Jejak Karya

Jejak Karya

Wednesday, September 16, 2020

TANTANGAN MENULIS BUKU PENGAYAAN

Wednesday, September 16, 2020 18 Comments

 


Ada perjalanan menuju Allah, ada derajat (maqom) dan station dalam setiap perjalanan, maka teruslah berjalan menuju Allah, setiap manusia dinilai dari apa yang diusahakannya. 

Hidup adalah perjalanan dari Allah menuju kepada Allah.

(Ust. Harry Santosa)

***

 

Pada sebuah pagi di pertengahan Desember 2019. Waktu itu, aku sedang mudik ke Wonogiri, tanah kelahiranku. Saat sedang asyik membantu Ibuk di dapur, tiba-tiba, ada sebuah nama yang muncul di layar smartphone-ku. Tumben sosok itu telepon. Pasti ada yang penting, pikirku. Sosok itu adalah seorang penulis, editor, juga mentorku saat belajar menulis buku nonfiksi kala aku masih jadi anak kos di Solo. Setelah mengawali percakapan dengan basa-basi super kocak, sampai akhirnya beliau sampai pada inti obrolan.

 

“Nung, mau nggak jadi timku? Aku lagi dapat proyek nulis naskah buku nonteks pelajaran, nih. (Terus beliau menjelaskan secara singkat tentang buku itu). Tapi, nanti sistem pembayarannya beli putus. Bla… bla… bla…” (Beliau menyebutkan nominal royalti per judul buku, plus siapa yang bertanggung jawab dari proyek tersebut, penerbit apa saja yang mengajak kerja sama, dan banyak lagi.)

 

Akhirnya, akupun mengiyakan. Menulis bagiku bisa jadi sarana terapi. Semoga dengan semakin menyibukkan diriku dengan aktivitas produktif itu, kesedihan karena kehilangan sosok Babe 20 September silam bisa teralihkan. Ya, aku harus sibuk. Aku harus bisa move on. Bismillah…

 

Setelah percakapan di telepon itu, aku mendapatkan kiriman 10 judul buku di email lengkap dengan timeline-nya. Huwaaat? Banyak banget ternyata. Aku kira 1-2 judul buku saja. Tapi bismillah… aku niatkan sebagai sarana belajar dan mengasah keterampilanku menulis, khususnya menulis naskah nonfiksi.

 

Aku mendapatkan banyak ilmu dan pengetahuan baru mengenai buku nonteks pelajaran atau buku pengayaan. Beberapa teman penulis waktu itu pun banyak yang disibukkan mengikuti seleksi penulis buku pengayaan dari beberapa penerbit yang membuka lowongan bagi penulis dengan sistem pembayaran royalti.

 

Saudari kembarku juga ikut dan dia juga menceritakan pengalamannya kepadaku. Dia terlibat dalam penulisan naskah buku nonfiksi tentang Matematika untuk pembaca anak usia SD. Teman penulis lain terlibat dalam pengerjaan naskah buku fiksi untuk PAUD. Buku-buku yang mereka tulis itu nantinya akan melewati proses yang panjang dan berliku. Diawali dari proses pengerjaan naskah, editing, layout, ilustrasi, cetak, kemudian masuk dalam penilaian. Penggunaan buku nonteks untuk kepentingan pendidikan harus mendapatkan pengesahan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Karena itu, buku-buku tersebut harus melewati proses penilaian.

 

Dalam tulisan ini, aku akan sedikit mengulas tentang buku nonteks pelajaran atau buku pengayaan. Materi ini aku rangkum dari presentasi Pak Bambang Trim (salah satu anggota panitia penilai BNTP 2019) dan Kang Fahmy Casofa (Nulix).

 

Apa itu Buku Nonteks Pelajaran atau Buku Pengayaan?

Buku nonteks adalah istilah resmi yang digunakan oleh pemerintah untuk menyebut buku pendidikan di luar buku teks/pelajaran. Hal ini tertuang di dalam UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan. Buku nonteks bersifat umum sebagai pengayaan wawasan bagi para pembacanya yaitu anak usia dini, usia SD, usia SMP dan SMA, hingga para pendidik (guru). Istilah lain untuk menyebut buku nonteks adalah ‘buku pengayaan’ atau ‘buku bacaan’. Buku nonteks biasanya diperlukan untuk mengisi perpustakaan sekolah, termasuk perpustakaan daerah.

 

Dapatkah buku umum menjadi buku nonteks?

Semua buku umum dapat dijadikan buku pendidikan nonteks apabila memenuhi syarat dan ikut dinilaikan di lembaga pemerintah yang berwenang dan bertugas menilai buku nonteks. Di dalam UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, pemerintah mewajibkan buku yang digunakan di program PAUD dan satuan pendidikan harus mendapatkan SK penggunaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Lembaga yang berwenang menilai buku pendidikan saat ini adalah Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan.

 

Mengapa buku nonteks harus dinilaikan?

Buku nonteks digolongkan sebagai buku pendidikan sehingga standar isi dan standar mutunya harus terjamin sehingga layak digunakan di program PAUD serta satuan pendidikan dasar dan menengah (SD s.d. SMA). Buku nonteks dinilai oleh lembaga pemerintah yang tugas dan fungsinya berkenaan dengan penilaian buku yaitu Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Bidang Penilaian Buku.

 

Apa saja jenis buku nonteks?

Panitia Penilaian Buku Nonteks Pelajaran (PPBNP) membagi penggolongan buku teks sebagai buku pengayaan, buku panduan pendidik, dan buku referensi.




1.      Buku pengayaan pengetahuan adalah buku-buku yang memuat materi pengetahuan untuk penguasaan informasi, teknologi, dan wawasan keilmuan dalam berbagai bidang sehingga dapat memperkaya pengetahuan dan pemahaman peserta didik/pembaca pada suatu bidang tertentu.

