Jejak Karya

Jejak Karya

Sunday, October 14, 2012

PENTINGNYA PENGOBATAN RASIONAL OLEH ORANG TUA PADA ANAK

Sunday, October 14, 2012 0 Comments
Sebagian alasan kenapa dokter-dokter di negara maju "pelit" kasih obat ke anak yang sakit ** Dimana Salahnya?** Simak kisah berikut:


Malik tergolek lemas. Matanya sayu. Bibirnya pecah-pecah. Wajahnya kian tirus. Di mataku ia berubah seperti anak dua tahun kurang gizi. Biasanya aku selalu mendengar celoteh dan tawanya di pagi hari. Kini tersenyum pun ia tak mau. Sesekali ia muntah. Dan setiap melihatnya muntah, hatiku ...tergores-gores rasanya. Lambungnya diperas habis-habisan seumpama ampas kelapa yang tak lagi bisa mengeluarkan santan. Pedih sekali melihatnya terkaing-kaing seperti itu.

Waktu itu, belum sebulan aku tinggal di Belanda, dan putraku Malik terkena demam tinggi. Setelah tiga hari tak juga ada perbaikan aku membawanya ke huisart (dokter keluarga) kami, dokter Knol namanya.

"Just wait and see. Don’t forget to drink a lot. Mostly this is a viral infection." kata dokter tua itu .

"Ha? Just wait and see? Apa dia nggak liat anakku dying begitu?" batinku meradang. Ya…ya…aku tahu sih masih sulit untuk menentukan diagnosa pada kasus demam tiga hari tanpa ada gejala lain. Tapi masak sih nggak diapa-apain. Dikasih obat juga enggak!
Huh! Dokter Belanda memang keterlaluan! Aku betul-betul menahan kesal.
"Obat penurun panas Dok?" tanyaku lagi.

"Actually that is not necessary if the fever below 40 C."

Waks! Nggak perlu dikasih obat panas? Kalau anakku kenapa-kenapa memangnya dia mau nanggung? Kesalku kian membuncah. Tapi aku tak ingin ngeyel soal obat penurun panas. Sebetulnya di rumah aku sudah memberi Malik obat penurun panas, tapi aku ingin dokter itu memberi obat jenis lain. Sudah lama kudengar bahwa dokter disini pelit obat. Karena itu aku membawa setumpuk obat-obatan dari Indonesia, termasuk obat penurun panas. Dua hari kemudian, demam Malik tak kunjung turun dan frekuensi muntahnya juga bertambah. Aku segera kembali ke dokter. Tapi si dokter tetap menyuruhku wait and see. Pemeriksaan laboratorium baru akan dilakukan bila panas anakku menetap hingga hari ke tujuh.

"Anakku ini suka muntah-muntah juga Dok," kataku.

Lalu si dokter menekan-nekan perut anakku. "Apakah dia sudah minum suatu obat?"

Aku mengangguk. "Ibuprofen syrup Dok," jawabku.

Eh tak tahunya mendengar jawabanku, si dokter malah ngomel-ngomel,"Kenapa kamu kasih syrup Ibuprofen? Pantas saja dia muntah-muntah. Ibuprofen itu sebaiknya tidak diberikan untuk anak-anak, karena efeknya bisa mengiritasi lambung. Untuk anak-anak lebih baik beri paracetamol saja."

Huuh! Walaupun dokter itu mengomel sambil tersenyum ramah, tapi aku betul-betul jengkel dibuatnya. Jelek-jelek begini gue lulusan fakultas kedokteran tau! Nah kalau buat anak nggak baik kenapa di Indonesia obat itu bertebaran! Batinku meradang. Untungnya aku masih bisa menahan diri.

Tapi setibanya dirumah, suamiku langsung menjadi korban kekesalanku."Lha wong di Indonesia, dosenku aja ngasih obat penurun panas nggak pake diukur suhunya je. Mau 37 keq, 38 apa 39 derajat keq, tiap ke dokter dan bilang anakku sakit panas, penurun panas ya pasti dikasih. Sirup ibuprofen juga dikasih koq ke anak yang panas, bukan Cuma parasetamol. Masa dia bilang ibuprofen nggak baik buat anak!"

Seperti rentetan peluru, kicauanku bertubi-tubi keluar dari mulutku. "Mana Malik nggak dikasih apa-apa pulak, cuma suruh minum parasetamol doang, itu pun kalau suhunya diatas 40 derajat C! Duuh memang keterlaluan Yah dokter Belanda itu!"
Suamiku menimpali, "Lho, kalau Mama punya alasan, kenapa tadi nggak bilang ke dokternya?"

Aku menarik napas panjang. "Hmm…tadi aku sudah kadung bete sama si dokter, rasanya ingin buru-buru pulang saja. Tapi…alasannya apa ya?"

