Jejak Karya

Jejak Karya

Wednesday, August 18, 2010

RAMADHAN, CINTA MEMANG ADA DI DALAMNYA…

Wednesday, August 18, 2010 0 Comments
Tak terasa putaran sang waktu telah membawa kita pada hari ke-8 di Bulan Ramadhan, bulan yang mulia ini…bulan yang penuh CINTA bagi jiwa-jiwa perindu kemenangan…

Cinta memang ajaib. Seperti menafsir kembali tentang pemaknaan syukur. Keajaiban syukur itu hanya akan dapat diterjemahkan dalam uraian-uraian yang menjiwa. Syukur hanya bersemi dalam jiwa-jiwa yang memiliki keterampilan sekaligus kecerdasan dalam memaknakan setiap apapun itu sebagai sebuah karunia. Makin cerdas dalam memaknakan setiap –sekecil apapun- sebagai karunia, makin tinggi pula keterampilan bersyukurnya. Cinta, membutuhkan pemaknaan yang mendalam dan menjiwa. Cinta kepada Allah SWT, cinta kepada Rasulullah, cinta kepada kedua orang tua kita, cinta kepada sahabat, cinta kepada ‘belahan jiwa’ kita, dll….

Cinta memang ajaib. Tumbuh berseminya adalah energi yang melipat-lipat. Jika kita ingin menafsir tentang keajaiban cinta, keajaiban itu hanya bisa diurai jika jiwa kita-pun telah mampu menerjemahkan setiap episode kerja-kerja jiwa itu sebagai buah dari cinta. Ketika cinta akhirnya harus berkorban, ketika cinta itu akhirnya membawa rasa kebersamaan dalam lara, dalam penderitaan dan ujian yang membuat hati menghiba. Ketika cinta itu akhirnya menumbuhkan kesetiaan yang tak terkira, ketika cinta itu mampu menafsir kedipan mata kekasih jiwa, bahkan setetes air mata kekasih sebagai tafsir bahasa jiwa yang penuh rona. Ketika cinta melahirkan kekuatan bertahan dari prinsip, bertahan untuk tetap sabar, ketika cinta membawa energi ketaatan dan ketundukan. Kepasrahan dan kebersandaran. Ketika cinta (akhirnya) bertasbih, mentasbihkan sang Pemilik Jiwa Cinta, Al-Waduud.

Itulah sebab musababnya kenapa Allah SWT SWT sesungguhnya Dzat Yang Maha Pecinta (al-waduud). Ketika Dia menyapa dalam bahasa cinta; qul yaa ibaadii (katakanlah: Wahai hambaku…). Janganlah kalian berputus asa dari RahmatKu.

Ketika Allah SWT tak pernah menyia-nyiakan setiap amal hambaNya, itupun bukti cinta. Allah SWT menguji manusia dengan kehendak Cinta-Nya agar daun-daun kekhilafan ini berguguran, agar harta-harta yang tergenggam jadi tersucikan, agar jiwa-jiwa kembali dalam kefitrahan, agar keyakinan tentang makna perjuangan itu semakin terkokohkan. Itulah rahasianya. Seorang hamba yang meneteskan air mata dalam keheningan munajatnya bahkan Allah SWT sampai mengatakan bahwa dialah yang kelak akan mendapatkan pertolongan-Ku. Allah SWT tak ‘membiarkan’ tetesan-tetesan air mata itu sebab tetesan itu punya makna; makna penyesalan, makna ketundukan, makna ketenangan (karena hanya pada-Nya-lah hidup ini diserahkan. Bahkan jika Allah SWT berkehendak, setetes air mata keinsyafan akan menjadi syafaat status hamba, menjadikan air mata sebagai wasilah ridha Allah SWT untuk memadamkan kilatan-kilatan siksa.

