Jejak Karya

Jejak Karya
Showing posts with label Nikah. Show all posts
Showing posts with label Nikah. Show all posts

Monday, March 19, 2012

Antara Aku, Ayah, dan Dia

Monday, March 19, 2012 0 Comments

“Yah, Nanda boleh nikah tahun ini ya?” tanya Nanda pada Ayahnya awal tahun 2010 lalu lewat SMS.
“Mmm, memangnya sudah punya calon?” Ayah membalas SMS-nya
“Ada yang baru mau kenalan dengan Nanda, Yah. Namanya Azzam Mumtaza. Nanda baru kenal dari biodata yang dikasih guru ngaji Nanda sore ini. Nanda boleh nikah tahun ini, Yah?” tanya Nanda kemudian.
“Kalau memang kamu sudah siap, Ayah hanya bisa merestui.” Balasan SMS Ayah membuat Nanda sangat bahagia.
Selang beberapa hari kemudian, Asri, adik bungsu Nanda SMS mengabarkan kalau Ayah mereka sakit. “Kak, Ayah sakit. Entahlah, akhir-akhir ini sepertinya Ayah kehilangan nafsu makannya. Beliau juga sering melamun.”
Nanda terkejut. Ia segera menekan 12 digit tombol di ponselnya, menghubungi sang Ayah.
“Assalamu’alaikum...” Nanda cemas.
“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh...” jawab suara di seberang sana.
“Ayah sakit ya? Sakit apa, Yah? Ayah jangan kecapekan dong...” Nanda menghamburkan semua tanyanya.
“Ayah nggak apa-apa, Nak... Cuma capek saja. “ jelas Ayah dengan nada lemah.
“Jaga kesehatan ya, Yah... Nanda jadi kepikiran nih,” tutur Nanda.
“Iya, Nak. Eh, Nanda benar sudah siap nikah tahun ini? Nak, selesaikan dulu masa diklatmu. Tahun depan saja. Kan kamu sudah jadi pegawai tetap. Lagipula kakak sulungmu belum menikah.” Rentetan kata dari Ayah tersebut membuat Nanda terkesiap.
“Yah... sepertinya Ayah masih belum meridhai Nanda menikah tahun ini. Bismillah, baiklah Yah. Nanda akan turuti keinginan Ayah. Nanda tidak ingin membuat Ayah kecewa. Tapi tahun depan Nanda boleh nikah ya, Yah?” tanya Nanda penuh harap.
“Insya Allah, saat itu mungkin Ayah sudah benar-benar siap melepasmu, Nak!” jawab Ayah.
***
Kisah di atas terinspirasi setelah membaca sebuah artikel yang saya baca di majalah Tarbawi edisi special tentang Ayah.
Ayah dan putrinya, bisa diibaratkan dengan seorang lelaki dengan bunga mawar di kebunnya. Seseorang yang menanam bunga mawar, merawatnya dalam waktu yang tak singkat, dan menemaninya dalam setiap fase pertumbuhannya, tidak akan mungkin begitu saja memberikan bunga itu pada orang yang baru saja melihatnya, kemudian ingin memetiknya. Pemilik mawar itu pasti ingin memastikan apakah mawar tersebut akan dirawat lebih baik atau minimal sama dengan sebelum diberikannya kepada si pemetik tadi.
Sang pemilik mawar pasti ingin agar bunganya senantiasa harum dan tak ternoda oleh apapun! Ia inginkan mawarnya tetap indah dan terawat saat ia tak lagi ada di kebunnya. Jikapun pada saatnya nanti mawarnya berpindah ke sebuah vas bunga yang tak seindah dan seluas kebunnya, ia hanya ingin sang pemilik vas itu memetik bunga mawarnya dengan penuh hormat. Sang pemilik mawar mungkin merasa cemas jika bunga kesayangannya itu tidak mendapatkan cinta dan perlindungan seperti saat ia merawatnya.
Hmm, begitu pun dengan Ayah. Waktu itu, Ayah mungkin merasa cemas ... bahwa dalam pandangannya, sepertinya belum ada lelaki yang dapat mencintai putrinya seperti dirinya! Ayah hanya perlu waktu untuk mengizinkan seseorang yang tepat untuk mendapatkan putrinya dengan cara terhormat. Dan insya Allah waktu itu kini telah tiba.
Hmm... Seringnya, saat putrinya meminta sesuatu pada Ayah. Ayah pasti tak kuasa mengatakan “tidak”. Dia memilih diam atau mengangguk sebagai tanda demi melihat senyum manis putrinya. Meski dalam hatinya, seringnya tidak selaras dengan apa yang dia katakan. Diam-diam dia akan berusaha mewujudkan keinginan sang putri. Entah dengan bekerja lebih keras dari hari biasanya atau usaha lain. Meski saat keinginan sang putri begitu berat baginya. Seperti dalam contoh kisah di atas. Awalnya Ayah akan mengiyakan, meski pada akhirnya Ayah tidak mengabulkan permintaan putrinya dengan cara yang halus dan di saat yang tepat. Ah, ayah memang punya cara sendiri dalam menunjukkan cintanya. Ia pasti inginkan yang terbaik untuk putrinya.
“Nak, jangan cengeng meski kamu seorang perempuan, jadilah selalu bidadari kecilku dan bidadari terbaik untuk ayah anak-anakmu kelak, laki-laki yang lebih bisa melindungimu melebihi perlindungan Ayah. Tapi jangan pernah kau gantikan posisi Ayah di hatimu,” pesan Ayah pada putri kesayangannya.
190312_sehari jelang sunnah bersejarah (pertemuan ketiga antara aku, Ayah, dan dia), saat Ayah benar-benar mengamanahkan putrinya ini pada sosok laki-laki (shalih, insya Allah) yang baru ia kenal...
Ayah, aku mencintaimu.. Memang, tak bisa menyamai cintamu padaku sedari dulu, tapi aku berjanji akan lebih sering mengungkapkan cintaku padamu...
Aisya Avicenna

Tuesday, October 25, 2011

Janji Allah bagi Orang yang Akan Menikah

Tuesday, October 25, 2011 1 Comments

Ketika seorang muslim baik pria atau wanita akan menikah, biasanya akan timbul perasaan yang bermacam-macam. Ada rasa gundah, resah, risau, bimbang, termasuk juga tidak sabar menunggu datangnya sang pendamping, dll. Bahkan ketika dalam proses taaruf sekalipun masih ada juga perasaan keraguan.
Inilah kabar gembira berupa janji Allah bagi orang yang akan menikah. Bergembiralah wahai saudaraku…

1. “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)”. (QS. An Nuur : 26)
Bila ingin mendapatkan jodoh yang baik, maka perbaikilah diri. Hiduplah sesuai ajaran Islam dan Sunnah Nabi-Nya. Jadilah laki-laki yang sholeh, jadilah wanita yang sholehah. Semoga Allah memberikan hanya yang baik buat kita. Amin.

2. “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. An Nuur: 32)

Sebagian para pemuda ada yang merasa bingung dan bimbang ketika akan menikah. Salah satu sebabnya adalah karena belum punya pekerjaan. Dan anehnya ketika para pemuda telah mempunyai pekerjaan pun tetap ada perasaan bimbang juga. Sebagian mereka tetap ragu dengan besaran rupiah yang mereka dapatkan dari gajinya. Dalam pikiran mereka terbesit, “apa cukup untuk berkeluarga dengan gaji sekian?”.

Ayat tersebut merupakan jawaban buat mereka yang ragu untuk melangkah ke jenjang pernikahan karena alasan ekonomi. Yang perlu ditekankan kepada para pemuda dalam masalah ini adalah kesanggupan untuk memberi nafkah, dan terus bekerja mencari nafkah memenuhi kebutuhan keluarga. Bukan besaran rupiah yang sekarang mereka dapatkan. Nantinya Allah akan menolong mereka yang menikah. Allah Maha Adil, bila tanggung jawab para pemuda bertambah – dengan kewajiban menafkahi istri-istri dan anak-anaknya, maka Allah akan memberikan rejeki yang lebih. Tidakkah kita lihat kenyataan di masyarakat, banyak mereka yang semula miskin tidak punya apa-apa ketika menikah, kemudian Allah memberinya rzjeki yang berlimpah dan mencukupkan kebutuhannya?

3. “Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya”. (HR. Ahmad 2: 251, Nasaiy, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits no. 2518, dan Hakim 2: 160)

Bagi siapa saja yang menikah dengan niat menjaga kesucian dirinya, maka berhak mendapatkan pertolongan dari Allah berdasarkan penegasan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini. Dan pertolongan Allah itu pasti datang.

4. “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS. Ar Ruum : 21)

5. “Dan Tuhanmu berfirman : ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina’ ”. (QS. Al Mu’min : 60)

Ini juga janji Allah ‘Azza wa Jalla, bila kita berdoa kepada Allah niscaya akan diperkenankan-Nya. Termasuk di dalamnya ketika kita berdoa memohon diberikan pendamping hidup yang agamanya baik, cantik, penurut, dan seterusnya.

Dalam berdoa perhatikan adab dan sebab terkabulnya doa. Diantaranya adalah ikhlash, bersungguh-sungguh, merendahkan diri, menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan, dll.

Perhatikan juga waktu-waktu yang mustajab dalam berdoa. Diantaranya adalah berdoa pada waktu sepertiga malam yang terakhir dimana Allah ‘Azza wa Jalla turun ke langit dunia, pada waktu antara adzan dan iqamah, pada waktu turun hujan, dll.

Perhatikan juga penghalang terkabulnya doa. Diantaranya adalah makan dan minum dari yang haram, juga makan, minum dan berpakaian dari usaha yang haram, melakukan apa yang diharamkan Allah, dan lain-lain.

Manfaat lain dari berdoa berarti kita meyakini keberadaan Allah, mengakui bahwa Allah itu tempat meminta, mengakui bahwa Allah Maha Kaya, mengakui bahwa Allah Maha Mendengar, dst.

Sebagian orang ketika jodohnya tidak kunjung datang maka mereka pergi ke dukun-dukun berharap agar jodohnya lancar. Sebagian orang ada juga yang menggunakan guna-guna. Cara-cara seperti ini jelas dilarang oleh Islam. Perhatikan hadits-hadits berikut yang merupakan peringatan keras dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Barang siapa yang mendatangi peramal / dukun, lalu ia menanyakan sesuatu kepadanya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam”. (Hadits shahih riwayat Muslim (7/37) dan Ahmad).

Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Maka janganlah kamu mendatangi dukun-dukun itu.” (Shahih riwayat Muslim juz 7 hal. 35).

Telah bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya jampi-jampi (mantera) dan jimat-jimat dan guna-guna (pelet) itu adalah (hukumnya) syirik.” (Hadits shahih riwayat Abu Dawud (no. 3883), Ibnu Majah (no. 3530), Ahmad dan Hakim).

6. ”Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat”. (QS. Al Baqarah : 153)
Mintalah tolong kepada Allah dengan sabar dan shalat. Tentunya agar datang pertolongan Allah, maka kita juga harus bersabar sesuai dengan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga harus shalat sesuai Sunnahnya dan terbebas dari bid’ah-bid’ah.

7. “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (QS. Alam Nasyrah : 5 – 6)
Ini juga janji Allah. Mungkin terasa bagi kita jodoh yang dinanti tidak kunjung datang. Segalanya terasa sulit. Tetapi kita harus tetap berbaik sangka kepada Allah dan yakinlah bahwa sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Allah sendiri yang menegaskan dua kali dalam Surat Alam Nasyrah.

8. “Hai orang-orang yang beriman jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (QS. Muhammad : 7)
Agar Allah Tabaraka wa Ta’ala menolong kita, maka kita tolong agama Allah. Baik dengan berinfak di jalan-Nya, membantu penyebaran dakwah Islam dengan penyebaran buletin atau buku-buku Islam, membantu penyelenggaraan pengajian, dll. Dengan itu semoga Allah menolong kita.

9. “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS. Al Hajj : 40)

10. “Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (QS. Al Baqarah : 214)


Itulah janji Allah. Dan Allah tidak akan menyalahi janjinya. Kalaupun Allah tidak / belum mengabulkan doa kita, tentu ada hikmah dan kasih sayang Allah yang lebih besar buat kita. Kita harus berbaik sangka kepada Allah. Inilah keyakinan yang harus ada pada setiap muslim.

Jadi, kenapa ragu dengan janji Allah?

