Jejak Karya

Jejak Karya
Showing posts with label gandjel rel. Show all posts
Showing posts with label gandjel rel. Show all posts

Tuesday, July 21, 2020

ANTI BORING SAAT PEMBELAJARAN DARING

Tuesday, July 21, 2020 0 Comments



DRAMA SCHOOL FROM HOME

School from Home alias SFH memang ada-ada saja dramanya. Mulai drama menyebalkan, melelahkan, sampai menggemaskan. Semalam, aku mengalaminya.
Di tugas Zi, ada pertanyaan:
"Apa yang akan kamu lakukan saat menemukan barang yang bukan milikmu?"
Kebanyakan anak-anak mungkin akan menjawab, "mengembalikan pada pemiliknya."
Tahu jawaban Zi apa?
"Biarkan saja siapa tahu pemiliknya datang."
Krik ... krik ....
Iya sih bener. Tapi kan ....
Saat diberi saran, dia berpendapat,
"Di soal nggak ada keterangan kita kenal orangnya, lho. Hayo gimana balikinnya? Kalau kita nggak kenal, ya mending dibiarkan. Siapa tahu orangnya nyadar barangnya ilang, terus langsung balik lagi."
Perdebatan pun berlangsung alot, hingga akhirnya aku akali dengan memberinya beberapa skenario. Jadi jawabannya nggak cuma satu karena dia tetap kekeuh dengan pendapat "biarkan saja siapa tahu pemiliknya datang."
Akhirnya dia menjawab,
1. Biarkan saja siapa tahu pemiliknya datang.
2. Dikembalikan ke pemiliknya bila tahu.
3. Diberikan kepada guru bila di sekolah.
MaasyaAllah 

***
Zia dan jawaban cerdas plus kritis anak zaman now

Gemeeees Masya Allah sama Zia, anaknya Mimi. Dulu ketemu pas masih bayi 5 hari sekarang sudah tumbuh jadi anak salihah cantik dan super cerdas. Siang ini sebelum posting tulisan di blog, aku sempat membaca postingan Mimi (Fissilmi Hamida) itu di FB. Hihi. Itu baru salah satu cuplikan drama pembelajaran di rumah. Masih buanyak drama lainnya saat pembelajaran daring yang pastinya seru abiz untuk dibahas.
***
Selalu ada hikmah di balik setiap musibah. Pandemi Covid-19 memaksa kita untuk tetap tinggal di rumah. Pada situasi sekarang ini telah terjadi perubahan mendasar salah satunya dalam dunia pendidikan. Aktivitas orang tua dan anak menjadi satu di rumah. Sementara itu, pembelajaran yang biasanya dijalani dengan bertatap muka kini melalui daring. Orang tua yang biasanya berangkat kerja ke kantor sebagian juga menjalani kebijakan WFH (Work from Home).
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, memutuskan, seluruh proses pembelajaran anak usia sekolah dilakukan melalui pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau daring selama masa darurat Covid-19. Awalnya, banyak bersliweran di jagad sosmed, bagaimana gagapnya para pendidik, stresnya orangtua yang mendampingi anak-anaknya belajar di rumah, dan tentunya bagaimana siswa kebingungan menghadapi tumpukan tugas yang aneh-aneh dari para pendidik yang sedang gagap. Semuanya serba kompleks karena memang semua lini dituntut untuk segera beradaptasi.
Memang tidak semua anak dapat menjalani secara konsisten pembelajaran daring karena berbagai keterbatasan. Misalnya, ketiadaan fasilitas gawai (ponsel, laptop, dan tablet), rendahnya pemahaman tentang media digital, terbatasnya kemampuan membeli pulsa, dan keterbatasan sinyal. Namun, hampir sebagian besar siswa telah merasakan pembelajaran daring (dalam jaringan). Pembelajaran daring adalah pembelajaran yang dilakukan tanpa melakukan tatap muka, tapi melalui platform yang telah tersedia.
Literasi Digital
Sebelum era pembelajaran jarak jauh menggunakan sistem daring, banyak orang tua yang memiliki kekhawatiran ketika anaknya memegang gawai. Kekhawatiran tersebut antara lain: anak akan kacanduan gawai, main game online sampai lupa diri, bahkan berpotensi melihat konten dewasa (pornografi) dan konten yang mengandung kekerasan. Kekhawatiran itu semakin menjadi karena nyatanya memang ada anak-anak yang terjerumus dalam penyalahgunaan gawai dan teknologi informasi tersebut, mereka lepas kontrol atau bisa jadi karena tidak ada pengawasan dari orang dewasa di sekitarnya.
dulu dan sekarang. hehe

