Jejak Karya

Jejak Karya

Wednesday, April 27, 2011

Celoteh Aksara [27]: “M-Four: Mengenang Masa-Masa Mbolang #1”

Wednesday, April 27, 2011 0 Comments


by Norma Keisya Avicenna on Wednesday, April 27, 2011 at 10:34am



Catatan ini hanya sebagai sarana refreshing aja, tatkala hari-hariku disibukkan untuk menyelesaikan satu PR yang benar-benar ekstra menguras tenaga, waktu, pikiran, dan harta tentu saja. Bagian terkuras yang terakhir itu lantaran ketika menulis atau asyik membenamkan diri dalam buku, lebih asyik kalau ada yang menemani. Bukan berwujud manusia, tapi camilan. Hehe…Lanjut!



Karena asyik menulis tentang PNS sakwadyabalane, tangan ini tergerak untuk mengambil satu dari deretan buku DNA yang berbaris manis di pojokan rak kiri bawah di perpus pribadi AL FIRDAUS 2. [NO]stalgia [R]o[MA]ntic bulan September-Desember 2010. Ah, sampai saat ini, catatan harian yang terdokumentasikan di buku ini masih menempati rating teratas. Jika dibandingkan dengan catatan-catatan harianku yang lain. Banyak kisah seru yang takkan terlupakan, yang sudah tertulis, terjadi diantara 4 bulan itu. Kapan-kapan moga bisa bikin memoar. Hihi…



Salah satunya kisah seru bulan Oktober 2010. Masa-masa mbolangku saat mengikuti audisi abdi negara. Tertulis di buku DNA-ku itu, hari Jumat tanggal 22 Oktober 2010 aku berangkat ke Bandung dengan kereta Lodaya bersama keluarganya Gestin Mey Ekawati (Gest-Chay). Sahabat terbaikku zaman putih abu-abu sampai sekarang. Bersama keluarganya (bapak “kepala suku”, ibuk, dan Resha –adiknya-) kita menikmati perjalanan ke Bandung. Dah kayak keluarga sendiri deh. Ini perjalanan keduaku ke Bandung naik kereta. Dulu pertama kali sendirian…mewujudkan impian dan janji pada diri sendiri setelah dapat gelar S.Si.



Wisuda Chay di ITB

Yupz, keesokan harinya (tanggal 23 Oktober 2010) aku mendampingi mahasiswi Teknik Geofisika itu wisuda. Ya, akhirnya aku pun bisa mewujudkan salah satu impian yang sempat tertuliskan. Mendampingi sahabat terbaikku itu di salah satu hari bersejarah dalam hidupnya. Senangnya bisa menginjakkan kaki di kampus Ganesha lagi, kampus yang sampai detik ini pun masih menjadi kampus impianku. “Hm, kalau belum rejekinya tahun ini, semoga tahun depan…”. Setidaknya, kalau bukan aku, semoga saudari kembarku atau mungkin anak cucu kelak. Kalau suami? Hm, ntahlah. Hehe…semuanya masih dalam bingkai rahasia-Nya. Xixixi. Yang jelas, ITB selalu punya cerita tersendiri dalam hidupku. Setidaknya sekarangpun aku merasakan menjadi bagian dari keluarga besarnya. Keluarga Ganesha! Alhamdulillah…^^v. Waktu itu, aku juga sempat menangkap sosok Teh Ninih yang ternyata mengantarkan salah satu putrinya wisuda juga. Hm…



Jejak yang Terpetakan di Ibukota

Kisah selanjutnya, tanggal 24 Oktober. Ahad pagi itu aku berangkat mruput dari kost Gestin menuju stasiun Bandung. Kali ini aku kembali mbolang sendirian. Ya Rabb, hanya kepada-Mu hamba memohon perlindungan. Padahal lebih baik ada mahram yang menemani, tapi mau gimana lagi Mas Dhody juga sibuk dengan pekerjaannya di Solo. Bismillah, dengan ACC dan restu bapak-ibuk akhirnya aku benar-benar berani mbolang sendirian ke Jakarta. Walaupun itu bukan kali yang pertama. Hehe…