Berbagai sumber
Aisya Avicenna

Thursday, September 22, 2011

Wanita dan Lelaki Pilihan Allah Swt

Thursday, September 22, 2011 0 Comments


Wanita Pilihan Allah Swt
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda “Wanita itu dinikahi karena 4 perkara. Karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Pilihlah wanita karena agamanya, engkau akan bahagia.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan dalam sabdanya yang lain;
“Dunia adalah kesenangan sementara dan sebaik-baiknya kesenangan dunia adalah wanita (istri) yang shalihah.” (HR. Muslim, An-Nasa’i)
Banyak sekali ayat Allah dan hadits Rasulullah yang mengajarkan kaum wanita, agar mereka dapat menjadi wanita pilihan Allah dan sebaik-baiknya perhiasan dunia.
Tentunya, dengan waktu yang singkat tidaklah mungkin kita hadirkan kajian ayat dan hadits yang sangat banyak sekali jumlahnya, tetapi dengan sangat mudah kaum wanita dapat bercermin melalui ciri-ciri akhlak mereka.
Beberapa ciri yang umum dari akhlak wanita pilihan Allah adalah :
Sebelum menikah, wanita shalihah akan selalu menjaga dirinya, ia tidak akan membuka satu hubungan khusus, kecuali jika ia mengetahui bahwa lelaki tersebut hendak meminang dirinya. Aqidah islam, kepahaman dan akhlak calon suami, merupakan modal dasar dari kriterianya. Wanita shalihah tidak akan memperlihatkan auratnya pada kaum pria yang dilarang oleh syariat, dirinya tidak akan pula membiarkan bagian tubuhnya disentuh, walau hanya berjabat tangan oleh lelaki yang bukan mahramnya dan yang tidak memiliki kepentingan.
Dalam proses perkenalan atau ta’aruf ia tidak akan membiarkan dirinya berdua-duaan dengan kaum pria. Menjawab salam, tidak berbicara kecuali hal yang mengarah pada kebaikan. Tidak menjatuhkan kehormatan dan martabatnya dengan memberikan peluang kepada kaum pria untuk mempermainkan dirinya. Tidak meminta harta maupun barang apapun selain kesungguhan calon suami untuk mempercepat proses akad nikah.
Pada saat menikah dan setelahnya, ciri wanita shalihah tercermin dari akhlak mereka:
Menerima mahar sesuai dengan kesanggupan calon suaminya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Wanita yang paling banyak berkahnya adalah mereka yang paling mudah maharnya”. (HR. Ahmad dan Baihaqi).
Senantiasa taat dan melayani suami mereka selama perintah mereka tidak bertentangan dengan perintah agama. Mendahulukan kepentingan suami dari pada kepentingan dirinya. Dapat menjadi pendengar yang baik, lemah lembut dalam berbicara, menghibur, mendorong hati suami ketika dalam kesulitan dan kesedihan, memberikan ketenangan dalam rumah tangga, dan senantiasa memperhatikan penampilan, kebersihan, kecantikan dan menjaga kesehatan dirinya, dan istiqomah dalam beribadah.
Ketika suami tidak di rumah, dirinya tidak akan pernah memperbolehkan lelaki yang tidak dikenal atau lelaki yang tidak disukai oleh sang suami masuk ke dalam rumahnya. Menjaga harta suami adalah bagian dari tugas istri yang shalihah, mengatur harta rumah tangga dengan tidak berlebihan dan tidak juga kikir adalah hal yang dianjurkan dalam agama. Menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, menyediakan makanan yang sesuai dengan selera suami, memperhatikan seluruh kebutuhan suami, adalah bentuk pengabdian yang selalu bernilai pahala.
Sebesar apapun, ia senantiasa bersyukur atas apa yang diberikan oleh suaminya, tidak banyak mengeluh, sabar dalam menerima keterbatasan suami, tidak meminta sesuatu yang lebih dari kemampuan suaminya, menghormati orang tua suami, memperlakukan mereka dengan sikap terbaik, pemaaf dan pengertian, adalah sifat yang senantiasa ditunjukkannya.
Jika ia bekerja, maka ia akan menjaga dirinya dalam pergaulan, menjauhkan diri dari perbuatan yang sia-sia, yang dapat mengantarkan dirinya dalam kemaksiatan. Memberikan sedekah kepada keluarga dari hasil pekerjaannya. Wanita shalihah adalah panutan dari anak-anaknya, mereka akan memberikan teladan yang terbaik bagi anak-anaknya, sabar dalam mendidik anak, tidak mengeluarkan perkataan yang tidak patut di contoh oleh anak-anak.
Setidaknya, inilah ciri-ciri akhlak wanita shalihah. Tentunya, keshalihan itu tidak datang sendirinya, ia memerlukan proses.
***
Lelaki Pilihan Allah SWT Banyak sekali ayat Allah dan hadits Rasulullah yang mengajarkan kepada kaum wanita, agar mereka mendapatkan laki-laki yang Allah pilihkan untuk menjadi suami mereka. Tentunya, lelaki pilihan Allah, adalah mereka yang taat dalam memperlakukan wanita sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Karena aturan yang Allah berikan kepada lelaki dalam memperlakukan wanita itulah, salah satu bentuk, bagaimana Allah memuliakan kaum wanita.
Tentunya, dengan waktu yang singkat tidaklah mungkin kita hadirkan kajian ayat dan hadits yang sangat banyak sekali jumlahnya, tetapi dengan sangat mudah kaum wanita bisa melihat dari ciri-ciri akhlak mereka. Beberapa ciri yang umum dari akhlak lelaki pilihan Allah ketika ia hendak menikahi seorang wanita adalah :
Ketika memulai satu hubungan, ia akan menyatakan niatnya dan memperlihatkan kesungguhannya bahwa hubungan yang dilakukannya itu semata-mata hanya untuk menikah, bukan untuk hubungan yang lain seperti berpacaran atau sekedar bermain-main saja. Dalam proses perkenalan, berdua-duaan adalah hal yang selalu dihindari, menjaga pandangan mata, tidak menyentuh calon istrinya, walaupun hanya berjabat tangan. Dan pada saat berbicara, dirinya tidak melakukan pembicaraan yang tidak bermafaat, atau perkataan yang sia-sia, tidak mengobral janji, atau berangan-angan kosong. Sikapnya tawadhu, sopan, dan menyenangkan. Tidak pula berlebihan dalam berbicara. Mengucapkan salam dan berkata yang baik, adalah kepribadiannya, memiliki sifat optimis, rajin dalam bekerja dan berusaha tampak dari cara ia menceritakan hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Pergaulannya dengan orang-orang yang shalih, bisa kita lihat pada teman-teman disekelilingnya, dan pemahamannya terhadap agama, atau pada perilaku ibadahnya. Mengisi waktu senggangnya dengan hal yang bermanfaat dan berolah raga.
Menghormati orang tua calon istri, dengan niat mempercepat akad nikah dan tidak menundanya dengan jangka waktu yang lama, dan yang terlebih penting lagi, tidak mengambil pinangan orang lain.
Pada saat menikah dan setelahnya, ciri mereka sebagai suami pilihan Allah setidaknya memiliki akhlak :
Dengan tegas ia akan mengatakan, "Kami terlanjur menikah dengan dakwah, karenanya kami mencari istri yang mau dan siap untuk menjadi yang kedua, karena yang kami yakini pertemuan dan ikatan ini adalah karena Allah dan untuk Allah."
Membayarkan mahar istri dengan sempurna, jika maharnya tidak tunai, maka akan segera ditunaikan. Memberikan nafkah kepada istri, lahir dan batin dengan cara pertengahan, tidak kikir dan tidak pula berlebihan, sikapnya konsisten seperti apa yang katakan pada saat sebelum menikah dengan memperlakukan istri dengan lemah lembut, bercanda dan bersenda gurau dengan tidak berlebihan, berkata yang baik, memanggil istrinya dengan sebutan yang menyenangkan istrinya, dan senantiasa menjaga rahasia istri dan kehidupan rumah tangga mereka.
Dan pada sisi lain, ia tegas jika perbuatan istri mengarah kepada hal yang dapat menjerumuskan kepada kemaksiatan, kelalaian dalam beribadah, atau sikap dan perilaku yang menyimpang dari aturan Allah.
Jika menghukumnya, ia tidak akan pernah memukulnya atau menyakitinya, tetapi jika perlu melakukan hal itu dengan alasan yang dibenarkan dalam syariat, ia hanya akan melakukannya tanpa menyakiti atau menimbulkan bekas pada bagian tubuh manapun dari sang istri.
Pemaaf dan pengertian adalah sifat yang senantiasa ditunjukkannya, berterima kasih kepada istrinya adalah bentuk penghargaan yang tidak pernah dilewatkannya. Demikian pula dengan penampilannya yang senantiasa menjaga kebersihan, rapi dan wangi.
Senantiasa bermusyawarah, berdiskusi, meminta pendapat istri dalam urusan rumah tangga dan mendidik anak-anak. Membantu istri dalam urusan rumah tangga yang tidak bisa ditangani, apakah itu dengan menyediakan berbagai fasilitas yang disanggupi seperti pembantu rumah tangga, peralatan masak, dan hal lainnya. Jika berkemampuan, pasti dirinya akan menempatkan istrinya di tempat yang baik, dengan lingkungan yang baik pula dan menjaganya dari segala hal yang dapat menimbulkan fitnah bagi istrinya.
Dalam waktu luangnya, ia pasti menemani istrinya apabila bepergian, memerintahkan istrinya untuk menutup auratnya, tidak membawa istrinya ke tempat yang dapat menimbulkan maksiat. Memuliakan orang tua dan keluarga istri sama seperti keluarganya sendiri.
Dan yang paling senantiasa ia lakukan adalah memberikan teladan bagi istri dan anak-anaknya, menjadi imam dalam beribadah, memberikan bimbingan dan senantiasa mengingatkan akan tujuan pernikahan, serta terus berusaha meningkatkan ketaatan dan ibadah mereka kepada Allah.

Setidaknya, inilah ciri-ciri akhlak lelaki dan suami pilihan Allah, walaupun ia tidak harus selalu kaya, tampan dan gagah, tetapi jika dirinya dihiasi akhlak yang sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-nya, Insya Allah kehidupan rumah tangga yang diberkahi, sakinah, mawaddah, dan warrahmah akan dicapai.

Dari berbagai sumber

Wallahu’alam.

Sebuah renungan sore ini di Salman ITB
Kala hujan mulai turun membasahi bumi...

Bandung, 22 September 2011
Aisya Avicenna

Tuesday, September 06, 2011

Nikah : Lebay vs Abai

Tuesday, September 06, 2011 0 Comments

Nikah, benar-benar kata yang sensitif. Terutama bagi para lajang, tidak hanya yang sudah cukup ‘matang’ untuk menembus jenjang ini, tetapi juga bagi para bujang dan dara yang baru saja menginjak usia remaja. Suatu hal yang sangat bisa dimaklumi. Bagi yang memahami bahwa pacaran itu bukan sesuatu yang diajarkan dalam Islam, nikah adalah—dan memang semestinya—jalan satu-satunya yang dihalalkan untuk mengekspresikan fitrah yang dihembuskan ke jiwa manusia. Cinta. Kemesraan. Kepada lawan jenis, tentunya.

Maka, segala sesuatu yang menjurus pada kata nikah, mulai dari seminar, kajian, buku, kaset nasyid, hingga puisi-puisi, selalu laris-manis. Sebagai salah seorang ‘pelaku bisnis’ buku, saya tentu sangat memahami hal ini. Banyak para penulis menyodorkan manuskrip naskah pernikahan ke Indiva, dengan satu endorsement, pasti laku. Bagian marketing pun dengan separuh berseloroh memberikan penguatan, “Pokoknnya, apa-apa yang temanya nikah, insya Allah laku.” Tetapi, saya punya sikap sendiri. Nikah, bagi saya adalah sesuatu yang ‘biasa saja’. Kalaupun ada beberapa buku Indiva yang bertajuk demikian, sebagai sebuah khasanah buku-buku Islam, itu adalah kebutuhan ummat. Jadi, tak perlulah berlebihan memandangnya, apalagi sekadar menjadi pelumas mesin marketing untuk mengejar cash-in.

Lho, kok sinis? Ah, biarin!

