Jejak Karya

Jejak Karya

Sunday, October 28, 2012

101112: TEPAT dan TERBAIK

Sunday, October 28, 2012 0 Comments

Bismillaahirrahmaanirrahim…
Assalaamu’alaykum Warohmatullaahi Wabarokaatuh.

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”
(QS. Ar-Rahman [55]: 55)

Dengan memohon rahmat dan ridho Allah Swt, berbekal niat dan semangat untuk menjalankan sunnah Rasulullah, atas izin dan do’a restu orang tua, keluarga, murobbi-murobbiyah, kami…

Norma Keisya Avicenna [Norma Ambarwati]
MIPA Biologi UNS/2006
Putri Kembar Bapak Kadri – Ibu Yati
(Banaran, Rt 02/10 Jalan Anggrek II No.20 Wonoboyo Wonogiri Jawa Tengah)

dan

Siswadi Etos [Siswadi]
Teknik Industri UNDIP/2003
Putra ke-5 Alm. Bapak Darmo Suwito – Ibu Welas
(Jerukan, Bayat, Klaten Jawa Tengah)

Insya Allah, akan melangsungkan AQAD NIKAH pada Hari Sabtu, 10 November 2012 (10-11-12) jam 09.00 bertempat di Masjid Agung Taqwa Wonogiri.
Merupakan kehormatan dan kebahagiaan di hati kami apabila Bapak/Ibu/ Saudara/i berkenan untuk memberikan DO’A dan RESTU kepada kedua mempelai.
***
Ya Allah,
Limpahkanlah rasa cinta kepada kami…
Yang Kau jadikan pengikat rindu Rasulullah dan Khadijah Al Qubro
Yang Kau jadikan mata air kasih sayang Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra
Yang Kau jadikan penghias keluarga Nabi-Mu yang suci.
                                              
Ya Allah,
Cukupkanlah permohonan kami dengan ridho-Mu
Jadikanlah kami Suami dan Istri yang saling mencintai di kala dekat
Saling menjaga kehormatan di kala jauh
Saling menghibur di kala duka
Saling mengingatkan di kala bahagia
Saling mendoakan dalam kebaikan dan ketaqwaan
Serta saling menyempurnakan dalam peribadatan.

Ya Allah,
Sempurnakanlah kebahagiaan kami
Dengan menjadikan pernikahan kami sebagai ibadah kepada-Mu
Dan bukti ketaatan kami kepada sunnah Rasul-Mu.
Aamiin Allahumma Aamiin…

“Semoga Allah Swt menghimpun yang terserak dari keduanya memberkahi mereka berdua, meningkatkan kualitas keturunannya sebagai pembuka pintu rahmat,
sumber ilmu dan hikmah serta pemberi rasa aman bagi umat.”
(Doa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam, pada pernikahan putrinya Fatimah Az Zahra dengan Ali bin Abi Thalib)

***
“Merenda SAKINAH, MAWADDAH, WAROHMAH, dengan visi DAKWAH, membangun keluarga A.M.A.N.A.H
di IPK (Istana Penuh Kebahagiaan)”
[10-11-12: Norma & Siswadi]
[TEPAT & TERBAIK]
Kami yang berbahagia:
·         KYDFEN [Kadri-Yati-Dhody-Febri-Etika-Norma]
·         Bu Welas - Mb’PujiMasBas - MasPujiMbakNik - MbakJu’MasJu’ - MbakWin – Sis
·         Ani, Desi, Lia, Azfa, Akmal, Riza, Tiyas (para keponakan tercinta)
·  Segenap keluarga besar di Wonogiri, Klaten, Lahat Sumatera Selatan, Tim Management The Secret of Shalihah (TSOS), Tim Management The Lost Java (TLJ), FLP (Forum Lingkar Pena) Solo Raya, PELANGI dan KACAMATA.
·  Keluarga besar ETOS Semarang (Penerima Beastudi Etos Dompet Dhuafa Republika wilayah Semarang).
·         Keluarga besar JAMAIKA (Jaringan Mahasiswa Islam Klaten)

Wassalaamu’alaykum Warohmatullaahi Wabarokaatuh.