Saat ini, anak-anak memanfaatkan gawai dan akses internet untuk proses pembelajaran. Anak-anak mulai belajar bagaimana memanfaatkan media sosial untuk tatap muka daring dengan guru sekaligus bersua secara virtual dengan teman-temannya. Anak-anak juga mengasah keterampilan TIK (teknologi informasi dan komunikasi)-nya mulai dari mengetik tugas dengan Microsoft Word, membuat paparan dengan Power Point, membuat gambar atau poster, membuat video pendek, dan keterampilan teknologi informasi lainnya.
Anak-anak juga belajar menggunakan surat elektronik, mengunduh materi, memasukkan lampiran ke dalam surat elektronik, dan memasukkan tugas ke dalam aplikasi tertentu. Mereka juga belajar mencari informasi melalui dunia maya  untuk menunjang pembelajaran.
Menurut Ibu Rita Pranawati, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pembelajaran dengan teknologi informasi pada era Covid-19 ini merupakan proses literasi digital yang tidak disadari banyak anak-anak kita. Selama ini proses literasi digital berlangsung lambat dan parsial. Namun, hari-hari ini anak-anak mengalami pembelajaran yang luar biasa untuk memahami apa itu gawai, bagaimana pemanfaatan gawai dan teknologi informasi secara baik. Anak-anak juga belajar bagaimana memanfaatkan media sosial dan aplikasi-aplikasi lain untuk mendukung pembelajaran jarak jauh yang mereka jalani. Sebuah proses literasi digital yang sangat luar biasa positif bagi anak-anak.
Masya Allah, keren sekali, ya. Jika kita mampu memetik hikmah positif karena pandemi Corona yang mengharuskan sekolah dari rumah. Demikian juga dengan kegiatan di DNA saya off kan sejak pertengahan Maret dan pembelajaran pun kami laksanakan secara daring. Banyak sekali perbedaan yang kami rasakan. Ya, anak-anak tentu saja kangen tatap muka, belajar langsung di kelas DNA, bisa bebas membaca buku dan meminjam buku di perpustakaan. Tapi untuk saat ini, sabar adalah kata kunci utama dan terus berdoa semoga semua bisa kembali normal seperti sedia kala. Aamiin.
Peran Orang tua dan Guru dalam Pembelajaran Daring
Guru memiliki fungsi yang penting agar anak dapat mengatur dan mengelola diri dalam memanfaatkan gawai dan koneksi internet. Guru memberikan tugas-tugas agar anak-anak dapat mengelola diri, memanfaatkan gawai dan internet untuk mendukung pembelajaran jarak jauh. Guru juga bertugas mengontrol aktivitas pembelajaran daring sekaligus memberikan masukan agar siswa terus memanfaatkan gawai, aplikasi, dan koneksi internet untuk mengembangkan pengetahuan.
Saat ini dengan sistem pembelajaran daring membuat guru yang gagap teknologi “terpaksa” harus belajar dan beradaptasi dengan banyak hal baru. Guru belajar untuk keluar dari zona nyaman dan harus berusaha menjadi guru kreatif  dengan memanfaatkan kemajuan teknologi.
Orang tua pun memiliki tanggung jawab untuk mendampingi, memberikan masukan, dan mengawasi anak-anak dalam memanfaatkan penggunaan gawai pada era pembelajaran daring ini. Orang tua perlu membuka komunikasi yang produktif dan membangun keterbukaan agar anak dapat menyeimbangkan belajar daring dan refreshing. 
Hal itu mengingat anak mengakses internet di rumah dan tidak jarang pula di tengah-tengah belajar atau sesudah belajar anak-anak berselancar di dunia maya, bermain game, atau mengakses media sosial lainnya. Orang tua perlu mendorong anak-anak agar dapat bertanggung jawab terhadap pemanfaatan gawai untuk hal-hal yang produktif. Kemampuan mengatur diri itu akan menjadi kecerdasan emosi anak untuk menghadapi era industri 4.0.

Selain itu, orang tua juga harus dapat memenuhi kebutuhan anak dengan menyiapkan camilan bergizi, makanan dan minuman sehat untuk menunjang aktivitas belajar anak-anak di rumah. Karena biasanya anak-anak jadi gampang lapar. Hehe.
EPILOG
Prinsip pembelajaran daring harus selalu diselaraskan dengan 4 pilar pendidikan yang disusun oleh UNESCO, yaitu Learning to Know (belajar untuk mengetahui), Learning to Do (belajar untuk melakukan sesuatu), Learning to Be (belajar untuk menjadi sesuatu), dan Learning to Live Together (belajar untuk hidup bersama), maka saat ini adalah kesempatan paling tepat untuk mengatur ulang arah dunia pendidikan kita yang selama sudah tersesat jauh dari tujuan. Pada prinsipnya, belajar atau sekolah itu tidak hanya terbatas pada sekat-sekat ruang kelas saja.
Dunia pendidikan harus kembali mengajarkan cara belajar (Learning How to Learn), bukan Learning What to Learn (belajar tentang sesuatu). Dengan adanya internet peserta didik dapat belajar untuk tahu, belajar untuk melakukan, belajar untuk menjadi sesuatu, dan belajar untuk hidup bersama dengan pendekatan yang sangat berbeda di masa pra internet di mana guru menjadi satu-satunya sumber belajar. Para pendidik cukup memfasilitasi bagaimana peserta didik dapat mencari tahu sumber belajar yang dapat dipercaya, bukan hoax, dan bukan sekedar opini seseorang yang kredibilitasnya masih diragukan.
Semoga dimudahkan semuanya menjalani lika-liku pembelajaran di era Covid sekarang ini. Semoga Allah senantiasa mudahkan,yang terpenting jangan pernah lupakan adab-adab dalam belajar dan bermajelis ilmu. Semoga hari-hari kita senantiasa dalam payung keberkahan. Aaamiin.




Monday, June 22, 2020

PERMATA PENGALAMAN DALAM ROMANTISME PERJALANAN

Monday, June 22, 2020 0 Comments



Alhamdulillah, segala puji hanyalah milik Allah Swt Sang Penggenggam Kehidupan juga Kematian. Tak ada kisah terindah yang terhampar di muka bumi ini kecuali Allah hadirkan hikmah.

Atas izin-Nya dan diri ini selalu merasa “saat Kun Fayakuun-Nya bekerja sepenuh energi cinta”.
Saat Mas Sis memberikan hadiah terindah untukku usai ijab qabul terlaksana.
Hafalan Surat Ar Rahman.

