurat!”

Rasulullah SAW bersabda : “Ujung keislaman seseorang dan awal kekafiran serta kemusyrikan adalah meninggalkan shalat.” (Dikeluarkan oleh Muslim)

Orang-orang seakan bergegas memandikan jasadmu

Dan merekapun bersegera menyiapkan keranda jenazahmu

Rumah singgahmu jadi sacral

Karena isak tangis atas kematianmu

Namun…

Dengan ceoat tangan-tangan memindahkan jasadmu

Sepupumu sendiru

Kini menyerahkan jasadmu untuk dikuburkan

Saudaramu sendiri

Kini memutuskan semua hubungan denganmu

Hati mereka mungkin berusaha mengingat selainmu

Hubungan dengannya mereka sambungkan

Dan hubungan denganmu mereka putuskan

Para pewaris kini berdatangan

Sementara engkau tinggal hampa

Tanpa dunia, tanpa harta, tanpa angan-angan

Jika sejak kini kau tak berbekal menuju kematian

Tak juga menyibukkan diri mengingat sang maut

Berarti kau telah menyia-nyiakan nasibmu tuk hari kemudian

Menyia-nyiakan penciptaan dirimu

Dan menyia-nyiakan kehidupan.

***

Wanita Penghafal Al Qur’an

Ia sudah menyelesaikan studinya di pondok Tahfizhul Qur’an. Di satu tangannya, ia membawa Kitabullah. Sementara di tangannya yang lain, ia membawa kotak amal.

Sejak lama ia memang sudah memendam cita-cita Islam, cita-cita saudaranya kaum muslim. Ia tidak membeli kotak amal itu untuk dimakannya sendiri. Ia membelinya agar ia sendiri bisa menginfakkan sebagian hartanya fi sabililah. Agar ketika makan, ia bisa mengingat saudara-saudaranya kaum muslim di berbagai belahan dunia dan memikirkan cara menolong mereka dari kesengsaraan akibat rasa lapar dan sakit. Agar Allah berkenan menjadikan benda itu sebagai saksi baginya di hari kiamat nanti.

Namun, keluarnya ia kali ini dari pondok yang penuh berkah ini untuk memasrahkan dirinya disambut oleh Yang Memberi Segala Karunia. Ia dipilih oleh Allah untuk berpulang ke hadiratNya. Kamipun mengira demikian, dan kami tidak berniat menganggap suci seseorang di hadapan Allah.

Tiba-tiba sebuah mobil yang dikendarai oleh sopir ceroboh menghantam tubuh yang suci itu sehingga tubuhnya terpental di atas tanah. Mushaf Al-Qur’an di tangan kanannya terjatuh sementara kotak amal di tangan kirinya berhamburan isinya. Akan tetapi, jantungnya masih berdetak, tanda ia masih hidup.

Ia segera dibawa ke Rumah Sakit dalam kondisi kritis. Saatt itu hari Ahad. Pada hari Jum’at, nyawanya berpulang ke rahmatullah.

Semoga Allah memberikan rahmatNya kepada sang penghafal Al Qur’an. Ia tidak sedang membawa majalah porno. Ia juga tidak sedang keluar dari diskotik atau tempat yang penuh dengan wanita yang membuka auratnya. Ia baru saja keluar dari taman Al Qur’an.

Wahai wanita penghafal Al Qur’an. Selamat, terimalah kabar gembira dari Rasulullah SAW :

Dari Abdullah bin Amru, diriwayatkan bahwa ia menceritakan, Rasulullah SAW bersabda :

“Setiap muslim yang meninggal di hari Jum’at atau malam Jum’at, pasti akan dipelihara oleh Allah dari siksa kubur”

Tidurlah dengan tenang dan tenteram wahai saudariku..

***

“Sering-seringlah untuk mengingat sang penghancur kenikmatan, yakni KEMATIAN” (HR. At-Tirmidzi)

Allah jualah yang menentukan akhir kehidupan kita. Kita hanya dapat berdoa dan berharap semoga Allah berbelas kasih kepada kita, sudi mengampuni dosa-dosa kita, dan menutup kehidupan kita dengan husnul khotimah untuk kemudian di akhirat nanti menikmati kehidupan surga yang abadi… Amiin…

***

BACKSONG RENUNGAN PAGI INI…

Astaghfirullah (Opick)

Laa ilahaa’illa anta
Ya hayyu ya qoyyum
Subhanallah wabihamdihi
Subhanallah hiladzim

Kubuka jendela pagi di udara yang letih
Deru geram nyanyian jaman
Bersama berjuta wajah kuarungi mimpi hari
Halalkan segala cara untuk hidup ini

Nafsu jiwa yang membuncah
Menutupi mata hati
Seperti terlupa bahwa nafaskan terhenti

Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullahal’adzim
Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullahal’adzim

Kubuka jendela pagi dan dosapun menghampiri
Suara jerit hati kuingkari

La ilaha illa anta ya
Subhanaka inni kuntu
Minadholimin

RedZone, 200110_05:13

Aisya Avicenna