Dua Aliran Besar

Kembali ke topik permasalahan, yuk! Sebagaimana berbagai hal besar lainnya, pemahaman tentang nikah juga terbagi dalam dua aliran besar. Satu aliran yang sangat lebay (tafrit) dan satu aliran sangat abai (ifrat). Bagi yang lebay, nikah seperti menjadi visi hidup, akhir dari perjuangan, atau pelabuhan dari sebuah pelayaran yang panjang. Maka, jadilah ia seorang ‘petualang cinta’ yang berkelindan dari satu episode ke episode lain. Organisasi, aktivitas lapangan, facebook, friendster, YM, SMS, bahkan halaqoh, ditujukan untuk satu kegiatan ‘suci’: mencari pasangan. Jala ditebar, pesona disebar, jerat dijajar. Tak peduli bahwa sebenarnya ia sebenarnya belum siap untuk menuju jenjang yang lebih serius. Ma’isyah yang compang-camping, pekerjaan yang belum jelas dan sebagainya. Tetapi jika disoal masalah ini, dengan cekatan mereka menghindar.

Penganut aliran ini tampaknya cukup banyak. Buktinya, daurah-daurah, seminar-seminar, buku-buku, chatroom-chatroom, nasyid-nasyid, jejaring komunitas, milis, group dll yang berbicara tentang cinta dan pernikahan, selalu diramaikan dengan pengunjung.

Di satu sisi, yang merasa abai, seperti mencoba melakukan antitesa, kegiatan yang berkebalikan. Ia seperti mengatakan “tidak!” untuk pernikahan. Ketika diajak ke seminar pernikahan, “malas!” begitu jawabnya. Ketika mendengar nasyid pernikahan, “kampungan!” rutuknya. Ketika disodori buku-buku pernikahan, “norak!” sungutnya. Dan entah untuk menyembunyikan gejolak atau memang sudah menjadi hasrat, biasanya ia memiliki semacam pelampiasan. Kerja yang sangat ekstra, lembur siang-malam. Belajar yang overdosis, aktivitas yang kelewatan, dan sebagainya.

Maka, meskipun sebenarnya ia sudah saatnya dan sudah mampu menikah, selalu saja ada alasan untuk menghindar. “Gajiku belum cukup!” atau, “Pengin beli rumah dulu”, “Pengin merasakan asyiknya jadi lajang” dll. Wah!

Moderat Yuuk!

Sebagai sebuah ibadah, nikah semestinya disandarkan pada dua sayap yang saling berimbang, sayap khauf (ketakutan) dan sayap raja’ (pengharapan), juga tiang mahabbah (cinta). Ketiga elemen inilah yang diharapkan ada secara imbang pada seorang hamba Allah dalam mengimplementasikan pengabdiannya kepada Allah azza wa jalla.

Menikah, adalah sebuah ajaran yang teramat mulia. Allah berfirman, “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki serta hamba-hamba sahayamu yang wanita. Jika mereka miskin, Allah akan membuat mereka kaya dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas pemberianNya lagi Maha Mengetahui.” (QS. 13 : 38).

Kemudian Rasul juga bersabda, “Wahai pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah, maka segeralah menikah. Karena sesungguhnya menikah itu lebih menjaga kemaluan dan memelihara pandangan mata. Barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa menjadi benteng (dari gejolak birahi).” (HR. Bukhari).

Akan tetapi, sebagai sebuah sendi pokok di dalam membangun masyarakat Islam, nikah membutuhkan persyaratan-persyaratan. Syarat yang paling utama tentu saja kedewasaan. Jangankan menikah yang memiliki seabrek konsekuensi, shalat dan puasa saja bagi yang belum haid dan ikhtilam, juga tidak wajib. Namun, kedewasaan itu tak hanya sekadar soal biologis. Islam menggambarkan jenis kedewasaan yang lain, misalnya secara sosial, adalah dengan menafkahi.

Allah berfirman,

“Kaum laki-laki itu adalah qowwam bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). (QS. An-Nisa: 34).

Qowwam artinya pembimbing. Lelaki menjadi qowwam bagi perempuan (baca: istri) karena keunggulan fisik, dan karena nafkah yang diberikan. Dan sebagai konsekuensi, istri harus taat kepada qowwamnya. Nafkah tak hanya sesuatu yang bersifat fisik, nafkah batin seperti perasaan kasih sayang, juga tak kalah penting.

Kemudian, ada syarat lain yang tersirat, terdapat dalam firman Allah, “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya…” (QS An-Nisa: 6).

“Pintar memelihara harta” yang menjadi salah satu komponen “cukup umur untuk kawin” bermakna dalam. Ini bisa berarti bahwa dia sudah pintar memenej keuangan. Mengapa yang diangkat adalah soal keuangan? Karena dalam faktor ini, kedetailan alias akuntabilitasnya sangat diutamakan. Artinya, jika seseorang telah mampu mendeteksi setiap sen yang masuk atau keluar, berarti dia bisa memenej hal-hal lain yang lebih sederhana.

Ini menyiratkan sesuatu yang bersifat psikologis, karakter, akhlak.

So, jika kita simak ayat per ayat, hadits per hadits, yang sangat banyak dan tak cukup dibahas di sini, sesungguhnya nikah membutuhkan syarat penting: DEWASA secara BIOLOGIS, SOSIOLOGIS dan PSIKOLOGIS.

Jika kita memang sudah mendapatkannya, mengapa tak segera nikah? Jika belum, bersabarlah! Toh Allah Maha adil. Jika Anda tak mampu menahan gejolak, toh Allah memberi alternatif lain, berpuasa. Berpuasa akan menetralisiri hormonal Anda, sehingga gejolak itu akan reda.


Rahasia Jodoh

Makhluk yang pertama kali Dicipta Allah adalah al-qalam. Dengan al-qalam, Allah menuliskan takdir manusia dalam Lauhil Mahfuzh, induk segala kitab. Salah satu yang tertulis di sana, adalah jodoh. Jadi, jodoh adalah sebuah ketetapan dari Allah Azza wa Jalla. Ia akan datang, meskipun saat ini barangkali kita belum siap, atau tak juga datang meskipun kita merasa sangat siap. Seorang guru saya pernah mengatakan, pernikahan itu ibarat kematian, kita tak bisa memprediksi, hanya bisa mempersiapkan.



Jadi, sikap terbaik menghadapi hal yang satu ini adalah TAWAKAL. Tetapi, jangan abaikan ikhtiar. Ikhtiar sangat perlu, hanya saja, Allah memiliki sifat Qudrat dan Iradat yang perlu kita hadapi dengan kepasrahan.



Ada beberapa pandangan saya mengenai pernikahan, semoga bisa menjadi bahan diskusi.

1. Pernikahan adalah bentuk ibadah, jadi jangan pernah ada kata ITSAR dalam pernikahan. Jika ada seorang meminang, dan secara dien dia baik, kemudian kita merasa mantap, mengapa kita menolaknya?

2. Sebuah ibadah, bisa diterima atau tidak, tergantung NIAT dan cara pelaksanaannya. Maka, nikah bukanlah akhir dari perjalanan hidup seseorang. Ia bahkan awal dari sebuah perjalanan yang melelahkan. Niat bisa berubah di tengah-tengah proses, bahkan menjelang akhir proses, kematian. Maka, mari kita selalu meng-up-grade niat, dan memperbaiki cara kita berinteraksi dengan pasangan kita, meski usia pernikahan sudah tak terbilang muda. Lima tahun, sepuluh tahun, tiga puluh tahun?

3. Nikah adalah separuh dien. Jika baik, ia adalah separuh jalan menuju surga. Tetapi jika buruk, maka… ia adalah separuh jalan menuju neraka. Na’udzubillahi min dzaalik.

4. Nikah bukanlah sebuah pesta pora. Bukanlah prestasi. Bukanlah sebuah kemenangan. Bukanlah sesuatu yang harus dipamerkan. Jadi, jagalah sikap kita. Seringkali para pasangan muda terlalu over memamerkan kemesraannya di hadapan orang-orang yang masih lajang.

5. Ketika kita menikah, amanah kita bertambah. Ketika punya anak, semakin bertambah lagi. Maka, hisab kita di akhirat kelak, akan semakin panjang. “Bagaimana kau bersikap terhadap pasanganmu, anak-anakmu, mertuamu, adik-kakak iparmu, dst…” Jadi, wahai para lajang, yang telah ingin menikah namun karena takdir Allah, pasangan belum datang, sesungguhnya beban antum wa antunna kelak di akhirat, jauuuuuh lebih ringan daripada para ibu, para bapak, yang kerepotan dengan anak-anak mereka. Bukankah Surga itu jauh lebih indah daripada apapun? Bukankah surga, dan ridha-Nya, adalah tujuan utama setiap manusia? Sedangkan menikah, berkeluarga, hanyalah sarana. Ketika Allah menakdirkan kita untuk tetap lajang, sesungguhnya jika kita ridho, maka kita Allah telah memberikan beban yang lebih ringan untuk menuju surga.

6. Akan tetapi, menikah tetaplah harus diusahakan. Ikhtiar harus dioptimalkan. Maka para ikhwan, mari berusaha lebih kuat dalam mencari ma’isyah. Ayo bekerja lebih keras lagi dalam meng-up grade diri. Jangan bermalas-malasan. Lihatlah deretan para akhwat yang tengah menanti… kasihan sekali mereka karena antum seringkali terlalu banyak pertimbangan. Ayo bina para lelaki yang lain, agar mereka bisa seshaleh antum, karena bagaimanapun juga, populasi lelaki shaleh saat ini begitu sedikit dibanding perempuan shalihah. Dan para perempuan shalihah, ayo perkuat diri kita. Bersiaplah menjadi Ummu Sulaim-Ummu Sulaim baru, yang mampu menghijrahkan Abu Thalhah dan menjadikan keislaman Abu Thalhah sebagai mahar pernikahan mereka. Dan wahai para murabbi dan murabbiyyah… marilah kita berpikir lebih keras… lebih keras dan lebih keras lagi… agar kita mampu mengikhtiarkan perjodohan saudara-saudari kita, dengan proses yang indah dan bersih.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Al Faqir ilallah

AFIFAH AFRA

Thursday, May 26, 2011

MERTUA DAN MENANTU (Review "Islam itu Indah")

Thursday, May 26, 2011 1 Comments

Istri yang baik adalah istri yang taat pada suaminya. Suami yang baik adalah suami yang taat pada orang tuanya. Seorang istri harus membantu suaminya untuk selalu taat pada orang tuanya.
Menantu agar tidak digalaki mertua harus bisa menjadi sahabat yang baik, menjalin hubungan yang baik, jadi pendengar yang baik, dan beretika pada mertua, karena suatu saat kita juga akan menjadi tua seperti mereka.
Sebagai menantu, jangan pernah menyakiti mertua karena mertua adalah orang tua kita juga. Demikian juga sebaliknya. Sebagai mertua, jangan pernah menyakiti menantu karena menantu sama halnya dengan anak sendiri.
Kalau ada mertua yang dzalim kepada menantu perempuannya, sikap seorang suami adalah : Suami harus berada di tengah-tengah. Jangan terlalu berpihak kepada istri juga jangan terlalu berpihak pada ibu. Cari akar permasalahannya dan temukan solusi terbaik. Pada dasarnya tidak ada mertua yang berniat dzalim pada menantu hanya saja terkadang mertua merasa "memiliki saingan" atas kehadiran menantunya. Hal itu terjadi jika tidak didukung sikap menantu yang kooperatif pada mertua.
Seperti halnya jodoh, mertua kita pun sudah ditentukan Allah. Menantu kita juga demikian. Mertua adalah orang tua pasangan hidup kita, sedangkan menantu adalah pasangan dari anak kita. Oleh karena itu, mertua dan menantu harus bisa berperan sebagai partner yang juga saling melengkapi.
Mari meraih pahala...
Mari meraih keikhlasan..
Mari meraih keridhaan Allah...
Lewat ibadah dalam rumah kita...
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim : 6)
Dari uraian singkat yang sempat aku catat saat ustadz Maulana memaparkan materi tentang "Mertua dan Menantu" dalam "Islam itu Indah" kemarin, aku teringat sebuah kisah yang pernah kubaca. Kisah ispiratif tentang mertua dan menantu karya Andrie Wongso. Berikut kisahnya.
Dikisahkan, seorang wanita baru menikah dengan pria yang dicintai dan tinggal serumah dengan ibu mertuanya. Tidak lama setelah mereka berumah tangga, sangat terasa banyak ketidakcocokan di antara menantu dan sang mertua. Hampir setiap hari terdengar kritikan dan omelan dariibu mertua. Percekcokan pun seringkali terjadi. Apalagi sang suami tidak mampu berbuat banyak atas sikap ibunya.Saat sang menantu merasa tidak tahan lagi dengan temperamen buruk dan dominasi ibu mertuanya, dia pun akhirnya memutuskan untuk melakukan sesuatu demi melampiaskan sakit hati dan kebenciannya.