Itulah keajaibannya. Cinta melipat-lipatkan kemampuan jiwa untuk care (memberi perhatian), semacam keinginan menggelora agar sang kekasih selalu dalam keadaan baik, bahagia dan tentram karenanya. Melipat-lipatkan agar jiwa memiliki amaliyah mutakamilah (kerja totalitas antara gagasan,emosi jiwa dan tindakan nyata). Cinta sebagai spirit dan gagasan, emosi dan tindakan; gagasan tentang bagaimana membuat yang dicintai menjadi tumbuh berkembang lebih baik dan bahagia karenanya. Cinta tidak hanya getaran emosi melankolik tapi butuh pembuktian. Mencintai berarti merindui…, karena itulah buktinya. Seperti saat Ramadhan ini, munajat kerinduannya adalah; Waballighna ilaa RAMADHAN. Waballighna (Ya Allah SWT, pertemukan/sampaikan kami di Bulan Ramadhan…) waballighna adalah ungkapan kerinduan. Merindu-nya berarti mencintai-nya.

“…pabila cinta memanggilmu…
ikutilah dia walau jalannya berliku-liku…
Dan, pabila sayapnya merangkummu…
pasrahlah serta menyerah,
walau pedang tersembunyi
di sela sayap itu melukaimu…”

(Kahlil Gibran)

Mencintai Ramadhan, adalah mencintai setiap seluk lekuk kepribadian Ramadhan. Bertabur keberkahan. Berhias pesona. Berbingkai kesabaran. Bernaung di bawahnya keyakinan akan kemurahannya disana ada gelombang-gelombang pengguguran dosa. Disana ada pintu Ar-Rayyan yang terbuka. Pintu Rahmah dan maghfirah. Beratnya menghias pesona Ramadhan akan melahirkan lipatan-lipatan kekuatan untuk menghidupinya dengan cinta. Bila yang didapat adalan penggalan episode kepedihan dan penderitaan, maka cinta menjadi penawarnya sebagai kekuatan penyadaran jiwa menjadi pesona Ramadhan yang menentramkan. Tak ada kegalauan dan kegamangan, sebab cinta hanya mengenal membahagiakan kekasih jiwa. Cinta melipatkan kekuatan-kekuatan yang terserak. Cinta memang ada di dalamnya; seribu satu keajaiban.

[Keisya Avicenna, 8 Ramadhan 1431 H…”Agar Cinta Bersemi Indah’ –dari berbagai sumber, esp. tulisan : Kang Denny Eka Sukma Atmaja-]

Indonesiaku, Indonesiamu, Indonesia Kita…

Wednesday, August 18, 2010 0 Comments

Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu,
Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi
berterang-terang curang susah dicari tandingan,
Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu
dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek
secara hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,
Di negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan,
senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan
peuyeum dipotong birokrasi
lebih separuh masuk kantung jas safari,
Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,
anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,
menteri, jenderal, sekjen dan dirjen sejati,
agar orangtua mereka bersenang hati,
Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum
sangat-sangat-sangat-sangat-sangat jelas
penipuan besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,
Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan
sandiwara yang opininya bersilang tak habis
dan tak utus dilarang-larang,
Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata
supaya berdiri pusat belanja modal raksasa,
Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,
ciumlah harum aroma mereka punya jenazah,
sekarang saja sementara mereka kalah,
kelak perencana dan pembunuh itu di dasar neraka
oleh satpam akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat,
Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia
dan tidak rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli,
kabarnya dengan sepotong SK
suatu hari akan masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi,
Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan,
lima belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,
Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,
fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,
Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat
jadi pertunjukan teror penonton antarkota
cuma karena sebagian sangat kecil bangsa kita
tak pernah bersedia menerima skor pertandingan
yang disetujui bersama ….
(Dikutip dari puisi karya penyair Indonesia, Taufik Ismail: “Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia”)
***
Melihat kondisi bangsa kita seperti dalam puisi di atas akankah kita berdiam diri saja???
Mari terus kobarkan semangat MERAH PUTIH dalam diri kita!!!
***
17 Agustus…
Ternyata kemarin kita masih merayakannya dengan upacara bendera.
Ternyata kemarin kita masih hafal lagu Indonesia Raya
Ternyata kita masih ingat pada cara tegap kita menghormat merah putih
Ternyata cinta kita pada Indonesia masih begitu besar bahkan meledak-ledak…
Tapi itu… kemarin!
Hari ini… masih adakah rasa cinta yang demikian besarnya pada Indonesia seperti yang dirasa kemarin?
Atau rasa kemarin hanya sekedar euforia belaka? Sesaat, lalu hilang terbawa angin…

