Jejak Karya

Jejak Karya

Monday, February 28, 2011

Hanya Masalah Waktu

Monday, February 28, 2011 0 Comments
OMG di toko buku Jogja

Yang dibutuhkan hanyalah soal waktu
by Kang Arul on Sunday, February 27, 2011 at 6:11pm

Yogya masih basah oleh bekas hujan tadi pagi saat saya menyerumptut teh pahit hangat; sebuah rutinitas yang harus saya lakukan di pagi hari, dimanapun; tapi waktu itu udah siang banget, saya ketiduran paginya... setelah selama dua pekan ini tidur saya hanya antara 2 atau 4 jam saja. Saya cek gadget saya, memastikan bahwa tidak ada satupun agenda hari ini yang sempat terlewat. Oh, ternyata ada satu hal janji yang saya tunaikan di akhir pekan ini, yakni menyantap mpek-mpek di depan Ambarukmo Plaza... :)

Tapi, sebelum melakukan itu semua, sekitar pukul sembilan saya sudah berada di lobi hotel ternama di Yogyakarta, deket ke bandara AdiSucipto. Di sana ada acara penutupan sebuah partai besar. Saya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan langka ini; berbekal laptop plus kamera saya pun meluncur ditemani tiga orang teman jurnalis muda. Tujuan saya cuma satu: memotret sosok petinggi partai, siapa tahu foto ini nantinya bisa digunakan untuk salah satu laporan jurnalistik saya.

Selepas itu, saya meluncur ke UGM. Hari ini--selain makan mpek-mpkek itu-- saya punya janji dengan promotor doktoral saya di gedung lengkung. Ok, kita lewati hal akademis itu, yang penting saya ingin menulis sebuah kutipan menarik dari sang dosen,"Saya ingin membimbing mahasiswa yang nantinya akan jadi orang besar dan mengalahkan gurunya. Dulu, saya belajar dari Gertz (antrpologis Jawa.red), saya baca semua bukunya dan sekarang saya banngga karena saya bisa lebih pintar dari guru-guru saya. Memang bisa dibilang terlalu kuno, tapi itulah yang saya inginkan dengan Anda."

Hmm... nice quotes di hari itu.

Sepanjang perjalanan menuju tempat mpek-mpek, saya selalu berpikir bahwa sang dosen pembimbing itu sepertinya sedang menyiapkan saya untuk menjadi "seseorang". Menyiapkan saya untuk bisa memaknai semua hasil belajar dengan semaksimal mungkin. Menyiapkan saya menjadi orang yang berbeda sebelum dan sesudah belajar di kampus biru itu nantinya. Tentu untuk melakukan itu perlu proses, dan proses itu tidaklah mudah dan gampang. Buktinya proposal saya setahun baru bisa menghasilkan kata "oke" darinya, walau proposal itu tebalnya hanya 27 halaman.

Proses itulah yang saya perhatikan juga saat saya makan mpek-mpek. Wah, jangan tanyakan bagaimana lezatnya makanan khas yang satu ini. Saya hanya mengajak Anda membayangkan di piring saya ada mpek-mpek kapal selam, lenjer, dan kulit; 3 in 1 plus segelas es sirop . Saya melihat bahwa tempat ini adalah cabang ketiga yang dibuka oleh merk tersebut; salah satunya berada di sebelah kiri gerbang UGM. Maaf, saya tidak bisa menyebutkan merk mpek-mpeknya karena alasan keamanan.. huahahahha

Membuat tiga cabang memang bukanlah pekerjaan yang mudah. Uang yang banyak belum tentu bisa membuat cabang-cabang usaha dan sukses. Banyak contoh yang bisa saya berikan untuk mewakili bahwa uang bukanlah penentu satu-satunya dalam berusaha. Yang saya tahu, keberhasilan panganan ini terletak pada kualitas or rasa or taste... dan saya yakin untuk menciptakan itu semua dibutuhkan waktu yang cukup matang.