Pergilah si menantu menemui teman baik ayahnya, seorang penjual obat ramuan tradisional. Wanita itu menceritakan kisah sedih dan sakit hatinya dan memohon agar dapat diberikan bubuk beracun untuk membunuh ibu mertuanya.Setelah berpikir sejenak, dengan senyumnya yang bijak, si paman menyatakan kesanggupannya untuk membantu, tetapi dengan syarat yang harus dipatuhi si menantu. Sambil memberi sekantong bubuk ramuan yang dibuatnya, sang paman berpesan, "Nak, untuk menyingkirkan mertuamu, jangan memberi racun yang bereaksi cepat, agar orang-orang tidak akan curiga. Karena itu, saya memberimu ramuan yang secara perlahan akan meracuni ibu mertuamu. Setiap hari campurkan sedikit ramuan ini ke dalam masakan kesukaan ibu mertuamu dari hasil masakanmu sendiri. Kamu harus bersikapbaik, menghormati,dantidak berdebat dengannya. Perlakukan dia layaknya sebagai ibumu sendiri, agar saat ibu mertuamu meninggal nanti, orang lain tidak akan menaruh curiga kepada kamu."Dengan perasaan lega dan senang, diturutinya semua petunjuk sang paman penjual obat. Dilayaninya sang ibu mertua dengan sangat baik dan penuh perhatian! Setiap hari, ia menyuguhkan aneka makanan kesukaan si ibu mertua.Tidak terasa, empat bulan telah berlalu dan terjadilah perubahan yang sangat besar. Dari hari ke hari, melihat sang menantu yang bersikap penuh perhatian kepadanya, ibu mertua pun merasa tersentuh. Ia berbalik mulai menyayangi si menantu bahkan memperlakukannya seperti anaknya sendiri. Dia juga memberitahu teman-teman dan kenalannya bahwa menantunya adalah seorang penuh kasih dan menyayanginya.Menyadari perubahan positif ini, sang menantu cepat-cepat datang lagi menemui sang paman penjual obat, "Tolong berikan kepada saya obat pencegah racun pembunuh ibu mertua saya. Setelah saya patuhi nasihat paman, ibu mertua saya berubah sangat baik dan menyayangi saya seperti anaknya sendiri. Tolong paman, saya tidak ingin dia meninggal karena racun yang telah saya berikan".Sang paman tersenyum puas dan berkata "Anakku, kamu tidak perlu khawatir. Bubuk yang saya berikan dulu bukanlah racun, tetapi ramuan untuk meningkatkan kesehatan. Racun yang sebenarnya ada di dalam pikiran dan sikapmu terhadap ibu mertua. Sekarang semua racun itu telah punah oleh kasih dan perhatian yang kamu berikan padanya."
********
Subhanallah, kisah yang keren ya! Buat mertuaku kelak di manapun berada... Semoga Allah senantiasa memberi penjagaan terbaik... hmm... Semoga kita bisa menjadi partner yang kompak. Aamiin... Insya Allah aku akan berusaha menjadi menantu yang baik... ^^v
Jakarta, 26 Mei 2011
Aisya Avicenna

Tuesday, April 05, 2011

Istikharah Cinta

Tuesday, April 05, 2011 0 Comments

Semuanya berawal dari kedua mata
ketika aku hanya berani mencuri pandang
wajahmu di sana
dengan pakaian rapat tak kau biarkan auratmu terbuka
karena memang tak selayaknya bisa dipandang oleh sembarang mata
maka seiring perjalanan masa

kumulai beranikan diri tuk bertanya
tuk selanjutnya berbagi cerita
telah kukatakan kepadamu semenjak awal mula
bahwa aku adalah lelaki ibuku sepanjang masa
sebagai wujud bakti sebagaimana rasul telah bersabda “ibumu, ibumu, ibumu!” begitulah dalam sebuah hadits yang pernah kubaca
“lalu ayahmu!” sebagai kelanjutan ucapan dari lidah yang mulia
sebuah jawaban darimu membuatku begitu lega

kau berkata bahwa lebih baik memiliki suami yang berbakti daripada yang durhaka
kau berkata bahwa lebih baik memiliki suami yang dermawan daripada yang bakhil harta

dan kaupun berharap bahwa pendampingmu kelak bisa membuatmu bahagia
kau pernah berkata ingin segera menikah sebagai suatu rencana
bila kelak Allah mempertemukanmu dengan jodoh pilihan-Nya

agar mampu menjaga kemurnian dan kesucian niatmu dalam mewujudkan berbagai cita
serta menjadikanmu lebih kuat kala cobaan dan ujian datang menerpa

karena akan ada seseorang yang insyaAllah akan mendampingi senantiasa
namun harus kau tahu adalah bahwa aku lelaki biasa

segala kelebihan dan kelemahan pastilah kupunya
senanglah hati ketika mengetahui dirimu rutin dalam sebuah tarbiyah
tidak seperti aku yang hanya pernah masuk madrasah
mulai ibtidaiyah, tsanawiyah namun tidak kulanjut ke aliyah
namun sekarang aku sudah lulus kuliah

saat ini pun aku sudah memiliki ma’isyah
teman-temanku berkata, baha sudah waktunya bagiku mencari aisyah
mungkin dengan simpanan yang ad cukuplah untuk sebuah walimah
tentu saja yang sederhana dan bukan yang meriah
dan aku pun belum sanggup untuk menyediakanmu sebuah rumah
karena itu kuberpikir untuk mengontrak dulu sajalah

suatu ketika kau bertanya tentang poligami
kujawab bahwa itu adalah ketentuan Ilahi

tentu saja aku menyetujui
lantas kau bertanya apakah aku akan melakukannya suatu saas nant
kujawab apa mungkin bila adil sebagai syarat utama tak mampu kumiliki
engkau tersenyum di mulut atau mungkin sampai ke hati

sambil mengakui bahwa dirimu belum bisa menerima bila hal itu terjadi
dan dirimu juga tak bisa menyamai saudah binti zam’ah istri sang nabi
yang tulus ikhlas kepada aisyah dalam berbagi

suatu ketika giliran aku bertanya tentang kemampuanmu bertilawah
kau menjawab bisa walau tak mau dibandingkan dengan para qoriah
karena kau merasa masih banyak berbuat salah
dalam mengucap hukum tajwid dan huruf-huruf hijaiyah

insyaAllah kita akan bersama-sama belajar bila kelak akan menikah
utnuk mewujudkan keinginanmu agar bisa menerangi setiap ruang rumah
dengan alunan suara Al-quran yang merupakan ayat-ayat qauliyah
dari situ mungkin kita bisa membaca ayat-ayat kauniyah


untuk memastikan keyakinanku untuk menikah
kau pun mengundangku ke tempat temanmu seorang murabbiyah
dan tak lupa kau undang aku tuk datang ke rumah
sebagai awal perkenalan dengan bunda dan ayah
dan sebuah titik temu tercapailah

istikharah mencari jawaban tuk menggapai alhub fillah wa lillah
dalam doa kubersimpuh pasrah
memohon datangnya jawaban kepada Sang Pemberi hidayah
bila jawaban itu masih menggantung di langit
maka turunkanlah
bila jawaban itu masih terpendam di perut bumi
maka keluarkanlah
bila jawaban itu sulit kuraih
maka mudahkanlah
bila jawaban itu masih jauh
maka dekatkanlah

Hidup terlalu luas untuk dijalani bersendiri, Hanya Dia Maha ESa ..
Yang kau Mahu.. Inilah DUNIAKU DALAM UNTAIAN KATA.

melayang sudah rasa rindu di awan putih..

Tegak kembali sebelum Rebah Bersemadi..

namun dalam hati ini Aku seakan tidak mengerti,
mungkin ada sunyi yang belum terbebaskan,

atau ada rindu yang belum terlepaskan atau kerana ia semakin malam yang kelam.
Aku tenggelam..Jangan Biarkan aku sendiri Ya Allah

Untukmu calon Imamku,
yang tiada siapa mengenali termasuklah diri ini,
dirimu masih rahasia Penciptamu..
rahasia yang telah ditentukan untukku,
yang perlu ku singkap dengan segunung taubat
dan sepenuh kesungguhan sujudku,
cuma jambatan istikharah jua yang bisa merungkai rahasiaku ini,.

"Ya Allah, aku memohon petunjuk kebaikan kepada-Mu dengan ilmu-Mu.
Aku memohon kekuatan dengan kekuatan-Mu. Ya Allah,
seandainya Engkau tahu bahwa pilihan ini baik untukku dalam agamaku,
kehidupanku dan jalan hidupku,
jadikanlah untukku dan mudahkanlah bagiku dan berkatilah aku di dalam pilihan ini.
Namunjika Engkau tahu bahwa pilihan ini buruk untukku,
agamaku dan jalan hidupku, jauhkan aku darinya dan jauhkan pilihan itu dariku.
Tetapkanlah bagiku kebaikan dimana pun kebaikan itu berada dan redhailah aku dengan kebaikan itu". 


Sumber : http://ceritaduniahati.blogspot.com 

***
Bersaksi cinta di atas cinta
Dalam alunan tasbih ku ini
Menerka hati yang tersembunyi
Berteman dimalam sunyi penuh do'a

Sebut nama Mu terukir merdu
Tertulis dalam sajadah cinta
Tetapkan pilihan sebagai teman
Kekal abadi hingga akhir zaman

Istikharah cinta memanggilku
Memohon petunjukmu
satu nama teman setia
Naluriku berkata

Di penantian luahan rasa
Teguh satu pilihan
Pemenuh separuh nafasku
Dalam mahabbah rindu
di istikharah cinta..

~Istikharah Cinta_Sigma~


Renungan Senja Aisya Avicenna

Wednesday, March 30, 2011

Insan Istimewa

Wednesday, March 30, 2011 0 Comments
Kebetulan di kantor lagi dengerin "Permata Yang Dicari"-nya DeHearty

Hadirnya tanpa kusedari
Menggamit kasih cinta bersemi
Hadir cinta insan padaku ini
Anugerah kurniaan Ilahi
Lembut tutur bicaranya
Menarik hatiku untuk mendekatinya
Kesopanannya memikat di hati
Mendamaikan jiwaku yang resah ini
Ya Allah


Jika dia benar untukku
Dekatkanlah hatinya dengan hatiku
Jika dia bukan milikku
Damaikanlah hatiku
Dengan ketentuan-Mu
Dialah permata yang dicari
Selama ini baru kutemui
Tapi ku pasti rencana Ilahi
Apakah dia kan kumiliki
Tidak sekali dinodai nafsu
Akan kubatasi dengan syari’at-Mu
Jika dirinya bukan untukku
Redha hatiku dengan ketentuan-Mu
Ya Allah
Engkaulah tempat kubergantung harapanku
Kuharap diriku senantiasa di bawah rahmad-Mu.


Mencintai dan dicintai adalah fitroh manusia, hal itu ada sejak sebelum kita dilahirkan di dunia. Insya Allah, para ukhtifillah, moga kita termasuk hamba-hamba Allah SWT yang nantinya kalo sudah tiba masanya kita dipertemukan dengan hamba Allah SWT yang terbaik untuk menjadi pendamping hidup, bersama-sama membangun keluarga sakinah mawadah dan warohmah. Senantiasa diberikan kemudahan dalam mendapat keturunan keturunan yang sholeh-sholehah yang dapat menyejukkan hati kedua orang tua. Allahumma amin.



Ukhtifillah semoga kita juga tetap diberikan keistiqomahan untuk menjaga diri dari perbuatan yang mendatangkan murka-Nya. Insya Allah dengan kesabaran menjaga iffah kita dan dengan kegigihan kita untuk mempetahankan izzah kita Insya Allah akan diberi balasan yang setimpal dari Nya, yaitu pendamping yang bisa membawa kebahagiaan di dunia maupun di akhirat, Allahumma amin.

Karena semua itu sudah ada waktunya sendiri-sendiri, so sambil menunggu waktu yang sudah ditentukan kapan datangnya, marilah kita semua mempersiapkan diri untuk mencari bekal, mencari ilmu untuk persediaan perjuangan kita, agar nantinya kita tidak kehabisan bekal.