2.      Buku pengayaan kepribadian adalah buku yang memuat materi karakter dan akhlak mulia sehingga dapat memperkaya dan meningkatkan kepribadian atau pengalaman batin peserta didik/pembaca, termasuk di dalamnya adalah buku biografi/autobiografi/memoar tokoh yang dapat diteladani.

3.      Buku pengayaan pembelajaran adalah buku yang memuat materi pembelajaran dalam bentuk aktivitas-aktivitas kreatif dan inovatif sehingga dapat menarik minat peserta didik/pembaca untuk mempelajari suatu bidang pengetahuan.

4.      Buku pengayaan keterampilan adalah buku-buku yang memuat materi kecakapan hidup, kemandirian, dan kewirausahaan sehingga dapat memperkaya dan meningkatkan kemampuan dasar para peserta didik/pembaca dalam rangka meningkatkan aktivitas yang praktis dan mandiri.

5.      Buku panduan pendidik adalah buku yang memuat materi pendidikan dan pembelajaran yang dapat mengembangkan dan menguatkan kompetensi tenaga pendidik (guru) dalam menjalankan tugasnya.

6.      Buku referensi adalah buku yang memuat materi secara sistematis dan lengkap sebagai sumber rujukan (referensi) yang dapat memperkuat informasi tertentu bagi peserta didik/pembaca. Jenis buku referensi secara khusus adalah kamus (ekabahasa, dwibahasa, dan multibahasa), ensiklopedia, dan peta/atlas.

7.      Buku Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah buku yang memuat materi pengetahuan, keterampilan, dan pengembangan kepribadian bagi anak-anak usia dini.

 

 Bagaimana dengan bentuk bukunya?

Bentuk bukunya dapat berupa gambar yang bercerita (wordless picture book), buku bergambar (picture book), komik, buku yang mengandung teks dan gambar sekaligus secara proporsional, atau buku yang dominan mengandung teks.


Contoh Buku Pengayaan Pengetahuan


Contoh Buku Pengayaan Kepribadian

Apa saja kriteria buku yang dinyatakan layak?

Kriteria utama buku yang layak adalah buku yang tidak melanggar legalitas dan norma. Tidak melanggar legalitas artinya tidak terindikasi plagiat (baik teks maupun gambar). Tidak melanggar norma artinya tidak bertentangan dengan dasar negara, undang-undang, agama, dan adat istiadat yang dijunjung oleh masyarakat Indonesia. Beberapa konten yang berbahaya harus dihindarkan di dalam buku, seperti ujaran kebencian, pornografi, penistaan SARA, sadisme/kekerasan, dan radikalisme. Kriteria lain yang sangat menentukan adalah kriteria materi atau isi naskah yang harus memenuhi syarat kebenaran isi, aktualitas, dan kebermanfaatan.

 

Apakah ada panduan penggolongan usia pembaca?

Penggolongan usia pembaca sasaran buku menggunakan Pedoman Perjenjangan yang telah dikeluarkan oleh Puskurbuk. Perjenjangan terbagi atas enam klasifikasi yang didasarkan pada kemampuan membaca untuk rentang usia tertentu.


Perjenjangan Buku

 

***

 

Insya Allah, penjelasan mengenai perjenjangan buku akan aku ulas di lain waktu, ya. Karena cukup panjang x lebar. Hehehe. Ada banyak hal yang bisa aku pelajari lalu aku diskusikan dengan Tim Nulix yang dinaungi oleh Kang Fahmi, terutama saat proses pengerjaan naskah buku pengayaan ini. Bagaimana menyusun outline, melakukan riset pustaka, menulis draft, pemilihan bahasa/diksi sesuai jenjang usia pembaca, anatomi buku dari depan sampai belakang, dan banyak hal baru yang semakin memperkaya pengetahuanku tentang proses menulis buku.


Alhamdulillah, akhirnya aku mendapatkan tugas menulis 28 judul buku pengayaan. Aku mendapatkan kepercayaan untuk menulis judul buku sebanyak itu. Aku merasa inilah buah dari menjaga profesionalisme saat bekerja, disiplin menyelesaikan tanggung jawab, dan selalu berusaha totalitas.


Kalau kata Bu Septi Peni Wulandari, founder Ibu Profesional:


"Be Professional, Rezeki will Follow".


Aku juga jadi ingat nasihat Teh Ani Berta di penghujung kelas "Blogging, Refreshment, dan Learning" pekan lalu:


"Jalani proses, nikmati proses, dan konsisten. 

Kesuksesan akan menghampiri tanpa dicari."


Saat ini, kurang 1 lagi yang harus aku selesaikan. Beberapa judul aku mengajak kakak mentor DNA untuk membantu, seperti Kak Siti, Kak Septi, dan Kak Riri. Terima kasih ya, Kak sudah bekerja sama dengan sangat baik. Mari berdoa bersama semoga royalti selanjutnya segera cair. Aamiiin. ☺


Masya Allah, sungguh banyak ayat-ayat kauniyah dari-Nya yang begitu menakjubkan untuk kita pelajari. Pun dalam proses penulisan 28 judul buku pengayaan ini. Aku jadi merasa menjadi pribadi yang fakir ilmu. Mari terus semangat belajar dan produktif berkarya, agar semesta semakin merasakan indah manfaatnya. Semoga setiap aksara bermetamorfosa sebagai dzarrah kebaikan. Aamiin.

 

[*]

 

Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.

Sungguh dari Allahlah kita berasal dan kepada Allah-lah kita kembali.

Berbekallah dengan taqwa dan temukan peta jalan menuju Allah, maka kita akan sampai kepada-Nya. Barangsiapa yang menjalani peta jalannya, maka akan sampai kepada tujuannya.