Mendadak aku kebingungan. Aku akui, sewaktu praktek menjadi dokter dulu, aku lebih banyak mencontek apa yang dilakukan senior. Tiga bulan menjadi co-asisten di bagian anak memang membuatku kelimpungan dan belajar banyak hal, tapi hanya secuil-secuil ilmu yang kudapat. Persis seperti orang yang katanya travelling keliling Eropa dalam dua minggu. Menclok sebentar di Paris, lalu dua hari pergi ke Roma. Dua hari di Amsterdam, kemudian tiga hari mengunjungi Vienna. Puas beberapa hari berdiam di Berlin dan Swiss, kemudian waktu habis. Tibalah saatnya pulang lagi ke Indonesia.

Tampaknya orang itu sudah keliling Eropa, padahal ia hanya mengunjungi ibukota utama saja. Masih banyak sekali negara dan kota-kota di Eropa yang belum disambanginya. Dan itu lah yang terjadi pada kami, pemuda-pemudi fresh graduate from the oven Fakultas Kedokteran. Malah kadang-kadang apa yang sudah kami pelajari dulu, kasusnya tak pernah kami jumpai dalam praktek sehari-hari. Berharap bisa memberikan resep cespleng seperti dokter-dokter senior, akhirnya kami pun sering mengintip resep ajian senior!

Setelah Malik sembuh, beberapa minggu kemudian, Lala, putri pertamaku ikut-ikutan sakit. Suara Srat..srut..srat srut dari hidungnya bersahut-sahutan. Sesekali wajahnya memerah gelap dan bola matanya seperti mau copot saat batuknya menggila. Kadang hingga bermenit-menit batuknya tak berhenti. Sesak rasanya dadaku setiap kali mendengarnya batuk. Suara uhuk-uhuk itu baru reda jika ia memuntahkan semua isi perut dan kerongkongannya. Duuh Gustiiii… kenapa tidak Kau pindahkan saja rasa sakitnya padaku Nyerii rasanya hatiku melihat rautnya yang seperti itu.

Kuberikan obat batuk yang kubawa dari Indonesia pada putriku. Tapi batuknya tak kunjung hilang dan ingusnya masih meler saja. Lima hari kemudian, Lala pun segera kubawa ke huisart. Dan lagi-lagi dokter itu mengecewakan aku.

"Just drink a lot," katanya ringan.

Aduuuh Dook! Tapi anakku tuh matanya sampai kayak mata sapi melotot kalau batuk, batinku kesal.
"Apa nggak perlu dikasih antibiotik Dok?" tanyaku tak puas.

"This is mostly a viral infection (semacam radang), no need for an antibiotik," jawabnya lagi.

Ggrh…gregetan deh rasanya. Lalu ngapain dong aku ke dokter, kalo tiap ke dokter pulang nggak pernah dikasih obat. Paling enggak kasih vitamin keq! omelku dalam hati.

"Lalu Dok, buat batuknya gimana Dok? Batuknya tuh betul-betul terus-terusan," kataku ngeyel.

Dengan santai si dokter pun menjawab,"Ya udah beli aja obat batuk Thyme syrop. Di toko obat juga banyak koq."

Hmm…lumayan lah… kali ini aku pulang dari dokter bisa membawa obat, walau itu pun harus dengan perjuangan ngeyel setengah mati dan walau ternyata isi obat Thyme itu hanya berisi ekstrak daun thyme dan madu. "Kenapa sih negara ini, katanya Negara maju, tapi koq dokternya kayak begini." Aku masih saja sering mengomel soal huisart kami kepada suamiku.

Saat itu aku memang belum memiliki waktu untuk berintim-intim dengan internet. Jadi yang ada di kepalaku, cara berobat yang betul adalah seperti di Indonesia. Di Indonesia, anak-anakku punya langganan beberapa dokter spesialis anak. Dokter-dokter ini pernah menjadi dosenku ketika aku kuliah. Maklum, walaupun aku lulusan fakultas kedokteran, tapi aku malah tidak pede mengobati anak-anakku sendiri. Dan walaupun anak-anakku hanya menderita penyakit sehari-hari yang umum terjadi pada anak seperti demam, batuk pilek, mencret, aku tetap membawa mereka ke dokter anak. Meski baru sehari, dua atau tiga hari mereka sakit, buru-buru mereka kubawa ke dokter. Tak pernah aku pulang tanpa obat. Dan tentu saja obat dewa itu, sang antibiotik, selalu ada dalam kantong plastik obatku.

Tak lama berselang putriku memang sembuh. Tapi sebulan kemudian ia sakit lagi. Batuk pilek putriku kali ini termasuk ringan, tapi hampir dua bulan sekali ia sakit. Dua bulan sekali memang lebih mendingan karena di Indonesia dulu, hampir tiap dua minggu ia sakit. Karena khawatir ada yang tak beres, lagi-lagi aku membawanya ke huisart.
"Dok anak ini koq sakit batuk pilek melulu ya, kenapa ya Dok.?

