Jejak Karya

Jejak Karya

Thursday, May 26, 2011

Celoteh Aksara [43]: “SEPENGGAL KISAH SAAT MATAHARI SEPENGGALAH”

Thursday, May 26, 2011 0 Comments
by Norma Keisya Avicenna on Thursday, May 19, 2011 at 4:11pm

Aku mencipta bait-bait syukur berhias sinaran purnama,

bulat sempurna

Tatkala aksaraku beruntun mengeja doa…

[Masjid Perjuangan NH IC, saat hari masih terlalu dini untuk kusebut pagi]



***

Alhamdulillah, hari baru kembali tergelar di hadapan. Kertas putih siap kembali ditulisi. Semoga catatan-catatan terbaiklah yang akan tergoreskan. Bismillah…Pagi ini terasa berbeda karena ketika ku membuka mata, aku tidak mendapati ragaku di Zona Inspirasi. Tetapi di sebuah rumah Allah Swt, sebuah tempat yang selama ini menempaku! Subhanallah, seketika damai menyeruak memenuhi rongga-rongga jiwa. Ya Rabb, Engkaulah sebaik-baik tempat mengadu dan memohon perlindungan…



Sesaat kulihat purnama masih setia menghias pagi, meski tugasnya harus segera berganti dengan sang mentari. Aku ucapkan sampai jumpa padanya, berharap malam nanti aku masih bisa mengaguminya, sendiri…



Kulangkahkan kaki ini menuju rumahku di kota Solo. Segera kulakukan segudang aktivitas pagi. Ketika jarum pendek menunjukkan angka 9 dan jarum panjang setia menunjuk angka 12, bersama seorang adik kost yang satu kamar denganku, kita pergi menuju Pasar Palur. Tujuan kita mau membeli pakan kelinci. Kebetulan dia masih disibukkan dengan riset PKM-nya yang lolos DIKTI. Mumpung aku gak terlalu sibuk pagi ini, akhirnya kuputuskan untuk ikut ke pasar. Sekedar menemaninya atau ikut membantu membawa ‘barang belanjaannya’. Tapi satu tujuanku yang lain: pengin cari inspirasi sekaligus mengasah kepekaan jiwa. Hihi. Sambil nyilem ngombe banyu gitu. Hadeuh…^^v



Menikmati perjalanan dari kost melewati jalan raya Solo-Karanganyar. Banyak aktivitas pagi segelintir orang yang sempat terekam. Tapi ada satu kejadian yang paling unik. Waktu itu kita akan belok kiri (arah ke terminal Palur). Ada sepasang suami-istri yang berboncengan. Sang istri yang duduk di belakang tiba-tiba turun dari sepeda itu dan meletakkan sebuah benda berwarna hijau di dekat kawasan bangjo. Karena penasaran, Nung coba memicingkan mata dengan bantuan si minus 0,75 ini (hm, kayaknya ni kacamata perlu diservise lagi, apa mata ini yang kudu diperiksa lagi ya? Mungkin karena akhir-akhir ini aktivitas membaca dan berkhalwat dengan doralepito sudah sampai pada level ‘keterlaluan’. Hehe. Ah, kok jadi mbahas kacamata). Hm, kembali ke benda “hijau” itu. Selidik punya selidik, ternyata benda itu adalah daun pisang yang sudah dibentuk seperti wadah dan ada isinya (sekilas Nung lihat) ada nasi, telur, dan beberapa perangkat mirip ‘sesajen’ gitu lah. Tapi dalam porsi yang mini. What? Sesajen? Hari ginieeeee???