10-11-12
Tanggal impian. Ya, inilah tanggal impian pernikahan yang pernah aku tuliskan di catatan dream book Doraemon-ku. Dan Allah Swt izinkan aku menikah dengan seseorang yang sungguh: ia adalah mimpi-mimpi dan do’a-do’aku selama ini. Banyak sahabat yang kemudian bilang, “Ini buah yang sangat manis dari kesabaran dan perjuanganmu selama ini, Nung!” 

Masya Allah, Allah begitu baik, teramat sangat baik, sungguh Maha Kasih jua Maha Sayang. Terima kasih Ya Rabb… dan AMANAH menjadi seorang istri bukanlah amanah yang main-main. Maka nasihat untuk diriku: “Berjuanglah Nung! Berjuanglah untuk menjadi seorang ISTRI yang SALIHAH!”

[*]

10-11-12
Tanggal paling bersejarah dalam hidupku. Alhamdulillah, aku menikah dengan sosok laki-laki salih pilihan-Nya. Sejak hari itu, semuanya terasa semakin istimewa. Hari-hari menjadi lebih bermakna karena ada tempat labuhan segala rasa.


Sepekan setelah aqad nikah dan ada walimatul urs sederhana di Wonogiri, kami mengadakan tasyakuran “download mantu” di Klaten, di rumah suami. Sepekan setelah itu, tepatnya tanggal 22 November 2012, aku pun “diboyong” suami untuk hijrah ke Bogor. Waktu itu, suami memang sedang bekerja di Bogor. Malam tanggal 22 November itu menjadi malam yang tidak akan pernah aku lupakan.

Kami berdua sudah dibelikan tiket kereta api Semarang-Jakarta oleh kakak iparku(Mas Puji, kakak laki-lakinya Mas Sis). Malam itu pula, ada semacam farewell party di RM Padang “Sederhana” di Jalan Pandanaran. Makan malam bersama keluarga: Mas Puji, Mb Ani, Azfa, Akmal, dan Mbak Win. Setelah makan malam, kami diantar ke Stasiun Tawang. Sungguh perpisahan yang cukup mengharukan. Rasanya baru kenal dan mendapatkan keluarga baru, namun kami akan terpisah jarak dan waktu.

Pun dengan keluarga Wonogiri. Saat masih kuliah di Solo dulu dan harus ngekos, kalau misal kangen, bisa langsung segera pulang. Karena jarak Solo-Wonogiri bisa ditempuh paling lama 2 jam perjalanan dengan 2x naik kendaraan umum (angkot kuning kecil lanjut bis jurusan Solo-Wonogiri). Namun, kini? Jarak Bogor-Wonogiri terasa sangaaat jauh.

Dari awal berkenalan dengan Mas Sis sampai aqad nikah, hanya berlangsung selama 44 hari. Dan kini aku harus bertualang bersama sosok laki-laki yang bagiku masih sangat terasa asing, karena semuanya terasa begitu cepat dan singkat sehingga aku merasa belum benar-benar mengenalnya secara utuh. Tapi, inilah episode petualangan di lembar kehidupan baru yang harus aku jalani. Ini akan menjadi traveling pertamaku dengan sosok sang pangeran kunci surga.

Sambil menunggu kereta datang, aku dan Mas Sis duduk di kursi tunggu. Waktu itu, Mas Sis memakaikan jaket abu-abu kesayangannya yang hingga sekarang jaket itu masih aku pakai dan menjadi salah satu jaket kesayanganku (karena Mas Sis sekarang sudah tidak muat lagi mengenakannya. Hihihi). Adegan yang dulu hanya bisa aku lihat di sinetron kini aku merasakannya sendiri. Ihiiiir…

Ada satu episode dimana aku menceritakan kegundahan hatiku kala itu. Beragam emosi campur aduk jadi satu: sedih, takut, cemas, bahagia, optimis, juga penuh harapan baik, semuanya benar-benar nge-blend jadi satu.

Mas Sis merangkul pundakku, lalu berkata,”Bismillah, tenangkan hatimu, Sayang. Sekarang kamu punya Mas yang akan menjagamu dan selalu ada untukmu dalam suka dan duka. Kita nikmati petualangan baru bersama… Semoga Allah ridho dan mudahkan semuanya.”

Mataku pun mendadak berembun. Ya, kini dialah sosok laki-laki pengganti Babe. Tanggung jawab Babe atasku sudah beralih kepadanya sejal lafaz ijab qabul itu terucap.

Tatkala kereta mulai beranjak meninggalkan Stasiun Tawang, keharuan itu rasanya semakin membuncah. Laki-laki yang kini bahunya menjadi tempat sandaranku akan menjadi sahabat perjalananku sekarang dan selamanya, semoga sehidup sesurga. Bismillahi tawakaltu laa hawla wa laa quwwata ila billah…
            
Paginya kami tiba di Jakarta, lalu istirahat sejenak. Perjalanan kami lanjutkan dengan naik KRL jurusan Stasiun Bogor. Dari Stasiun Bogor kami naik angkot hijau, lalu sempat berjalan kaki untuk sampai rumah yang akan kami tempati.

Waktu itu, aku sama sekali belum ada bayangan nanti tempat tinggal kami seperti apa. Mas Sis hanya pernah menyampaikan kalau Alhamdulillah dapat kos-kosan yang jaraknya cukup dekat dengan tempatku bekerja nantinya. Waktu itu, aku masih berstatus sebagai pengajar di Ganesha Operation (GO) Wonogiri, setelah aku mutasi dari GO Solo. Kemudian aku pun mengajukan mutasi untuk pindah ke GO Bogor. Hanya beberapa hari sebelum mudik untuk persiapan menikah, Mas Sis mendapatkan kos-kosan itu. Katanya, dia baru sempat bersih-bersih dan memindahkan sebagian barang-barangnya dari mess dekat kantornya bekerja di Sentul. Sambil menenteng koper besar bawaan kami lalu membukakan gembok pintu gerbang, Mas Sis bilang, “Alhamdulillah, sampai. Dek, ini tempat tinggal sementara kita selama di Bogor. Semoga betah, ya.” Aku mengiyakan.