Setelah mendengarkan dada putriku dengan stetoskop, melihat tonsilnya, dan lubang hidungnya, huisart-ku menjawab,"Nothing to worry. Just a viral infection."

Aduuuh Doook… apa nggak ada kata-kata lain selain viral infection seh! Lagilagi aku sebal. "Tapi Dok, dia sering banget sakit, hampir tiap sebulan atau dua bulan Dok," aku ngeyel seperti biasa.

Dokter tua yang sebetulnya baik dan ramah itu tersenyum. "Do you know how many times normally children get sick every year?"

Aku terdiam. Tak tahu harus menjawab apa. "enam kali," jawabku asal.

"Twelve time in a year, researcher said," katanya sambil tersenyum lebar.
"Sebetulnya kamu tak perlu ke dokter kalau penyakit anakmu tak terlalu berat," sambungnya.

Glek! Aku cuma bisa menelan ludah. Dijawab dengan data-data ilmiah seperti itu, kali ini aku pulang ke rumah dengan perasaan malu. Hmm…apa aku yang salah? Dimana salahnya? Ah sudahlah…barangkali si dokter benar, barangkali memang aku yang selama ini kurang belajar.

Setelah aku bisa beradaptasi dengan kehidupan di negara Belanda, aku mulai berinteraksi dengan internet. Suatu saat aku menemukan artikel milik Prof. Iwan Darmansjah, seorang ahli obat-obatan dari Fakultas Kedokteran UI. Bunyinya begini:

"Batuk - pilek beserta demam yang terjadi sekali-kali dalam 6 - 12 bulan sebenarnya masih dinilai wajar. Tetapi observasi menunjukkan bahwa kunjungan ke dokter bisa terjadi setiap 2 - 3 minggu selama bertahun-tahun."
Wah persis seperti yang dikatakan huisartku, batinku. Dan betul anak-anakku memang sering sekali sakit sewaktu di Indonesia dulu.
"Bila ini yang terjadi, maka ada dua kemungkinan kesalahkaprahan dalam penanganannya," Lanjut artikel itu.

"Pertama, pengobatan yang diberikan selalu mengandung antibiotik. Padahal 95% serangan batuk pilek dengan atau tanpa demam disebabkan oleh virus, dan antibiotic tidak dapat membunuh virus. Di lain pihak, antibiotik malah membunuh kuman baik dalam tubuh, yang berfungsi menjaga keseimbangan dan menghindarkan kuman jahat menyerang tubuh. Ia juga mengurangi imunitas si anak, sehingga daya tahannya menurun.

Akibatnya anak jatuh sakit setiap 2 - 3 minggu dan perlu berobat lagi. Lingkaran setan ini: sakit –> antibiotik -> imunitas menurun –> sakit lagi, akan membuat si anak diganggu panas-batuk- pilek sepanjang tahun, selama bertahun- tahun.

" Hwaaaa! Rupanya ini lah yang selama ini terjadi pada anakku. Duuh…duuh..kemana saja aku selama ini sehingga tak menyadari kesalahan yang kubuat sendiri pada anak- anakku. Eh..sebetulnya..bukan salahku dong. Aku kan sudah membawa mereka ke dokter spesialis anak. Sekali lagi, mereka itu dosenku lho! Masa sih aku tak percaya kepada mereka. Dan rupanya, setelah di Belanda 'dipaksa' tak lagi pernah mendapat antibiotik untuk penyakit khas anak-anak sehari-hari, sekarang kondisi anak-anakku jauh lebih baik. Disini, mereka jadi jarang sakit, hanya diawal-awal kedatangan saja mereka sakit.

Kemudian, aku membaca lagi artikel-artikel lain milik prof Iwan Darmansjah. Dan di suatu titik, aku tercenung mengingat kata- kata 'pengobatan rasional'. Lho…bukankah dulu aku juga pernah mendapatkan kuliah tentang apa itu pengobatan rasional. Hey! Lalu kemana perginya ingatan itu? Jadi, apa yang selama ini kulakukan, tidak meneliti baik-baik obat yang kuberikan pada anak- anakku, sedikit-sedikit memberi obat penurun panas, sedikit-sedikit memberi antibiotik, baru sehari atau dua hari anak mengalami sakit ringan seperti, batuk, pilek, demam, mencret, aku sudah panik dan segera membawa anak ke dokter, serta sedikit-sedikit memberi vitamin. Rupanya adalah tindakan yang sama sekali tidak rasional! Hmm... kalau begitu, system kesehatan di Belanda adalah sebuah contoh sistem yang menerapkan betul apa itu pengobatan rasional.