(Ust. Harry Santosa)

 

Bismillah, menulis adalah jalan juangku, meskipun aku harus menempuh jalan berliku dan proses panjang yang harus aku tempuh satu demi satu. Karena hanya Allah tujuanku…




Thursday, September 10, 2020

SEMESTA KARYA SEJAK USIA BELIA

Thursday, September 10, 2020 16 Comments

 


“Lawang Sewu ini dibangun sejak tahun 1904-1907. Dahulunya merupakan bekas kantor NIS atau pusat jawatan kereta api Belanda yang beroperasi di Semarang,” jelas Mbak Sari mengawali ceritanya.

Pantas saja di depan Lawang Sewu tadi aku melihat ada lokomotif kuno. Adikku bilang seperti Thomas, film kartun kesukaannya. Hehehe.

Kata Mbak Sari Lawang Sewu terdiri dari dua gedung yaitu gedung A dan gedung B. Sayangnya gedung A ditutup untuk umum karena sedang direnovasi.

“Dik Khansa, tahu tidak kenapa gedung ini dinamakan Lawang Sewu?” tanya Mbak Sari.

“Hmm... karena gedung ini memiliki banyak pintu, ya?” jawabku asal.

“Betul sekali!” jawab Mbak Sari sambil tersenyum.

 …...

Cerpen “Gedung Seribu Pintu” karya Khansa Tabina Khairunissa (5 SD)

[*]

Kakek Andri kemudian berbincang-bincang dengan Lek Topa. Rupanya setelah Hari Raya Idulfitri akan digelar acara tahunan. Acara itu disebut Kirab Budaya Upacara Sesaji Rewanda. Andri sangat tertarik dan menyimak penjelasan Lek Topa.

“Upacara itu diselenggarakan untuk mengenang perjalanan Sunan Kalijaga mencari kayu jati yang akan digunakannya sebagai tiang penyangga bangunan Masjid Demak. Dalam perjalanannya, Sunan Kalijaga sampai di Desa Kandri dan bertapa di dalam sebuah gua yang kini dikenal dengan nama Gua Kreo. Ketika sedang bertapa, Sunan Kalijaga didatangi oleh empat ekor kera besar. Oleh Sunan Kalijaga, kera-kera itu diberi tugas untuk menjaga gua dan daerah Kandri ini. Oleh karena itu penduduk Kandri tidak pernah mengusik keberadaan kera-kera itu. Itulah mengapa Upacara Sesaji itu dinamai Rewanda yang artinya adalah kera.”

“Upacaranya seperti apa, Lek?” Andri semakin tertarik. Lek Topa kemudian menjawab pertanyaan Andri dengan penuh semangat.

……

Cerpen “Andri di Tengah Kandri” karya Zaskia Talitha Sasikirani (5 SD)

[*]

Saat ini, dunia penulisan buku di Indonesia tidak lagi didominasi oleh orang dewasa. Anak-anak pun banyak yang telah menjadi penulis dengan karya-karyanya yang best seller dan meledak di pasaran. Sebut saja buku-buku KKPK (Kecil-Kecil Punya Karya), PCPK (Penulis Cilik Punya Karya), PECI (Penulis Cilik Indonesia), dan masih banyak lagi. Hal ini cukup membuktikan kalau anak-anak pun mampu menjadi penulis dengan menerbitkan novel, kumpulan cerpen, cerita bergambar, atau kumpulan puisi. Mereka juga layak disebut sebagai sastrawan cilik dengan karya-karya yang mampu memberikan pengaruh positif, terutama bagi anak-anak seusia mereka.

Penggalan cerita pendek yang saya cuplikkan di atas adalah karya dua orang anak yang waktu itu masih kelas 5 SD. Mereka adalah murid saya di komunitas penulis cilik yang saya dirikan dan kelola sejak 2013, yakni DNA Writing Club. Cerpen Khansa yang berjudul “Gedung Seribu Pintu” berhasil lolos seleksi tingkat nasional dan diterbitkan oleh KKPK Dar!Mizan. Cerpen ini ditulis berdasarkan hasil pengalaman pribadinya saat mengunjungi salah satu cagar budaya yang menjadi icon Kota Semarang yaitu “Lawang Sewu”.

Khansa dan prestasinya

Khansa mengemas pengalamannya saat berkunjung ke Lawang Sewu bersama keluarganya dengan sangat apik dan memberikan khazanah keilmuwan yang membuat para pembaca mendapatkan ilmu baru dari sejarah Lawang Sewu yang menjadi unsur pelengkap cerpen Khansa tersebut.

Cerpen Zaskia yang berjudul “Andri di Tengah Kandri” juga tak kalah menarik. Cerpen ini mampu mengantarkan Zaskia terbang ke Jakarta untuk mengikuti serangkaian kegiatan Festival Literasi Sekolah (FLS) 2018 sekaligus menjadi finalis Lomba Menulis Cerpen tingkat nasional. Referensi cerpen ini murni dari hasil riset pustaka dan browsing di internet tentang salah satu obyek wisata dan kearifan lokal di Kota Semarang, yakni Gua Kreo serta kebudayaan yang ada di dalamnya.

Zaski saat mengikuti FLS 

Selain Khansa dan Zaskia, ada beberapa anggota DNA Writing Club yang telah sukses menjadi penulis cilik, produktif dalam menerbitkan buku, dan memproduksi tulisan-tulisan yang penuh makna dan bermanfaat. Judul-judul istimewa seperti Gobag Sodor Pemersatu, Poliotivasi Om Ardi, Muscular Dystrophy, Buku-Buku Rekondisi, dll, mampu mengantarkan anak-anak ini menjuarai kompetisi penulisan hingga tingkat nasional. Luar biasa sekali! Anak-anak itu mampu menulis sesuatu yang dapat menggerakkan pembaca untuk berubah menjadi lebih baik (Rien DJ, 2015).