Kemudian, menjelang sore dan masih menyantap mpek-mpek... lampu merah gadget saya berkedip. Saya buka... ternyata di sana ada sebuah status FB dari seorang

info buku terbaru:“OMG!TERNYATA AKU TERLAHIR SUKSES” karya Rulli Nasrullah (kang arul)&12 Tim Suksesnya (asqa, ayu, bunga,deasy,dina, *Etika*,iecha,kely,rizka,selvi,suri,ummu=>anak2 nonfiksi FLP JAKARTA).InsyaAllah bs dbeli dGRAMEDIA ato toko bku lainny dgn hrga 27rb!


~cocok utk MUSLIMAH YG INGIN SUKSES! Ikhwan jg blh bli dink~


saya cek fotonya.. ow ternyata betul, buku OMG! Ternyata Aku Terlahir Sukses sudah ada di pasaran. Saya cukup terkejut, karena terakhir kabar yang sampai adalah buku itu akan terbit dan saya sendiri belum pegang buku itu. Makanya agenda keesokan harinya (Minggu, 27/2) sengaja saya mencari buku tersebut di toko buku samping UIN Jogya. Ketemu! Saya tersenyum dan bangga sekali...

Buku ini adalah sebuah jawaban dari proses panjang 12 orang anggota FLP Jakarta yang berada di grup non-fiksi. Orang-orang yang saya ingat betul pertama kali saya bimbing di suatu pagi sambil menikmati mie rebus di sebuah kampus; kemudian berlanjut di rumah dengan kondisi mereka selalu menagih kolak, ongol-ongol, atau order makanan lainnya. Untuk yang satu ini saya harus bilang makasih istriku tercinta...

Sejak dahulu bertemu dengan mereka, saya punya harapan yang besar, sebesar harapan dosen pembimbing saya itu; saya ingin mereka menjadi penulis yang bisa mengalahkan guru mereka, menghasilkan karya yang luar biasa, dan tentu saja menjadikan kemampuan menulis untuk berjuang menyebarkan ilmu.

Saya juga ingin mereka untuk tidak menyerah... karena jika sekalipun menyerah, percayalah akan sulit untuk menemukan kembali gairah menulis. Saya juga ingin mereka menyadari bahwa seorang guru atau pembimbing bukan orang yang bisa menjadikan mereka penulis, namun diri mereka sendirilah yang menjadi. Merekalah yang bisa menentukan apakah mewujudkan cita-cita jadi penulis atau sekadar punya keinginan semata. Mereka jugalah yang akan belajar dari setiap kesusahan demi kesusahan menyusun sebuah naskah sehingga menjadi buku yang bisa dibaca ratusan, ribuan, bahkan jutaan pembaca... dan saya percaya buku yang mereka hasilkan itu bisa membawa mereka masuk syurga. Amin.

Tetapi seperti pengalaman saya menyelesaikan S3, pengalaman dosen pembimbing saya, pengalaman penjual mpek-mpek yang sudah punya tiga cabang itu, dan pengalaman 12 orang luar biasa yang menulis buku tersebut.... bahwa semuanya adalah proses menjadi dan dibutuhkan waktu untuk mewujudkan itu semua. Tidak instan atau tiba-tiba seperti mengusap lampu yang langsung keluar jin dengan tiga permintaannya.

Nikmati proses itu, walau kita harus dimarahi, disindir, bahkan dicibir. Geluti proses itu meski dengan keterbatasan laptop, komputer pc, modem, buku, dan waktu luang. Pandai-pandailah menjalani proses itu di tengah kesibukan pekerjaan, tanggung jawab pendidikan, maupun tugas-tugas yang menumpuk. Hargai proses itu sebagaimana kita menghargai sisa hari yang diberikan oleh Allah kepada kita untuk hidup.

Karena... semua akan ada waktunya

Bisa satu bulan, bisa satu-dua tahun, atau bahkan bertahun-tahun...