Pernikahan itu bagaikan kapal, kapal yang akan berlayar di samudera yang sangat luas. Ketika kapal akan diterjang gelombang, angin yang besar dan bencana, kita sudah mempersiapkan bekal dan tehnik, bagaimana kita menghadapinya agar tetap berlayar dengan baik, selamat sampai ditujuan. Pernikahan juga seperti itu, jangan sam
pai kita tidak mempersiapkan dengan baik. Menikah mudah dan sulit, mudah jika kita mempersiapkan sedari dulu, sulit jika kita tidak tahu ilmu di dalam pernikahan tersebut, alias tidak punya bekal sama sekali. Dan semoga kita termasuk orang yang dimudahkan oleh Allah Swt, Allahumma amin……

[Serakan Inspirasi]

by : Keisya Avicenna (my supertwin)

Friday, March 25, 2011

Waiting

Friday, March 25, 2011 0 Comments

Waiting is an exam..
Please always keep me in my hope..
Because beleive not only said
It's determination to face ordeal

Please make me more patient waiting for my soulmate
I will receive with sincerely and all my soul
In my hope to pick up Your blessing
When Your permission come to answer my hope

God, please make me strong in my waiting
Please give me Your bright light
God, my pray and my effort
Only dependent on You


Thursday, March 17, 2011

Tergesa-gesa atau Menyegerakan

Thursday, March 17, 2011 0 Comments

Selama Proses itu Berlangsung....


Proses pernikahan ada yang berlangsung cepat, ada pula yang membutuhkan waktu lama. Mengenai waktu yang dibutuhkan selama proses, saya teringat kepada doa keluar rumah yang artinya,

"Dengan menyebut nama Allah atas jiwaku, hartaku, dan agamaku. Ya Allah, jadikanlah aku ridha dengan apa yang Engkau tetapkan dan jadikanlah barakah apa yang telah Engkau takdirkan. Sehingga, tidak kepingin aku untuk menyegerakan apa yang Engkau tunda, dan menunda apa yang Engkau segerakan."

Ada satu catatan. Pernikahan termasuk salah satu dari tiga perkara yang dianjurkan untuk disegerakan. Jika tidak ada hal yang merintangi, mempercepatnya adalah lebih baik. Mempercepat proses pernikahan termasuk salah satu kebaikan dan lebih dekat dengan kemaslahatan, barakah, dan ridha Allah. Insya-Allah, pertolongan Allah sangat dekat. Apa-apa yang menghalangi langkah untuk menyegerakan, akan dimudahkan dan dilapangkan. Sesungguhnya Allah tidak zalim terhadap apa-apa yang diserukan-Nya. Allah tidak zalim terhadap hamba-Nya, betapa pun Allah Mutlak Kekuasaan-Nya. Kitalah yang sering zalim kepada Allah.



Laa ilaaha illa Anta, subhanaka innii kuntu minazh-zhalimin. Rabbana zhalamna anfusana waillam taghfirlana lanaa kuunanna minal khosirin.

Ya Allah, ampunilah hamba atas kezaliman hamba sendiri.

Mempercepat proses pernikahan adalah lebih baik, tetapi hendaknya tidak terjatuh pada sikap tergesa-gesa. Selama proses berlangsung, kita membutuhkan informasi dan pembicaraan berkaitan dengan rencana pernikahan. Adakalanya, kita mendapatkan informasi mengenai beberapa hal dari keluarga calon, perantara, atau orang lain. Adakalanya, kita mendapatkan keterangan tentang beberapa hal dari calon pendamping secara langsung.



Masa menjelang nikah adalah masa yang sensitive. Apa yang berlangsung selama masa ini, bagaimana memaknainya, mempengaruhi bagaimana kedua manusia itu kelak akan menghayati pernikahannya. Proses antara pinangan dengan pelaksanaan akad, hingga detik-detik akadnya, bisa menjernihkan niat-niat yang masih keruh sehingga pada saat keduanya melakukan shalat berjama'ah segera setelah akad, mereka banyak beristighfar, memohon pertolongan Allah untuk melimpahkan kebarakahan dan menjauhkan dari keburukan, serta merasakan syukur yang dalam karena telah terhindar dari ancaman maksiat. Tetapi, proses menuju pernikahan bisa juga mengeruhkan niat-niat, sekalipun sekilas tampak mendapat pembenaran agama. Padahal manusia mendapatkan hasil dari perbuatannya sesuai dengan apa yang diniatkan. Rasulullah menasehatkan:


"Mintalah fatwa dari hatimu. Kebaikan itu adalah apa-apa yang tenteram jiwa padanya dan tenteram pula dalam hati. Dan dosa itu adalah apa-apa yang syak dalam jiwa dan ragu-ragu dalam hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya."


Tanda-tanda Perumpamaan

“Menyegerakan atau tergesa-gesa?”



Kalau suatu saat Anda naik motor dan menjumpai tikungan tajam, apa yang Anda lakukan? Apakah Anda akan segera membelokkan kemudi tanpa mengurangi kecepatan karena ingin cepat sampai? Atau, Anda mengurangi kecepatan sedikit, menelikung dengan miring, dan sesudah berbelok baru menambah kecepatan sedikit demi sedikit?



Jika Anda memilih yang pertama, sangat mungkin Anda terpental sendiri. Anda terjatuh, sehingga harus berhenti sejenak atau agak lama. Baru kemudian dapat meneruskan perjalanan. Keinginan Anda untuk cepat sampai di tempat tujuan dengan tidak mengurangi kecepatan, apalagi justru dengan menambah kecepatan, tidak membuat Anda lebih cepat sampai dengan tenang, tenteram, dan aman. Bisa-bisa, kalau kecepatan Anda tetap antara sebelum berbelok dengan saat-saat berbelok, Anda justru terpental. Antara gaya sentrifugal dan gaya sentripetal, tidak seimbang.



Jika Anda memilih yang kedua, insya-Allah Anda akan dapat sampai lebih cepat. Awalnya memang mengurangi kecepatan, tapi sesudah betul-betul memasuki tikungan dengan baik, Anda bisa menambah kecepatan. Jika Anda mengurangi kecepatan lebih banyak lagi, Anda bahkan dapat membelok tanpa harus memiringkan badan banyak-banyak.



Jalan yang lempang adalah tamsil dari masa melajang, masa ketika masih sendiri. Belokan adalah proses peralihan menuju status baru, menikah dan berumah tangga. Sedang jalan berikutnya yang dilalui setelah berbelok, adalah kehidupan keluarga setelah menikah. Pilihan pertama adalah sikap tergesa-gesa untuk menikah, sedangkan pilihan yang kedua adalah menyegerakan.



Dari Anas r.a., Rasulullah Saw. bersabda,

"Siapa yang menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah hanya akan menambah kehinaan kepadanya; siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan; siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan menambah kerendahan padanya. Namun, siapa yang menikah karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih-sayang, Allah akan senantiasa membarakahi dan menambah kebarakahan itu kepadanya."

(HR Ath-Thabrani)



Artikel hasil copas dari:


e- book KADO PERNIKAHAN


[Mohammad Fauzil Adhim]

Wednesday, March 09, 2011

Model untuk Modal Rumah Tangga

Wednesday, March 09, 2011 0 Comments

MODEL RUMAH TANGGA APA YANG KAU INGINKAN?
Sebuah tulisan yang diambil dari buku "Life Excellence" Reza M Syarief...

Para insan sejati, ketika anda masih single, anda belum berkeinginan untuk menjadi suami atau istri, maka hal terpenting yang pertama kali harus Anda pikirkan dan lakukan, bukanlah mempertanyakan siapakah orang yang pantas menjadi calon pendamping hidup saya? atau mempertanyakan siapa yang paling cocok menjadi calon suami/istri saya? TETAPI, yang paling utama yang harus anda pikirkan pertama kali adalah MODEL dan GAYA Rumah Tangga macam apa yang akan anda bentuk di dalam kehidupan anda?

Sedikit berbagi mengenai apa yang telah saya baca.
Dalam Kehidupan di masyarakat setidaknya ada 6 Model Rumah Tangga :

PERTAMA, Model RT gaya HOTEL... mengapa disebut Hotel? karena dalam model ini, rumah hanya sebagai tempat transit, bukan tempat tinggal tetap. Kalau anda melihat ada sebuah rumah tangga dimana sang suami pulang hanya untuk menumpang tidur, makan, (maaf) buang air, maka sebenarnya model rumah tangga itu sudah bisa disebut sebagai model rumah tangga gaya hotel. yang sering disebut 3 UR : dapur, kasur, sumur.

KEDUA, Model RT gaya HOSPITAL... dalam model ini, rumah tangga didasarkan pada politik balas jasa. Dokter merasa menolong pasien, sehingga pasien berhutang jasa padanya, begitu pula sebaliknya, pasien merasa jika dia tidak periksa di dokter tersebut, maka si dokter tidak dapat duit. Suami istri masing-masing merasa lebih, sehingga tidak akan bertemu dan tidak akan sinergi. suami merasa berjasa pada istrinya, begitu pula sang suami.

KETIGA, model RT gaya PASAR... seperti di pasar pada umumnya, ada penjual dan ada pembeli. Sang penjual menggunakan prinsip "menjual dengan harga setinggi-tingginya", sedangkan pembeli menggunakan prinsip "membeli dengan harga serendah-rendahnya". Jika sang penjual dan pembeli saling mengatakan "Pokoknya", dan dua-duanya memakai "Titik", maka tidak akan terjadi penawaran. Rumah tangga seperti ini tdk ada kompromi.

KEEMPAT, model RT gaya KUBURAN... anda mungkin sudah tahu bagaimana suasana kuburan. Sunyi, senyap, tenang dan tidak ada suara. Nah, yang dimaksud dengan model rumah tangga ini adalah rumah tangga yang tidak ada komunikasi, suami istri, anak2, semuanya pendiam, oleh karena itu, wajar ketika anak2nya juga tidak bisa bicara, ketika bapak dan ibunya tidak mengajarkan kosa kata.

Nah, sampai disini, termasuk model rumah tangga apakah yang anda bina? atau jika anda sebagai anak, termasuk manakah rumah tangga bapak/ibu anda?

sekarang, kita sampai ke model yang KELIMA dan KEENAM, model rumah tangga yang kita harapkan..

KELIMA, model RT gaya SEKOLAH... ditandai dengan 3 A, Asah, Asih dan Asuh... disini dibutuhkan komitmen untuk saling berkomitmen mengasah, mengasihi, dan mengasuh semua anggota keluarga. pernikahan anda ibarat sekolah yang akan meningkatkan kemampuan anda.

KEENAM, model RT gaya MASJID...
cirri-cirinya ada 4 :
1. Ketulusan, Sincerity, dibangun dalam ketulusan. bagaikan kita berwudhu dalam sholat, tanpa wudhu, sholat tidak sah, oleh karena itu kita berwudhu untuk membersihkan hati dan menuluskan jiwa.
2. Ada imam dan ada makmum. Ada pemimpin dan ada yang dipimpin. Imam bergerak, makmumpun mengikuti imam, ada kebersamaan.
3. Loyalitas. Istri dan anak-anak taat pada suami selama dalam kebaikan.
4. Kedamaian. Sholat diakhiri dengan salam. Keselamatan, ketenangan dan kedamaian senantiasa mewarnai suasana rumah tangga gaya masjid.

Itulah sedikit yang bisa saya paparkan ulang, Semoga keluarga kita termasuk keluarga dengan model campuran kelima dan keenam... Wallahua'lam bish showab...


Mimpi besarku : membangun keluarga SMART! Mudahkanlah ya Rabb..

Repost by : Aisya Avicenna

Monday, February 21, 2011

Doa

Monday, February 21, 2011 0 Comments

Ya Rabb,jika masih ada sedikit kebaikan dariku dan Kau menganggapku telah pantas,datangkanlah seseorang yang akan menjadi partnerku mengarungi hidup ini.Datangkanlah dengan cara yang bersih,sederhana...Jika ia jauh, maka dekatkanlah.Jika ia telah dekat,maka sampaikanlah waktunya.
Rabbi…Engkau Mahatahu apa yang tepat dan terbaik untukku,untuk dunia dan akhiratku..

Tuesday, February 08, 2011

Kultwitt #Nikah dari Ust Salim A Fillah

Tuesday, February 08, 2011 3 Comments
Akh... feat. Ukh Etika (hmm... ^^)


1. Dalam isyarat Nabi tentang #Nikah, ialah sunnah teranjur nan memuliakan. Sebuah jalan suci untuk karunia sekaligus ujian cinta-syahwati.

2. Maka #Nikah sebagai ibadah, memerlukan kesiapan & persiapan. Ia tuk yang mampu, bukan sekedar mau. “Ba’ah” adalah parameter kesiapannya.