Lalu, tatkala membuka pintu masuk dan mengucapkan salam, Taraaa…!
Ada boneka Doraemon berukuran super jumbo di sana. “Dia yang akan menemanimu saat Mas harus pergi bekerja,” kata Mas Sis, lalu kupukul-pukul manja pundaknya. Kami pun tertawa bersama. Boneka Doraemon super jumbo itu langsung aku beri nama “Sisemon”. Wkwkwk.

Kos-kosan itu terdiri dari beberapa rumah kecil berderet. Ruangannya memanjang ke belakang, tidak terlalu luas. Teras sangat sempit, mungkin nanti hanya cukup untuk meletakkan sepeda motor Mas Sis. Bagian atasnya untuk jemuran. Terus ada 4 ruang utama: ruang depan, ruang tengah yang kami gunakan sebagai tempat tidur, ruang dapur, dan kamar mandi. Di bagian dapur ada space kecil untuk mencuci baju. Saat aku tiba di kosan ini, belum ada fasilitas apa-apa. Lampu belum dipasang semua, kasur belum ada, lemari pakaian belum ada, apalagi peralatan dapur. Semuanya masih benar-benar kosong. Di ruang tengah hanya ada kardus besar berisi pakaian Mas Sis dan sebuah sprei baru. Kami pun mulai beres-beres dan bersih-bersih. Karena capek, Mas Sis belum bisa ke Sentul untuk mengambil sepeda motornya. Jadi, kami belum bisa kemana-mana untuk belanja keperluan rumah. Malam itu pula, kami terpaksa tidur beralaskan lembaran kardus dan dialasi sprei baru warna ungu semu pink merk Kintakun. Selain itu, kosan kami juga masih dalam kondisi cukup gelap karena baru satu lampu di ruang depan yang menyala. Sebelum akhirnya terlelap, kami ngobrol banyak hal tentang rencana-rencana ke depan.

Keesokan harinya, kami jalan kaki untuk sarapan bubur ayam. Lanjut mampir ke sebuah toko perlengkapan rumah tangga. Kami memutuskan untuk membeli karpet (karpet Doraemon ungu) dan kasur busa tipis. Ya, kami harus berhemat karena keperluan yang harus dibeli masih sangat banyak. Barang ketiga yang kami beli yakni lampu. Mas Sis hari itu juga minta izin untuk ke Sentul mengambil sepeda motornya sekaligus mengambil beberapa barang dari mess-nya dulu (termasuk beberapa peralatan masak: wajan, panci, dan cobek yang masih awet hingga sekarang).

Sebelum akhirnya kami beli kompor gas dan magic com, kami jajan. Hari kedua di Bogor, Mas Sis sudah kembali bekerja. Sore jam 5 baru sampai rumah karena jarak dari Sentul ke kosan (daerah Baranangsiang) cukup jauh, sekitar 1 jam perjalanan. Selepas Magrib, kami keluar untuk makan malam lanjut hunting keperluan rumah. Kami belanja berbagi keperluan rumah tangga di ADA Jalan Pandanaran, lokasinya dekat Gramedia.

Aku langsung heboh sendiri dan spontan bilang ke Mas Sis, “kalau Mas Sis pas kerja, adik boleh ya mbolang ke situ,” sambil nunjuk Gramedia. Mas Sis pun mengiyakan diiringi sebuah senyuman. Duh, langsung loncat-loncat kegirangan. Tinggal naik angkot sekali, palingan nggak sampai 10 menit sudah sampai Gramedia. Uhuuuy!

Ada satu momen yang membuat kami surprise kala tiba di Bogor waktu itu. Saat kami disuruh memilih mau kado apa dari sahabat-sahabatnya Mas Sis di kantor: mesin cuci atau kulkas. Tentu saja, kami memilih kulkas. Alhamdulillah, setelah sepekan kami tinggal di kosan itu, kulkas merk LG hadiah untuk kami datang (kulkas itu masih kami gunakan hingga sekarang). Kami jadi lebih leluasa untuk nyetok bahan masakan, apalagi setiap hari ada barisan tukang sayur dorong yang lewat depan kosan.

Keseruan selanjutnya adalah saat aku harus mengakui bahwa sang suami tercinta jauuuuuh lebih jago memasak daripada istrinya ini. Wkwkwk. Mas Sis-lah orang pertama yang mengajariku cara memasak sayur asem. Dengan penuh kesabaran doi menjelaskan bahan-bahannya juga cara memasaknya. Mas Sis juga yang menemaniku berbelanja ke tukang sayur. Aku ditraining memasak sayur asem tidak hanya sekali, aku belajar  sampai mendapatkan rasa sayur asam yang pas di lidahnya. Aku bisanya masak baru menu-menu standar saja: mie rebus, nasi goreng, sop ayam, sayur bayam, telor ceplok, telor dadar, plus masak air. Hihihi. Masak tumis kangkung saja pakai acara SMS Ibuk Wonogiri nanya resep. Ya, Ibuk sangat berjasa dalam proses belajar memasakku setelah aku bergelar seorang istri. Kalau HP Nokiaku masih hidup, di Outbox-nya masih banyak tersimpan resep-resep dari Ibuk saat awal aku menikah dulu.