Beberapa cover buku karya anak-anak DNA Writing Club

Menurut Rony K. Pratama, seorang peneliti pendidikan literasi asal Yogyakarta, menyebutkan bahwa anak-anak menempati posisi yang sangat strategis sebagai obyek aktif yang secara psikologis mampu menerima, mengolah, dan memproduksi kecakapan literasi. Anak-anak cenderung lebih segar untuk ‘dibentuk’ dan ‘membentukkan’ diri secara mandiri dan kreatif. Karena itu, habituasi pendidikan literasi dinilai tepat untuk diajarkan sejak dini.

Tulisan ini menitikberatkan pada sosok anak-anak Indonesia yang sukses menjadi sastrawan cilik, mampu menjadi penulis produktif dengan segudang prestasi. Mereka adalah bukti bahwa anak-anak ternyata mampu menghasilkan tulisan yang memiliki warna tersendiri dan makna yang istimewa sehingga menghadirkan kekuatan yang menyentuh perasaan, juga meninggalkan kesan yang mendalam di hati pembacanya.

Proses penulisan kreatif di kalangan anak-anak pun memungkinkan mereka bergerak dalam ruang karya cipta tanpa batas. Mereka juga belajar menuangkan ide dan mengasah ketajaman persepsi khas anak-anak karena imajinasi mereka begitu luar biasa.

Menurut Ary Nilandari, menulis dapat membantu anak mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Ya, benar sekali. Anak-anak yang terbiasa menulis sejak dini, akan terbiasa membaca kehidupan  di sekelilingnya secara kritis. Dua anak yang melakukan perjalanan dan kunjungan ke suatu tempat yang sama, ketika diminta untuk menuliskan hasil pengamatan dan observasinya di tempat tersebut, akan menghasilkan dua buah tulisan yang berbeda. Dari sini, mereka belajar tentang perspektif atau sudut pandang. Tentu saja, menulis adalah salah satu cara memberikan tanggapan dengan perspektif atau sudut pandang masing-masing.

[*]

Abdurrahman Faiz, Pioner Kebangkitan Penulis Cilik Indonesia


Siapa Mau Jadi Presiden?

Menjadi presiden itu berarti
melayani dengan segenap hati
rakyat yang meminta suka
dan menyerahkan jutaan
keranjang dukanya
padamu

(Abdurrahman Faiz, 2003)



Faiz kecil sudah memiliki segudang prestasi
(Sumber foto: Teacher's Notebook)


Penggalan puisi di atas merupakan bagian dari surat yang membuat nama Abdurrahman Faiz menjadi dikenal publik. Surat tersebut menjadi juara 1 Lomba Menulis Surat untuk Presiden tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 2003.

 Seto Mulyadi, Ratna Sarumpaet, Agus R. Sarjono, dan Tika Bisono sangat terkesan dengan rangkaian kalimat sarat makna yang ditulis Faiz untuk Ibu Megawati Soekarnoputri yang saat itu menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia ke-5. Faiz yang saat itu masih kelas 2 SD membuktikan kalau ia –meski masih anak-anak- memiliki hati yang peka dengan situasi politik dan permasalahan yang tengah terjadi di Indonesia. Banyak sekali tanggapan mengenai surat yang ditulis Faiz tersebut karena cukup menyentil para pejabat dan para elit politik.

Abdurrahman Faiz –yang akrab dipanggil Faiz- lahir di Jakarta, 15 November 1995 dari pasangan Tomi Satryatomo dan Helvy Tiana Rosa. juga keponakan dari Asma Nadia. Ia telah “mengucapkan” puisi-puisinya sejak usia 3 tahun (yang kemudian direkam oleh Bundanya) lalu baru menuliskannya di komputer sejak umur 5 tahun.

Pertama kali Faiz tampil membacakan puisi-puisinya (yang pada waktu itu belum dibukukan), atas undangan Nurcholish Majid pada acara peluncuran buku beliau (“Indonesia Kita”) yang mengundang ribuan tokoh nasional. Faiz juga sering diundang untuk membacakan karyanya dalam forum-forum kenegaraan, termasuk di hadapan Presiden RI ke-5: Megawati Soekarno Putri, Presiden RI ke-6 : Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua MPR Hidayat Nurwahid, sejumlah menteri dan tokoh-tokoh nasional lainnya.

Megawati mengungkapkan kekagumannya pada kecerdasan Faiz lewat surat balasannya pada Faiz (2003). Faiz juga diundang dalam pencanangan gerakan anti narkoba di Stadion Gelora Bung Karno bersama Presiden Megawati dan membacakan puisinya. Dalam Debat Capres di sebuah stasiun televisi swasta tahun 2004, di mana Faiz diundang sebagai salah satu panelisnya, Amien Rais berkomentar, “Luar biasa. Mas Faiz ini masih sangat muda, tetapi pemikirannya sangat dalam.” Sementara saat bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara dalam pencanangan gerakan berkirim surat nasional untuk anak Aceh dan Nias (2005), Presiden berkata, “Selamat, Faiz. Tulisanmu sangat menyentuh pikiran dan hati.”

Buku kumpulan puisi pertama Faiz “Untuk Bunda Dan Dunia’ (DAR! Mizan, Januari 2004) sebenarnya adalah puisi-puisi yang ia tulis saat berusia 5-7 tahun dan terbit saat ia berusia 8 tahun. Buku yang diberi pengantar oleh Taufiq Ismail tersebut meraih Anugerah Pena 2005 serta Buku Terpuji Adikarya IKAPI 2005.

Tahun 2009, Faiz mendapatkan Anugerah Kebudayaan dari Departemen Pariwisata dan Budaya. Naskah Faiz yang berjudul “Brani” menjadi Pemenang Sayembara Menulis Naskah Drama Federasi Teater Indonesia (2011) dan terpilih sebagai The Most Amazing Teen 2011 versi Student Globe. Faiz juga merupakan founder dari akun twitter @mencobabelajar yang memiliki follower kurang lebih 300.000 orang.