Saya merasa plong... karena satu tugas lagi sudah selesai...dan ini baru satu langkah bagi mereka untuk menapaki ribuan langkah selanjutnya yang masih panjang itu. "Dik, percayalah kalian jauh lebih bisa, jauh lebih hebat, jauh lebih pandai dibandingkan perasaan yang selama ini kalian yakini.

Sekarang, bagi saya... tinggal saya mencari orang-orang baru untuk menemani mereka menjalani proses tersebut. Andakah salah satunya? Atau kalian masih mau menjalani proses itu bersama lagi?

Sunday, February 27, 2011

27 Februari 1981 – 27 Februari 2011 : 30 Tahun dalam Cinta

Sunday, February 27, 2011 0 Comments
Babe dan Ibuk tercinta

Sedamai alam raya menghijau luas membentang
Seindah lukisan Tuhan yang tak pernah lelah memuji keagunganNya
Itulah kerinduan... dambaan setiap insan...
Peduli dan hidup damai, tentram dan harmoni
Ayah ibu kami anakmu...
Belahan jiwamu...
Kamii permata hidupmu sebagai cahaya mata
Mahligai rumah tangga bahagia
Lahir dari jiwa
Tak lepas ujian dan cobaan Tuhan
Ia akan terpancar karena taat dan sifat taqwa
Rasa kasih dan sayang, juga tanggung jawab
Itulah rumah tangga yang mendapat rahmat dan berkah Allah
Rumahku surgaku
***
Tak kuasa butiran bening air mata ini menetes tatkala mendengar nasyid di atas dan menuliskan rangkaian kata di pagi yang sunyi ini. Teringat kisah 30 tahun yang lalu, bahkan sebelumnya, yang tertutur dari dua orang yang sangat saya cintai sepenuh hati. Babe dan Ibuk. Babe adalah panggilan sayang kami pada Bapak. Ya, 27 Februari 1981. Tepat 30 tahun yang lalu, terikrarlah janji suci dari Babe yang sepenuh hati ingin menjadikan Ibuk sebagai pendamping hidupnya.
Ada kisah menarik sebelum akad nikah terikrarkan. Babe, waktu itu berusia 27 tahun sedang Ibuk 21 tahun. Suatu hari (November 1981) Ibuk yang memang hobi menjahit, meminjam buku kepada Bu Wiwik (rekan kerja Babe di Dinas Sosial Kabupaten Wonogiri). Waktu itu Babe juga sedang silaturahim ke rumah Bu Wiwik karena rumah tinggal Babe (Babe tinggal bersama pamannya –kami sebut Mbah Sul-). Akhirnya Bu Wiwik minta tolong Babe untuk mengambil bibit MAWAR ke rumah Ibuk. Ibuk mengira Babe sudah punya anak karena waktu itu Babe membawa 3 orang anak kecil (padahal anaknya Mbak Sul).
Bu Wiwik dan Mbah Sul sepakat menjadi ‘comblang’ untuk Babe dan Ibuk. Bu Wiwik menceritakan pada ibuk kalau Babe masih bujang, Ibuk mau nggak? Ibuk belum langsung menjawab iya karena waktu itu banyak pemuda yang juga tertarik dan ingin melamar Ibuk. Ibuk hanya bertekad, siapa yang melamar duluan dan ibuk merasa cocok, pemuda itu yang akan Ibuk terima. Ibuk banyak mendengar kisah hidup Babe dari Bu Wiwik.
Mbah Sul juga melancarkan aksinya. Babe ditanya, sudah punya pacar belum? Babe jawab belum. Mbah Sul pun menceritakan tentang Ibuk. Dari Mbah Sul, Babe tahu kalau Ibuk suka ayam panggang yang dijual di dekat toko Sanur (toko kue di Wonogiri). Dengan berbekal uang saku Rp 2000,- dari Mbah Sul, Babe membeli ayam panggang seharga Rp 1750,- sisa Rp 250,- buat beli tahu kupat. Hujan gerimis mengguyur kota Wonogiri kala itu. Suasana di sekitar rumah masih buruk, jembatan belum ada, juga belum ada listrik. Tapi hari itu, 13 Desember sore, Babe datang ke rumah Ibuk dan langsung nembak, “Kamu saya jadikan istri mau nggak?” Ibuk kaget. Akhirnya menjawab bersedia.
Babe pulang ke rumah Mbah Sul. Babe ditanya Mbah Sul, “Berhasil, nggak?” Babe menjawab berhasil, tinggal urusan orang tua. Mbah Sul menepuk-nepuk pundak Babe, “SATRIYO TENAN KOWE LE” (Kamu benar-benar kesatria). Selang satu minggu, proses lamaran pun berlangsung dan akhirnya tanggal 27 Februari 1981, resmilah Babe dan Ibuk menjadi suami istri. So sweet banget ya kisahnya! TANPA PACARAN dan hal-hal aneh lainnya. Mungkin kisah beliau inilah yang membuat saya juga tidak mau pacaran dengan alasan apapun. Toh, ada ikatan yang lebih mulia dan cara yang lebih afdhol dibanding pacaran. So, kalau mau tanya pengalaman pacaran kepada saya, Anda salah orang! Hehe...
Keluarga sakinah, mawaddah, warahmah... Itulah dambaan setiap orang yang berumah tangga. Saya yakini, dalam keluarga kecil saya ini, ketiga impian itu insya Allah sudah tercapai. KYDEN = Kadri Yati Dhody Etika Norma. Ada ketenangan dan kenyamanan saat berada di tengah-tengah keluarga ini. Setiap hal dibicarakan dengan sangat demokratis, tidak ada arogansi dan  berlebihan dari orang tua pada anak. Ada cinta yang tercurah berlimpah-limpah. Babe yang sangat humoris dan bijak dipadukan dengan sifat sabar dan lembut dari Ibuk membuat kami, ketiga anak beliau, merasakan banyak hal yang luar biasa. Malahan, sikap supel keduanya membuat para tetangga (dari balita sampai lansia), betah berlama-lama di rumah kami untuk sekedar berbagi cerita.
Tiga puluh tahun biduk rumah tangga ini sudah dikayuh. Amukan badai pernah kami rasai bersama. Hembusan angin sepoi sering kami nikmati bersama. Sebuah anugerah terindah memiliki orang tua seperti mereka dan bisa menjadi bagian tak terpisahkan dari keluarga ini. Alhamdulillah, terima kasih ya Allah... Semoga Engkau berkenan mengumpulkan kami di surga-Mu... Aamiin Yaa Rabb...