Difoto Mas Sis saat menikmati bubur ayam dan kemewahan pagi di Puncak-Bogor.
Aku memakai jaket abu-abu pemberian Mas Sis.


Pengalaman traveling yang istimewa bersama Mas Sis adalah saat kami motoran dari Bogor ke Bandung. Sehabis Subuh kami berangkat. Sesampai di Puncak, kami berhenti terlebih dulu untuk sarapan bubur ayam dan menikmati kemewahan pagi. So romantic moment! Walaupun ini bukan pertama kalinya aku ke Puncak, tapi bersamanya memang jadi pengalaman traveling pertama. Dulu saat kuliah, aku 2x ke Bogor. Pertama, saat jadi praktikan yang kedua saat jadi asisten mata kuliah Taksonomi Tumbuhan. Kuliah Kerja Lapangan (KKL) kami tujuannya ke Kebun Raya Bogor, Taman Bunga Cibodas, dan LIPI. Terus pernah traveling bersama keluarga Wonogiri juga. Saat perjalanan pulang dari Palembang, kita mau mampir Bandung lewat Bogor. Nah, mobil kami sempat mengalami kerusakan rem, sampai tercium bau gosong saat menanjak di jalanan Puncak. Kami pun beristirahat cukup lama di Puncak, berjam-jam, sebelum akhirnya mobil bisa diperbaiki dan kembali meneruskan perjalanan ke rumah saudara di Bandung.

Lanjut cerita mbolangku bersama Mas Sis, ya. Nah, saat tengah perjalanan menuju Bandung, aku mulai mengantuk. Hihi. Akhirnya diputuskan aku naik bis dan kami akan bertemu di pintu masuk terminal Leuwi Panjang-Bandung. Mas Sis melanjutkan perjalanannya dengan sepeda motor. Alhamdulillah, kami jumpa kembali dan perjalanan dilanjutkan ke rumah saudara kami di Bandung. Seruuu sangat kalau ingat!

Saudari kembar dan kakak ipar (Mamiko dan Papiped) yang tinggal di Jakarta Timur, beberapa kali juga ke Bogor. Kakak perempuan pertamanya Papiped tinggal di Bubulak. Kami pun pernah menginap di sana saat malam tahun baru 2013. Bakar-bakaran jagung. Terus jalan-jalan bareng.

SUPERTWIN and SUPERGUARD.
Saat kami menikmati kepiting asam manis dan ca kangkung usai keliling Bogor.

Banyak pengalaman perjalanan yang seru, menyenangkan, bahkan menegangkan yang pernah aku alami bersama Mas Sis saat kami tinggal di Bogor. Kami pernah menempuh perjalanan dengan sepeda motor ke Cileungsi yang waktu itu hujan turun sangat deras dan jalanan macet parah. Benar-benar menegangkan karena jalanan seperti banjir lumpur saaat kami melewati kawasan pabrik dan perindustrian. Pernah juga kami motoran dari Bogor ke Jakarta untuk mengantarkan pesanan bebek ungkep ke salah satu reseller. Waktu itu, salah satu usaha di perusahaan Mas Sis (yang ia rintis bersama temannya) adalah peternakan dan pengolahan bebek dari hulu ke hilir. Alhamdulillah “Spesial Bebek Ungkep” itu cukup laris manis.

Oh ya, aku baru kembali bekerja di GO Bogor sekitar pertengahan Desember. Alhamdulillah, teman-teman kerjaku yang baru sangat baik dan lingkungan kerjanya juga sangat menyenangkan. Biasanya, aku berangkat ke GO naik angkot, pulangnya baru dijemput Mas Sis. Setelah itu, biasanya kita makan malam bersama jika tidak masak.
[*]

Satu jejak istimewa petualangan kami di Bogor adalah saat aku bisa berlama-lama di Masjid Andalusia, lokasinya dekat dengan STEI Tazkia di Sentul. Aku pernah menulis pengalamanku saat ke sana di buku harianku dengan judul “JEJAK CINTA DI ANDALUSIA”. Ini cuplikannya…

Bogor, sebuah kota impian yang dulu benar-benar aku impikan (selain kota Bandung) untuk mengukir jejak cinta bersama sang kekasih tercinta di kota ini. Lagi-lagi Allah izinkan impian itu menjejak nyata. Allah Swt memilihkan BOGOR sebagai kota cintaku.

Hm, ada kisah menarik yang ingin aku ceritakan. Kemarin sore, pasca silaturahim ke rumah sahabat dan ngumpul bareng rekan kerja kekasih hatiku, kami berdua singgah di Masjid Andalusia, kompleks kampus STEI TAZKIA karena azan Asar sudah berkumandang. Kereeen euy masjidnya. Masya Allah. Ada sosok keren di balik kampus ini. Siapa lagi kalau bukan Ustaz Syafii Antonio.

 Kembali aku temukan ke-Maha Besar-an Mu, Ya Rabb. Betapa aku khusyuk tertunduk saat menikmati lukisan nan memesona yang tertangkap oleh retina. Lihatlah Nung di hadapanmu itu! Gumpalan awan hitam yang semakin lama semakin berat menahan beban. Dan selang beberapa saat kemudian, air mata langit pun tumpah tak terbendung, menjelma batang-batang air yang jatuh menghujam bumi…
Arahkan pandangan matamu bergeser ke sebelah kiri, Nung! Kau kan dimanjakan dengan hamparan permadani hijau lewat bukit-bukit yang membentang. Rapi. Sungguh rapi! Dan nikmatilah tempat berpijakmu saat ini! Kau tengah berada pada lingkungan sebuah gedung nan indah, megah, dan mewah. Dan lihatlah benda kubus hitam yang kini terguyur hujan itu Nung! Benda hitam itu adalah miniatur Ka’bah yang berdiri gagah di tengah lapangan gedung perkuliahan STEI Tazkia itu. 