Nah, bagian ini yang sempat bikin Nung ngikik. Sesaat setelah ibu setengah baya yang meletakkan ‘sesajen’ di dekat pojokan jalan sekitar lampu merah itu pergi, tanpa ba-bi-bu, mendekatlah seorang tukang becak yang sejak tadi (Nung sempat amati) duduk manis di becaknya, mungkin masih menunggu ada orang yang memanfaatkan jasanya. Pak becak serta merta mengambil bungkusan hijau itu!!! Bagaimana adegan selanjutnya? Nung tidak tahu…hehe… karena episode berikutnya, Nung disibukkan dengan menikmati romantika suasana pasar. Mengamati para pedagang sayur yang kebanyakan sudah berusia senja. Pokokmen seru deh! Dengan membawa 10 unting “daun ketela rambat” pluz 2 kilogram wortel, akhirnya rindu Nung pada laboratorium pusat lunas! Banyak sekali kenangan di greenhouse. Hihi. ah, senangnya bisa ngasih makan kelinci-kelinci putih itu. Ada banyak mencit yang sibuk dengan aktivitasnya sendiri di rumah-rumah kecil mereka. Mungkin menyiapkan mental untuk menjadi sasaran para “scientist” hari ini. Huaaaaa, Nung kangen ngelaaaaaaaaaaaaaaaaabbbbbbb!!!



Yasudah, segini aja deh ceritanya. Kan cuma sepenggal binti seonggok bin sa’uprit. Hehe…

Karena aktivitas selanjutnya…. (seperti status siang ini)

“Sesuatu tengah menguji hatiku, maka kataku: MENULISLAH!”



***

Saat ini aku sedang menunggu

Diantara nyanyian malam yang saling bersahutan

Dan cahaya yang silaunya membutakan langit

Aku menunggu saat dimana hati insan perindu kedamaian ini bersatu

Saat pertemuan yang membuahkan rindu

Rindu yang takkan pernah bertepi

Meski terhapus waktu yang kan terus berjalan dan berlari...



Aku merasa sepi...

Ruangan dalam hatiku senyap dan sunyi

Bahkan angin seperti enggan tuk berhembus

Aku merindukannya

Menanti dalam sepi

Aku merindukan saat ia meramaikan suasana dengan canda tawa

Sesuatu yang dulu terasa sangat biasa di harinya

Kini terasa begitu istimewa

Saat-saat bersama kini begitu berharga

Adakah semua ini akan berulang???



Malam takkan pernah menenggelamkan kita...

Ia hanya membiarkan sang bintang memecah sunyinya

Setiap diri kita adalah sosok pribadi yang unik

Bagai potongan puzzle yang harus disusun

Adanya untuk saling melengkapi

Tiadanya untuk saling mengisi...



Setiap diri kita berbeda

Dalam warna, dalam kata, dalam rasa

Aku, kamu, dia, kita, mereka...semua tak sama

Tapi jalinan yang ada diantaranya

Bisakah menjadi SATU CINTA yang tak berkesudahan???

Jalinan yang ujung satunya VISI, ujung yang lain adalah MISI

Kan menjadi sebuah simpul yang terikat erat nan kokoh

Tak terpisahkan...

Tuk wujudkan sebuah MIMPI



Sepertinya langit masih menyimpan sejuta kisah

Yang diturunkan satu per satu bersama rintik hujan

Agar air mata tersamar di dalamnya

Agar tiap sudut berhiaskan rona indah pelangi sesudahnya...

Begitukah?? Semoga...

(Puisiku jaman mahasiswa doeloe)

***

“Mungkin aku ditakdirkan untuk melewati jalan berliku, tapi sejauh ini aku berhasil melaluinya dengan baik. Mungkin aku memang butuh kemauan yang kuat, harus lebih bekerja keras dan perlu memperbaiki HATI. “Bukankah butuh bara api yang sangat panas untuk membentuk besi menjadi sesuatu yang berguna?” saat aku sudah kehilangan rasa percaya diri karena ketidakberhasilan yang berulang, aku terpuruk. Namun, ketika aku buka MATA HATI dan mencoba menangkap sinyal motivasi yang ada di sekelilingku, aku sadar, bahwa semua orang peduli padaku dan Allah Swt takkan pernah meninggalkanku. Allah Swt mencintaiku lebih dari yang aku perlu!!!”