3. Maka berbahagialah mereka yang ketika hasrat #Nikah hadir bergolak, sibuk mempersiapkan kemampuan, bukan sekedar memperturutkan kemauan.

4. Persiapan #Nikah hendaknya segera membersamai datangnya baligh, sebab makna asal “Ba’ah” dalam hadits itu adalah “Kemampuan seksual.”

5. Imam Asy Syaukani dalam Subulus Salam, Syarh Bulughul Maram menambahkan makna “Ba’ah” yakni: kemampuan memberi mahar & nafkah. #Nikah


6. Mengompromikan “Ba’ah” di makna utama (seksual) & makna tambahan (mahar, nafkah), idealnya anak lelaki segera mandiri saat baligh. #Nikah


7. Jika kesiapan #Nikah diukur dengan “Ba’ah”, maka persiapannya adalah proses perbaikan diri nan tak pernah usai. Ia terus seumur hidup.


8. Izinkan saya membagi Persiapan #Nikah dalam 5 ranah: Ruhiyah, ‘Ilmiyah, Jasadiyah (Fisik), Maaliyah (Finansial), Ijtima’iyah (Sosial)


9. Persiapan #Nikah perlu start awal. Salim nikah usia 20 th, tapi karena persiapannya dimulai umur 15 th, maka tak bisa disebut tergesa.

10. Sebaliknya, ada orang yang #Nikah-nya umur 30 th, tapi persiapan penuh kesadaran baru dimulai umur 29,5 th. Itu namanya tergesa-gesa.

11. Kita mulai dari yang pertama; Persiapan Ruhiyah. Ialah nan paling mendasar. Segala persiapan #Nikah lainnya berpijak pada yang satu ini.

12. Persiapan Ruhiyah (Spiritual) ada pada soal menata diri menerima ujian & tanggungjawab hidup nan lebih berlipat, berkelindan. #Nikah

13. (QS Ali Imran 14): Sebelum nikah ujian kita linear: pasangan hidup. Begitu #Nikah berjejalin: pasangan, anak, harta, gengsi, investasi.

14. Sebelum #Nikah, grafik hidup kita analog dengan amplitudo kecil. Setelah menikah, ia digital variatif; kalau bukan NIKMAT, ya MUSIBAH.

15. Maka termakna jua dalam Persiapan Ruhiyah terkait #Nikah adalah kemampuan mengelola SABAR dan SYUKUR menghadapi tantangan-tantangan itu


16. SABAR & SYUKUR itu semisal tentang pasangan; ia keinsyafan bahwa tak ada yang sempurna. Setiap orang memiliki lebih & kurangnya. #Nikah


17. Khadijah itu lembut, penyabar, penuh pengertian, & dukung penuh perjuangan. Tapi tak semua lelaki mampu beristeri jauh lebih tua. #Nikah

18. ‘Aisyah: cantik, cerdas, lincah, imut. Tapi tak semua lelaki siap dengan kobar cemburunya nan sampai banting piring di depan tamu #Nikah

19. Persiapan Ruhiyah #Nikah adalah mengubah ekspektasi menjadi obsesi. Dari harapan akan apa nan diperoleh, menuju nan apa akan dibaktikan.

20. Jika #Nikah masih terbayang sbb: lapar ada yang masakin, capek ada yang mijitin, baju kotor dicuciin. Itu ekspektasi. Bersiaplah kecewa.

21. Ekspektasi macam itu lebih tepat dipuaskan oleh tukang masak, tukang pijit, & tukang cuci;) Ber-obsesilah dalam #Nikah. “Apa obsesimu?”

22. Obsesi sebagai Persiapan Ruhiyah #Nikah semisal: Bagaimana kau akan berjuang sebagai suami/isteri ayah/ibu untuk mensurgakan keluargamu?

23. Usai itu, di antara persiapan Ruhiyah #Nikah adalah menata ketundukan pada segala ketentuanNya dalam rumahtangga & masalah-masalahnya.

24. Lalu persiapan ‘Ilmiyah-Tsaqafiyah (Pengetahuan) #Nikah, meliput banyak hal semisal Fiqh, Komunikasi Pasangan, Parenting, Manajemen, dll

25. Bukan Ustadz-pun, tiap muslim harus sampai pada batas minimal lmu syar’i nan dibutuhkan dalam berhidup, berinteraksi, berkeluarga #Nikah

26. Lalu tentang komunikasi pasangan; seringnya masalah rumahtangga bukan krn ada maksud jahat, melainkan maksud baik nan kurang ilmu #Nikah

27. Sungguh harus diilmui bahwa lelaki & perempuan diciptakan berbeda dengan segala kekhasannya, untuk saling memahami & bersinergi. #Nikah

28. Contoh beda hadapi masalah & tekanan; Wanita: berbagi, didengarkan, dimengerti. Lelaki: menyendiri, kontemplasi, rumuskan solusi #Nikah

29. Bayangkan jika perbedaan itu dibawa dalam sikap dengan asumsi: “Aku mencintaimu seperti aku ingin dicintai” Konflik pasti meraja. #Nikah

30. ->Suami pulang dgn masalah berat disambut isteri yg memaksa ingin tahu & dengar problemnya, padahal ia ingin sendiri & bersolusi. #Nikah

31. . Lihatlah Khadijah saat Muhammad pulang dr Hira’ dengan panik & resah. Dia tak bertanya, dia sediakan ruang sendiri & kontemplasi. #Nikah

32. Sebaliknya-> Isteri yg sdg ingin didengar lalu curhat ke suami, suami malah tawarkan solusi. Padahal dia hanya ingin dimengerti. #Nikah

33. Isteri: Mas aku capek, rumah berantakan bla-bla-bla. Suami: OK, kita cari pembantu. I: O, jadi aku dianggap pembantu?!. S: Lho?! #Nikah

34. BEDA lagi: Suami single tasking, bisa marah kalau isterinya nan multitasking memintanya kerjakan beberapa hal berrangkai-rangkai. #Nikah

35. BEDA lagi: Isteri sering berkalimat tak langsung nan tak difahami suami. Ie: Mas, Salma belum dijemput, aku masih harus masak! #Nikah

36. -> Jawab suami: Oh, kalau gitu biar nanti Salma pulang sendiri” Dijamin para isteri gondok, sebab maksudnya: Tolong jemput Salma! #Nikah

37. BEDA. Bagi suami masalah hrs disederhanakan (Spiral ke dalam). Bagi isteri, tiap detail & keterkaitan sgt penting (Spiral keluar) #Nikah

38. Dan banyak lagi BEDA yang jk tak diilmui potensial jd masalah serius. Lengkapnya di Bahagianya Merayakan Cinta #BMC http://bit.ly/gW5rG4

39. Next: Parenting. Waktu kita sempit; belum puas belajar jd suami/isteri, tiba-tiba sdh jd ayah/ibu. Maka segeralah belajar jd Ortu #Nikah

40. Anak adl karunia yg hiasi hidup, amanah (lahir dalam fitrah, kembalikan ke Allah dalam fitrah), pahala, sekaligus fitnah (ujian). #Nikah

41. Maka mengilmui hingga detail-detail kecil soal parenting adalah niscaya. ie Hadits: renggutan kasar pd bayi membekas di jiwa. #Nikah

42. Uji kecil buat calon ibu & ayah: “Apa yang anda lakukan saat anak lari-larian di depan rumah lalu GABRUSS, jatuh berdebam?” #Nikah

43. LAZIM: “Sudah dibilang, jangan lari-lari! Tuh, jatuh kan!” -> Anak belajar utk menganggap dirinya selalu bersalah dalam hidupnya. #Nikah

44. LAZIM: “iih, batunya nakal ya Nak! Sini Ibu balaskan!” -> Anak belajar salahkan keadaan sekitar utk excuse dr kurangnya ikhtiyar. #Nikah

45. LAZIM: “Hm, nggak apa-apa, nggak sakit, cuma kayak gitu!” -> Ketakpekaan. Hati-hati dibalas saat kita sdh tua & sakit-sakitan;P #Nikah

46. Alangkah bahaya tiap huruf dari lisan bg masa depan anak kita. Latihlah dia agar lempang (tanpa dusta & tipu) dlm taqwa (QS 4: 9) #Nikah

47. Kita masuk persiapan Jasadiyah (Fisik) untuk #Nikah. Ini jua perkara penting sebab terkait dengan keamanan, kenyamanan, & ketenagaan.

48. Awal-awal, periksa & konsultasilah ke dokter atas termungkinnya sgl penyakit tubuh, lebih-lebih nan terkait kesehatan reproduksi #Nikah

49. Per #Nikah-an itu utuh di segala sisi diri, maka menjalani terapi & rawatan tertentu untuk membaikkan fisik adalah jua hal yang utama.

50. Fisik kita & pasangan bertanggungjawab lahirkan generasi penerus yang lebih baik. Maka perbaiki daya & staminanya sejak sekarang. #Nikah


51. Perbaiki pola asup, tata gizi seimbang. Allah akan mintai tg jawab jajan sembarangan jika ia jadi sebab jeleknya kualitas penerus #Nikah

52. Bangun kebiasaan olahraga ilmiah; tak asal gerak tapi membugarkan, menyehatkan, melatih ketahanan. Tugas fisik berlipat 3 setelah #Nikah

53. Jadi, target persiapan fisik #Nikah itu 3 tingkatan; PRIMER: sehat & aman penyakit, SEKUNDER: bugar & tangkas, TERSIER: beauty & charm;)

54. Selanjutnya, persiapan Maliyah (finansial), ini yang paling sering menghantui & membuat ragu sepertinya. Padahal ianya sederhana. #Nikah

55. Yang tepat bicara persiapan Maliyah ini sebenarnya Ust. @ahmadgozali, izinkan Salim lancang singgung sedikit dgn ilmu nan dangkal #Nikah

56. Konsep awal; tugas suami adalah menafkahi, BUKAN mencari nafkah. Nah, bekerja itu keutamaan & penegasan kepemimpinan suami. #Nikah

57. Ingat & catat: Persiapan finansial #Nikah sama sekali TIDAK bicara tentang berapa banyak uang, rumah, & kendaraan yang harus anda punya.

58. Persiapan finansial #Nikah bicara tentang kapabilitas hasilkan nafkah, wujudnya upaya untuk itu, & kemampuan kelola sejumlah apapun ia.

59. Maka memulai per #nikah-an, BUKAN soal apa anda sudah punya tabungan, rumah, & kendaraan. Ia soal kompetensi & kehendak baik menafkahi.

60. ‘Ali ibn Abi Thalib memulai #Nikah bukan dari nol, melainkan minus: rumah, perabot, dll dari sumbangan kawan dihitung hutang oleh Nabi.

61. Tetapi ‘Ali menunjukkan diri sebagai calon suami kompeten; dia mandiri, siap bekerja jadi kuli air dengan upah segenggam kurma. #Nikah

62. Maka sesudah kompetensi & kehendak menafkahi yang wujud dalam aksi bekerja -apapun ia-, iman menuntun: #Nikah itu buat kaya (QS 24: 32)

63. Agak malu, Salim juga minus saat nikah; hutang yang terrencanakan terbayar dalam 2 tahun menurut proyeksi hasil kerja saat itu. #Nikah

64. Tetapi Allah Maha Kaya, dan #Nikah menjadi pintu pengetuknya. Hadirnya isteri menjadi penyemangat; hutang itu selesai dalam 2 bulan.

65. Buatlah proyeksi nafkah #Nikah secara ilmiah & executable, JANGAN masukkan pertolongan Allah dlm hitungan, tapi siaplah dgn kejutanNya;)

66. Kemapanan itu tidak abadi. Saya memilih #Nikah di usia 20 saat belum mapan agar tersiapkan isteri untuk hadapi lapang maupun sempitnya;)

67. Bahkan ketidakmapanan yang disikapi positif menurut penelitian Linda J. Waite (Psikolog UCLA), signifikan memperkuat ikatan cinta #Nikah

68. Ketidakmapanan nan dinamis menurut penelitian Karolinska Institute Swedia, menguatkan jantung, meningkatkan angka harapan hidup. #Nikah

69. Karolinska Institute: kemapanan lemahkan daya tahan jantung thd serangan. Di Swedia, biasanya yang kena infark langsung wafat PNS #Nikah

70. Persiapan #Nikah yang sering terabai ialah nan kelima ini: Ijtima’iyah (Sosial). Pernikahan adalah peristiwa yg kompleks secara sosial.

71. Sebuah per #Nikah-an yang utuh punya visi & misi kemasyarakatan untuk menjadi pilar kebajikan di tengah kemajemukan suatu lingkungan.