Jika memang kita adalah generasi penerus bangsa, agen perubahan bangsa, motor penggerak bangsa, maka kita harus mulai peduli dengan nasib bangsa, berjuang dalam dimensi kita, semampu kita, dan setulus hati kita. Tak hanya kemarin, tapi juga sekarang, dan sampai kapanpun…
***
Ya Allah..Lindungilah bangsa ini dengan kuasa-Mu,
Ya Allah..Tuntunlah bangsa ini dengan cahaya-Mu,
Ya Allah..Ridhoilah bangsa ini dengan kasih sayang-Mu,
Ya Allah..Ampunilah segala dosa bangsa ini, yang terkadang lalai memuja-Mu,
Ya Allah..Ampunilah segala dosa bangsa ini, yang sering menyekutukan-Mu,
Ya Allah..Yang Maha Penyayang, Yang Maha Bijaksana,
Mudahkanlah jalan bangsa ini meraih kebahagiaan dunia akhirat,
Ya Allah..Yang Maha Besar, Yang Maha Luhur..
Kami bersujud pada-Mu, Semoga Engkau selalu membukakan pintu hidayah-Mu pada hamba yang nista..
Robbana ‘atina fiddunyaa khasanah wa fil akhiroti khasanah waqinaa ‘adzabannar..
Bangkitlah negeriku...
Harapan itu masih ada!!!
***
Indonesia ...
Merah Darahku, Putih Tulangku
Bersatu Dalam Semangatmu

Indonesia ...
Debar Jantungku, Getar Nadiku
Berbaur Dalam Angan-anganmu

Gebyar-Gebyar, Pelangi Jingga

Biarpun Bumi Bergoncang
Kau Tetap Indonesiaku
Andaikan Matahari Terbit Dari Barat
Kaupun Tetap Indonesiaku

Tak Sebilah Pedang Yang Tajam
Dapat Palingkan Daku Darimu
Kusingsingkan Lengan
Rawe-rawe Rantas
Malang-malang Tuntas
Denganmu ...


Indonesia ...
Merah Darahku, Putih Tulangku
Bersatu Dalam Semangatmu

Indonesia ...
Debar Jantungku, Getar Nadiku
Berbaur Dalam Angan-anganmu

Gebyar-Gebyar, Pelangi Jingga

Indonesia ...
Merah Darahku, Putih Tulangku
Bersatu Dalam Semangatmu

Indonesia ...
Nada Laguku, Symphoni Perteguh
Selaras Dengan Symphonimu

**
Aku masih di sini.. di Indonesia!
Aisya Avicenna

Monday, August 16, 2010

Dulu Menulis, Kini Menulis, Sampai Nantipun Menulis

Monday, August 16, 2010 0 Comments

Oleh : Aisya Avicenna *)

Tahun Millenium sebagai Tahun Pijakan Pertama
Tahun 2000 yang juga dikenal sebagai tahun millenium menjadi momentum kelahiran Forum Lingkar Pena (FLP) DKI Jakarta. Saat itu ketua pertamanya adalah Saifulah M. Satori yang juga membawahi ketua cabang lainnya, yakni : Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Depok, Bekasi, Bogor, dan Tangerang. Meski kegiatan-kegiatannya masih menumpang dengan kegiatan FLP Pusat, sedikit demi sedikit FLP Jakarta mulai memperkenalkan diri pada khalayak.
Tahun 2002, FLP DKI Jakarta memasuki kepengurusan periode kedua di bawah pimpinan Azimah Rahayu. FLP DKI Jakarta mengalami perkembangan yang semakin pesat. Pada kepengurusan kali ini, FLP DKI Jakarta menggabungkan semua cabang. Untuk wilayah Tangerang, Bekasi, Bogor, dan Depok sudah tidak di bawah pimpinan ketua FLP DKI Jakarta lagi. Karya yang dilahirkan FLP DKI Jakarta juga semakin banyak. Masyarakat juga semakin berminat untuk bergabung dengan FLP.
Tahun 2004 FLP berganti kepengurusan lagi. Di bawah komando Andi Tenri Dala, pada periode ini terjadi perubahan yang cukup signifikan terkait pembagian wilayah, cabang, dan ranting.
Tahun 2007 kepemimpinan beralih ke Billy Antoro. Periode keempat FLP ini lebih berorientasi secara eksternal, berbeda dengan periode pertama, kedua, dan ketiga yang memang lebih berorientasi secara internal pada pondasi organisasi, struktur, dan pola kaderisasi. Pada periode ini FLP DKI Jakarta mencoba lebih mengenalkan eksistensi dirinya di berbagai media yang ada. Menulis dan terus menulis.

