Jejak Karya

Jejak Karya

Tuesday, April 19, 2011

Celoteh Aksara [17]: “HARI SABTU, ‘HARI KHUSUS’-ku!”

Tuesday, April 19, 2011 0 Comments
by Norma Keisya Avicenna on Sunday, April 17, 2011 at 7:33am



Sabtu, 16 April 2011



Menyapa Pagi di Bumi Cinta Wonogiri

Dalam pagi-Mu yang luar biasa…

Menikmati pesona pagi dengan pemandangan yang mengagumkan. Awan berarak cerah, tampak goresan pelangi di langit sebelah barat. Subhanallah, tak cukup satu jam aku mengaguminya.



Mengawali hari. Hm, salah satu aktivitas yang Nung lakukan adalah riyadhoh pagi bareng Babe. Jam 05.30 kita mulai jalan-jalan keliling “komplek”. Asyiknya bisa menyapa para tetangga, melihat aktivitas beberapa orang dari mereka. Melihat adik-adik kecil yang tengah asyik bermain sepeda. Ada juga yang sedang belajar naik sepeda roda empat. Lucu sekali. Biasanya moment jalan-jalan pagi seperti ini juga jadi ajang sharing seorang putri kepada ayahnya. Hehe… ya, bercerita tentang banyak hal.



Mampir di rumah Mbokdhe Warni. Penjual bakmi pecel dan gethuk yang sangat enak dan cukup terkenal di daerah Nungma. Mantebz dah! Sesampai di rumah, segera bergabung dengan Ibuk dan menyiapkan segala keperluan untuk hari ini. Beres-beres rumah juga. Rencananya jam 07.30 Nung balik ke Solo. Ya, agenda siang nanti ada pertemuan dengan adik-adik FLP UNS. Babe pun sibuk dengan aktivitas rutin setiap pagi. Sibuk dengan ternak-ternaknya yang semakin banyak saja. Sedangkan Ibuk juga bersiap karena agenda pagi ini beliau ada rapat pengurus terbatas di Koperasi Sari Asih PT Air Mancur Wonogiri. Selalu salut dengan semangatnya Babe dan Ibuk. Senantiasa totalitas dalam melakukan segala hal dan dalam beramanah! Mas Dhody pun dah sibuk di kamar depan. Dengan sorot lampu meja, dia sibuk ngutak-atik benda-benda elektronik yang ada kaitannya dengan HP. Kakakku yang satu ini memang lagi melebarkan sayap bisnis counter HP-nya. Kiosnya terletak di sebelah timur Pasar Pokoh. Sosok yang teramat sayang dengan adik kembarnya. Meski terkadang keusilannya kumat juga. Hehehe…Ah, KYDEN. Istana Lima Cinta-ku!

***

Bersama Laskar Kang Nass (FLP UNS)

Sampai di Solo, tempat pertama kali yang kudatangi adalah Warnet Salwa dekat kost. Ada email yang harus segera Nung kirim. Sekitar jam 10 Mbak Santi datang ke kost, njemput, then kita berangkat bareng ke bawah Jembatan Jurug. Lebih tepatnya di Taman Pujangga Ronggowarsito, tempat favoritnya Trio Permen Sunduk. Sampai lokasi, menemukan Wien, Wildan, dan adik-adik FLP UNS yang sudah asyik melingkar-ria di DPR (Di bawah Pohon Rindang). Nung dan Mbak Santi pun segera bergabung dengan mereka. Senangnya bertemu orang-orang baru dan pastinya akan banyak ilmu yang bisa Nung dapatkan di sini. Semoga…



Mbak Santi dan Nungma pun didaulat bercerita tentang kepenulisan, perlombaan menulis, pengalaman-pengalaman, motivasi, tentang keluarga FLP Pelangi, dll. Hehe. Jadi bintang tamu dadakan nih! FLP UNS yang menamakan diri mereka “LASKAR KANG NASS” ini memang sungguh luar biasa. UNS, ah…selalu mengingatkan Nung dengan ‘kawah candradimuka’ selama 3,6 tahun! Berjuang di kampus itu dengan segala pernak-pernik yang ada. Tapi benar-benar merasakan “KAMPUS adalah MEDAN LUAR BIASAKU dalam BERPROSES!!!”. Dan ketika hari menjelang siang itu aku merasakan saat-saat bernostalgia dengan kampusku…



