Begitu banyak kesyukuran yang harus
aku langitkan hingga detik ini. Pasalnya, mungkin sudah tak sanggup lagi aku
menghitung nikmat serta beragam kebahagiaan yang tak pernah Allah salah
alamatkan. Allah Maha Baik, terlalu Baik
malah. Terima kasih Ya Allah… meski hambaMu ini masih sering tak khusyuk
sholatnya, lebih banyak pegang HP daripada waktu tilawahnya,… Astaghfirullah.
Tapi, Engkau selalu mencukupkan kebutuhan hamba.
Hari ini, lembar pertama Februari. Dan
Februari selalu menjadi bulan yang istimewa. Bulan untuk menjadi hakim pada
diri sendiri. Bulan untuk bermuhasabah, atas berkurangnya usia, atas kehidupan
yang telah terjalani sebelumnya, untuk bersiap menapaki hari-hari di ‘usia yang
baru’ nantinya.
Hari ini adalah hari di mana akhir
dari masaku menjalani 30 tahun usia. Esok, angka 0 itu akan menggelinding dan
berganti angka 1. Ya, esok adalah 31 tahun usiaku. Selayaknya diri ini pantas
merenung. Menciptakan sebuah terminal perenungan. Pencapaian apa yang sudah ada
di tangan? Kontribusi kebaikan apa yang sudah dilakukan?
Mandiri secara finansial berarti seorang individu dapat
mengelola keuangannya sendiri. Jika individu tersebut memiliki anak, maka dia
harus bisa mengelola keuangan untuk seluruh anggota keluarga, dengan atau tanpa
pasangan.
Mengapa istri harus mandiri secara finansial? Berikut beberapa
keuntungan mandiri secara finansial bagi istri:
1. Istri yang mandiri secara finansial
dapat membantu keuangan keluarga.
Seorang istri yang memiliki penghasilan pribadi dapat mendukung
rumah tangganya ketika suami kehilangan pekerjaan atau mengalami hal lainnya
yang mengakibatkan kehilangan penghasilan.
2. Istri yang mandiri secara finansial
dapat memberikan kontribusi finansial
Ketika harga barang dan biaya pendidikan melambung tinggi, istri
yang memiliki penghasilan pribadi dapat menyokong keuangan keluarga sehingga
kebutuhan anak tetap tercukupi.
3. Istri yang mandiri secara finansial
dapat memberi motivasi bagi anak-anak mereka untuk bersikap mandiri
Istri dengan penghasilan pribadi bisa menjadi contoh bagi anak-anak
mereka.
4. Istri yang mandiri secara finansial
dapat mewujudkan ‘mimpi’ mereka
Terkadang kita hanya bisa bermimpi tanpa mewujudkannya karena
terbentur masalah ekonomi. Entah itu membawa anak-anak liburan, menyekolahkan
anak di sekolah yang baik, atau sekedar menyenangkan diri sendiri dengan melakukan
perawatan pribadi di spa/salon.
Bukan
Hanya Mandiri, Istri Harus Memiliki Rencana Keuangan
Jika istri sudah menyadari risiko-risiko yang dapat dialami sang
suami, maka penting bagi dirinya untuk bisa berdiri sendiri dalam hal keuangan.
Apakah artinya istri harus bekerja kantoran?
Tidak. Istri bisa menjadi mandiri secara finansial tanpa bekerja
konvensional sebagai karyawan. Jika kita adalah ibu rumah tangga, maka
belajarlah menjadi ibu rumah tangga yang kreatif dan mampu menghasilkan
pendapatan sendiri. Misalnya dengan usaha katering kecil-kecilan jika gemar
memasak, atau bekerja sebagai penulis lepas jika punya bakat menulis, dan sebagainya.
Semuanya tidak ada yang instan, semuanya harus melewati proses
belajar yang konsisten.
Dengan ‘aman’ secara keuangan dan mandiri finansial, artinya kita akan tahu
batasan gaya hidup seperti apa yang sesuai dengan kantong kita sendiri. Satu
hal yang menjadi tujuan kenapa banyak sekali istri ingin mandiri secara
keuangan adalah ingin punya waktu untuk pribadi, keluarga dan organisasi serta
berinteraksi/berkontribusi dengan masyarakat lebih banyak lagi, ingin berbagi
dan sedekah lebih banyak lagi, dsb.
Rabu, 1 Maret 2017 MELATIH KEMANDIRIAN#1 : MENJADI ISTRI YANG "MANDIRI FINANSIAL" Menurut Ust. Tri Asmoro Kurniawan, secara umum manusia itu
nyaman dengan kebiasaan-kebiasaan, maka satu hal yang sering dikhawatirkan
adalah adanya fase-fase perubahan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru. Dan
pernikahan adalah fase perubahan dari kebiasaan-kebiasaan masa lajang menuju
kebiasaan-kebiasaan rumah tangga.