“Tak ada waktu lagi untuk mengeluh, menyesal, dan mengkhayal, karena waktu sudah habis untuk menjalankan AMANAH HIDUP yang tidak sedikit…”



[Keisya Avicenna, 19 Mei 2011. Masih menanti (tak hanya) sebuah jawaban…]

FF POLIGAMI_KETIKA CINTA (TAK) HARUS DIBAGI

Thursday, May 26, 2011 0 Comments
by Norma Keisya Avicenna on Thursday, May 19, 2011 at 4:54pm

KETIKA CINTA (TAK) HARUS DIBAGI



“Hallo, Assalamu’alaikum…”

“Wa’alaikumsalam, Mbak Dea!”

“Ya, hallo…”. Sesaat aku terkejut mendengar isak tangis dari ujung sana.

“Ada apa Ratna? Istighfar! Tenangkan dulu hatimu, kalau sudah tenang coba kamu ceritakan apa masalahmu…”

“Mbak…Mas Heru telah berpulang sepuluh menit yang lalu.”

Seakan petir menyambar di siang bolong. “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un…”, ucapku spontan.

“Ratna, kamu sabar ya. Kuatkan dirimu! Insya Allah, mbak segera ke sana.”

“Iya, Mbak. Jazakillah…”



***

Tiga bulan kemudian…

Malam kembali menggelar jubah kelamnya. Desiran angin seolah membawa pesan-pesan sunyi yang menyayat sepi.

“Ummi…!”, sebuah suara mengejutkanku.

Aku menoleh dan mendapatkan Mas Farhan sudah memegang pundakku dan tersenyum.

“Lagi mikirin apa sih, Mi?”, bisiknya.



Kutatap wajah lelaki yang sudah lima tahun melengkapi kehidupanku itu. Mata kita saling beradu. “Kasihan Ratna, ya Bi!”

“Segalanya sudah diatur oleh Allah Yang Maha Kuasa. Semuanya sudah menjadi suratan takdir dari-Nya. Dan sebagai manusia kita hanya bisa bersabar atas semua ketentuan-Nya, termasuk episode kehilangan orang tercinta yang dialami oleh Ratna”, kata Mas Farhan.



“Tetapi ujian dan cobaan yang dihadapi Ratna sangatlah berat, Bi. Usianya masih teramat muda untuk berjuang sendirian. Perekonomian rumah tangganya pun masih dalam tahap perbaikan. Apalagi dia sekarang harus berjuang sendiri membesarkan kedua anaknya yang masih kecil. Dan menurut pengamatan Ummi, teman-teman mulai menjauhi Ratna, Bi!”



Mas Farhan terlihat terkejut. “Lha kok bisa, memangnya Ratna salah apa?”

“Ummi sendiri tidak tahu. Tetapi perkiraan Ummi mungkin mereka mengkhawatirkan suami mereka sehingga akhirnya menjaga jarak dengan Ratna.”

“Hubungannya dengan para suami mereka apa?”, Mas Farhan menatapku.

“Tentang poligami”.

Suasana sepi sesaat.

“Hm, jangan-jangan Ummi mengkhawatirkan diri Abi juga, ya?” tanya Mas Farhan tiba-tiba.



Aku hanya menatap wajah teduh itu. “Insya Allah, tidak”, jawabku mencoba menyembunyikan perasaan khawatir. Getir.

“Ummi, poligami itu rukhsah saja. Jika poligami mendatangkan mudharat, bukan manfaat, hukumnya bisa makruh, bahkan haram. Jadi tidak sembarangan. Namanya juga rukhsah. Berbuat adillah ia lebih dekat dengan taqwa, kata Allah dalam Al Qur’an. Dan monogami itu lebih adil, jadi lebih dekat pada taqwa.”



Mas Farhan memegang tanganku dengan mesra, kemudian berkata…



“Sungguh sedih tatkala diri ini menyaksikan wajah bermuram durja seorang wanita yang berazzam menjaga diri dan kehormatannya namun belum menemukan jodoh yang akan menyelamatkan hidupnya. Dan sungguh sedih tatkala diri ini menyaksikan air mata seorang wanita yang sangat ingin merasakan perjuangan luar biasa ketika melahirkan seorang anak.”