Jam 08.45 sampai di stasiun Jatinegara. Tadi sempat beli teh panas di kereta buat mengganjal perut karena belum sempat sarapan, e…pas turun minumanku yang belum habis itu tersenggol dan tumpah. Hehe…aku hanya nyengir! Keluar stasiun, nunggu Mbak Thicko. Dan akhirnya SUPERTWIN berkumpul! Nyampe RedZone, sarapan dulu, tyuz pergi lagi! Kali ini Nungma mau diselundupkan Mbak Thicko di acaranya rekan-rekan FLP Jakarta. Naik kopaja tyuz naik bajaj sampai depan Taman Ismail Marzuki. Oh no, bajaj pertamaku nih! Ah, ku jadi terkenang dengan komunitas dan genk-ku zaman kelas 3 SMA dulu. Hahaha…3 IPA 4 SMA 1 Wonogiri yang mengatasnamakan keluarga mereka (keluargaku juga ding) “BAJAJ COMMUNITY”. Alasannya cukup simple, karena “icon” kelas kita yang bernama Ali, wajahnya plek-njiplek pemeran utama dalam sinetron Bajaj Badjoeri. Hihihi…Ali, no coW no enJoy dah!





Jadi Penyusup di FLP Jakarta

Serunya nyusup di pertemuan FLP Jakarta pagi mpe siang itu. Seneng banget! Ketemu para penulis yang biasanya aku hanya bisa menikmati tulisan-tulisannya, dan pada kesempatan itu aku bisa bertatap muka dan ngobrol langsung. Hihi…ketemu Kang Taufan E.Prast (ketua FLP Jakarta) yang saat aku mengeluarkan oleh-oleh berupa mete, tu mete langsung beliau bawa kemana-mana. Hahaha…gubrak! Tyus ketemu istri beliau yang cantik, Mbak Erawati. Terima kasih donatnya, ya Mbak! Ketemu Mbak Lia Octavia, Mbak Icha, Soson, Ikal, Mas Sakti Wibowo juga ada, dll…



Cobalah.Perjuangkan.Nikmati.Syukuri (side A…^^v)

Nah, keesokan harinya. Senin, 25 Oktober 2010. Agenda hari ini pengambilan kartu test Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan BATAN. Dari Jak-Tim aku mbolang ke Jak-Sel buat ngambil kartu KKP yang berlokasi di Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Sempet nyasar pas sampai daerah Pasar Minggu karena salah masuk angkot, untungnya segera ngeh! Adegan paling seru pas ngambil kartu test BATAN di GOR Pertamina Simprug. Motoran sama Tanti. Byuuuh…benar-benar merasakan romantika kerasnya perjuangan di ibukota. Menikmati si Komo lewat yang bikin macet kaya ular naga panjangnya bukan kepalang, bising, polusi, dan pemandangan yang bikin miris. Ah, negeriku…Hampir 1,5 jam kita motoran. Lebih mungkin! Akhirnya sampai juga di lokasi. Hadeh, gak nyampe 5 menit kartu kita di ACC. Betapa singkatnya! kelkelkel...Mubeng-mubeng GOR dulu sekalian sholat.



Selanjutnya, ikut Tanti ke Bintang Pelajar, tyuz aku naik busway dari halte di dekat situ. Saatnya menikmati perjalanan. Turun Dukuh Atas-Pulogadung-Matraman-Kampung Melayu. Naik angkot 06, ke arah Jl. Otista daerah kampus STIS. Mendadak aku lupa harus turun dimana. Pengalaman perdana turun daerah situ sendirian je…akhirnya, apa yang terjadi saudara-saudara, Nungma nyasar-nyasar! Mpe 3x ganti angkot. Tapi akhirnya nyampai juga. Haha, buat merayakan kemenangan, halah…beli eskrim deh! Gubrak… Jadi inget pesan Mbak Thicko, yang darinya aku dibekali peta JABODETABEK (xixixi…tak lengkapi dengan ngeprint jalur busway. Yupz, benar-benar bekal jadi si bolang!), dia minta maaf karna gak bisa membersamai perjuanganku di ibukota, tapi dia selalu yakin, senyasar-nyasarnya aku pada akhirnya aku pasti bisa kembali ke Redzone-nya dengan selamat! Hihihi….