Ruhnya di Masjid, Semangatnya Berbagi
Pada tahun 2010 ini, kepengurusan FLP DKI Jakarta memasuki periode ke-5. Taufan E. Prast-lah yang diberi amanah sebagai ketua. Misi kepengurusan kali ini adalah menjadikan FLP DKI Jakarta yang penuh motivasi, melapangkan komunikasi, dan merajut silaturahmi. Seperti visi awal berdirinya FLP pada tahun 2007, yakni membangun Indonesia cinta membaca dan menulis serta membangun jaringan penulis berkualitas di Indonesia. FLP DKI Jakarta juga turut sepakat untuk menjadikan menulis sebagai salah satu proses pencerahan umat. Itulah mengapa disebut bahwa ruhnya FLP itu di masjid, selain karena tempat pertemuan rutin anggota FLP DKI Jakarta juga dilakukan di Masjid Amir Hamzah, Taman Ismail Marzuki.
Seburuk-buruknya tulisan anggota FLP Jakarta, pasti di dalamnya mengandung hikmah dan pelajaran. Tulisan yang mencerahkan, tulisan yang berpondasi pada Islam, dan tulisan yang mampu menebarkan kebaikan adalah tulisan-tulisan yang menjadi barometer karya anggota FLP Jakarta. Tulisan sebagai interpretasi dari semangat berbagi kebaikan lewat rangkaian kata yang berpadu menjadi karya yang inspiratif.
Pada tanggal 17-18 Juli 2010 di Palm Hill, Cikereteg, Bogor dilantiklah anggota terbaru FLP DKI Jakarta. Mereka dilantik menjadi anggota muda FLP Jakarta angkatan 14. Kini, FLP DKI Jakarta dengan pendatang barunya semoga juga memberi warna baru yang beriring dengan prestasi baru juga. Selain itu, semoga keanggotaan baru ini dapat menjadi sarana kompetisi untuk saling meningkatkan kompetensi masing-masing, mengingat persaingan di dunia kepenulisan juga semakin ketat.

Karya yang Menjadi Warisan
Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, penulis mati meninggalkan karya. Itulah yang menjadi harapan setiap penulis yang ada di FLP DKI Jakarta. Biarlah tulisan-tulisannya itu menjadi harta paling berharga untuk diwariskan. Biarlah karya-karya itu menjadi pemberat timbangan amal di hari akhir kelak. Harapannya, semoga seiring berjalannya waktu, FLP DKI Jakarta juga semakin maju dan produktif dalam mencetak penulis berikut karya-karyanya yang mampu memberi pencerahan bagi para pembaca. Karena menulis adalah sarana berinvestasi di akhirat yang bisa mendatangkan pahala yang berlipat. Dulu menulis, kini menulis, dan sampai nantipun akan terus semangat untuk merangkai tulisan terbaik.

Referensi : Modul Pelatihan Pramuda Angkatan 14

*) Penulis esai ini adalah Aisya Avicenna. Pemilik nama asli Etika Suryandari, S.Si ini berprofesi sebagai statistisi, penulis dan juga entrepreneur. Senang membaca, mengoleksi buku, dan berpetualang. Anggota Muda angkatan ke-14 FLP DKI Jakarta ini, mempunyai blog di : www.thickozone.blogspot.com

Ditulis dalam rangka mengikuti LOMBA INTERNAL FLP DKI JAKARTA

GORESAN TINTA ‘SATU HARI’ INSAN PERINDU SURGA [RAMADHANKU…]

Monday, August 16, 2010 0 Comments


Catatan ini berisi tentang diary seorang muslim selama satu hari dalam kehidupannya di Bulan Ramadhan. Semoga diary satu hari ini dapat menginspirasi dan memotivasi kita, dapat kita pelajari untuk kemudian lebih kita tingkatkan kepada derajat yang lebih tinggi lagi.