72. Untuk itu, mereka yang akan me #Nikah hendaknya mengasah keterampilan sosialnya jauh-jauh hari, sekaligus sebagai bagian pendewasaan.

73. Membiasakan mengkomunikasikan prinsip-prinsip nan diyakini terkait per #Nikah-an & kehidupan kepada Ortu bisa jadi bagian dari latihan.

74. Prinsip Quran tentang hubungan dengan Ortu ialah ‘persahabatan’, Wa Shaahibhuma (QS Luqman 15). Gunakan itu untuk dewasakan diri. #Nikah

75. Maka kadang Salim menilai kedewasaan kawan yang ingin me #Nikah dengan keberhasilannya untuk komunikasikan prinsip pada Ortu scr ma’ruf


76. Persiapan kemasyarakatan: kumpulkan modal sosial sebanyak-banyaknya; bahasa, ilmu sosio-antropologis, kelincahan organisasi, dll. #Nikah

77. Per #Nikah-an kita harus hadir sbg pengokoh kebajikan masyarakat, bukan beban ataupun pelengkap-penderita. Utama lagi, jadi pelopor.

78. Mulailah dgn perkenalan berkesan pada lingkungan. Saat walimah nanti; tetangga rumah tinggal setelah #Nikah adl yg plg berhak diundang.

79. Jika harus pindah tempat tinggal, mulai jg dgn perkenalan. Pr tokoh: datangi silaturrahim. Masyarakat umum: undang tasyakuran. #Nikah

80. Stl itu, target besarnya adl menjadikan pintu rumah kita sbg yang plg pertama diketuk saat masyarakat sekitar memerlukan bantuan. #Nikah

81. Tentu berat menopangnya sendiri. Mk yang harus kita punya bkn hanya ASET, melainkan juga AKSES. Bangun jaringan slg menguatkan. #Nikah

82. Ilmuilah bgmn cr menguruskan jaminan kesehatan miskin, beasiswa tak mampu, biaya RS, mobil jenazah gratis, dll DEMI TETANGGA KITA #Nikah

83. Tampillah sbg yang penting & bermanfaat dlm hajat-hajat kebahagiaan maupun duka tetangga, juga rayaan-rayaan sosial-masyarakat. #Nikah

84. Tampillah sbg yang terbaik sejangkau suai kemampuan; Imam Masjid, muadzin, Guru TPA, Bendahara RT, Ketua RW, Pendoa jenazah, dst #Nikah

85. Tampillah sbg nan paling besar kontribusi dlm kebaikan-kebaikan sosial: Agustusan, Syawalan, Kerja Bakti, Arisan, Pengajian, dst #Nikah

86. Ringkas kata untuk persiapan sosial #Nikah ini adalah bermampu diri utk menjadi pribadi & keluarga yg AMAN, RAMAH, BERMANFAAT #Nikah


87. Tuntaslah KulTwit Persiapan #Nikah yg diambil dr bagian awal buku Bahagianya Merayakan Cinta #BMC http://bit.ly/gW5rG4 Semoga manfaat;)


Repost dari Ardhie Murchaya

Monday, January 31, 2011

Allah yang Tahu Kapan Kita Siap

Monday, January 31, 2011 1 Comments

Bismillahirrohmanirrohiim
Membicarakan pernikahan bagi kaum lajang memang terkadang menggelitik telinga, ada yang senyum senyum, malu malu, bahkan berlalu begitu saja (karena terlalu sering mendengar). Apalagi bagi muda mudi yang sudah masuk usia 'matang' menikah...
Sudah sunnatulloh, Allah menciptakan yang namanya perasaan, termasuk perasaan untuk ingin disayang, dimanja dan diperhatikan.
Yup, perasaan cinta. Akan jauh lebih indah jika kita bisa mengaplikasikan rasa cinta yang sudah Allah anugerahkan kepada kita dapat disalurkan kepada orang yang tepat, yang memang sudah seharusnya kita cintai, seperti cinta kepada orang tua, cinta kepada anak, dan cinta kepada orang yang sudah halal untuk kita.
Jika melihat dari poin ketiga yaitu mencintai orang yang sudah halal untuk kita tentu tidak akan menjadi masalah besar bagi mereka yang telah diberikan kesempatan untuk menggenapkan setengah diennya, akan tetapi akan menjadi masalah jika rasa itu timbul sebelum waktunya.
Namun pernikahan begitu indah kudengar
Membuatku ingin segera melaksanakan
Namun bila kulihat aral melintang pukang
Hatiku selalu maju mundur dibuatnya
(Suara Persaudaraan)
Rasululloh SAW bersabda “Wahai sekalian para pemuda barang siapa diantara kalian telah mampu menikah, hendaklah menikah karena menikah lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kehormatan. Barang siapa yg belum mampu menikah hendaklah puasa karena puasa merupakan perisai baginya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Rasulullah SAW menasehati kita, para lajang, untuk yang sudah mampu maka hendaklah menikah dan yang belum mampu ya berpuasa. Simple, tidak bertele-tele, tidak penuh birokrasi yang ngejelimet, tinggal kita kaumnya untuk bisa mengaplikasikan. Jika toh memang merasa belum mampu, sambil berpuasa untuk menahan nafsu, kita juga bisa menyiapkan perbekalan-perbekalan yang cukup dan memadai untuk mengarungi kapal rumah tangga nantinya.
Beberapa orang berkata bahwa mereka sudah merasa sangat siap untuk menikah. Sudah merasa matang untuk dapat mengikuti sunnah Rasulullah SAW yang sangat disukai ini, menikah. Tapi sebenarnya tingkat kematangan tiap orang berbeda-beda, ada yang merasa secara batin dia siap, secara lahir walaupun dia masih kuliah akan tetapi tingkat keyakinan dan tanggung jawab yang tinggi untuk menikah besar, bisa kita lihat hasilnya, banyak ikhwan akhwat atau muda mudi yang masih dalam status kuliah 'berani' melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, menikah! Barokalloh, barokalloh.
Tapi ada juga yang secara batin dan lahir dia merasa siap ternyata Alloh berkehendak lain, bahwa dia belum saatnya menyegerakan menggenapkan setengah dien ini. Karena rasa sayang Allah padanya, Allah mengisyaratkannya untuk mengumpulkan perbekalan perbekalan lebih baik lagi agar lebih siap nantinya jika saat yang tepat dan indah itu tiba. Maka, wajib bagi kita untuk selalu berprasangka baik kepada Allah, bahwa Alloh akan mentakdirkan kita bertemu dengan belahan jiwa kita pada saatnya kelak.
Bagi mereka yang pernah merasa gagal dalam berproses untuk menikah ini maka janganlah sedih mendalam dan berpatah hati. Memang wajar jika ada rasa sedih atau bahkan marah yang mampir di hati, sunnatullah, perasaan yang sudah Alloh berikan untuk kita, akan tetapi jangan sampai menyesali diri, bermuram durja berkepanjangan bahkan hingga mempertanyakan dimana kasih sayang dan keadilan dari Allah padanya (naudzubillahimindzalik) atau sampai melakukan bunuh diri (hiiiiiii, naudzubillahimindzalik).
Yakinlah, Alloh pasti akan memberikan yang terbaik untuk kita, termasuk dalam hal jodoh ini. Alloh berfirman dalam Al-Qur’an surat An Nuur ayat 26 “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)...”
Bersabarlah saudara saudariku yang belum menikah, bersabarlah dengan kesabaran yang baik dan indah.
Insya Allah jika Allah sudah berkehendak, saatnya akan tiba, maka dari itu bersiaplah menyiapkan perbekalan itu semua dan berdo’alah, karena hanya Alloh lah yang tahu kapan kita siap untuk menikah.
sumber : www.dakwatuna.com

Thursday, December 23, 2010

Maaf, Aku Menolakmu Karena Mencintainya!

Thursday, December 23, 2010 4 Comments
“Bila seorang laki-laki yang kamu ridhai agama dan akhlaqnya meminang,” kata Rasulullah mengandaikan sebuah kejadian sebagaimana dinukil Imam At Tirmidzi, “Maka, nikahkanlah dia.” Rasulullah memaksudkan perkataannya tentang lelaki shalih yang datang meminang putri seseorang.
“Apabila engkau tidak menikahkannya,” lanjut beliau tentang pinangan lelaki shalih itu, “Niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas.” Di sini Rasulullah mengabarkan sebuah ancaman atau konsekuensi jika pinangan lelaki shalih itu ditolak oleh pihak yang dipinang. Ancamannya disebutkan secara umum berupa fitnah di muka bumi dan meluasnya kerusakan.
Bisa jadi perkataan Rasulullah ini menjadi hal yang sangat berat bagi para orangtua dan putri-putri mereka, terlebih lagi jika ancaman jika tidak menurutinya adalah fitnah dan kerusakan yang meluas di muka bumi. Kita bisa mengira-ngira jenis kerusakan apa yang akan muncul jika seseorang yang berniat melamar seseorang karena mempertahankan kesucian dirinya dan dihalang-halangi serta dipersulit urusan pernikahannya. Inilah salah satu jenis kerusakan yang banyak terjadi di dunia modern ini, meskipun banyak di antara mereka tidak meminang siapapun.
Mari kita belajar tentang pinangan lelaki shalih dari kisah cinta sahabat Rasulullah dari Persia, Salman Al Farisi. Dalam Jalan Cinta, Salim A Fillah mengisahkan romansa cintanya. Salman Al Farisi, lelaki Persia yang baru bebas dari perbudakan fisik dan perbudakan konsepsi hidup itu ternyata mencintai salah seorang muslimah shalihah dari Madinah. Ditemuinya saudara seimannya dari Madinah, Abud Darda’, untuk melamarkan sang perempuan untuknya.
“Saya,” katanya dengan aksen Madinah memperkenalkan diri pada pihak perempuan, “Adalah Abud Darda’.”
“Dan ini,” ujarnya seraya memperkenalkan si pelamar, “Adalah saudara saya, Salman Al Farisi.” Yang diperkenalkan tetap membisu. Jantungnya berdebar.
“Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya,” tutur Abud Darda’ dengan fasih dan terang.
“Adalah kehormatan bagi kami,” jawab tuan rumah atas pinangan Salman, ”Menerima Anda berdua, sahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang sahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada putri kami.” Yang dipinang pun ternyata berada di sebalik tabir ruang itu. Sang putri shalihah menanti dengan debaran hati yang tak pasti.

”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili putrinya. ”Tapi, karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah, saya menjawab bahwa putri kami menolak pinangan Salman.”
Ah, romansa cinta Salman memang jadi indah di titik ini. Sebuah penolakan pinangan oleh orang yang dicintainya, tapi tidak mencintainya. Salman harus membenturkan dirinya dengan sebuah hukum cinta yang lain, keserasaan. Inilah yang tidak dimiliki antara Salman dan perempuan itu. Rasa itu hanya satu arah saja, bukan sepasang.
Salman ditolak. Padahal dia adalah lelaki shalih. Lelaki yang menurut Ali bin Abi Thalib adalah sosok perbendaharaan ilmu lama dan baru, serta lautan yang tak pernah kering. Ia memang dari Persia, tapi Rasulullah berkata tentangnya, “Salman Al Farisi dari keluarga kami, ahlul bait.” Lelaki yang bertekad kuat untuk membebaskan dirinya dari perbudakan dengan menebus diri seharga 300 tunas pohon kurma dan 40 uqiyah emas. Lelaki yang dengan kecerdasan pikirnya mengusulkan strategi perang parit dalam Perang Ahzab dan berhasil dimenangkan Islam dengan gemilang. Lelaki yang di kemudian hari dengan penuh amanah melaksanakan tugas dinasnya di Mada’in dengan mengendarai seekor keledai, sendirian. Lelaki yang pernah menolak pembangunan rumah dinas baginya, kecuali sekadar saja. Lelaki yang saking sederhana dalam jabatannya pernah dikira kuli panggul di wilayahnya sendiri. Lelaki yang di ujung sekaratnya merasa terlalu kaya, padahal di rumahnya tidak ada seberapa pun perkakas yang berharga. Lelaki shalih ini, Salman Al Farisi, ditolak pinangannya oleh perempuan yang dicintanya.
Salman ditolak. Alasannya ternyata sederhana saja. Dengarlah. “Namun, jika Abud Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka putri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan,” kata si ibu perempuan itu melanjutkan perkataannya. Anda mengerti? Si perempuan shalihah itu menolak lelaki shalih peminangnya karena ia mencintai lelaki yang lain. Ia mencintai si pengantar, Abud Darda’. Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak.
Ada juga kisah cinta yang lain. Abu Bakar Ash Shiddiq meminang Fathimah binti Muhammad kepada Rasulullah. Ia ingin mempererat kekerabatannya dengan Sang Rasul dengan pinangan itu. Saat itu usia Fathimah menjelang delapan belas tahun. Ia menjadi perempuan yang tumbuh sempurna dan menjadi idaman para lelaki yang ingin menikah. Keluhuran budi, kemuliaan akhlaq, kehormatan keturunan, dan keshalihahan jiwa menjadi penarik yang sangat kuat.
“Saya mohon kepadamu,” kata Abu Bakar kepada Rasulullah sebagaimana dikisahkan Anas dalam Fatimah Az Zahra, “Sudilah kiranya engkau menikahkan Fathimah denganku.” Dalam riwayat lain, Abu Bakar melamar melalui putrinya sekaligus Ummul Mukminin Aisyah.
Mendapat pinangan dari lelaki shalih itu, Rasulullah hanya terdiam dan berpaling. “Sesungguhnya, Fathimah masih kecil,” kata beliau dalam riwayat lain. “Hai Abu Bakar, tunggulah sampai ada keputusan,” kata Rasulullah. Yang terakhir ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Ath Thabaqat. Maksud Rasulullah dengan menunggu keputusan adalah keputusan dari Allah atas kondisi dan keadaan itu, apakah menerima pinangan itu atau tidak.