Belakangan aku pun baru mengetahui bahwa ibuprofen memang lebih efektif menurunkan demam pada anak, sehingga di banyak negara termasuk Amerika Serikat, ibuprofen dipakai secara luas untuk anakanak. Tetapi karena resiko efek sampingnya lebih besar, Belgia dan Belanda menetapkan kebijakan lain. Walaupun obat ibuprofen juga tersedia di apotek dan boleh digunakan untuk usia anak diatas 6 bulan, namun di kedua Negara ini, parasetamol tetap dinyatakan sebagai obat pilihan pertama pada anak yang mengalami demam.
"Duh, untung ya Yah aku nggak bilang ke huisart kita kalo aku ini di Indonesia adalah seorang dokter. Kalo iya malu-maluin banget nggak sih, ketauan begonya hehe," kataku pada suamiku.

Jadi, bagaimana dengan para orangtua di Indonesia? Aku tak ingin berbicara terlalu jauh soal mereka-mereka yang tinggal di desa atau orang-orang yang terpinggirkan, ceritanya bisa lain. Karena kekurangan dan ketidakmampuan, untuk kasus penyakit anak sehari-hari, orang-orang desa itu malah relatif 'terlindungi' dari paparan obat- obatan yang tak perlu.

Sementara kita yang tinggal di kota besar, yang cukup berduit, sudah melek sekolah, internet dan pengetahuan, malah kebanyakan selalu dokter-minded dan gampang dijadikan sasaran oleh perusahaan obat dan media. Batuk pilek sedikit ke dokter, demam sedikit ke dokter, mencret sedikit ke dokter. Kalau pergi ke dokter lalu tak diberi obat, biasanya kita malah ngomel-ngomel, 'memaksa' agar si dokter memberikan obat. Iklan-iklan obat pun bertebaran di media, bahkan tak jarang dokter-dokter 'menjual' obat tertentu melalui media. Padahal mestinya dokter dilarang mengiklankan suatu produk obat.

Dan bagaimana pula dengan teman-teman sejawatku dan dosen-dosenku yang kerap memberikan antibiotik dan obat-obatan yang tidak perlu pada pasien batuk, pilek, demam, mencret? Malah aku sendiri dulu pun melakukannya karena nyontek senior. Apakah manfaatnya lebih besar dibandingkan resikonya? Tentu saja tidak. Biaya pengobatan membengkak, anak malah gampang sakit dan terpapar obat yang tak perlu. Belum lagi bahaya besar jelas mengancam seluruh umat manusia: superbug, resitensi antibiotik! Tapi mengapa semua itu terjadi?

Duuh Tuhan, aku tahu sesungguhnya Engkau tak menyukai sesuatu yang sia-sia dan tak ada manfaatnya. Namun selama ini aku telah alpa. Sebagai orangtua, bahkan aku sendiri yang mengaku lulusan fakultas kedokteran ini, telah terlena dan tak menyadari semuanya. Aku tak akan eling kalau aku tidak menyaksikan sendiri dan tidak tinggal di negeri kompeni ini. Apalagi dengan masyarakat awam, para orangtua baru yang memiliki anak-anak kecil itu. Jadi bagaimana mengurai keruwetan ini seharusnya? Uh! Memikirkannya aku seperti terperosok ke lubang raksasa hitam. Aku tak tahu, sungguh! Tapi yang pasti kini aku sadar…telah terjadi kesalahan paradigma pada kebanyakan kita di Indonesia dalam menghadapi anak sakit.

Disini aku sering pulang dari dokter tanpa membawa obat. Aku ke dokter biasanya 'hanya' untuk konsultasi, memastikan diagnosa penyakit anakku dan penanganan terbaiknya, serta meyakinkan diriku bahwa anakku baik-baik saja. Tapi di Indonesia, bukankah paradigma yang masih kerap dipegang adalah ke dokter = dapat obat? Sehingga tak jarang dokter malah tidak bisa bertindak rasional karena tuntutan pasien.

Aku juga sadar system kesehatan di Indonesia memang masih ruwet. Kebijakan obat nasional belum berpihak pada rakyat. Perusahaan obat bebas beraksi‘ tanpa ada peraturan dan hukum yang tegas dari pemerintah. Dokter pun bebas meresepkan obat apa saja tanpa ngeri mendapat sangsi. Intinya, system kesehatan yang ada di Indonesia saat ini membuat dokter menjadi sulit untuk bersikap rasional. Lalu dimana ujung pangkal salahnya? Ah rasanya percuma mencari-cari ujung pangkal salahnya. Menunjuk siapa yang salah pun tak ada gunanya.