1. SHUBUH
Ia tersentak dari tidurnya setelah bunga tidur membawanya ke suatu tempat yang ia sendiri pun tidak tahu, karena ia sangat menikmati tidur tersebut. Ia memang lelah dan letih setelah seharian beribadah (maksudnya ibadah adalah semua detk-detik hidupnya hari itu ia niatkan untuk Allah SWT). Alangkah nikmatnya tidur, terucap dzikir olehnya, “Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kehidupan kepadaku dan kepada-Nyalah aku akan dibangkitkan”.

Beginilah kiranya hari dibangkitkan, satu kali dongakan, lalu semuanya berkumpul. Ia bangkit, membersihkan dirinya dengan wudhu yang suci sebelum datang bala tentara syaitan yang membuat ia tidur kembali.

Setelah itu ia sahur, bersama sahabat-sahabat kostnya, kemudian ketika mendengar Adzan Shubuh, ia melakukan shalat Sunnah Fajar secara ringkas lalu ia menuju masjid dengan tenang. Imam bertakbir, ia telah mengambil shaf di belakang imam, bertakbir bersamanya.

Allahu akbar, ia angkat tangannya, ia besarkan Allah SWT dalam dirinya, sedangkan dirinya adalah debu yang tidak ada arti. Sekarang, debu itu telah diizinkan menghadapkan Dzat yang Maha segalanya, dengan apa ia harus menghadap? Sedangkan ia seorang yang tidak punya daya dan upaya. Apa yang ia minta kepada Dzat yang memiliki semuanya, dengan sebanyak itu permintaannya, disaat itu sisi pertanyaan lain muncul, layakkah ia meminta dan memohon, sedangkan ia hamba yang sering membangkang kepada majikannya. Untuk bisa diterima berdiri dihadapannya saja sudah sebuah keutamaan, biarlah ia tidak meminta, mengakui dan menghitung kesalahannya saja sudah cukup baginya, begitulah ia dalam shalatnya sampai salam.

Setelah selesai berdzikir, lalu ia berdiri. Ia telah memasang niat untuk kuliah, menuntut ilmu sebagai bekal mewujudkan cita-citanya. Tak lupa sampai di kampus, ia sempatkan untuk sholat dhuha di mushola dan senantiasa mengisi waktu luangnya dengan mengaji dan mengkaji ayat-ayat suci Al Qur’an. Rasanya ibadahnya yang tadi sudah cukup menggoreskan norma ibadah dalam kesibukan dunianya.

2. DHUHUR
Adzan di masjid kampus dikumandangkan, ia tinggalkan semua kesibukan, lalu ia berangkat ke masjid, ia tuangkan air ke anggota wudhunya yang zhahir, dimulai dari muka. Ia sentuh muka yang seharian telah banyak melihat, rasa malu muncul. Bagaimana mungkin ia hanya membersihkan kulit muka tanpa membersihkan batin muka, tidak tahukah ia, kepada siapa ia menghadap? Apakah yang telah ia bangun tadi pagi, harus ia runtuhkan siang ini?? Tidak !!! ia harus kembali meminta dan memohon, ia sadari betul bahwa ia tidak akan bisa lepas dari Penciptanya, ia dapat melihat kesalahan dosanya tersebut jatuh bersamaan tetesan dari air wudhunya. Begitu seterusnya pada anggota wudhunya yang lain. Ia pun shalat dengan caranya yang tadi pula.

Dalam perjalanan pulang ke kost, ia sempat bertemu dengan seorang nenek yang biasa meminta-minta di lingkungan kampus. Wajah yang kian hari kian renta, namun nenek itu sebatang kara, entah dimana sekarang keluarganya. Ia berikan sebagian uang sakunya. Semoga dapat meringankan bebanmu ya nek…

3. ASHAR
Setelah melakukan shalat dan membaca Al Qur’an, ia pulang. Target dalam satu hari minimal 1 juz membaca Al Qur’an dan mentadhaburi artinya. Lalu ia duduk mengetik surat undangan kajian yang telah diamanahkan kepadanya oleh pengurus masjid kampus.
Sambil menunggu waktu berbuka, ia membersihkan kost-kostan yang selama ini sudah ia anggap sebagai miniatur kehidupannya sambil mendengarkan lantunan murrotal yang mengalun begitu syahdu, sambil ia murojaah hafalan Al Qur’an-nya. Telinganya mendengar, hati dan pikirannya meresapi apa yang didengar tetapi tangannya tetap bekerja.