“Untuk Bunda dan Dunia”  merupakan buku pertama yang diterbitkan dalam serial KKPK (Kecil-Kecil Punya Karya) divisi DAR! Mizan (bersama sebuah buku karya Izzati). Buku ini mampu menginspirasi dan memicu lahirnya para penulis cilik lainnya di Indonesia.

 

Sri Izzati, Penulis Muda Kaya Karya

Selain Abdurrahman Faiz, muncul pula nama Sri Izzati. Sri Izzati lahir di Bandung pada tanggal 18 April 1995 dari pasangan Ibu Hetty dan Bapak Setyo Soekarsono. Saat berusia 8 tahun, ia sudah meraih rekor MURI sebagai penulis novel termuda. Gadis kelahiran tahun 1995 ini juga pernah meraih penghargaan dari Mizan Publishing sebagai Inspiring Young Writer pada tahun 2013. Sejak usia 3 tahun, Izzati sudah gemar membaca buku dan hobi membuat tulisan.

Dari hobinya itu, dengan segala ketekunan dan perjuangannya, Izzati dapat menghasilkan sebuah karya yang menginspirasi banyak orang. Izzati berhasil menerbitkan novel pertamanya pada tahun 2003 berjudul “Powerfull Girls”. Karena novel inilah, Izzati mendapat penghargaan sebagai novelis termuda di usianya yang masih 8 tahun. Sri Izzati juga terpilih menjadi Duta Bahasa Jawa Barat tahun 2016.


Sri Izzati, pionir penulis cilik KKPK
Sumber foto: hipwee

Seri buku KKPK yang awalnya menerbitkan karya Abdurrahman Faiz dan Sri Izzati rupanya sangat booming, terjual hingga jutaan kopi dan mendorong anak Indonesia lainnya untuk membaca, bahkan menulis dan menerbitkan karyanya. Tahun 2008, para penulis cilik KKPK dimotori Faiz dan Izzati menyelenggarakan Konferensi Penulis Cilik Indonesia I dan merekomendasikan beberapa kebijakan dalam hal perbukuan di Indonesia.

 

Tulisan Tangan Antarkan Fayanna Hasilkan 42 Buku di Usia 13 Tahun

            Sebuah pencapaian fantastis dari seorang Fayanna Ailisha Davianny, penulis cilik berbakat yang kini telah beranjak remaja. Saya pernah bertemu dengan sosok Fayanna saat saya berkesempatan hadir dan mendampingi murid-murid DNA Writing Club dalam ajang bergengsi Konferensi Penulis Cilik Indonesia (KPCI) 2015. Fayanna mengawali karier kepenulisannya sejak usia 7 tahun bermula dari kegemarannya membaca.

Fayanna menjadi sosok inspiratif bagi para penulis cilik dan calon penulis cilik Indonesia. Sejak usia 1 tahun, Fayanna sering dibacakan buku oleh kedua orang tuanya. Tak heran, jika kecintaannya pada buku menjadikan dirinya memiliki hobi membaca sekaligus menulis. Saat usia 8 tahun, Fayanna mengikuti sebuah lomba cerpen tingkat nasional yang diadakan oleh Dar!Mizan. Tulisan Fayanna lolos dan diterbitkan. Sejak saat itulah, Fayanna mulai menekuni dunia tulis menulis. Buku pertamanya berjudul Tersandung Hobiku, terbit Oktober 2013. Buku inilah yang membuat dirinya termotivasi untuk menulis lebih banyak lagi dan belajar untuk menghasilkan tulisan yang berkualitas.


Fayanna sudah menerbitkan puluhan buku
(Sumber foto: Facebook Fayanna)

Fayanna mulai menulis tidak dengan komputer, tapi dengan tulisan tangan di buku. Mama Fayanna sangat mendukung aktivitas putrinya tersebut dan mengatakan kalau tulisan Fayanna sangat bagus. Lalu Fayanna pun mulai belajar menulis di laptop. Satu per satu buku-bukunya pun terbit seperti Misteri Teman Lama, Kakek Misterius, Zara Pandai Bersyukur,  Jejak Rahasia Sahabat, dan masih banyak lagi. Banyak prestasi di dunia literasi dapat ia raih, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Prestasi itu membawa Fayanna pada berbagai pengalaman yang membanggakan. Pada 2015, dia ditunjuk oleh sebuah media cetak nasional sebagai Reporter Cilik yang bertugas mewawancarai Presiden Joko Widodo dan menteri-menteri Kabinet Kerja. Pada November 2016, dia berhasil mendapatkan penghargaan dari sebuah penerbit buku, yang membawanya berwisata gratis ke Korea Selatan. Juli 2017, Fayanna mendapatkan penghargaan Anugerah Tunas Muda Pemimpin Indonesia dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Selain itu, masih banyak penghargaan lain yang telah dia terima.

Tidak hanya itu, Fayanna pun kerap diundang di berbagai media serta aktif di komunitas-komunitas membaca dan menulis. Bagi Fayanna, aktivitas membaca dan menulis harus jadi kebiasaan positif anak muda zaman sekarang. Dengan membaca, wawasan menjadi luas dan sangat membantu saat menuangkan ide-ide dalam bentuk tulisan. Menulis akan membuat kita berpikir kreatif, memiliki daya ingat yang tinggi, juga bisa menyampaikan sesuatu secara runtut dan sistematis.