***
Ya Allah,
Rendahkanlah suaraku bagi mereka
Perindahlah ucapanku di depan mereka
Lunakkanlah watakku terhadap mereka dan
Lembutkan hatiku untuk mereka.......
Ya Allah,
Berilah mereka balasan yang sebaik-baiknya,
atas didikan mereka padaku dan Pahala yang
besar atas kasih sayang yang mereka limpahkan padaku,
peliharalah mereka sebagaimana mereka memeliharaku.
Ya Allah,
Apa saja gangguan yang telah mereka rasakan
atau kesusahan yang mereka deritakan karena aku,
atau hilangnya sesuatu hak mereka karena perbuatanku,
maka jadikanlah itu semua penyebab susutnya
dosa-dosa mereka dan bertambahnya pahala
kebaikan mereka dengan perkenan-Mu ya Allah,
hanya Engkaulah yang berhak membalas
kejahatan dengan kebaikan berlipat ganda.
Ya Allah,
Bila magfirah-Mu telah mencapai mereka sebelumku,
Izinkanlah mereka memberi syafa'at untukku.
Tetapi jika sebaliknya, maka izinkanlah aku
memberi syafa'at untuk mereka,
sehingga kami semua berkumpul
bersama dengan santunan-Mu di tempat
kediaman yang dinaungi kemuliaan-Mu,
ampunan-Mu serta rahmat-Mu...
Sesungguhnya Engkaulah yang memiliki Kurnia Maha Agung,
serta anugerah yang tak berakhir dan Engkaulah
yang Maha Pengasih di antara semua pengasih.