Malem harinya, aku belajar buat test BATAN. Bismillah…



Selasa, 26 Oktober 2010. Kehebohan terjadi di semua stasiun televisi. Mulai dari bencana tsunami Mentawai sampai Gunung Merapi yang meletus. Ya Rabb, ampunilah dosa-dosa kami…



Keluar Redzone jam 05.30. bismillah…berdasarkan pertimbanganku lebih baik aku naik busway aja ke GOR Pertamina Simprug-nya, karena kemarin sempat lihat ada halte busway di dekat lokasi. Naik angkot 06 arah Kampung Melayu, naik busway yang ke Harmoni. Sampai di Harmoni celingukan, naik busway yang jalur apa nih. Berdasarkan peta jalur busway yang kupelajari pokoknya yang arah Grogol. Akhirnya, aku tanya petugas. Beliau nyuruh naik yang arah Blok M dulu. Antri deh, berhubung rame, desak-desakan ‘n gak kelihatan pas ada busway berhenti, aku naik aja. E, ternyata tu busway yang arah Ragunan. Seharusnya aku naik yang setelah busway ini. Hadeh. Pagi-pagi dah nyasar! Tapi seruuu…bisa menikmati gagahnya MONAS yang berdiri diterpa hangatnya sang mentari. Ops, puitis-puitisannya ntar dulu, nyasar nih!



Akhirnya, aku turun halte terdekat dan balik ke Harmoni lagi. Kemudian naik busway yang ke Grogol, pas turun halte Grogol 2 dah jam 07.30. Transit di Lebak Bulus. Tanti dah harap-harap cemas di lokasi test. SMS-an terus sama dia. Alhamdulillah, jam 07.45 nyampe juga di Halte Simprug. Langsung deh lari-lari nyebrang jalan, cukup rame euy…then nyegat metromini B6. Ternyata ada mas-mas juga yang mau ikut test. Tapi langkah kakinya cepet banget. Jalaaaan dulu sampai lokasi test. Pyuuuh, jam 07.56 di N5300-ku! Legaaa…kalau sampai datang lebih dari jam 08.00 gak bakal boleh masuk ruangan. Aku nitipin tas ke petugas dulu, kemudian masuk ke dalam GOR. Sudah dipisah-pisahkan menurut jurusan. Cari yang S1 Biologi. Ketemu Tanti, Mbak Tahan, dan Mbak Shofi. Hanya 20 orang dari jurusan S1 Biologi yang nantinya hanya diambil 5 nilai tertinggi. Hihi…sebenarnya aku dah gak terlalu berharap. Karena ada hubungannya dengan radiasi dan nuklir-nuklir gitu. Lha wong syaratnya aja ada yang tanda tangan materai mpe 3 lembar, salah satunya tidak akan hamil dalam kurun waktu sekian tahun, dll…tapi semangat CPNS tetap bergelora! Cobalah, Perjuangkan, Nikmati, dan Syukuri!



Ada kejadian lucu pas pulang. Kan hujan lebat banget ya…tapi aku tetap nekat. Dari GOR Pertamina Simprug aku naik metromini (ngasal aja, karena aku masih bingung harus naik apa pulange. Hehe…), akhirnya aku turun di Blok M, tyuz naik busway lagi deh. Ada kejadian yang bikin dongkol nih. Kan dari pagi aku belum sarapan, diem-diem aku nyuil roti “SARI ROTI” yang sedari pagi adem ayem di dalam tas backpacker hitamku. Padahal aku tahu kalau di busway gak boleh makan/minum (kalau gak ketahuan. Hehe). E, lha kok ketahuan sama mas-mas kondekturnya. Tengsin euy…hadeh mas, laper banget nih! *pasangtampangpalingmemelas. Ah, Norma! Kamu melanggar namamu sendiri sih…wkwkwk.