*(GAMBAR): Sebuah puisi yang pernah Keisya Avicenna tulis di lembaran hari ke-7 bulan Ramadhan 1433 H di MELATI [7]: “TEPAT dan TERBAIK”. Saat itu pula tertulis sebuah impian 101112 teriring do’a-do’a terbaik yang dipanjatkan pada setiap detik istimewa di bulan mulia. Pada akhirnya, diri ini pun belajar bahwa segala sesuatu “TIDAK ADA YANG TIDAK MUNGKIN JIKA ‘KUN FAYAKUUN-NYA’ TELAH BEKERJA SEPENUH ENERGI CINTA”! Allahu Akbar…

Saturday, October 27, 2012

OTAK-OTAK GORENG

Saturday, October 27, 2012 0 Comments
Bismillaahirrahmaanirrahiim

~~ Otak-otak Goreng ~~

Bahan Dadar:
~ 100 gram tepung terigu

~ 1butir telur
~ 225 mil air
~ 1/4 sendok teh garam
~ 2 sendok makan margarin, dilelehkan
~ 1 putih telur untuk perekat

Bahan Isi:
~ 200 gram daging ikan tenggiri
~ 1 butir telur
~ 50 ml santan
~ 2 sendok makan tepung kanji
~ 1/4 sendok teh garam
~ 1/2 sendok teh merica bubuk
~ 2 siung bawang putih, dicincang halus
~ 1 batang daun bawang, diiris halus
~ 50 gram keju cheddar, diparut

Bahan Saus:
~ 100 gram kacang tanah goreng, dihaluskan
~ 3 buah cabai rawit (sesuai selera)
~ 2 buah cabai merah
~ 3 siung bawang putih
~ 2 sendok teh gula merah
~ 1 sendok teh garam
~ 2 sendok makan kecap manis
~ 350 ml air

Cara Membuat:
~ 1. Aduk bahan dadar hingga rata lalu buat dadar tipis di pan dadar anti lengket, sisihkan.
~ 2. Aduk bahan isi sambil dibanting-banting hingga kalis.
~ 3. Oleskan bahan isi ke dadar lalu gulung dan rekatkan dengan putih telur. Goreng sampai kering.
~ 4. Buat saus, haluskan cabai rawit, cabai merah, dan bawang putih. Lalu tumis sampai harum. Masukkan kacang tanah halus, gula merah, garam, kecap manis, dan air lalu masak sampai kental.
~ 5. Sajikan otak-otak dengan saus kacang.

Selamat mencoba...
[PDM]

Friday, October 26, 2012

KEKUATAN ITU... CIUMAN [Fatih Zam]