Tapi kondisi tersebut jelas tak bisa dibiarkan. Siapa yang harus memulai perubahan? Pemerintah, dokter, petugas kesehatan, perusahaan obat, tentu semua harus berubah. Namun, dalam kondisi seperti ini, mengharapkan perubahan kebijakan pemerintah dalam waktu dekat sungguh seperti pungguk merindukan bulan. Yang pasti, sebagai pasien kita pun tak bias tinggal diam. Siapa bilang pasien tak punya kekuatan untuk merubah sistem kesehatan? Setidaknya, bila pasien 'bergerak', masalah kesehatan di Indonesia, utamanya kejadian pemakaian obat yang tidak rasional dan kesalahan medis tentu bisa diturunkan.

Dikutip dari buku "Smart Patient" karya dr. Agnes Tri Harjaningrum
Published with Blogger-droid v2.0.4

Saturday, October 13, 2012

SUNNAH BERSEJARAH THICKO-FEBRI (TOBI): 20 Maret 2012

Saturday, October 13, 2012 0 Comments


“And theres a couple words I want to say… “
By: Keisya Avicenna

Rerentet aksara ini menari…
Dalam goresan pena dari gerakan jemari
Kertas putih pun pasrah terbentang
Mencoba lukiskan cinta dalam untaian kata
Curahkan kerinduan yang menghentak di dada
Untuk belahan jiwa tercinta

Dunia pun tersenyum menyambut…
Perasaan tulus yang tengah tercipta
Teruntuk sosok istimewa
Kekasih hati pilihan-Nya

Cinta, telah berbilang waktu
Detikku berlalu bersamamu
Dan diri ini tak pernah lelah berharap…
Agar engkau tak pernah jemu
‘tuk bantu aku menjadi sebaik-baik perhiasan duniamu
Cinta, engkaulah yang ‘kan mengantarkanku ke taman akhlak yang mulia
Taman istimewa, taman surga…

Sayang, aku ingat nasihat emas Rasulullah Saw. :
 “Maka perhatikanlah wahai istri, bagaimana kalian mempergauli suamimu? Sesungguhnya ia adalah surga atau nerakamu.” [HR. Ahmad]
Sayang, aku berharap surga!
Ya, aku sangat berharap surga!
Dan engkaulah salah satu kunci surgaku, Sayang…
Maka, bimbinglah aku!
Buatlah aku mampu melakukan apapun yang membuatmu ridho padaku…
Dengan begitu, Allah pun akan meridhoiku

Cinta, aku berharap agar kita selalu melangkah bersama
‘tuk menggapai ridho-Nya
Seandainya ada tinta emas dalam pena perjalanan kita…
Mari kita tulis bersama
Episode cinta kita yang penuh makna!
Karna hanya mendamba surga dan keridhoan-Nya semata
Bersyukurlah kepada-Nya, Cinta…
Sebelum engkau ucapkan kata terima kasihmu padaku

Sayang, asa hadirmu adalah selaksa makna
Selaksa makna yang dapat kutulis di antara kelopak edelweiss
Bermekaran indah nan abadi di taman hati ini

Sayang, jika cinta itu hanya sebuah mimpi…
Mungkin Hawa-pun akan tetap tinggal di surga
dan aku tak akan pernah terlahir ke dunia ini

Sayang, cinta telah membuat dunia ini menjadi hidup
Cinta adalah bagian kehidupan dari manusia
Dimana keindahan tumbuh di saat memberi atau menerima
Di saat berbagi tangis juga tawa
Dan engkaulah cintaku, Cinta…
Bersama kita ‘kan membangun rumah terindah di dunia, jua di surga
Tempat di mana jiwa kita berlabuh…
Tempat di mana rindu kita berteduh…

[Spesial untuk TOBI esp. Kakak Thicko mylovelySUPERTWIN]

***
Terdengar syahdu denting air mata langit. Kau tahu, hati ini mengamini: semesta luruh dalam haru. Diam-diam aku terpesona pada kemurahan langit. Saat hujan mengeja malam, sepuluh ribu malaikat terus berjaga di tiap kedip mata. Sebelum pagi menyempurnakan harumnya. Pada setiap jejak yang tercipta di penghujung suatu masa, ‘tuk membuka episode baru yang penuh selaksa makna…

Ya Allah, jadikanlah barokah atas apa yang telah Engkau takdirkan…
Dan aku sangat mencintai hujan. Hujan dan ketulusan itu. Ia menyejukkan  bumi, rela menjatuhkan diri dalam wujud batang-batang air untuk menjalankan titah Tuhan-nya, dengan TULUS! Sebuah momentum refleksi untuk memutihkan hati. HAVE A BAROKAH DAY!
[Sebuah SMS yang sempat Nungma kirim ke beberapa sahabat jelang Subuh]
Ada balasan dari dik Cika: “Palembang juga gerimis”.Subhanallah…

***
Terbangun tepat jam 02.02, sedikit terkaget karena ada bidadari kecil yang terlelap di dekat Nung. Hihi. Dik Inta akhirnya tidur pules banget, setelah semalem kita cerita nggak berhenti-berhenti. Hmm… calon mempelai putri ternyata juga sudah bangun. Dan kesibukan pun dimulai. “Subhanallah, di luar sana hujan, cinta…” (begitu ucap batinku kepada Mbak Thicko). Hujan itu salah satu tanda keberkahan. Ya Allah, semoga semakin indah, mudah, full barokah… segenap dzikir pun terus memenuhi hati dan pikiran ini dalam setiap hela nafas dan derap langkah.