Masya Allah, entah dengan aksara yang seperti apa aku melukiskan itu semua. Seketika mataku langsung terpejam, aku visualisasikan semuanya. Aku kepalkan tanganku erat. Lalu aku hadirkan satu per satu wajah orang-orang terkasih. Tergambar jelas pada imajinasiku, kita semua berpakaian serba putih. Pakaian ihram. Kemudian kalimat talbiyah pun membahana, mengagungkan asma-Nya. Kita thawaf 7x dengan hati yang hanyut akan kebesaran-Mu, dengan linangan air mata taubat yang senantiasa mendamba ampunan-Mu. Aku biarkan hening menguasai qalbuku berteman iringan orkestra hujan. Seketika hatiku pun semakin sejuk… syahdu! Aku buka mataku perlahan dan aku bangkit dari tempat dudukku kemudian dari tempatku berdiri aku tatap lekat-lekat kaligrafi besar bertuliskan “ALLAH” yang ada di mihrab masjid Andalusia itu. Lagi-lagi aku merasa sangaaat kecil, teramat kecil dan bukanlah siapa-siapa di hadapan-Mu Ya Rabb. Hatiku pun kembali sejuk dan aku dapati ada butiran kristal bening kerinduan yang perlahan mencipta jejak di kulit pipi. Aku rindu menatap wajah-Mu Ya Rabb, aku rindu perjumpaan istimewa dengan-Mu. Aku rindu…

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Kepadamu Andalusia,
aku ingin kau tetap menyimpan setiap denyut nadi yang berdetak
dan degub cepat debar jantung
saat mataku memaku teduhnya pijakanmu di bumi cinta-Nya
kala itu, disela derai gerimis menyapu semesta
kala pertama kita bersua di temaram senja..."
Aku pasti merindukanmu, Andalusia...


Masjid Andalusia. Lokasi: Sentul, Bogor.


Terima kasih untuk suami tercinta yang telah mengajakku mencipta jejak kelana yang sangat istimewa di Andalusia.

[*]

Satu-satunya foto berdua dengan setting di kos-kosan. Dan hasilnya... buram. wkwkwk.
Pakai HP Blackberry-nya Mas Sis.

23 November 2012 kami memulai jejak baru di Bogor dan 23 Februari 2013 kita pulang ke Semarang.

Ada sebuah episode sebelum 23 Februari itu saat Mas Sis mengajakku jalan-jalan pagi. Di bawah sebuah pohon rindang ada bangku terbuat bambu dan kami berdua duduk di situ.

“Dek, kalau disuruh memilih, kamu lebih suka tinggal di Jawa (Jawa Tengah maksudnya) apa di sini?” tanyanya.

“Di Jawa, karena lebih dekat dengan keluarga,” jawabku.

Mas Sis pun menceritakan keinginannya untuk resign dan memulai hidup baru di Semarang. “Alhamdulillah, Mas dapat tawaran kerja lagi di Suara Merdeka, dulu sebelum Mas kuliah ke Bogor dan bekerja di sini, proyek itu sudah berjalan dan nanti Mas diminta kembali untuk melanjutkan. Tapi, kita bersiap-siap ya untuk memulai dan beradaptasi dengan banyak hal baru lagi. Maafkan jika Mas belum bisa membahagiakan adik.”

Aku baru menyadari mata suamiku itu berembun. Saat itu ada dua ekor merpati putih bertengger di atas kami, duh, benar-benar menambah suasana semakin romantis sekaligus melankolis.

“Apapun yang menjadi keputusan Mas Sis, tentu saja akan Adik dukung,” jawabku.

Tentu saja, dengan keputusan itu, deret rencana panjang berikutnya sudah menunggu untuk segera dieksekusi. Salah satunya, aku harus kembali mengajukan surat mutasi dari GO Bogor ke GO Semarang. Namun yang jelas, aku sangat bahagia karena lebih dekat dengan keluarga.
[*]

Alhamdulillah, inilah catatan sepenggal episode permata pengalamanku yang sungguh memperkaya jiwa.

Setelah hampir 7 tahun berlalu...
November 2019 kemarin kami sekeluarga (plus Dzaky dan Titi Ya),
bernostalgia mbolang ke Jakarta dan Bogor.
 Foto candid diambil Titi Ya saat di kereta perjalanan pulang ke Semarang.
Dan jaket abu-abu itu masih setia menemani perjalananku dan kamu, iya kamu!

Bagiku, selalu ada pelajaran di setiap perjalanan, ada hikmah di setiap kisah, dan ada makna di setiap cerita.




Wednesday, May 20, 2020

MENCINTAI KEHILANGAN

Wednesday, May 20, 2020 0 Comments


Hidup di dunia tidaklah kekal. Apa yang kita miliki tidak selamanya akan terus menjadi milik kita. Demikian halnya setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup kita, ada kelahiran selalu diiringi dengan kematian. Dari sana kita belajar tentang "mendapatkan" atau sebaliknya, "kehilangan". Hmm... begitulah hakikat hidup. Terkadang kita sebagai manusia terlalu mengikuti ego dan hawa nafsu untuk memiliki sesuatu, atau menambah jumlah suatu kepemilikan. Hingga mungkin kita pernah melakukan hal yang tidak sepatutnya untuk mencapai apa yang kita inginkan, pun ketika kita mencintai sesuatu, kita akan merasa sangat sedih saat kita kehilangannya. Setiap manusia pasti pernah merasakan kehilangan. Kita bisa saja kehilangan materi, jabatan, kesehatan, dan cinta, bahkan keberhasilan yang dicapai seseorang.