Fayanna juga berhasil menjuarai lomba cerpen tingkat Asia, 1st Asian Story Writing Challenge tahun 2018. Fayanna berkompetisi dengan para penulis cilik dari 18 negara di Asia. Akhir April 2018, Fayanna sebagai penulis cilik ditunjuk untuk menjadi pembicara dalam Kuala Lumpur International Book Fair. Ia hadir di panggung utama dalam acara bincang-bincang dan bedah karya dengan Penulis Cilik Indonesia serta jumpa penulis dan book signing. Ia juga berkesempatan memberikan sesi motivasi literasi di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur. Fayanna juga tiga kali berturut-turut ikut dalam Konferensi Penulis Cilik Indonesia mewakili Jawa Barat.

Rahasia produktivitas Fayanna terletak pada sikap disiplin untuk terus menulis. Ia mengaku selalu menyempatkan menulis minimal satu halaman per hari.

 

Nadia Shafiana Rahma, Penulis Cilik Asal Yogyakarta dengan Prestasi Mendunia

Di dunia sastra anak, nama Nadia Shafiana Rahma telah dikenal luas. Ia terbilang penulis produktif dan sudah diakui dunia internasional. Di rumahnya (daerah Bantul, Yogyakarta), ia membuka perpustakaan kecil untuk anak-anak dan remaja. Nadia pun pernah mengukir prestasi yang membanggakan dan mengharumkan nama bangsa Indonesia. Pada tahun 2015, saat Nadia berumur 11 tahun, ia menjadi salah satu delegasi Indonesia pada Frankfurt Book Fair (FBF) di Jerman. Bukunya yang berjudul Si Hati Putih yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, The Boy with The Pure Heart”, ikut serta dalam pameran buku paling bergengsi di dunia itu. Dalam acara FBF tersebut, Nadia menjadi peserta pameran sekaligus pembicara termuda. Di hadapan anak-anak Jerman, gadis kecil ini sempat menceritakan kisah rakyat dari Gunungkidul yakni Asal Mula Nyamuk Mendengung.


Nadia Shafiana (kerudung biru) bersama Ahmad Fuadi dan Muthia Fadhilla Khairunnisa di acara Kick Andy. (Sumber foto: Gadis)

Bakat menulis Nadia tumbuh sejak TK, sekitar uumr 4-5 tahun. Bermula dari kebiasaan dibacakan dongeng sebelum tidur oleh kedua orang tuanya, hingga bisa membaca buku sendiri. Hal tersebut mendorong Nadia untuk menulis cerita versinya sendiri, seperti menulis cerita pengalaman saat berusia 5-7 tahun, lalu oleh sang ayah dikirim ke koran-koran lokal Yogyakarta. Saat SD, Nadia baru menulis cerpen 4-5 halaman dan berlanjut menulis novel.

Kini Nadia sudah remaja, karyanya sudah banyak yang terbit. Diantaranya, Si Hati Putih, My Life My Heaven, Pengalaman Meraih Bahagia, Salah Tangkap, Kakek Misterius, dan masih banyak lagi. Menjadi delegasi Indonesia di FBF 2015 merupakan ajang internasional pertama untuk Nadia. Selain itu, sudah banyak prestasi dan penghargaan diraih, salah satunya dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada acara Anugerah Kebudayaan tahun 2018. Nadia juga beberapa kali mengikuti acara pertemuan penulis cilik Indonesia misalnya Konferensi Penulis Cilik Indonesia (KPCI).

[*]

Sosok Abdurrahman Faiz, Sri Izzati, Fayanna Ailisha Davianny, dan Nadia Shafiana Rahma menjadi bukti bahwa sastrawan cilik tanah air patut diperhitungkan karya-karyanya. Bahkan kehadiran mereka berikut karya-karya produktifnya mampu menginspirasi anak-anak untuk kemudian mengikuti jejak yang sama: menjadi penulis cilik dengan segudang prestasi. Mereka kebanyakan tumbuh sebagai penulis dari kebiasaan mendengarkan cerita atau dongeng yang dibacakan oleh orang tua mereka sejak kecil. Memang benar, orang tua adalah kunci mayor pendidikan literasi bagi anak-anak, budaya literasi (khususnya literasi baca-tulis) memang harus dibangun dan dibudayakan di lingkungan keluarga.

Lalu, apa sih manfaat menulis?

Dan masih banyak lagi manfaat lainnya, kamu bisa menambahkannya sendiri. 

Oh ya, menulis itu butuh BAKAT ataukah BEKAL, hayooo? 

Yups, sebenarnya menjadi seorang penulis itu bukanlah masalah bakat. Karena menulis itu adalah keterampilan dan keterampilan bisa dipelajari. Semakin diasah, akan semakin terampil dan ahli. 





           Terus, satu hal terpenting, saudara kembar menulis itu bernama membaca. Jadi, kamu juga harus banyak membaca untuk memperkaya kosakata juga sebagai nutrisi otak sebagai bekalmu saat menulis nanti. Selain itu, kamu juga bisa gabung di komunitas penulis. Salah satunya, kamu bisa gabung lho di DNA WRITING CLUB. Untuk info lengkapnya bisa klik di sini.

[*]

Kegiatan Apresiasi Sastra Siswa Sekolah Dasar yang diselenggarakan oleh Kemendikbud sekaligus event Konferensi Penulis Cilik Indonesia (KPCI), lalu sekarang berganti nama menjadi Festival Literasi Sekolah, diharapkan dapat meningkatkan kreativitas anak-anak dalam bidang seni dan sastra. Kegiatan semacam ini diharapkan mampu membangkitkan kesadaran siswa tentang pentingnya cerpen sebagai sarana estetika dalam mengungkapkan buah pikiran dan rasa, juga meningkatkan kecintaan anak-anak terhadap sastra dan bahasa Indonesia sebagai sarana untuk membangun karakter, dan  jati diri bangsa. Dengan demikian akan dapat memberikan motivasi bagi para pelajar untuk meningkatkan budaya membaca dan menulis sejak dini.