20 Maret 2012… ada sebuah janji suci yang akan terucap…
Bismillah, hari-H! Aksi manajer TOBI harus lebih [T]otalitas [O]ptimis [B]isa, [I]nsya Allah... Mudahkanlah, Ya Rabbi…

Nung check kembali rundown yang telah dibuat, membacanya detail satu per satu berharap semoga tak ada yang terlewat. Check list daftar foto keluarga, check semua keperluan mempelai putri, koordinasi dengan pengawal mempelai putra, check tempat acara, check nasyid, koordinasi akhir dengan keluarga, dll. Hihi… remphong yang super seru deh!!! (penthungnya sengaja dibanyakin, jadi manajer itu seruuuuu bangeeet euy…)

Alhamdulillah, sesuai jadwal Ummi Narni dari Salon Azkiya beserta tim datang. Uhuy, calon pengantin siap di-makeover. Siap jadi “ratu sehari”! hihi… dik Inta pun langsung tak lantik jadi manajernya manajer untuk menemani calon mempelai putri karena sang manajer harus loncat-loncat, eh harus sliweran kemana-mana. Xixi.

Tepat jam 08.30 kedua calon mempelai sudah siap! Rombongan besan (ayah H. LaTahzan) dan keluarga dari Lahat, Sumatera Selatan pluz keluarga dari Sukoharjo sudah sampai di Istana 5 Cinta. Alhamdulillah, masih sesuai “time schedule”. Setelah minta doa restu dari keluarga besar dan para tamu yang sudah datang, kedua mempelai diiringi keluarga besar menuju lokasi akad nikah di Masjid Agung Taqwa Wonogiri. Hm, SUPERTWIN jadi satu mobil dengan Babe dan Ibuk pluz si kecil Inta. Foto dulu ah… (ekspresi pra akad nikah. Hihi)

Jam 09.00 penghulunya datang. Jantung sang manajer berdetak lebih cepat dari biasanya. Hm, semoga jantung kedua calon mempelai tenang-tenang saja. Hehe. Mas Dhody duduk di dekat Cenung. Serangkaian acara dibuka, penyerahan mahar Al Qur’an 30 juz dan moment paling luar biasa adalah ketika calon kakak ipar Nung, Kak Feb, muroja’ah QS. Ar Rahman. Subhanallah, sebuah persembahan mahar terindah: hafalan Surat Ar Rahman. Dalam hati ini mengikuti… sampai tak terasa air mata mulai mencipta jejak di kulit pipi. Padahal tadi dari rumah dah janji nanti nggak boleh nangis ya, Cenung! Surat Ar Rahman sungguh sangat dahsyat! “Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan?”

Kepala ini tertunduk dalam saat Babe menjabat erat tangan Kak Feb (dengan air mata yang terus berloncatan dari tempatnya). Hikshiks… Babe pun mengucapkan lafal “ijab”. Kak Feb pun menjawab “qabul” dengan sangat lancar. Alhamdulillah, SAH! Barokallahulaka wabaroka’alaika wajama’a bainakumma fii khoir…

Huuuaaa, akhirnya tangis haru pecah juga. Semakin pecah dan ugal-ugalan saat SUPERTWIN bergaya ala Poo dan Dipsy…berpelukaaaaan! (pas nulis ini juga sambil ngelap mata. Tissue mana tissue??? T_T). Tangis bahagia… Hati ini legaaa luar biasa, Nung tahu perjuangan dahsyat keduanya dan Nung semakin merasa skenario Allah Swt sangat istimewa. Inilah bukti janji-Mu, Ya Rabb… “Jadilah ISTRI SHALIHAH!” (3 kata sarat cinta penuh makna, yang Nung bisikkan ke telinga Kakak Thicko saat kami berpelukan dengan air mata yang tumpah. Maaf ya cin, makeup kamuh jadi luntur. Xixixi. Padahal di schedule yang manajer buat, kita janji nggak boleh nangis. Hihi. Tapi akhirnya, mana tahaaan… mumumu)