Kang Nass datang jam 11.00. Selanjutnya, giliran beliau yang berbagi. Lagi-lagi banyak dapat pemantik semangat dari beliau. Bagi Kang Nass, ketika menulis itu diniatkan sebagai ibadah berarti sama halnya dengan sholat, puasa, dll. So, menulis itu kewajiban! Jadi, jika kita meninggalkan kewajiban kita itu, kita akan merasa berdosa. Salah satu kelemahan ketika melakoni aktivitas menulis adalah keinginan pertama untuk segera sempurna. Akhirnya hanya sibuk berkutat di “satu paragraph” saja. Tidak selesai-selesai. Tidak segera tuntas. Maka, jangan pernah pedulikan penilaian kita pada diri kita, pada tulisan kita. Mulailah dari menulis apapun. Dan biarkan semua berjalan sebagai sebuah “proses untuk menjadi tulisan yang bagus”. Ahay…sipp dah!



E, ada sosok yang thingak-thinguk di atas. Ternyata Mas Tyo. Akhirnya, doi juga bergabung dengan kita-kita. SMS Kang Sofa kok gak dibales-bales. Pas ditelp Mas Tyo, ternyata dia benar-benar belum konek. Sajakmen lagi tangi turu. Hadeh…begitulah akibat karena ditinggal Cut Mala. Hahaha. Hm, pembahasan sekaligus pembantaian karya adik-adik di Laskar Kang Nass pun berlangsung sangat seru. Senangnya bisa ikutan belajar!



Mak nyuzz-nya Empek-Empek Ny. KAMTO

Sekitar jam 12an, Nungma, Mbak Santi, dan Mas Tyo pamit duluan. Mas Tyo balik ke kantornya. Nungma dan Mbak Santi mau makan siang bareng. Sebelumnya mampir mushola Jurug dulu. Setelah itu, kita berdua meluncur ke Jln. Yosodipuro. Makan siang “Empek-Empek Ny. Kamto”. Pesan yang kapal selam. Cihuy. Mantabz dah. Terima kasih ya Mbak Santi atas traktirannya. Kapan-kapan kalau diajak lagi, gak nolak kok! Karena posisi kita menghadap jalan raya, Nung bisa lihat Mas El pas lewat dengan Vega Birunya. Hihi. Ternyata Pak Sekjend juga baru mo berangkat. Setelah selesai makan siang dan puas ngobrolnya -Mbak Santi cerita pengalaman backpackerannya ke Pulau Dewata-, Mbak Santi nganterin aku sampai ke PGSD. Sekali lagi makasih ya, Mbak!



Rapat Pengurus FLP Solo Raya

Yupz, agenda selanjutnya Rapat Pengurus FLP Solo Raya. Di mushola PGSD itu dah ada Mbak Asri, Mbak Tetra, Sotya, Bening, Kang Sofa dengan tampang ngeneznya, dan Mas Ranu Muda dengan kaos TAUBATAN NASUHA. Hihihi…pakdhe! Gek Mas Aris El Durra ternyata izin telat. Hadeh…Mbak Yatik juga menyusul kemudian. Rapat pun berlangsung seru! Pembahasan tentang kehadiran Mas Seno Gumira, persiapan OUTBOND PENA tanggal 22 Mei, kegiatan dari Divisi Produksi Karya yang dipaparkan Kang Sofa, dll. Banyak kejadian lucu juga yang terekam. Saat Mas Ranu bilang (setelah dapat undangan pernikahannya Mbak Ramah). “Nek nikah kie rasah ngomong-ngomong (ujug-ujug ngasih undangan gitu), lha nek bengok-bengok kie jenenge kernet”. Gubrak! Tyuz adegan mainan kesepuluh jari tangan dengan Mas El. Jian tenan…medungdung…^^v.



Pokokmen, Nung belajar banyak banget hari ini. Jam 15.10 rapat diakhiri. Nung juga harus segera kabur. Menuju lokasi selanjutnya yang memakan waktu hampir 1 jam. Tapi Alhamdulillah, bisa sampai lokasi tepat waktu. Agenda dahsyat akhir pekan! Cihuy…



Hari Sabtu, “Hari Khusus-ku!