Amin Ya Rabbal Alamin..

***
Saat rindu bertemu sudah terakumulasi...
Jakarta, 27 Februari 2011
Aisya Avicenna

Saturday, February 26, 2011

Buku Terbaru :OMG! TERNYATA AKU TERLAHIR SUKSES!

Saturday, February 26, 2011 1 Comments
Alhamdulillah, akhirnya buku ini LAHIR juga...



Judul : OMG! Ternyata Aku Terlahir Sukses!
Tebal : 175 halaman
Penerbit : Citra Risalah
Penulis : Rulli Nasrullah
Tim Penulis : Fariecha, Dina Purnama Sari, Ayu Amanulita, Asqarini Hasbii, Rizka, Selvi Anggraeni, Ummu Hanifah, Suri Utami, Deasy Lyna Tsuraya, Etika Aisya Avicenna, Bunga Ramona, Kely Mulyati
Harga : Rp 27.000,00

Muslimah mana sih yang ingin ditimpa kesulitan hidup? Tak seorang pun yang mau. Tapi apa daya bila kesulitan hidup sudah terlanjur datang tanpa diundang? Menyesal pun tak ada gunanya. Cucuran air mata tak mampu mengembalikan kenyataan. Hal ini bisa menyebabkan muslimah sres berkepanjangan. Tapi, apakah muslimah bergitu menderita ketika ditimpa kesulitan? Seberapa dalamkah penderitaan itu? Itu tergantung sudut pandang muslimah dalam menghadapinya. Pada Bab II terdapat quisioner untuk mengetahui cara pandang muslimah menghadapi masalah.

Daripada sedih berkepanjangan, lebih baik bersiap untuk menyikapinya, yuk! Bagaimana cara mensikapinya? Mengenal diri sendiri adalah langkahyang pertama. Tiap muslimah tentu punya karakter yang berbeda-beda. Bagaimana tipe karakter anda? temukan jawabanya dalam quisioner di bab III.

Langkah selanjutnya adalah proses penyikapan masalah. Berat atau tidaknya masalah yang dihadapi sebenarnya tergantung cara kita menyikapinya, lho! Masalah sepele akan terasa berat bila kita salah menyikapinya. Bacalah tip-tip praktis bagaimana cara menyikapinya agar masalah tak lagi menjadi beban hidup, dan akhirnya kita tetap bisa tersenyum pada dunia.

AYO BURUAN BELI BUKU INI DI GRAMEDIA ATAU TOKO BUKU KESAYANGAN ANDA!

Friday, February 25, 2011

Selamat Jalan Bunda Nafsiah

Friday, February 25, 2011 1 Comments
Bunda Nafsiah (foto diambil dari album Kang Taufan E. Prast)

"Innalillahi wa inna ilaihi roji'un. Tlh mninggal dunia ibunya Mas Taufan. Tlg kabarin tmen2 yang laen (info by Yusi)"

Sebuah SMS dari Mbak Iecha yang saya terima pukul 19:45:52 tepat saat saya sampai di kost sepulang dari kantor. Membuat saya kaget dan terduduk lemas.

***
innalillahi wa inna ilaihi roji‘un. Semoga Allah menerima segala amalan beliau dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan keikhlasan. aamiin

***

Pertemuan perdana dengan Bunda saat saya dan beberapa rekan FLP Jakarta bertandang ke rumah beliau setelah lebaran. Masih teringat jelas, senyum merekah beliau menyambut kedatangan kami dan bercerita tentang siapa saja keluarga yang juga hadir saat itu. Pertemuan kedua saat beliau terbaring sakit di rumah. Setelah acara Studium General FLP Jakarta angkatan 15, saya dan teman-teman langsung menjenguk beliau. Senyum tersungging manis saat kami semua mengelilingi beliau yang terbaring. Beliau begitu bersemangat saat berkisah tentang pengajian yang beliau rintis. Subhanallah...
Pertemuan ketiga saat saya dan beberapa teman FLP Jakarta menengok beliau di RS Omni. Saat masuk ruang ICU, saya melihat beliau terbujur lemah dengan beragam selang dan ventilator. Beliau sempat menatap saya dan menggenggam erat tangan saya...