Sesi foto-foto dulu sampai jam 10.00. Alhamdulillah, sejauh ini sesuai rundown. Mantapks dah! Dalam hati berteriak: “Cenung punya kakak ipaaaaar!”. Ihiiir… Alhamdulillah banget, ya! Kakak ipar yang luar biasa! Ya Rabbi, semoga beliau mampu menjadi “Pangeran Kunci Surga” yang selama ini menjadi impian Kakak Thicko. Seorang imam dan qawwam yang mampu membahagiakan Kakak Thicko di dunia sampai di akhirat nanti. Semoga beliau adalah sosok “TEPAT dan TERBAIK” bagi Kakak Thicko yang selama ini memenuhi lantunan doa khusyuk nya tentang seseorang yang akan menjadi belahan jiwanya. Alhamdulillah, keluarga KYDEN pun bertambah. Selamat jadi anggota baru KYDEN dan penghuni baru Istana 5 Cinta, Kak Feb! Kakak telah lulus seleksi dengan predikat “CUMLAUDE” dan siap-siap di-OSPEK ya! Xixi, ayaayabae! :) [Cenung yang jadi ketua panitia OSPEK-nya. wkwkwk… *jitakinpakechoki-choki!]


Alhamdulillah, legaaa rasanya. Gempita syukur membahana di seluruh penjuru semesta yang tidak mampu diterjemahkan dengan bahasa sastra tertinggi negara manapun (nyomot kata-kata seseorang). Sebuah “MITSAQAN GHALIZA”.

TOBI: “STATUS BERUBAH, AMANAH BERTAMBAH!”
Rombongan  keluarga pun kembali ke Istana 5 Cinta. Selanjutnya, event seremonial syukuran sederhana keluarga. Uhuy, ganti kostum “MERAH MARUN” euy!

Manajer kembali sibuk: check ustadz, penjemput ustadz, pj tilawah, dll. Bismillah, SUKSES Nung! Meleset 5 menit dari jadwal semula, jam 10.35 kedua mempelai baru keluar dengan kostum merah marun mereka. Tak apa, everything gonna be OK! Senyum bahagia menghias di wajah keduanya. Subhanallah, akhirnya! Nung pun turut membersamai keduanya kemudian bergabung dengan para sahabat dengan bidadari kecil Inta tentunya. Hihi, manajernya manajer nih si kecil chubby. Kakaknya sibuk jadi fotografer. Wkwkwk… Oraopoopo!

Alhamdulillah, nasyid melantun dengan syahdu sesuai rencana dan sesuai momentum. Mantapks, Sulis! Tidak sia-sia gladi bersih kita semalam. Ckikik… Acara pun dimulai oleh Mas Tholiq selaku MC, dilanjutkan tilawah oleh dik Arief Adi dengan membacakan QS. Ar-Ruum ayat 17-21. DAHSYAT!!!

Selanjutnya, penyampaian sambutan dari kedua keluarga, ada event seru dimana nenek dari Lahat menyampaikan beberapa pantun. Ihiiir… dari keluarga Wonogiri pun tak mau kalah. Mas Tholiq nembang euy! Salah satu tembang favorit Babe juga nih. “Gegarane wong akrami, dudu bondo dudu rupo… nanging ati…dst!” Daleeeeem banget maknanya! Sungkeman, foto keluarga, dll… Alhamdulillah, cocok dengan rundown bahkan banyak moment-moment istimewa yang penuh kejutan.

Salah satu inti acara adalah penyampaian taushiyah pernikahan dari Ustadz Asih Sunjoto Putro. Seruuu banget lah! Jazakallahu khoir, Ustadz! Ini sekilas ringkasannya tentang “SUAMI dan ISTRI”

SUAMI itu…
[S]aja’ah (berani)
[U]swatun
[A]manah
[M]ukmin
[I]khlas

ISTRI itu…
[I]novatif
[S]ensitif
[T]erampil
[R]esponsif
[I]nspiratif

Lanjut foto keluarga lagi, acara pun usai dan mari narsis bersama. Hihi… :)

“Dan sauh kesendirian pun telah terangkat, melepas dua insan istimewa mengarungi bahtera rumah tangga. Selamat meniti hati, merenda SAMARADA ‘n be S.M.A.R.T TOBI!!!”