Menurut Pam Allyn, penulis buku “Your Child’s Writing Life”, menyebutkan bahwa kata-kata yang tertulis dapat membawa kegembiraan, ketakjuban, ketakutan, memesona, menyihir, menggerakkan, menguasai pikiran dan hati, tak peduli berapa pun usia kita. Kata-kata tertulis dan cerita berpengaruh paling kuat pada anak-anak, otomatis menyerap mereka ke dalam dunia menulis juga. Dunia yang membuat mereka mengamati, bertanya-tanya, mengenang, dan berimajinasi. Dunia yang di dalamnya, mereka dapat mewujudkan sesuatu dengan menuliskannya.

 Wow, Masya Allah... Banyak jalan mewujudkan impian termasuk ketika kamu ingin menjadi seorang penulis cilik seperti para penulis (sastrawan cilik sukses) yang sudah Kak Norma sebutkan di atas.  Kuncinya: DNA! Dream 'N Action! Beranilah bermimpi, namun yang terpenting beranilah beraksi untuk mewujudkan impianmu itu. Yuk, semangat wujudkan impian menjadi penulis cilik dengan segudang prestasi!

[*]

Daftar Pustaka

Allyn, Pam. 2011. Your Child’s Writing Life : How to Inspire Confidence, Creativity, and Skill at Every Age. New York : Avery.

Rien DJ. 2015. Nulis itu Gampang. Surakarta : Indiva Media Kreasi.

W.S., Titik, dkk. 2012. Kreatif Menulis Cerita Anak. Bandung : Penerbit Nuansa.







MBOLANG RIANG SEPUTAR TEMBALANG

Thursday, September 10, 2020 0 Comments

 

Tak terasa ya, sudah hampir setengah tahun kita banyak beraktivitas di rumah saja. Pandemi Corona ini membuat ruang gerak kita untuk beraktivitas di luar menjadi sangat terbatas. Aku pun demikian. Jika tidak ada hal penting, benar-benar penting, yang membuatku harus keluar rumah, aku lebih memilih di rumah saja. Ya, salah satu alasan terbesarku karena Dzaky (3,5 tahun) bakal nginthilin kemana pun aku pergi. Jadi dengan alasan demi menjaga kesehatan, mencegah penyebaran virus Corona, juga karena menjalankan imbauan Pemerintah untuk selalu menerapkan protokol kesehatan, maka di rumah saja adalah pilihan terbaik.

 

“Umma, kapan kita jalan-jalan ke Cimory?”

“Umma, kapan kita lihat kuda?”

“Ayo, Umma, ke Giyi (Wonogiri,-red). Dek Ah sudah kangen Titi Ya.”

 

Beberapa pertanyaan dan pernyataan itu sering terlontar dari mulut mungil Dzaky. Mungkin dia sudah merasakan kenapa kami sekeluarga jarang pergi bersama-sama setiap akhir pekan, seperti sebelum pandemi. Dulu setiap bulan, kami selalu mengegendakan untuk mbolang bersama atau wisata keluarga.

 

Sebelum pandemi, kalau aku merasa kangen Wonogiri, homesick, kangen masakan ibu, aku akan bilang suami. Jika suami tidak ada pekerjaan di hari Sabtu-Ahad, biasanya Jumat sore kami meluncur dari Semarang menuju Wonogiri. Tapi untuk saat ini, semua itu belum memungkinkan. Kasus positif Corona, di Semarang khususnya, masih terus naik. Bahkan kemarin sempat baca  berita, kalau Semarang menjadi kota dengan kasus positif tertinggi di Indonesia. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un.

 

Meskipun masih masa pandemi, beberapa tempat wisata Semarang sudah buka. Kebanyakan dengan alasan karena setiap orang itu butuh refreshing untuk meningkatkan imunitas tubuh. Namun yang terpenting, harus disiplin mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker, kalau bisa lengkap dengan pakai face shield, selalu cuci tangan dengan sabun, selalu membawa hand sanitizer, jika harus bepergian pastikan tubuh harus benar-benar dalam kondisi sehat.

 

Ingin rasanya, kami kabulkan permintaan Dzaky untuk sekadar piknik tipis-tipis ke Cimory, namun kami urungkan niat itu karena masih teramat riskan. Apalagi di usia yang sekarang, fase Dzaky sedang kepo-keponya terhadap banyak hal, pegang sesuatu yang dia ingin tahu lebih, terus tanpa sadar pegang hidung dan mulutnya. Aaargh… situasi belum aman!

 

Refreshing di sekitar UNDIP Tembalang

Akhirnya, sebagai alternatif wisata murah meriah, pekan kemarin aku mengajak Dzaky berwisata ke kampus abinya, Universitas Diponegoro (UNDIP). Hehe. Awalnya atas ajakan Mbak Desi untuk berolahraga sore di waduk UNDIP Tembalang. Aku iya-in saja karena lokasinya cukup dekat.

 

Aku sempat menyiapkan kangkung dan wortel karena rencananya setelah dari Waduk UNDIP, kami akan mampir ke Taman Rusia yang lokasinya dekat dengan Laboratorium Terpadu UNDIP. Dzaky sangat excited karena dia suka sekali kegiatan memberikan makan hewan-hewan. Setelah salat Asar, kami pun berangkat.

 

Aku pun baru tahu lho, kalau di UNDIP Tembalang ada jembatan merah, terus ada waduk juga. Hehe. Waduk ini ternyata mulai dibangun sejak tahun 2013 dan diberi nama Waduk Pendidikan Diponegoro. Pembangunan waduk ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan, serta pengendali banjir di kawasan kampus UNDIP Tembalang. Waduk ini juga bisa jadi tempat belajar bagi mahasiswa jurusan Teknik Sipil, Teknik Lingkungan, Biologi, Kimia, maupun Perikanan dan Kelautan. Selain itu, waduk ini juga difungsikan sebagai pembangkit listrik dan tempat rekreasi.