Sangat tidak menyesal ketika Nungma dulu menandatangani kontrak kesanggupan mengajar di GO hanya hari Senin-Jumat. Dan hari Sabtu tidak! Ya, Nungma dah bertekad hari Sabtu menjadi hari khusus untuk “mengembangkan diri”, hari khusus untuk “berproses lebih”, hari khusus untuk “charger ruhiyah tiap pekan”, hari khusus untuk “mengenal lebih jauh siapa aku”, hari khusus “menulis”, hari khusus untuk “belajar lebih banyak”, dll. Ya, Sabtu adalah “hari khusus”. Dan hari Ahad adalah hari khusus pula untuk Pelangiku…^^v.



***

Selanjutnya, masih ada yang tetap rahasia dalam mengarungi hari-hariku yang sudah menjadi scenario-Nya…



[Keisya Avicenna, 17 April 2011. 01:00 – 01:52 WIB. Ketika aku sudah “terjaga” dari lelapku. Kriyap-kriyip euy…^^v]

Celoteh Aksara [18]: "COBA KITA BERTANYA PADA RUMPUT YANG BERGOYANG..."

Tuesday, April 19, 2011 0 Comments
by Norma Keisya Avicenna on Monday, April 18, 2011 at 2:40pm
Lirik terakhir dr sebuah tembang penyanyi favoritnya Ibuk,Ebiet G.Ade, td pagi terdengar begitu apik dan membekas di telingaku. Lagu yg dinyanyikan oleh seniman jalanan sesaat membuyarkan lamunanku. Bnyak sekali hal-hal ajaib yg mewarnai hari2ku akhir2 ini. Begitu bnyk kejutan2. Dan aku sangat menikmatinya. Layaknya seorang "aktris kehidupan" yg berusaha totalitas melakoni perannya dlm skenario yg sudah Dia tuliskan.

Biarkan semua berjalan atas kehendak-Nya...

[Keisya Avicenna, menikmati mutiara2 hari yg begitu berharga, tak ternilai...]

Celoteh Aksara [16]: "BIARLAH AIR MATA INI JATUH SESUKANYA"

Tuesday, April 19, 2011 0 Comments
by Norma Keisya Avicenna on Saturday, April 16, 2011 at 9:48am

Perpisahan itu akan selalu ada, karena kita pernah berjumpa, bersama, dalam canda tawa dan bahagia. Setiap tetes airmata yang tertumpah di hari ini akan menjadi saksi atas jalinan PERSAHABATAN yang selama ini kita simpul seerat-eratnya.



Tak ada kata yang pantas terucap sahabat…hanya derai bening yang selalu bertaburan, mengucap selamat jalan, silakan lanjutkan perjuanganmu ke arah yang lain, ditempat yang baru, yang akan menjadi jarak pertemuan kita.



Hari ini, jiwa dan naluri kita kembali terluka atas perpisahan raga. Namun percayalah sahabat…hati kita akan selalu terikat. Jalinan PERSAHABATANnya akan semakin erat, semakin jauh ragamu melangkah, semakin hatimu mendekat.



Tidak usah terlalu bersedih, sahabat… berbahagialah, karena engkau akan menemukan suasana yang baru, bukan disini lagi, tapi disana. Di suatu tempat yang kan menjadi medan juang mu dalam mewujudkan impian di masa depan.



Cukuplah setiap kenangan yang telah kita tanam, akan menjadi kenangan yang tumbuh subur, menyemaikan benih-benih cita, cinta, dan cerita diantara kita. Karena kita tak harus disini, kita tak harus selalu bersama, kita harus melanjutkan langkah ini, mungkin ke tempat yang lain, yang siap untuk kita tapaki.



Perkuat langkahmu sahabat….yakinkan diri dan hatimu, hari esok pasti lebih cerah, hari esok adalah harapan yang harus diraih. Pandang senyumannya yang lebar, tatap wajahnya yang ceria, hari esok adalah bahagia. Yakinlah sahabat, cinta dan cita kita selalu bersatu. Kita akan bersatu selamanya, dalam cahaya persahabatan ini.



Sahabat….. segala rindu yang akan muncul, segala nafas yang akan berhembus, segala harapan yang akan kita raih, segala langkah yang akan kita ayunkan, yakinlah disana ada sukses. Di sana ada keberkahan, dan di sana pasti ada cinta…



Sahabat….. biarkan aliran airmata ini jatuh sesukanya, biarkan dia mengalir, mengucap kata seindah-indahnya. Biarkan dia, karena airmata tak berarti sedih, airmata tak berarti duka, airmata juga lambang bahagianya hati. Biarkan dia menemani kita di hari ini. Biarkan…..Karena dia memang hadir untuk ini, menjadi saksi INDAHNYA PERSAHABATAN KITA!!!