Kehilangan memang menyedihkan, tapi kita tidak bisa menghindari itu. Jangan pernah disesali dan ditangisi kehilangan itu. Tapi mari kita renungkan, buatlah perbandingan dengan kondisi sebelumnya. Hitunglah dan ukurlah porsinya, seberapa besar kita kehilangan dan seberapa besar yang telah kita dapatkan.

Jangan pernah terlena dengan sebuah kehilangan, apalagi yang hilang itu sifatnya materi atau kebendaan. Jangan pernah menangis atau menjerit histeris bila yang hilang itu adalah sesuatu yang memang akan hilang pada saatnya. Sabar dan ikhlas itu ada pada "pukulan atau hendakan" pertama. Lakukan yang seharusnya kita lakukan, berbesar hatilah dan persiapkan diri kita untuk kehilangan itu. Dalam hidup, suatu hal akan muncul dan akan pergi pada waktunya nanti. Tak ada yang abadi di dunia ini. Kehilangan terkadang membuat diri kita begitu rapuh, namun di sisi lain kehilangan bisa membuat kita menjadi pribadi yang tegar dan tangguh.

Sikap yang perlu kita lakukan saat kita menjalani episode kehilangan adalah introspeksi diri (muhasabah. Apakah kita pernah mengambil hak orang lain, sehingga Allah mengambil hak kita secara paksa? Apakah kita kurang menghargai kepemilikan yang telah Allah amanahkan? Sadari, apakah kehilangan itu membawa manfaat. Contoh, ketika seseorang kehilangan pekerjaan, ternyata setelah proses kehilangan itu ia justru menjadi pengusaha sukses karena ia berusaha untuk tidak meratapi episode kehilangannya, ia menjadi sosok yang tahan banting, pantang menyerah, terus berusaha untuk optimis dan bangkit dari keterpurukan. Walaupun dalam keadaan kehilangan, akan lebih menyejukkan hati jika kita berusaha mengambil hikmah dari kejadian tersebut.

Kehilangan adalah sebuah proses yang harus dilalui dalam perguliran kehidupan. Memang, sesungguhnya apapun yang ada pada diri kita selama hidup di dunia ini tiada yang abadi. Karenanya, kita harus selalu dalam kondisi siap. Siap untuk "mendapatkan" terlebih siap untuk "kehilangan". Segala sesuatu adalah milik-Nya dan kelak semuanya akan kembali pada-Nya. 


Sesuatu yang hilang belum tentu meninggalkan kekosongan semata karena jejak-jejak yang ditinggalkannya tak pernah benar-benar hilang. Maka, marilah terus belajar mencintai kehilangan, karena itu sunatullah, karena ia adalah bagian alamiah dari hidup kita. 

Kehilangan membuat banyak pelajaran dan pengalaman baru agar kita dapat menerima dengan baik proses itu, menerima diri kita sendiri. Kata pepatah bijak, "manusia tak memiliki apa-apa kecuali pengalaman hidup"/ Bila kita menyadari bahwa kita tak pernah seutuhnya memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan ketika kita kehilangan. Kemenangan hidup bukan ketika berhasil mendapat banyak, namun ada pada kemampuan menikmati dan mensyukuri apa yang telah didapat tanpa menguasai. 

Dalam setiap kehilangan, ada pembelajaran istimewa yang akan membuat jiwa kita semakin kaya dan dewasa atau mungkin menjadi sebuah proses lepasnya sebuah ego dalam diri.

[Rangkuman materi yang penulis dapatkan dari penyampaian Bapak Erwin Arianto dan Theory of Happiness dari para pakar psikologi]
***
Ayah (Seventeen)


Engkaulah nafasku
Yang menjaga di dalam hidupku
Kau ajarkan aku menjadi yang terbaik
Kau tak pernah lelah
Sebagai penopang dalam hidupku
Kau berikan aku semua yang terindah
Aku hanya memanggilmu ayah
Di saat ku kehilangan arah
Aku hanya mengingatmu ayah
Jika aku t'lah jauh darimu
Kau tak pernah lelah
Sebagai penopang dalam hidupku
Kau berikan aku semua yang terindah
Aku hanya memanggilmu ayah
Di saat ku kehilangan arah
Aku hanya mengingatmu ayah
Jika aku t'lah jauh darimu


Lirik lagu Ayah yang dinyanyikan Seventeen mengalun begitu syahdu. Melemparku pada banyak kenangan indah di masa silam, bersamamu yang kini fisikmu takkan bisa kupeluk lagi, tanganmu takkan bisa kujabat erat lagi, nasihat-nasihat bijakmu takkan bisa kudengar lagi. Be, Cenung kangen… Kehilanganmu adalah salah satu kehilangan terbesar dalam hidup kami. Semoga kelak bisa berkumpul kembali di Surga ya, Be… Kita bisa seru-seruan bareng lagi.

Inilah kami, putra-putrimu yang akan terus saling bepelukan dan menguatkan.
Al Fatihah untukmu... 

Tak terasa 8 bulan engkau meninggalkan kami untuk menjemput kehidupan abadi. Segala hal tentangmu sungguh indah. Terima kasih telah menjadi sosok Bapak yang hebat untuk kami, sosok kakung humoris untuk Dzaky.
Kepergianmu menyisakan kesedihan yang sungguh menyesakkan dada.
Jumat, 20 Agustus 2019. Ibuk mengirim WA di grup keluarga: “Semuanya yang ikhlas ya, Ahha sudah dijemput ke surga.” Be, engkau berpulang di hari yang sangat baik dalam kondisi terbaik. Engkau tak merasakan sakit lagi. Kami semua ikhlas melepas kepergianmu.
***
Salah satu hal yang saya lakukan untuk self healing adalah menulis puisi untuk Babe yang kami cetakkan dalam buku Yasin.