Dzaky di pinggir Waduk UNDIP


Saat kami di sana, ternyata ada banyak kegiatan yang dilakukan para pengunjung di sekitar Waduk UNDIP. Ada yang memancing, ada yang jogging, ada yang main skateboard, ada yang main sepatu roda, ada yang bersepeda, dan ada yang hanya duduk-duduk santuy sambil ngemil dan menikmati pemandangan. Kunjungan singkat ke waduk UNDIP ini cukup membuat pikiran lebih fresh dan hati lebih bahagia. Alhamdulillah.

 

Lokasi selanjutnya, kami menuju Taman Rusa. Sesampai di lokasi, ada 2 keluarga (bapak, ibu, dan anak-anak mereka) sedang asik dengan rusa. Dulu pas terakhir ke sini, rusanya baru segelintir, belum sebanyak sekarang. Aku pun seketika merasa so amazing. Hehe.

“Umma, minta kangkungnya,” pinta Dzaky.

 

Dzaky pun menjulurkan tangannya dan rusa-rusa itu saling berebut untuk menikmati kangkung yang diberikan Dzaky. Ada seorang anak yang dari tadi memandang Dzaky dengan tatapan mupeng (muka pengen, -red). Hehe. Aku bisikkan ke telinga Dzaky, “Boleh ya, berbagi kangkung ke kakak itu. Kakak itu ingin memberi makan rusa kayak Dzaky. Tapi, dia nggak bawa kangkung.” Alhamdulillah, Dzaky mengiyakan. Dzaky mau berbagi kangkung. Mata anak laki-laki itu berbinar-binar tatkala beberapa tangkai kangkung berpindah ke tangan mungilnya. Dia pun semakin asik memberi makan rusa bersama Dzaky. Ibunya turut mengucapkan terima kasih kepada kami.

 

Masya Allah, banyak yang bisa kami pelajari dan lakukan saat mengunjungi Taman Rusa. Kami tidak perlu repot-repot datang ke kebun binatang apabila ingin melihat rusa.  Taman Rusa ini terletak di belakang Laboratorium Terpadu, dekat dengan Pojok Tanaman Langka, tak jauh dari Fakultas Peternakan.

 

Taman ini bisa menjadi media rekreasi dan edukasi bagi keluarga. Bagiku, kegiatan sore itu sekaligus bisa mengasah fitrah keimanan dan fitrah belajarnya Dzaky. Aku pun memancing dialog dengan Dzaky.

 

UmmaMa: “Siapa pencipta rusa, Dzak?”

Dzaky: “Allah.”

UmmaMa: “Masya Allah, ya. Indah sekali salah satu hewan ciptaan Allah ini.”

 

Terus aku jelaskan tentang rusa. Rusa itu berkaki empat dan memiliki tanduk di kepalanya. Kadang orang menyebut rusa dengan nama sambar atau menjangan. Rusa termasuk dalam keluarga mamalia (hewan yang berkembang biak dengan beranak) dan termasuk jenis hewan herbivora (pemakan dedaunan). Ya, aku jelaskan sebatas yang aku tahu dan Dzaky sangat senang menyimak penjelasanku.

 

Dzaky: “Kok rusa juga suka wortel, Ma? Kayak kelinci.”

UmmaMa: “Iya, rusa juga suka wortel, selain suka kangkung karena rusa pemakan tumbuhan. Tuh lahap sekali, kan makan wortelnya.”

 

Dzaky


Menurut informasi, rusa yang ditangkarkan di Taman Rusa UNDIP ini merupakan rusa asli Indonesia berjenis langka yakni rusa timor. Nama latinnya Cervus timorensis, yang kini ditetapkan menjadi fauna identitas Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Keberadaan taman rusa ini juga sangat bermanfaat sebagai sarana penelitian civitas akademika, selain sebagai upaya melindungi populasi rusa langka di Indonesia. Taman rusa ini berada di bawah pengelolaan Fakultas Peternakan dan Pertanian UNDIP. Taman rusa ini juga menjadi bukti bahwa UNDIP adalah kampus yang ramah lingkungan dan peduli dengan keberlangsungan hidup satwa langka di Indonesia. Wow, masya Allah, ya!




 

Dulu, di taman rusa ini ada petugas yang menyediakan pakan, lho. Tapi, kemarin pas nggak ada. Insya Allah, pakan kami aman kok, Pak. Nah, yang perlu diperhatikan pengunjung saat memberi pakan rusa adalah jangan sampai memberikan pakan yang masih dibungkus plastik, ya, misal seplastik-plastiknya disodorin ke rusa. Selain itu, juga jangan memberikan pakan yang masih terikat tali rafia. Kasihan kan rusanya kalau nggak sengaja makan plastik atau keloloden tali rafia.

 

Setelah kangkung dan wortel yang kami bawa habis, aku, Dzaky, Mbak Desi, dan Mbak Riza asik berfoto-foto di dekat patung sapi. Ada 3 patung sapi yang cukup ikonik di situ. Ada tulisan berisi informasi yang menyebutkan kalau patung sapi itu dulunya ada di Pleburan terus dipindah ke Tembalang. Hijrah ceritanya. Hehehe.

 

Waaah… alhamdulillah, seru sekali, wisata sore kami yang gratis dan ekonomis ala UmmaMa dan Dzaky kali ini. Semoga pandemi ini segera berakhir, ya, setidaknya kasus positif akibat virus Corona semakin menurun, bahkan Allah hilangkan virus ini dari muka bumi. Aamiin ya Rabb. Karena bagi Allah, tidak ada yang mustahil. Kun! Fayakuun! Jadi! Maka, terjadilah!

 

Yuk, tak henti langitkan doa, semoga pandemi ini sirna dan kita bisa berwisata, menjelajah keindahan bumi Allah ini bersama keluarga dengan hati bahagia!