Alhamdulillah, event SUPER DUPER…
SUKSES LUAR BIASA! ^_^ (pasanggayaalatrainer)

[Keisya Avicenna_Manajer TOBI]

Thursday, October 11, 2012

KESIAPAN ITU BUTUH PERSIAPAN ^_^

Thursday, October 11, 2012 0 Comments

"Yang harus kita bangun itu adalah KESIAPAN MENTAL dan KESIAPAN DIRI kita, tidak boleh menggantungkan ekspektasi (harapan) tersebut kepada sosok yang akan kita nikahi, karena yang ada hanyalah rasa kecewa, kalau kita menggantungkan ekspektasi kita kepada visi dan misi atau kerangka rumah tangga tidaklah mengapa, atau lebih tepatnya, kita memilih untuk menikah dengan seseorang bukan untuk menjadikan dia menjadi sosok ideal yang kita inginkan, melainkan kita BERSAMA pasangan hidup kita kelak SALING BELAJAR untuk SELALU MEMPERBAIKI DIRI dan MENINGKATKAN KESHALIHAN satu sama lain dan meminimalisir bahkan MENGHILANGKAN KEBIASAAN-KEBIASAAN BURUK pada diri kita dan pasangan kita, sehingga yang hadir nantinya adalah KESIAPAN dan KELAPANGAN HATI menerima kekurangan pasangan hidup kita yang jelas akan kita temui setiap harinya."
(Ustadz. Faudhil Adhim)

[NO]stalgia [R]o[MA]ntic: “SENJA PENUH CINTA DI MANAHAN”

Thursday, October 11, 2012 0 Comments



Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Semua terjadi saat Kun Fayakuun-Nya bekerja penuh energi cinta yang luar biasa!

Jadi ceritanya, kemarin sore saya ada jadwal me-lari-kan diri bersama beberapa sahabat hebat saya di Stadion Manahan Solo. Hehe. Persiapan fisik untuk menghadapi hari-hari super dahsyat ke depan. Semangaaat!

Cukup 3 kali putaran di episode jogging sore kali ini dan itu sudah membuat ngos-ngosan. Yang penting seru karena jogging sambil muroja’ah hadits dan tetap elegan dengan kostum Nung yang dominan warna biru dan sporty banget. Hehe. Plaaak!

Sekitar jam 17.00 agenda jogging nan elegan pun usai dan kita berencana kulineran di daerah belakang Manahan. Menyusuri aneka jajanan sebelah timur namun tidak ada yang sreg di hati, akhirnya kami pun putar balik menyusuri arena kuliner sebelah barat. Sipp! Ada dawet d’Keratondan Bakso Bakar Pak Mul. Duduk-duduk sambil ngobrolin masa depan dan banyak hal. Ada sebuah kejadian tak terduga yang kami alami. Tiba-tiba.

Pak Mul, penjual bakso bakar itu bertanya kepada kami
Pak Mul :“Mbak-mbak dari Sebelas Maret?”
Kami (kompak):“Iya, Pak!”
Pak Mul:“Gini mbak, kemarin saya sempat menemukan dompet yang jatuh. Saya buka isinya ada kartu kayak gini, beberapa uang, kartu ATM, dan KTP.”
(Pak Mul menyodorkan sebuah kartu yang ternyata kartu alumni UNS)
Pak Mul:“Rumahnya Wonogiri, Mbak. Kalau saya mau balikin ke yang punya kejauhan.”
Nung:“Saya dari Wonogiri, Pak. Tapi kalau Purwantoro itu sekitar 1 jam dari rumah saya, soalnya rumah saya masih di wilayah kabupaten. Tapi coba saya tanyakan ke teman saya dulu, Pak.”
(Nung pun SMS Esty –temen Bio’06- yang rumahnya Purwantoro. Nyebutin alamat dan namanya. Alhamdulillaah, Esty kenal dengan adik yang punya dompet itu, tetangga desanya.)
Nung:“Pak, teman saya kenal.”
Pak Mul:“Nanti suruh dia ngambil ke sini aja ya, Mbak. Saya biasa mangkal di pintu belakang Manahan.”
Nung:“Boleh minta no. hape Bapak? Nanti saya berikan ke teman saya biar disampaikan ke yang punya dompet itu.”
(Pak Mul pun menyebutkan no. hapenya)
(Esty pun cerita kalau anak yang kehilangan dompet itu sudah yatim, dan dia masih punya 10 saudara yang masih sekolah…*terharu)
(Kami pun kembali asyik menikmati es dawet dan bakso bakar Pak Mul)

Selesai menikmati kebersamaan kita yang penuh cinta sambil menyaksikan pesona jingga saat langit merona merah saga, kita pun berpamitan dengan Pak Mul. Dan beliau mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada kami. Nung pun melihat sirat kebahagiaan yang luar biasa yang terpancar dari wajah letihnya. Bersamaan dengan kepergian kami, Pak Mul pun mulai berkemas memberesi barang dagangannya. Semoga usahanya lancar dan laris manis ya, Pak!

Salah seorang sahabat saya berkata (saat kita ngambil motor di parkiran): “Skenario Allah memang luar biasa, ya! Allah Swt tadi bikin kita bingung mau kulineran di mana pas ke timur. Dan Allah Swt menuntun hati kita untuk kulineran di barat dan kerennya kita bisa bertemu Pak Mul…”

Subhanallah…
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." [Al-Baqarah : 185]

[Keisya Avicenna, 111012…#taklamalagi!J]