[Keisya Avicenna, April hari ke-16. masih tentang yang 'pertama'. berat, tapi harus IKHLAS! huahua...T_T]



Sahabat…..selamat melanjutkan langkahmu, selamat berjumpa lagi di tangga kesuksesan, dalam senyum yang lebih indah….menyongsong masa depan yang cerah!!!

Monday, April 18, 2011

Catatan Aisya [18] : Menikah Tanpa Pacaran? Why Not?!

Monday, April 18, 2011 1 Comments

Tanggal 18 April 2011? Hari ini, kan? Apa istimewanya hari ini? Semoga kita bisa menemukan keistimewaannya, bahkan kalau perlu sudah membuat rencana luar biasa untuk membuat hari ini istimewa. Saya pun menulis catatan Aisya edisi ke-18 ini karena ada sesuatu yang sangat istimewa. Sebenarnya bukan tertuju pada saya. Tapi pada dua orang yang istimewa bagi saya. Dua orang yang memang baru saya kenal, tapi kebersamaan dengan mereka membuat saya mengenal mereka lebih dari hitungan waktu yang terhitung sejak awal perkenalan kami. Halah! Hemmm, tulisan ini bahkan sudah saya rencanakan jauh-jauh hari. Benar-benar mengistimewakan tanggal 18 April!

Mari kita mulai. Sebut saja lakon dalam kisah ini bernama Uni dan Akang. Sengaja di awal tulisan ini saya menyamarkan nama keduanya. Saya harap pembaca tidak tergesa melihat gambar yang saya pajang di akhir tulisan ini. Gambar tersebut memang buru-buru saya scan tadi pagi sebelum berangkat ke kantor. Langsung dari buku yang bulan lalu saya baca. Buku itulah yang menjadi referensi utama saya dalam catatan kali ini. Sejak menamatkan buku itu, tergerak pulalah keinginan saya untuk menulis ulang kisahnya pada hari ini, 18 April. Simak ya kisahnya.

Ketika usia Uni memasuki angka 25, masalah pernikahan menjadi topik paling seru yang diangkat orang tuanya. Peringkatnya paling tinggi katanya! Nah, saat usianya mendekati angka 30, topik tersebut semakin melejit ratingnya. Luar biasa! Orang tua Uni seakan tak bosan membicarakannya.

“Kamu mikir umur tidak? Teman-teman sekolahmu dulu sudah pada menikah semua? Sudah pada punya anak!”

Ah, banyak pertanyaan lain dilontarkan pada Uni yang pada intinya berisi tuntutan keras agar Uni segera menikah. Namun, entah mengapa Uni masih saja merasa gamang untuk memenuhi harapan orang tua. Uni tetap menikmati aktivitasnya dalam kesendirian yang mungkin bagi wanita lain cukup menggerahkan.

Di mata Uni, pernikahan merupakan gerbang menuju berbagai persoalan hidup yang lebih rumit dan komplit, bukan sebuah jalan pintas untuk lepas dari status lajang, bukan pula pelarian untuk bebas dari tuntutan orang tua.

Meskipun begitu, Uni juga membenarkan bahwa menghadapi sepuluh persoalan berdua dengan pasangan terasa lebih ringan daripada menghadapi satu persoalan sendirian. Di sini Uni percaya bahwa ikatan pernikahan memiliki kekuatan luar biasa untuk melewati setiap persoalan hidup. Itu pun jika bisa sabar dan ikhlas menjalaninya


“Bu, saya ingin memenuhi keinginan Ibu”. Itulah kalimat yang Uni ucapkan dengan sangat perlahan di hadapan Ibunya saat itu.

“Saya sudah menjatuhkan pilihan, Bu. Insya Allah sekarang saya yakin untuk melangkah!”. Begitu Uni menutup penuturannya saat itu. Yakin, memang hanya itulah yang Uni butuhkan untuk melangkah, terlebih untuk urusan sepenting ini.