Setelah selesai, ia membersihkan diri kemudian bersiap buka puasa bersama sahabat-sahabat kostnya. Sebagai aktivis masjid kampus, terkadang ia pun bertugas menyiapkan makanan berbuka (ifthor) di masjid. Tapi memang hari ini bukan gilirannya bertugas. Jadi, ia pun menyempatkan diri untuk bisa berbuka puasa bersama sahabat-sahabat kostnya yang sudah ia anggap sebagai keluarganya sendiri.

4. MAGHRIB
Shalat berjamaah adalah hari-harinya. Meramaikan hati dengan perjalanan spiritualnya yang panjang dengan Allah SWT. Setiap pertemuannya dengan Allah SWT, di shalat-shalat itu, lain pula cerita dan lain pula munajatnya, ceritanya dengan Allah SWT jauh lebih panjang dari cerita kehidupan dunianya.

Setiap geraknya ia bawakan kepada Allah SWT, setiap ia berbolak-balik dalam nikmat-Nya, ia pulangkan semuanya kepada Allah SWT. Kadang-kadang keluar dari mulutnya kata, “Alhamdulillah”. Akan tetapi, arti kata itu dalam dirinya begitu mendalam, sejalan dengan nikmat yang telah ia resapi itu. Kalau ia sedang meresapi itu, baru terasa baginya kehidupan.

5. ISYA’, TARAWIH DAN WITIR
Isya’, berangkatlah ia bersama sahabat-sahabatnya ke masjid. Menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan shalat sunah Tarawih dan Witir.

Berangkat dengan niat bertemu kawan-kawannya fillah, bagaimana ia tidak bahagia, mereka-mereka itu adalah manusia pilihan Allah SWT, nafasnya sama dengan nafas mereka, alur pikirannya sama dengan alur pikiran mereka, di saat nafas dan pikiran manusia kebanyakan telah rusak. Baginya, mereka adalah pelipur lara dari keterasingannya. Mereka adalah obat dari segala kesedihannya di dunia. Mereka adalah gambar yang hidup, yang menjadi penyemangat dirinya untuk selalu istiqomah di jalan Allah SWT.

Benar, ia tertawa lepas bersama mereka, karena tertawanya dengan yang lain adalah tertawa yang tertahankan. Mukanya manis dengan mereka, karena manis mukanya kepada yang lainnya adalah manis yang dipaksakan.
Begitulah, sampai ia pulang ke “miniatur kehidupannya” dengan berharap akan surga dan takut akan neraka.

[Keisya Avicenna, sumber inspirasi : Buku ‘BERSEMILAH RAMADHAN’….6 Ramadhan 1431 H]

KEPAKAN SAYAP RINDU

Monday, August 16, 2010 0 Comments
Benda kotak berjalan dgn putaran roda ini kmbli membawaku ke sbuah kota yg tlah merengkuhku dlm keagungan Cinta..



Luruh segala gundah tatkala kmbli terlukis indah hamparan impian..

Terbentang dlm nafas2 penuh harapan..

Dalam doa2 panjang tak berkesudahan..



Sendiri bukan halangan untk mematahkan sepi..

Bahagia itu ada karna qt punya cinta..

Seperti pg ni,brsama hiruk pikuk makhluk Tuhan brnama manusia..

Terpancar dari guratan wajah2 yg memendam asa..

Terperangkap kantuk..

Terjaga krn ada gelora smangat membara dlm jiwa..

Berbagai paras terekam dlm penglihatan ini..

Wajah2 yg penuh harap akan keindahan masa dpn..

Wajah2 lesu,krn jiwany tll kerdil hadapi ujian yg trus memburu..

Tapi hdup memang spt itu..

Dalam pergiliran roda yg tak tentu..

Kadang brputar di atas..

Trkadang pula di bwah..



Sayap ini tak mungkin mengepak sendirian..

Kalau toh bisa,kekuatan itu tak seberapa..

Kembali kutitipkan rindu pada pagi..

Agar embun luruhkan sunyi dlm hati..

Agar mentari pancarkan cahaya cinta dlm diri..



Dalam kepakan sayap rindu,yg akan singgah di tempat yg TEPAT dan TERBAIK suatu saat nanti...



Kepakan sayap rindu..dalam perjalanan pg ini..



[Keisya Avicenna]