Friday, October 26, 2012 0 Comments


Mama hanya tersenyum ketika pertanyaan itu kuajukan. Mungkin konyol, di usia yang sudah lebih dari bilangan 20, aku sama sekali belum mengerti apa artinya ini.
“Ma, kenapa lelaki harus mencium kening istri dan istri mesti mencium tangan suaminya?”
Perempuan embun itu tersenyum. Lantas memberikan tangannya untuk kucium. Ia tak lekas menjawab. Paham benar dengan keadaan diriku yang kelelahan setelah perjalanan yang cukup jauh. Ia malah beranjak ke kulkas, mengambil sebotol air dingin dan menuangkannya ke dalam gelas besar. Minuman itu diberikan kepadaku. 
Setelah kuteguk dan tandas setengahnya, Mama masih saja tersenyum. Ia lalu duduk.
“Apakah setelah hampir 24 tahun usiamu saat ini, kau belum mengerti tentang hal itu?” tanya mama.
Aku menggeleng sambil cengengesan. Mama kembali tersenyum.
“Zam, mama beritahukan kau satu hal. Bahwa semangat dan ketenangan lelaki itu terletak pada kening istrinya. Lalu sumber ketenangan dan kekuatan perempuan itu ada di punggung tangan suaminya.”
Demi menyamarkan ketakmengertian, kuteguk lagi sisa air di gelas yang masih setengahnya. Mama tampaknya tahu caraku menyembunyikan kebodohan. Maksudku, kelambatanku mencerna sesuatu.
“Zam, mengecup kening istri atau mencium tangan suami, hakikatnya sebuah simbol dari satu hal paling mahal dalam hubungan dua kekasih.”
“Apa itu?”
“Saling percaya.”
Keningku malah berkerut. Mama lagi-lagi tersenyum. Lantas menarik-hembuskan napas dengan tenang.
gambar dari sini
Jangan sampai kau menyimpan sangka, bahwa hanya birahi yang mendorong suami mengecup kening istrinya. Seorang suami tahu dan merasakan, Zam, bahwa mengecup kening istri adalah cara dirinya mendapatkan ketenangan. Dan engkau juga mesti mengingat, bahwa perempuan mau mencium tangan lelaki bukan semata tentang siapa yang lebih tinggi derajatnya, tetapi itu adalah tanda bahwa keikhlasan yang menuntunnya. Karena perempuan juga tahu, di tangan suaminya ada ridho Tuhannya.”
 “Ma,” kali ini aku memberanikan diri untuk bertanya, “kenapa mesti kening atau tangan?” aku pun merasakan betapa bodoh pertanyaan ini. Tetapi, mama tidak memperolok pertanyaanku. Wajahnya seperti sudah dipahat Tuhan untuk menampilkan sesuatu yang serupa namun tak membuat bosan: tersenyum.
“Zam, kening perempuan adalah sumber ketenangan dan semangat bagi suami, karena kening adalah saksi dari ketaatan pada Tuhan.”
Kulihat bola mata mama mengilat. Tampak bersemangat dengan kata-kata yang sedang dipahatnya pada dinding hatiku.
“Keninglah, Zam, yang menjadi perantaraan tunduk makhluk pada Penciptanya. Keninglah bagian tubuh pertama yang mengaku, bahwa Tuhan adalah tinggi sementara diri adalah rendah. Keninglah yang senantiasa bersujud, Zam. Kening berada paling bawah, sebagai simbol bahwa tiada yang lebih tinggi daripada Tuhan. Padahal engkau dan mama tahu, kening adalah bagian tubuh kita yang paling tinggi.”
Aku bisa merasakan getaran suara mama yang bersemangat. Ia lantas melanjutkan, “Maka pada kening perempuanlah Tuhan hembuskan sumber ketenangan. Maka tak heran jika suami bisa merasakan ketenangan setelah mengecup kening istrinya.”
“Lalu, apakah sama kondisinya dengan tangan suami yang dicium istri, Ma?”
gambar dari sini
“Zam, perempuan mencium tangan suami bukan semata menempelkan bibirnya. Ada doa yang ia pahatkan di tangan suami. Istri mencium tangan suami semata meletakkan doa di sana, karena dengan tangan itulah suaminya bekerja. Lewat ciuman di tangan suami, seorang istri sedang menghamba pada Tuhannya, agar menjaga tangan suaminya dari hal-hal yang dibenci oleh-Nya. Lewat ciuman yang diletakkan di tangan suami, seorang istri menitipkan doa agar Tuhan menjaga tangan suami untuk tak mengambil yang bukan haknya. Lewat ciuman yang disimpan di tangan suami, istri juga tengah mengiba pada Tuhan agar menghembuskan kasih sayang pada tangan suaminya. Karena dengan tangan yang diusap Tuhan melalui bibir istri, ia bisa membelai sayang, menenangkan, atau bahkan menghapus air mata. Bukankah hanya tangan yang tak dibasuh Tuhan yang mampu melayangkan hal-hal yang menyakitkan bagi jiwa dan badan?”
Ada rekah di bibir mama. Bibirku pun rekah. 
“Maka, lekaslah kaucari perempuan yang keningnya diberkahi oleh Tuhan.”
Senyumku yang semula rekah perlahan redup.
Bandung, 25 Okt 2012

Saturday, October 20, 2012

SEPUTIH MELATI

Saturday, October 20, 2012 0 Comments



Melati tak pernah berdusta dengan apa yang ditampilkannya. Ia tak memiliki
warna dibalik warna putihnya. Ia juga tak pernah menyimpan warna lain untuk
berbagai keadaannya, apapun kondisinya, panas, hujan, terik ataupun badai
yang datang ia tetap putih. Kemanapun dan dimanapun ditemukan, melati selalu
putih. Putih, bersih, indah berseri di taman yang asri. Pada debu ia tak
marah, meski jutaan butir menghinggapinya. Pada angin ia menyapa, berharap
sepoinya membawa serta debu-debu itu agar ianya tetap putih berseri.
Karenanya, melati ikut bergoyang saat hembusan angin menerpa. Kekanan ia
ikut, ke kiri iapun ikut. Namun ia tetap teguh pada pendiriannya, karena
kemanapun ia mengikuti arah angin, ia akan segera kembali pada tangkainya.