Seperti kemarin, turun Dukuh Atas-Matraman-Kampung Melayu-Gelanggang Remaja. Tyuz jalan kaki deh sampai RedZone. Aksi mbolang hari ini happy ending. Aku merayakannya dengan makan cireng Bandung. Uhuy…^^v.



To be continued…alias bersambel…



[Keisya Avicenna, 27 April 2011. “Langkah yang telah terlewati adalah catatan untuk menuju nilai yang sempurna. Jika kemarin diri ini belum ada hasil. Maka jadikan hari ini awal dari catatan kehidupan yang baru”. Karena mbolang selalu mengajarkan padaku apa itu bersyukur, survive, makna perjuangan, berani mewujudkan impian, berproses menjadi lebih baik, dan yang jelas…mendewasakan!!!]

Celoteh aksara [25]: "BIDADARI-BIDADARI SURGA"_Catatan Reflektif

Wednesday, April 27, 2011 0 Comments


by Norma Keisya Avicenna on Monday, April 25, 2011 at 12:14pm

Kepedihan, penderitaan, suka cita, canda tawa, cinta dan pengorbanan, tumpah ruah di pondok bambu Lembah Lahambay rumah keluarga mamak Lainuri dan Laisa. Pengorbanan tulus tiada tara seorang Laisa. Setelah bapaknya meninggal dicabik-cabik harimau gunung Klendeng, mamak Lainuri lantas berjuang demi kelangsungan hidup anak2nya. Laisa memutuskan berhenti sekolah dan berjanji dalam hatinya untuk memperjuangkan pendidikan adik2nya hingga mereka sukses.



Suatu saat mereka menerima pesan dari mamak Lainuri: “PULANGLAH. Sakit kakak kalian semakin parah. Dokter bilang mungkin minggu depan, mungkin besok pagi, boleh jadi pula nanti malam. Benar-benar tidak ada waktu lagi. Anak-anakku, sebelum semuanya terlambat, pulanglah..”



Kisah perjalanan mereka diceritakan apik dan sederhana tapi menyentuh oleh penulis. Dengan gaya penceritaan alur mundur dan meloncat-loncat, cerita tetap enak dinikmati.



Novel ini LUAR BIASA!!! tentang pengorbanan seorang kakak (Laisa) demi kesuksesan keempat adik tirinya (Dalimunte, Ikanuri, Wibisana, dan Yashinta). Juga cinta, semangat, kerja keras, dan doa kepada Tuhan. Namun, Tere-Liye mengemasnya dengan begitu cantik, apik, menyentuh, dan sangat manusiawi. Deskripsinya tentang keindahan alam Lembah Lahambay yang dikelilingi batu cadas setinggi lima meter, Gunung Kendeng, sungai, hutan rimba, dan kebun strawberry nyaris sempurna. Pembaca seolah-olah menyaksikan sendiri panorama-panorama tersebut di depan matanya, persis menonton sebuah film dengan alur maju-mundur yang begitu rapat.



Kak Laisa, seorang teladan dalam keluarga yang sudah terbiasa bekerja keras setelah babak (ayah) nya meninggal karena dimakan harimau Gunung Kendeng. Kak Lais, begitu ia dipanggil, memiliki keterbatasan fisik. Tubuhnya pendek (ketika dewasa hanya setinggi dada adik-adiknya), hitam, rambut kumal, dan gemuk serta dempal. Berbeda sekali dengan keempat adiknya yang tampan-tampan dan cantik. Ia mungkin tidak memiliki kecantikan fisik yang didambakan oleh setiap lelaki, tetapi ia memiliki kecantikan hati yang luar biasa yang mungkin sebetulnya lebih dibutuhkan oleh semua lelaki.