Ya, pada akhirnya Allah mempertemukan Uni dengan seseorang yang membuatnya yakin untuk melangkah. Pertemuan yang tak direncanakan itu terjadi September 2003, di acara rutin FLP DKI Jakarta. Pertemuan kedua terjadi di bukan Oktober pada acara yang sama. Namun, sejauh itu mereka sama sekali tidak pernah ngobrol apa-apa. Bertegur sapa pun nyaris hanya sekedar basa-basi singkat. Maklum, Uni sepertinya orang top di FLP DKI Jakarta, jadi agak jaim sedikit sama anak baru. Hehe.. Akang memang anggota baru di FLP DKI Jakarta saat itu.

Pertemuan ketiga saat Temu Sastra Jakarta di TIM. Namun, tetap saja Uni dan Akang tidak berinteraksi banyak. Bahkan saat itu belum ada tanda-tanda bahwa mereka berjodoh. Pertemuan keempat terjadi Januari 2004, saat mereka dan teman-teman FLP DKI Jakarta menjadi instruktur penulisan cerpen di Galeri Cipta TIM. Hari itu Akang mendapat musibah. Tasnya hilang di masjid TIM, lengkap dengan segala isinya, termasuk HP, kunci motor, dsb. Duh, kasihannya...

Bukannya tidak solider, tapi hobi bercandanya sering kambuh. Uni pun nyeletuk, “Tas, dompet, atau HP yang hilang bisa dibeli lagi, tapi kalau Uni yang hilang? Mau dicari ke mana lagi?”

Deg! Ternyata omongan Uni yang bermaksud menghibur itu berdampak lain. Akang melongo abiz, padahal yang lain malah tertawa menanggapi gurauan Uni. Nah, pesan Uni.. buat teman-teman, hati-hati kalau bercanda, bisa-bisa ada yang naksir eh tersinggung maksudnya! Pertemuan selanjutnya tetap biasa saja. Nah, lantas kapan dong mereka membicarakan pernikahan? Beginilah Uni membeberkan rahasianya.

Mereka sempat conference dan chatting bareng dengan anak-anak FLP DKI Jakarta. Nah, di dunia cyber inilah baru muncul keberanian Akang untuk bicara serius. Itu pun setelah dimediatori oleh seorang teman.

“Apa syarat yang harus saya penuhi untuk melamar?” Begitu kira-kira Akang bertanya.
“BT,” jawab Uni singkat.
“Apa itu BT?”
“Berani dan Tulus. Berani meminta saya kepada ibu dan tulus menerima saya apa adanya.”

Wow! Pesan Uni yang kedua buat teman-teman yang masih lajang, jangan kebanyakan mikir dan menduga-duga. Lebih baik langsung tanya, biar kalau ditolak cepat ketahuannya. Hehehe...

Mengapa Uni bisa begitu yakin? Dalam hal ini Uni berani mengatakan bahwa itulah rahasia Allah, sebuah teka-teki yang kadang sulit menemukan jawabannya. Melihat misteriusnya masalah jodoh, Uni juga membenarkan orang-orang yang mengatakan bahwa jodoh tak perlu dicari-cari. Jika sudah tiba waktunya, ia akan datang sendiri. Karena banyak juga bukti gagalnya seseorang menemukan jodoh, padahal ia sudah berusaha kian kemari dengan berbagai cara dan usaha.

Nah, kembali pada pertanyaan tadi. Sebenarnya ketika Akang menyatakan niatnya pada Uni untuk melamar, Uni sama sekali tidak merasa bahwa Akang adalah orang asing. Uni malah seperti sudah lama mengenal Akang meskipun mereka baru bertemu dan jarang berkomunikasi.

Uni memang sempat berpikir, mungkin inilah yang disebut jodoh. Ketika segala kekurangan dan perbedaan terasa wajar adanya, ketika sisi-sisi kehidupan yang satu menjadi pengisi dan pelengkap bagi yang lain, dan ketika hal-hal terburuk –yang telah, sedang dan akan terjadi sekalipun- bisa menjadi sarana untuk lebih mendewasakan diri. Intinya adalah keikhlasan dalam menjalani apa yang sudah digariskan-Nya. Karena itu pula yang membuat kita ikhlas menerima pasangan kita dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Akhirnya pada tanggal 8 Februari 2004, Akang datang melamar Uni. Pertemuan dua keluarga yang berjalan lancar dan akrab. Pada pertemuan tersebut langsung ditentukan kapan akad nikah akan dilaksanakan. Menurut ajaran Islam, jarak antara lamaran dan nikah kan tidak terlalu lama karena khawatir akan menimbulkan fitnah. Maka disepakatilah akad nikah akan dilaksanakan setelah pemilu pertama di bulan April. Pada awalnya keluarga sudah setuju kalau acaranya hanya akad nikah saja, tanpa pesta. Akan tetapi, ternyata ibu Uni diam-diam menyimpan keinginan untuk membuat pesta di kampung. Uni pun akhirnya setuju meski dengan berat hati ketika akhirnya pesta itu dirayakan di Jakarta pada tanggal 18 April 2004. Kerabat dan kenalan yang tinggal di Jabodetabek saja yang hadir. Sementara teman-teman mereka yang jumlahnya begitu banyak malah sama sekali tidak hadir? Mengapa? Karena tidak diundang ternyata! Hehehe...