[B]abe... 65 tahun engkau mencipta jejak penuh makna di dunia
[A]langkah banyak daftar kebaikan dan kisah indah yang tercipta penuh cinta
[B]abe... sosok suami romantis, ayah demokratis, juga kakung super humoris
[E]ngkaulah pribadi panutan, teladan keluarga yang kami banggakan

[K]ala bintang-gemintang tumpah ruah di langit semesta
[A]las tikar digelar, sekeluarga duduk bersila bermandikan sinaran purnama
[K]au berbagi cerita, mengisi tangki cinta, sesekali diiringi gelak tawa
[U]ntaian nasihat menjadi pengobar semangat, bahwa hanya jalan surga yang harus kita tuju bersama
[N]amun, pagi itu takdir langit punya rencana lebih indah
[G]enggaman tangan dan ragamu kian melemah

[A]jal pun menjemput, akhir untuk sebuah perjalanan abadi, perjumpaan dengan Ilahi Rabbi
[H]ari Jumat, 20 September 2019, tugasmu di dunia purna sudah
[H]ari nan indah penuh berkah, semoga engkau husnul khatimah
[A]yat suci Alquran terlantun syahdu, teriring doa-doa yang melesat tinggi ke singgasana Arsy-Nya

[W]aktu kanvas langit terlukis senja menawan usai prosesi pemakaman
[O]bati sendu yang menggelayut qalbu, menjadi senyuman yang melukis berjuta harapan
[K]elak semoga di surga Firdaus-Nya, kami sekeluarga kembali bersama

Dari kami semua yang mencintaimu tanpa batas waktu,
Yati, Dhody, Widowati, Febri, Etika, Siswadi, Norma, Dzaky



***
Saya jadi ingat review Misi Asik ke-6 dari Ndan Hessa saat kelas Batalyon Pejuang Literasi berlangsung. Waktu itu, kami mendapatkan tugas untuk menuliskan secara ekspresif satu kisah yang membuat kami merasa sedih atau terluka di masa lalu. Saya menulis kisah saat saya “diomongin” tetangga karena belum punya keturunan. Saya tuliskan emosi dan perasaan saya waktu itu di selembar kertas. Ternyata, selain belajar memaafkan masa lalu, menulis ekspresif juga mampu membantu melepaskan “beban negatif” dari masa lalu. Ini review dari Ndan Hessa…

“This is the journey of surviving through poetry.”
  –Rupi Kaur.

Kalimat tersebut tertulis pada sampul belakang buku antologi puisi “Milk and Honey” karya Rupi Kaur. Sebuah buku yang menceritakan perjalanan seseorang melewati kekerasan seksual, menemukan cinta, patah hati dan pemulihan diri. Kalimat tersebut mengisyaratkan buku tersebut merupakan perjalanan penulisnya untuk menyembuhkan diri dari penderitaan yang ia alami, sebagai strategi untuk coping.

Apa itu Coping?
Manusia memiliki kemampuan untuk berusaha keluar dari masalah yang ia alami. Strategi coping merupakan serangkaian usaha yang dilakukan seseorang untuk mengendalikan, menoleransi, atau mengurangi situasi yang memicu stres. Terdapat dua jenis strategi coping. Pertama, coping secara aktif dengan cara menyelesaikan masalah yang muncul. 
Kedua, coping yang terfokus pada pengurangan dampak emosional yang muncul akibat situasi pemicu stres tersebut.
Jika melihat pada jenisnya, strategi coping yang dilakukan oleh Rupi Kaur lewat bukunya termasuk pada pengurangan dampak emosional yang dialami.

Menulis ekspresif dapat membantu seseorang untuk mengarahkan perhatian ke tempat yang seharusnya. Pemikiran yang terpecah dan tidak teratur saat mengalami stres dapat terorganisir secara lebih baik ketika menulis ekspresif. Individu juga akan terbantu untuk dapat fokus dalam memahami penyebab stres dan meregulasi emosi dengan lebih baik.

***
Bagi saya, menulis juga dapat menyembuhkan luka. Sejak SMA hingga kuliah saya sangat aktif menulis catatan harian di sebuah buku diary (kreasi sendiri) dan itu sangat membantu saya menyikapi setiap permasalahan yang menghampiri dan sebagai sarana belajar mengikat makna sekaligus “mendewasakan diri”.

Saat ini pun saya masih mencoba menuliskan segala hal yang indah dan seru bersama Babe, ya ini bagian dari cara saya mengurai kesedihan, mengikat kenangan, sekaligus mencoba mengambil hikmah dalam upaya “mencintai kehilangan”.

Ahha Wok dan cucu kesayangannya. Mereka selalu kompak dan menggemaskan. ^_^

***
Sepenggal nasihat untuk diri sendiri…
“Nung, kesedihan itu indah, manakala kita mampu menyikapi lapis demi lapis hikmah yang tersembunyi didalamnya. Meski demikian kita harus berjuang untuk mendapatkan keindahan di balik setiap kesedihan. Meski kita harus berjuang untuk mengalahkan fikiran negatif dan sempitnya akal dan nafsu kita yang sering kali membujuk kita untuk lunglai, lalu terpuruk dalam kesedihan.”

Kesedihan itu indah, karena Allah Swt Maha dalam setiap kehendak-Nya...

NOTE: “Ahha Wok” panggilan kesayangan Dzaky untuk “kakung terkocak sedunia”-nya itu.