Nikah
adalah kemandirian. Sepasang suami istri hendaknya tidak terlalu menggantungkan
dirinya pada orang lain seperti teman, saudara atau orang tua. Meskipun
pengertian mandiri
bukanlah berarti hidup sendiri tanpa membutuhkan campur tangan orang lain. Tetap
saja dibutuhkan peran orang lain dalam porsi sewajarnya. Mengingat manusia
adalah mahluk sosial yang saling bersimbiosis mutualisme. Demikian halnya dalam
kehidupan berumah tangga, kewajiban mencari nafkah memang ada di pundak suami,
tapi tak ada salahnya istripun berupaya untuk tetap mandiri dari segi
finansial.
Ini yang sejak awal juga saya
komunikasikan kepada suami. Saya minta pendapatnya tentang istri yang bekerja
di luar rumah. Setahun pertama kita menikah, saya masih berstatus sebagai “istri
pekerja”, meskipun jam kerjanya hanya siang sampai jelang Isya’ karena saya
ngajar di bimbingan belajar. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk resign. Saya
dan suami pun sering terlibat obrolan, apa yang bisa saya lakukan dengan
menjadikan rumah sebagai kantor, tetap bekerja meskipun dari rumah, tetap
berpenghasilan meskipun dari rumah. Akhirnya tercetuslah ide dan kami
mendirikan sebuah bimbingan belajar dan tempat pelatihan menulis untuk
anak-anak dan remaja : DNA WRITING CLUB. Alhamdulillah, jatuh bangun kami
memulainya. Dari yang awalnya 1 murid, 3 murid, bertambah jadi 5 murid,
sekarang sudah lebih dari 50 anak.
Suami yang bekerja sebagai pegawai
swasta benar-benar menjadi supporter dalam proses pengembangan DNA. Sampai
sekarang pun, saya masih terus belajar untuk mengatur keuangan rumah tangga. Penghasilan
yang saya dapatkan pun lumayan. Bisa saya tabung dan untuk keperluan pribadi
saya (misal untuk beli buku yang saya inginkan, tanpa harus mengusik uang
belanja atau meminta suami).
Kemandirian memang bukan perkara yang mudah, namun banyak cara
untuk memupuk karakter tersebut, salah satunya dengan menggali potensi diri
dalam berkreativitas. Saya menemukan potensi diri saya : MENULIS dan MENGAJAR.
Maka, lahirlah DNA WRITING CLUB dan karenanya saya berusaha menjadi seorang
istri yang mandiri dari segi finansial
dengan terus mengasah skill yang saya miliki. Karena pada dasarnya, setiap
permasalahan memerlukan kemandirian dan cara–cara yang kreatif untuk menyelesaikannya.
Semakin banyak permasalahan yang bisa diatasi dan semakin besar kebutuhan yang
harus dipenuhi, maka semakin terasahlah kreativitas dalam diri seseorang.
Semoga…
Sejak
hari Kamis kemarin, Mas Sis sudah bilang kalau Sabtu malam mau njemput Ibuk (mertua
saya) ke Klaten sama Lia (adiknya Ani). Sekalian nanti nganterin Mas Dhody dan
Wahono, juga njemput Ibuk Wonogiri. Setelah berstatus jadi “bumil” saya memang
suka baperan kalau posisi di rumah sendirian atau ditinggal Mas Sis –suami-
pergi ke luar kota.
“Tenang,
Say. Nanti Riza nemenin adik kok,” katanya, menenangkan, “kan Minggu sore
paling juga sudah sampai Semarang. Riza itu ponakan yang sekarang ikut tinggal
bersama kami karena sedang kuliah di UNISSULA.
“Baiklah…”
Selama
hamil ini, paling jauh dan paling lama ditinggal suami waktu beliau mengikuti
training di Jakarta dari Senin-Kamis, lanjut ikut Aksi Damai 212. Dan baru
sampai Semarang lagi hari Sabtu sore. Ditinggal hampir seminggu dalam posisi
lagi hamil, benar-benar kerasa baper luar biasa.
Kemarin
pun saya kembali belajar kalau sedang dalam posisi “jauh di mata, dekat di hati”alias
LDR (Long Distance Relationship), kuncinya :
Jaga
komunikasi (bisa lewat telepon, WA atau video call)
Lepas
kepergiannya dengan doa dan senyuman
Mencoba
berdamai dengan perasaan. Hehe.
Memanfaatkan
waktu sebaik mungkin dengan hal-hal yang positif
Akhirnya,
Mas Sis berangkat jam 01.15 dini hari tadi, sebelum berangkat, sempat ngajak
ngobrol debay di perut, “Abi tinggal njemput Simbah dulu ya, Dik. Baik-baik di
rumah sama Umma…” ^_^ lalu menciuminya dengan sepenuh cinta.
Assalammu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Selamat Datang di Zona Inspirasi Keisya Avicenna.
-Mulia karena taqwa, bercahaya dalam karya, dan menginspirasi dengan prestasi-.
Untuk informasi lebih lanjut, klik di sini →