Ketika Umar bin Khathab mendengar cerita ini dari Abu Bakar langsung, ia mengatakan, “Hai Abu Bakar, beliau menolak pinanganmu.”
Kemudian Umar mengambil kesempatan itu. Ia mendatangi Rasulullah dan menyampaikan pinangannya untuk menikahi Fathimah binti Muhammad. Tujuannya tidak terlalu berbeda dengan Abu Bakar. Bahkan jawaban yang diberikan Rasulullah kepada Umar pun sama dengan jawaban yang diberikan kepada Abu Bakar. “Sesungguhnya, Fathimah masih kecil,” ujar beliau. “Tunggulah sampai ada keputusan,” kata Rasulullah.
Ketika Abu Bakar mendengar cerita ini dari Umar bin Khathab langsung, ia mengatakan, “Hai Umar, beliau menolak pinanganmu.”
Kita bisa membayangkan itu? Dua orang lelaki paling shalih di masa hidup Rasulullah pun ditolak pinangannya. Abu Bakar adalah sahabat paling utama di antara seluruh sahabat yang ada. Kepercayaannya kepada Islam dan kerasulan begitu murni, tanpa reverse ataupun setitis keraguan. Karena itulah ia mendapat julukan Ash Shiddiq. Ia adalah lelaki yang disebutkan Al Qur’an sebagai pengiring jalan hijrah Rasulullah di dalam gua. Ia adalah dai yang banyak memasukkan para pembesar Mekah dalam pelukan Islam. Ia adalah pembebas budak-budak muslim yang senantiasa tertindas. Ia adalah lelaki yang menginfakkan seluruh hartanya untuk jihad, dan hanya menyisakan Allah dan Rasul-Nya bagi seluruh keluarganya. Ia adalah orang yang ingin diangkat sebagai kekasih oleh Rasulullah. Ia adalah salah satu lelaki yang telah dijamin menginjakkan tumitnya di kesejukan taman jannah. Namun, lelaki shalih ini ditolak pinangannya secara halus oleh Rasulullah.
Sementara, siapa tidak mengenal lelaki shalih lain bernama Umar bin Khathab. Ia adalah pembeda antara kebenaran dan kebathilan. Ia dan Hamzah lah yang telah mengangkat kemuliaan kaum muslimin di masa-masa awal perkembangannya di Mekah. Ia lelaki yang seringkali firasatnya mendahului turunnya wahyu dan ayat-ayat ilahi kepada Rasulullah. Ia adalah lelaki yang dengan keberaniannya menantang kaum musyrikin saat ia akan berangkat hijrah, ia melambungkan nama Islam. Ia lelaki yang sangat mencintai keadilan dan menegakkannya tatkala ia menggantikan posisi Rasulullah dan Abu Bakar di kemudian hari. Ia pula yang di kemudian hari membuka kunci-kunci dunia dan membebaskan negeri-negeri untuk menerima cahaya Islam. Namun, lelaki shalih ini ditolak pinangannya secara halus oleh Rasulullah.
Mari kita simak kenapa pinangan dua lelaki shalih ini ditolak Rasulullah. Ketika itu, Ali bin Abi Thalib datang menemui Rasulullah. Shahabat-shahabatnya dari Anshar, keluarga, bahkan dalam sebuah riwayat termasuk pula dua lelaki shalih terdahulu mendorongnya untuk datang meminang Fathimah binti Muhammad kepada Rasulullah. Ia menemui Rasulullah dan memberi salam.
“Hai anak Abu Thalib,” sapa Rasulullah pada Ali dengan nama kunyahnya, ”Ada perlu apa?”
Simaklah jawaban lugu yang disampaikan Ali kepada Rasulullah sebagaimana dinukil Ibnu Sa’d dalam Ath Thabaqat. “Aku terkenang pada Fathimah binti Rasulullah,” katanya lirih hampir tak terdengar. Dengar dan rasakan kepolosan dan kepasrahan dari setiap diksi yang terucap dari Ali bin Abi Thalib itu. Kepolosan dan kepasrahan seorang pecinta akan cintanya yang demikian lama. Ia menggunakan pilihan kata yang sangat lembut di dalam jiwa, “Terkenang.” Kata ini mewakili keterlamaan rasa dan gelora yang terpendam, bertunas menembus langit-langit realita, transliterasi rasa.
“Ahlan wa sahlan!” kata Rasulullah menyambut perkataan Ali. Senyum mengiringi rangkaian kata itu meluncur dari bibir mulia Rasulullah. Kita tidak usah sebingung Ali memahami jawaban Rasulullah. Jawaban itu bermakna bahwa pinangan Ali diterima oleh Rasulullah seperti yang dipahami rekan-rekan Ali.
Mari kita biarkan Ali dengan kebahagiaan diterima pinangannya oleh Rasulullah. Mari kita melihat dari perspektif yang lebih fokus untuk memahami penolakan pinangan dua lelaki shalih sebelumnya dan penerimaan lelaki shalih yang ini. Kita boleh punya pendapat tersendiri tentang masalah ini.
Ketika Rasulullah menjelaskan alasan kepada Abu Bakar dan Umar berupa penolakan halus, kita tidak bisa menerimanya secara letter lijk. Sebab bisa jadi itu adalah bahasa kias yang digunakan Rasulullah. Misalnya ketika Rasulullah mengatakan bahwa Fathimah masih kecil, tentu saja ini tidak bisa diterjemahkan sebagai kecil secara harfiah, sebab saat itu usia Fathimah sudah hampir delapan belas tahun. Sebuah usia yang cukup matang untuk ukuran masa itu dan bangsa Arab. Sementara Rasulullah sendiri berumah tangga dengan Aisyah pada usia setengah usia Fathimah saat itu. Maka, kita harus memahami kalimat penolakan itu sebagai bahasa kias.
Saat Rasulullah meminta Abu Bakar dan Umar bin Khathab untuk menunggu keputusan, ini juga diterjemahkan sebagai penolakan sebagaimana dipahami dua lelaki shalih itu. Jadi, pernyataan Rasulullah itu bukan pernyataan untuk menggantung pinangan, sebab jika pinangan itu digantung, tentu saja Umar dan Ali tidak boleh meminang Fathimah. Pernyataan itu adalah sebuah penolakan halus.
Atau bisa jadi, saat itu Rasulullah punya harapan lain bahwa Ali bin Abi Thalib akan melamar Fathimah. Beliau tahu sebab sejak kecil Ali telah bersamanya dan banyak bergaul dengan Fathimah. Interaksi yang lama dua muda mudi sangat potensial menumbuhkan tunas cinta dan memekarkan kuncup jiwanya. Ini dibuktikan dari pernyataan Rasulullah untuk meminta dua lelaki shalih itu menunggu keputusan Allah tentang pinangannya. Jadi, dalam hal ini kemungkinan Rasulullah mengetahui bahwa putrinya dan Ali telah saling mencintai. Sehingga Rasulullah pun punya harapan pada keduanya untuk menikah. Rasulullah hanya sedang menunggu pinangan Ali. Di masa mendatang sejarah membuktikan ketika Ali dan Fathimah sudah menikah, ia berkata kepada Ali, suaminya, “Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda.” Saya yakin kita tahu siapa yang dimaksud oleh Fathimah. Ini perspektif saya.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan singkat Ali, “Aku terkenang pada Fathimah binti Rasulullah.” Satu kalimat itu sudah mewakili apa yang diinginkan Ali. Rasulullah sangat memahami ini. Beliau adalah seseorang yang sangat peka akan apa-apa yang diinginkan orang lain dari dirinya. Beliau memiliki empati terhadap orang lain dengan demikian kuat. Beliau memahami bentuk sempurna keinginan seseorang seperti Ali dengan beberapa kata saja.
Dan jawaban Rasulullah pun menunjukkan hal yang serupa, “Ahlan wa sahlan!” Ungkapan sambutan selamat datang atas sebuah penantian.
Jadi, dengan perspektif ini, kita akan memahami bahwa lelaki shalih yang datang untuk meminang bisa ditolak pinangannya, tanpa akan menimbulkan fitnah di muka bumi ataupun kerusakan yang meluas. Wanita shalihah yang dipinang Salman Al Farisi telah menunjukkan kepada kita, bahwa ia mencintai Abud Darda’ dan menolak pinangan lelaki shalih dari Persia itu. Rasulullah pun telah menunjukkan pada kita bahwa ia menolak pinangan dua lelaki tershalih di masanya karena Fathimah mencintai lelaki shalih yang lain, Ali Bin Abu Thalib. Di sini, kita belajar bahwa cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak, dan cinta adalah argumentasi yang shahih untuk mempermudah jalan bagi kedua pecinta berada dalam singgasana pernikahan.
Mari kita dengarkan sebuah kisah yang dikisahkan Ibnu Abbas dan diabadikan oleh Imam Ibnu Majah. Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah. “Wahai Rasulullah,” kata lelaki itu, “Seorang anak yatim perempuan yang dalam tanggunganku telah dipinang dua orang lelaki, ada yang kaya dan ada yang miskin.”
“Kami lebih memilih lelaki kaya,” lanjutnya berkisah, “Tapi dia lebih memilih lelaki yang miskin.” Ia meminta pertimbangan kepada Rasulullah atas sikap yang sebaiknya dilakukannya. “Kami,” jawab Rasulullah, “Tidak melihat sesuatu yang lebih baik dari pernikahan bagi dua orang yang saling mencintai, lam nara lil mutahabbaini mitslan nikahi.”
Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak. Di telinga dan jiwa lelaki ini, perkataan Rasulullah itu laksana setitis embun di kegersangan hati. Menumbuhkan tunas yang hampir mati diterpa badai kemarau dan panasnya bara api. Seakan-akan Rasulullah mengatakannya khusus hanya untuk dirinya. Seakan-akan Rasulullah mengingatkannya akan ikhtiar dan agar tiada sesal di kemudian hari.
“Cinta itu,” kata Prof. Dr. Abdul Halim Abu Syuqqah dalam Tahrirul Ma’rah fi ‘Ashrir Risalah, “Adalah perasaan yang baik dengan kebaikan tujuan jika tujuannya adalah menikah.” Artinya yang satu menjadikan yang lainnya sebagai teman hidup dalam bingkai pernikahan.
Dengan maksud yang serupa, Imam Al Hakim mencatat bahwa Rasulullah bersabda tentang dua manusia yang saling mencintai. “Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah) oleh orang-orang yang saling mencintai,” kata Rasulullah, “Seperti halnya pernikahan.” Ya, tidak ada yang lebih indah. Ini adalah perkataan Rasulullah. Dan lelaki ini meyakini bahwa perkataan beliau adalah kebenaran. Karena bagi dua orang yang saling mencintai, memang tidak ada yang lebih indah selain pernikahan. Karena cintalah yang menghapus fitnah di muka bumi dan memperbaiki kerusakan yang meluas, insya Allah.

Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak, dan cinta adalah argumentasi yang shahih untuk mempermudah jalan bagi kedua pecinta berada dalam singgasana pernikahan.
Sumber : www.dakwatuna.com
Aisya Avicenna