Kenapa tidak diundang? Berikut rahasianya...

Sebenarnya diam-diam Uni punya rencana lain, yakni pesta yang khas dengan dunia penulis. Akan tetapi, rencana untuk membuat pesta kejutan itu malah berantakan di tengah jalan karena kabar tentang penikahan Uni terlanjur bocor duluan. Teman-teman yang sudah tahu tentang pernikahan itu langsung heboh. Sangat bisa dimaklumi jika kemudian berbagai pertanyaan menghinggapi benak mereka. Semangat Uni pun surut drastis untuk menggelar pesta kejutan buat teman-teman.

Alhasil, Uni dan Akang hanya membuat pengumuman resmi di acara rutin FLP DKI Jakarta beberapa hari setelah menikah. Seperti yang sudah diperkirakan, mereka jelas terkejut dan nyaris tak percaya. Ekspresi mereka pun bermacam-macam. Ada yang marah, ngamuk, terkejut, kecewa, gembira, dsb. Maklum, di FLP DKI Jakarta memang belum ada yang tahu soal itu kecuali dua orang teman yang memang sengaja diundang pada hari “H” untuk dijadikan saksi, sekaligus pelampiasan amukan teman-teman. Hehehe...

Sebenarnya Uni pernah memposting sebuah puisi dalam milis FLP DKI Jakarta yangberjudul Upacara Khidmat. Namun, teman-teman mungkin tidak menduga jika puisi itu bukan sembarang puisi, melainkan sebuah isyarat terselubung yang tak terbaca oleh mereka.

Menuju Upacara Khidmat


Tak ada barisan para punggawa
Tak ada arak-arakan kereta kencana
Tak ada janur dan panji berjela-jela
Tak ada tabuhan genderang atau tiupan terompet yang menggema
Tak ada lenggokan gemulai dan senandung merdu para penari dan penyanyi wanita
Sungguh tak ada!
Karena ini adalah upacara khidmat yang digelar oleh kalangan istana, khusus untuk dua mempelai yang akan mewarisi Kerajaan Kesejatian
Jadi..
Jangan berharap bisa melihat deretan tamu yang datang menjura
Jangan berharap melihat hidangan mewah yang melimaph ruah
Jangan berharap!
Karena yang akan kau temukan hanyalah taburan bunga shion di skeliling halaman istana, yang disemaikan oleh tangan-tangan pada dayang yang penuh zikir.
Hanya itu!

***

Hmm, mungkin kisah di atas akan membuka kembali ruang kenangan bagi teman-teman FLP DKI Jakarta. Masa lalu yang indah, berkesan, dan penuh makna khususnya bagi pihak-pihak yang menjadi tokoh utama dalam kisah ini. Kisah di atas saya dapatkan dari buku “How to Get Married : Sebuah Panduan Meraih Jodoh Tanpa Pacaran” (DAR!Mizan, 2005) yang ditulis beberapa penulis ternama seperti : Yus R. Ismail, Afifah Afra, Robi’ah Al-Adawiyah, Dadan Ramadhan, M.Fauzil Adhim, Tasaro, Salman Iskandar, O. Solihin, Iwan Januar, Teguh Iman Prasetyo, Aswi, dan tentunya Novia Syahidah.



Hmm… kepada Kang Arul dan Uni Via... Barakallah...Semoga senantiasa menjadi keluarga sakinah, mawadah, warohmah sampai akhir nanti. Bahagia dunia akhirat lah.. Maaf ya, kisahnya saya tulis ulang. Semoga berkenan. Salah sendiri kisahnya bagus! Hehe.. Semoga kisah di atas menjadi pembelajaran berharga buat kami semua, khususnya bagi diri ini yang juga memiliki keinginan besar untuk menikah tanpa pacaran...