Kini, beliau sudah tiada... meskipun begitu, berkesempatan mengenal beliau adalah salah satu anugerah terindah dari Allah Swt yang diberikan kepada saya....


***
Membaca postingan dari Mbak Yusi pagi ini, membuat saya menitikkan air mata di Kopaja 502 saat perjalanan ke kantor.

Terimakasih atas nama Taufan E. Prast, Erawati Heru dan Keluarga
by Yusi Rahmaniar on Thursday, February 24, 2011 at 11:39pm

Kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada keluarga besar FLP DKI Jakarta, rekan-rekan, dan handai taulan. Ibu Nafsiah, ibunda dari kang Taufan telah berpulang kepada pemilik kita pada hari kamis pukul 18.31, tepat setelah kami menunaikan shalat maghrib. Ibunda sudah menjalani hampir tiga bulan proses sakit, 21 hari dalam perawatan intensif dan akhirnya Allah memintanya untuk Pulang. Ibu menghembuskan nafas terakhir dengan mudah, hanya sesak beberapa saat saja.

Bulan yang panjang dan penuh perjuangan ini terasa sangat bermakna dengan kehadiran teman-teman di sisi keluarga, memberikan kekuatan moril yang tidak mungkin kami beli dengan uang.

Tak berlebihan ketika ada pepatah bilang bahwa sahabat adalah orang yang ada disamping kita saat suka dan duka.Dan rupanya kita telah lulus dengan predikat cum laude sebagai sahabat, bahkan keluarga.

Mohon Ibunda dapat dimaafkan segala kesalahannya, didoakan kelapangan jalannya, dimudahkan segala urusannya kelak.


***
COPY PASTE CATATAN KANG TAUFAN TENTANG SANG IBU

Seribu Pesan Tak Cukup (1)
by Taufan E. Prast on Tuesday, February 8, 2011 at 1:47pm

Jangan lelah berbuat baik…

“Emaknya udah susah, anaknya jangan sampe…” kata-katanya meledak bagai petasan cabe. Meletus begitu saja. Aku yang mendengarnya seperti tersengat. Walaupun kalimat itu bukan untukku. Tapi ruang makan tak tersekat dengan sumber suara itu...

Yup, itu suara ibuku.

Dia menasihati Bu Bejo, salah satu orang dekat keluargaku. Pernah membantu di rumah beberapa waktu lamanya. Kepada ibu, hampir tak ada rahasia Bu Bejo yang terhijab. Karena tahu persis, ibu mempunyai argumen sendiri bagaimana ’mendidik’ dan ’membuka’ perspektif berpikir ibu tiga anak itu.

”Udah, sekolah... suruh sekolah!” lanjut ibu.

Saminem begitu nama asli Bu Bejo, janda dengan tiga anak kecil ketika suaminya meninggal. Tentu terasa berat hidupnya, dengan kebisaan yang terbatas. Menjadi pembantu rumah tangga saja. Dan ketika semua orang hanya selesai perhatiannya sampai liang lahat Pak Bejo ditutup tanah merah dan ditabur air melati serta bunga. Ibu justru baru memulai...

”Anakmu harus sekolah...” singkat!

”Kamu kerja yang bener...” singkat!

Dan waktu bergerak. Dua kalimat singkat itu adalah penguat bagi Bu Bejo dan motivasi buat anak-anaknya masih kecil. Sisanya... adalah ladang amal ibu yang sulit digambarkan. Sebuah tindakan yang tak lagi pakai kata-kata. Hanya eksekusi demi eksekusi... tanpa lelah, tanpa pamrih.