Pada hujan ia menangis, agar tak terlihat matanya meneteskan air diantara
ribuan air yang menghujani tubuhnya. Agar siapapun tak pernah melihatnya
bersedih, karena saat hujan berhenti menyirami, bersamaan itu pula air dari
sudut matanya yang bening itu tak lagi menetes. Sesungguhnya, ia senantiasa
berharap hujan kan selalu datang, karena hanya hujan yang mau memahami
setiap tetes air matanya. Bersama hujan ia bisa menangis sekeras-kerasnya,
untuk mengadu, saling menumpahkan air mata dan merasakan setiap kegetiran.
Karena juga, hanya hujan yang selama ini berempati terhadap semua rasa dan
asanya. Tetapi, pada hujan juga ia mendapati keteduhan, dengan airnya yang
sejuk.

Pada tangkai ia bersandar, agar tetap meneguhkan kedudukannya, memeluk erat
setiap sayapnya, memberikan kekuatan dalam menjalani kewajibannya,
menserikan alam. Agar kelak, apapun cobaan yang datang, ia dengan sabar dan
suka cita merasai, bahkan menikmatinya sebagai bagian dari cinta dan kasih
Sang Pencipta. Bukankah tak ada cinta tanpa pengorbanan? Adakah kasih sayang
tanpa cobaan?

Pada dedaunan ia berkaca, semoga tak merubah warna hijaunya. Karena dengan
hijau daun itu, ia tetap sadar sebagai melati harus tetap berwarna putih.
Jika daun itu tak lagi hijau, atau luruh oleh waktu, kepada siapa ia harus
meminta koreksi atas cela dan noda yang seringkali membuatnya tak lagi
putih?

Pada bunga lain ia bersahabat. Bersama bahu membahu menserikan alam, tak ada
persaingan, tak ada perlombaan menjadi yang tercantik, karena masing-masing
memahami tugas dan peranannya. Tak pernah melati iri menjadi mawar, dahlia,
anggrek atau lili, begitu juga sebaliknya. Tak terpikir melati berkeinginan
menjadi merah, atau kuning, karena ia tahu semua fungsinya sebagai putih.

Pada matahari ia memohon, tetap berkunjung di setiap pagi mencurahkan
sinarnya yang menghangatkan. Agar hangatnya membaluri setiap sel tubuh yang
telah beku oleh pekatnya malam. Sinarnya yang menceriakan, bias hangatnya
yang memecah kebekuan, seolah membuat melati merekah dan segar di setiap
pagi. Terpaan sinar mentari, memantulkan cahaya kehidupan yang penuh gairah,
pertanda melati siap mengarungi hidup, setidaknya untuk satu hari ini hingga
menunggu mentari esok kembali bertandang.

Pada alam ia berbagi, menebar aroma semerbak mewangi nan menyejukkan setiap
jiwa yang bersamanya. Indah menghiasharumi semua taman yang disinggahinya,
melati tak pernah terlupakan untuk disertakan. Atas nama cinta dan keridhoan
Pemiliknya, ia senantiasa berharap tumbuhnya tunas-tunas melati baru, agar
kelak meneruskan perannya sebagai bunga yang putih. Yang tetap berseri
disemua suasana alam.

Pada unggas ia berteriak, terombang-ambing menghindari paruhnya agar tak
segera pupus. Mencari selamat dari cakar-cakar yang merusak keindahannya,
yang mungkin merobek layarnya dan juga menggores luka di putihnya.

Dan pada akhirnya, pada Sang Pemilik Alam ia meminta, agar dibimbing dan
dilindungi selama ia diberikan kesempatan untuk melakoni setiap perannya.
Agar dalam berperan menjadi putih, tetap diteguhkan pada warna aslinya,
tidak membiarkan apapun merubah warnanya hingga masanya
mempertanggungjawabkan semua waktu, peran, tugas dan tanggungjawabnya. Jika
pada masanya ia harus jatuh, luruh ke tanah, ia tetap sebagai melati,
seputih melati. Dan orang memandangnya juga seperti melati.

Dan kepada melatiku, tetaplah menjadi melati di tamanku. Karena, aku akan
menjadi angin, menjadi hujan, menjadi tangkai, menjadi matahari, menjadi
daun dan alam semesta. Tetapi takkan pernah menjadi debu atau unggas yang
hanya akan merusak keindahannya, lalu meninggalkan melati begitu saja. ...

(Bayu Gawtama)