Buat Uni Via dan Kang ARul, makasih ya saya sudah dipertemukan dengan ONGOL-ONGOL!!!! ^^v


Jakarta, 18 April 2011

Aisya Avicenna
writer@www.aisyaavicenna.com

Catatan Aisya [17] : LURUH

Monday, April 18, 2011 0 Comments

Kepada siapa lagi hamba meminta jika bukan pada-Mu. Sang Penguasa segala makhluk, Sang Pemiilik semesta. Sang Penguasa diri hamba yang lemah ini. Allah, terlalu jarang hamba mensyukuri nikmat-Mu yang tiap saat tak pernah berhenti mengaliri kehidupan. Allah, baru hamba sadari indahnya nikmat sehat itu ketika sakit menghampiri. Baru hamba sadari betapa berartinya nikmat sempat itu ketika sempit datang. Betapa nikmatnya kekuatan itu ketika rasa lemah tiba menyapa. Allah, dengan tetesan air mata, doa hamba senantiasa terpanjat pada-Mu. Janganlah Engkau hadirkan kesadaran dalam jiwa hamba tentang berartinya nikmat hidup setelah ajal menjemput.

Hamba sadar, hamba lebih banyak kufur atas segala karunia yang telah Engkau karuniakan kepada hamba. Karunia usia yang tiap saat hamba lalui tanpa memberi banyak makna. Nikmat jasad yang tiap saat hamba gunakan dalam dosa. Nikmat harta yang tak pernah hamba syukuri dengan manisnya sedekah. Nikmat kekuatan yang hamba sia-siakan. Ya Allah, kepada siapa lagi hamba harus memanjatkan pinta jika bukan pada-Mu. Hamba sadar, hanya Engkau-lah yang mampu mengabulkan doa hamba.

Ya Allah, sesungguhnya hamba meminta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu pengetahuan-Mu dan hamba memohon kekuasaan-Mu untuk mengatasi persoalan hamba dengan kemahakuasaan-Mu. Hamba memohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu Yang Maha Agung. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa sedangkan hamba tiada berdaya. Engkau mengetahui, sedangkan hamba tidak mengetahui dan Engkau adalah Maha Mengetahui hal yang ghaib.

Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa apa yang telah hamba rencanakan ini lebih baik dalam agama hamba, dan akibatnya terhadap diri hamba, maka dekatkanlah ia untuk hamba, mudahkanlah jalannya, kemudian berikanlah berkah. Akan tetapi, apabila Engkau mengetahui bahwa apa yang hamba rencanakan ini lebih berbahaya bagi hamba dalamm agama, kehidupan, dan akibatnya kepada diri hamba, maka jauhkan persoalan tersebut dan jauhkan hamba daripadanya. Takdirkan kebaikan untukk hamba di mana saja kebaikan itu berada, kemudian berilah keridhoan-Mu kepada hamba.

Ya Allah, Engkau Maha Pengasih. Hamba hanyalah hamba-Mu yang lemah, maka adakah sikap yang lebih indah kecuali dengan menyerahkan semua urusan hamba kepada-Mu. Ya, semuanya. Termasuk perjalanan cinta hamba. Selain pada-Mu, izinkan hamba tak berlebih dalam mencintai. Ya Allah, berikan cahaya pada jiwa hamba sehingga hamba bisa mencintai sesuatu hanya karena-Mu dan ketika hamba harus membenci sesuatu, itupun juga karena-Mu.

Ya Allah, hamba berharap dalam penantian ini Engkau pelihara hamba untuk senantiasa mengidamkan hadirnya cinta sejati. Cinta yang tak perlu hamba tunggu, tapi cinta yang tumbuh bersama doa hamba di malam yang teduh. Cinta yang tak tersentuh oleh tangan dunia yang palsu. Cinta yang selalu hadirkan petunjuk yang datang dari para malaikat. Cinta yang tak akan pernah lekang oleh zaman yang kan terus melaju. Cinta yang tak pernah habis oleh waktu.



Kontemplasi sepertiga malam

Redzone, 18042011_04:35
Aisya Avicenna
writer@www.aisyaavicenna.com