Bagaimana tidak, Kak Lais dengan ikhlas meminta kepada mamak (ibu) nya untuk berhenti sekolah saja saat kelas 4 SD, demi melihat keempat adik tirinya bisa sekolah, karena ia tahu saat itu mamaknya tidak punya cukup uang untuk menyekolahkan kelima anaknya sekaligus. Dengan ketekunan kerjanya bersama mamak, akhirnya Lais berhasil memiliki ribuan hektar kebun strawberry yang sebelumnya sama sekali belum pernah ditanam oleh penduduk Lembah Lahambay.



Dari kampung terpencil di pinggir hutan, Dalimunte, Profesor muda yang mengejutkan dunia science dengan penelitiannya “Pembuktian tak terbantahkan Bulan yang pernah terbelah”. Dalimunte berhasil menciptakan rangkaian kincir air saat umurnya beranjak 12 tahun, sebagai cikal bakal kemakmuran di lembah Lahambay. Dalimunte akhirnya berhasil menjadi profesor di bidang fisika yang terkenal di seluruh dunia, dengan penelitian terbarunya tentang “Badai Elektromagnetik Antar Galaksi” yang akan menghantam planet ini sebelum kiamat. Ikanuri dan Wibisana meskipun beda jarak usianya satu tahun tetapi sering dianggap kembar, berhasil mendirikan bengkel mobil modifikasi dan akan membangun pabrik spare-part mobil sport, dan Yashinta si bungsu yang mendapat beasiswa S2 ke Belanda dan menjadi peneliti untuk konservasi ekologi, meneliti tentang burung Peregrin atau Alap-alap Kawah dan sejenisnya, serta menjadi kontributor foto untuk majalah National Geographic.



Keempat adiknya tergolong mudah dalam mencari jodoh. Bagaimana tidak, mereka secara fisik menarik, pandai, shaleh, bisa menempatkan diri dengan baik, dan tetap rendah hati. Sedangkan Kak Lais? Hingga usianya 40 tahun lebih, belum juga mendapatkan jodohnya. Kak Lais bukannya tidak peduli dengan omongan penduduk kampung, apalagi setelah dilintasi (ditinggal menikah lebih dulu) tiga kali oleh adik-adiknya, tetapi Kak Lais selalu mengatakan kepada Dalimunte bahwa Allah telah mengirimkan keluarga terbaik dalam hidupnya, dan itu sudah cukup. Ia menerima takdir Tuhannya dengan lapang dada, meski tak dipungkiri setiap habis shalat tahajjud ia sering menghabiskan waktu sendirian di lereng bukit, bernostalgia tentang adik-adiknya yang dulu nakal sekali sekarang sudah sukses semua, dan tentunya merenungi tentang hidupnya sendiri; memandangi kebun strawberry yang luas, menuggu hingga langit menyemburatkan cahayanya tanda subuh menjelang. Dalimunte lah yang sering menemani kakaknya disana, setiap dua bulan sekali kepulangannya dari luar negeri. Haru, sedih, tawa, bangga, bergantian saat membaca kisah ini. Saya dibuat menangis oleh penulis saat detik-detik kematian Laisa, bersamaan dengan pernikahan Yashinta dan Goughsky, saat Laisa menerjang hujan mencari dokter demi Yashinta. Saat ikanuri mengatakan kau bukan kakak kami.



Romantisme juga disuguhkan dalam cerita ini. Saat Dalimunte dan Cie Hui menikah di lembah strawberry. Saat Yashinta bertengkar dengan Pria setengah-setengah bermata biru keturunan Uzbekisthan. Dan saat 2 sigung bebal, Ikanuri dan Wibisana meminang Wulan dan Jasmine pada hari dengan kata2 yang sama, menikah di hari yang sama, ditambah istrinya melahirkan anak di hari yang sama pula Hingga hari kematian Kak Lais tiba karena kanker paru-paru stadium IV yang telah disembunyikan dari adik-adiknya selama sepuluh tahun, Allah belum juga menurunkan jodohnya ke bumi. Tapi mamaknya yakin sekali bahwa Lais adalah bidadari surga.