Dan ketika ibu tergolek di rumah sakit, salah satu anak Bu Bejo sudah bekerja di rumah sakit tempat ibu di rawat. Di sela-sela pekerjaannya, dia menengok, memijiti, atau malah menyediakan air hangat untukku yang menunggu...

Sungguh, ada waktu memetik...

Subhanallah...

***

Seribu Pesan tak Cukup (2)
by Taufan E. Prast on Thursday, February 24, 2011 at 12:35pm

Jangan culas!

Konon setiap kali keluarga besar ibuku berkumpul di waktu kecil dulu, ibu sering memerhatikan satu persatu tingkah laku keponakannya. Memang tampaknya sepintas lalu, tapi beliau sebetulnya sedang merekam beberapa perilaku para keponakannya yang banyak itu ketika bermain denganku.

”Nanti kalau habis main diberesin lagi ya…” pesannya.

Alhasil, setelah puas bermain… tentu dengan koleksi mainanku, mereka akan meninggalkannya dalam keadaan berantakan. Dan akulah yang akan membereskannya. Tetap dengan tenang, dan mungkin masih tersisa rasa senang. Entahlah, apakah elan berbagi waktu itu sudah mulai sublim dalam diriku... aku tak tahu.

Dan ketika selesai membereskan mainan... sering kali koleksi mainanku itu tercecer. Kurang komplit, ada bagian yang hilang... Maka aku pun akan mencarinya sampai ketemu hingga kolong dan tempat tersembunyi lainnya. Selalu demikian, tidak sekali dua kali. Kadang ketemu, kadang nggak ketemu...

Sedih? Tentu saya sedih...

Menangis? Beberapa kali saya menangis. Terutama bila mainan itu adalah mainan kesukaanku. Tentu aku masih kecil waktu itu. Paling menyedihkan adalah manakala mainan itu bukan saja tidak komplit, tapi hilang...

Hilang itu bisa berarti diambil dengan tenang dan riang gembira. Tapi mengambilnya diam-diam, tanpa pernah ada kalimat untuk meminta. Bahasa lainnya adalah mengambil milik orang lain dengan sengaja tanpa seizin pemiliknya. Masih banyak padanan lain dari perilaku tidak terpuji seperti ini.

Ibuku memilih membawaku ke toko mainan lagi untuk memilih mainan sesukaku, atau bila tidak memungkinkan, ibuku akan membawakan mainan yang sama pada hari berikutnya.

”Biarin aja, nanti kamu dapat penggantinya yang lebih bagus...” kata ibu setiap kali aku kehilangan mainan atau barang kesukaanku. Nyatanya memang iya... ”Kamu nggak boleh begitu ya...” ujarnya lagi.

Aku terus mengingat kalimat ini sampai hari ini. Kalimat yang sudah terucap puluhan tahun silam. Saat ibu masih sehat, segar, dan tak ada slang ventilator di mulutnya yang mulia itu...

Thursday, February 24, 2011

Info Kegiatan FLP Jakarta

Thursday, February 24, 2011 0 Comments

Assalamu'alaikum...

Mau gabung dengan FLP Jakarta? Ikuti Pertemuan Pramuda Angkatan ke-15 FLP Jakarta, Insya Allah akan kembali diselenggarakan di Mesjid ARH Salemba UI, letaknya di Jalan Kramat. Acara akan diselenggarakan pada Ahad, 27 Februari 2011, Pukul 09.30-13.00 WIB, dengan pemateri : Arul Khan (Kang Arul) dan topiknya: Menulis Hobi atau Profesi. Kang Arul adalah penulis profesional dengan lebih dari 270 buku yang sudah diterbitkan. Jangan lewatkan kesempatan emas ini...

Info lain : Kunjungilah stand FLP Jakarta yang Insya Allah akan turut memeriahkan Pameran Kompas Gramedia, Istora Senayan, 26-27 Februari 2011.

Wassalamu'alaikum...