Dan sungguh di surga ada bidadari-bidadari bermata jeli (QS Al-Waqiah: 22), Pelupuk mata bidadari-bidadari itu selalu berkedip-kedip bagaikan sayap burung indah. Mereka baik lagi cantik jelita (QS Ar-Rahman: 70), Bidadari-bidadari surga, seolah-olah adalah telur yang tersimpan dengan baik (QS Ash-Shaffat: 49).





Maka, dalam epilog novel ini, Tere-Liye menulis:

"Dengarkanlah kabar gembira ini. Wahai wanita-wanita yang hingga usia tiga puluh, empat puluh, atau lebih dari itu, tapi belum juga menikah (mungkin karena keterbatasan fisik, kesempatan, atau tidak pernah ‘terpilih’ di dunia yang amat keterlaluan mencintai materi dan tampilan wajah), yakinlah, wanita-wanita shalehah yang sendiri, namun tetap mengisi hidupnya dengan indah, berbagi, berbuat baik, dan bersyukur, kelak di hari akhir sungguh akan menjadi bidadari-bidadari surga. Dan kabar baik itu pastilah benar. Bidadari surga parasnya cantik luar biasa."



Novel yang sarat akan makna keikhlasan dalam kerja keras, pengorbanan dan keteguhan hati. Satu pesan yang tersirat dalam novel ini adalah, bahwa kecantikan hati jauh lebih penting daripada kecantikan paras, dan sesungguhnya kecantikan hati seseorang dapat mengantarkannya menjadi seorang bidadari di surga kelak.



Dalam novel ini kita bisa belajar banyak hal, selain yang saya sebutkan di atas. Salah satunya adalah tentang takdir Tuhan, yaitu bahwa HIDUP, JODOH, REZEKI, dan MATI adalah sepenuhnya milik Allah. Manusia hanya bisa berikhtiar dan berdoa, tapi keputusan akhir tetaplah di tangan Allah.



[Keisya Avicenna, saat membuka file lama "Catatan 02 November 2010 (saat ku mbolang di Jakarta), BACALAH, dan RESAPI KEDALAMAN MAKNANYA!]



Special thx untuk Om Dude "dr.Risang" atas kado novelnya...^^

Celoteh Aksara [23]: "MENJEMPUT TAKDIR-NYA #2"

Wednesday, April 27, 2011 0 Comments
by Norma Keisya Avicenna on Saturday, April 23, 2011 at 9:25am

Detik-detik bergulir menuju siang

Jiwanya terbang bagaikan layang-layang putus

Air mata menggenang bak lautan kesedihan



Barangkali ia lupa, hidup ini memang penuh dengan rahasia

Saat angin bertiup setengah hati

Dia pun harus pergi untuk sebuah mimpi…



[Keisya Avicenna, 23 April 2011...sebelum berdiskusi di Taman Pujangga Ronggowarsito]

Celoteh Aksara [24]: "MENGEJA SENJA"

Wednesday, April 27, 2011 0 Comments
by Norma Keisya Avicenna on Sunday, April 24, 2011 at 5:13pm
Senja mengajak kita duduk merenung
Dengan kemilauan mentari pantulkan seberkas cahaya jingga
Membuncahkan rasa yg tlah lama terendap dlm dada...

Selepas gerimis sore tadi
Bersama butiran air mata langit yg menghujam bumi
Sedikit mengaburkan bayangan...
Berbaris kata dlm untaian nasihat,
"Terkadang kita perlu menghadirkan sesuatu untk mengaburkan yg lainnya..."

Slalu kujaga rasa itu agar mengambang sempurna hingga senyumku mengembang sempurna!

Catatan senjaku yg sederhana, sesederhana cinta yg mendewasakan jiwa..

[Keisya Avicenna, 24 April 2011...@istana KYDEN]