Aku terkejut. Kalimat-kalimat itu seperti sebuah sindiran yang ditujukan Mas Farhan kepadaku.

“Ummi, kalau Abi yang menikahi Ratna, bagaimana?”

???



***





Lomba FF 400 kata bertema POLIGAMI

oleh Leyla Imtichanah



Dalam rangka syukuran kelahiran novel terbaru saya, meskipun hanya diterbitkan secara indie, saya mau berbagi kebahagiaan dengan rekan-rekan semua. Ungkapkan perasaan teman-teman terhadap POLIGAMI, dengan menulis sebuah cerpen pendek atau Flash Fiction, sebanyak 400 kata, dengan judul.

Misalnya, suami mengancam mau nikah lagi, atau sudah menikah lagi, atau dari sudut pandang istri pertama, istri kedua, istri ketiga, atau dari orang-orang terdekat yang melihat kehidupan poligami, dan seterusnya. Boleh pro, boleh kontra.



Persyaratan:

1. Jumlah kata harus tepat 400 dengan judul, tema Poligami.

2. Tulis di notes FB, dengan menyertakan info lomba ini dan info novel Hati Bidadari (sinopsis dan kaver).

3. Tag 25 temanmu, termasuk Leyla Imtichanah.

4. Kirim FF dan biodata penulis (nama, alamat, telepon, imel) ke leyla.hana@yahoo.co.id. Hadiah3 Orang Pemenang akan mendapatkan Paket Buku dan Gratis Konsultasi Menulis Novel via imel selama sebulan50 FF terbaik, insya Allah akan dibukukan.



Deadline, 20 Mei 2011



Alhamdulillah....telah terbit novel terbaruku HATI BIDADARI Pernah dimuat secara bersambung di Majalah KARTIKA, tahun 2005 Tebal 112, HalamanKertas HVS 70gr, Ukuran 14 x 21 cm, Harga 40.000.

Bagaimana rasanya dicintai oleh lelaki yang telah beristri dan memiliki dua orang anak? Fairy menganggap Suryo sebagai bapaknya sendiri, tetapi Suryo menganggapnya sebagai wanita dewasa yang layak untuk dicintai. Hati tak dapat dibohongi. Pesona Suryo membius Fairy, hingga melemparnya ke dalam jurang cinta yang dalam. Fairy dan Suryo saling jatuh cinta.Sanggupkah Fairy berbahagia di atas penderitaan istri dan anak-anak Suryo? Ternyata, menjadi wanita kedua pun tidak mudah....



Bagi yang berminat, silakan sms ke no: 021 993 67 327, dengan Bang Anas.

Celoteh Aksara [41] : "JEJAK SARAT HIKMAH"

Thursday, May 26, 2011 0 Comments
by Norma Keisya Avicenna on Tuesday, May 17, 2011 at 9:08am

Hidup ini adalah sebuah proses, apa yang telah kita capai saat ini merupakan hasil perjalanan kita setapak demi setapak dalam kehidupan. Banyak orang masuk ke dalam kehidupan kita, satu demi satu datang dan pergi silih berganti. Kadang kita sedih jika harus berpisah meninggalkan jejak langkah yang penuh goresan makna. Ada yang tinggal untuk sementara waktu dan meninggalkan jejak-jejak di dalam hati kita dan tak sedikit yang membuat diri kita berubah. Namun adakalanya juga kita mungkin akan kembali menemukan jejak-jejak langkah kita yang masih belum tersapu oleh zaman, dan terkadang sungguh mengharukan bagi kita. Tak jarang ketika kita menjejakkan langkah di suatu fase kehidupan yang awalnya kurang begitu berarti bagi kita namun ketika kita kembali merenunginya ternyata jejak langkah itulah yang telah membuat kita berubah saat ini.



Alkisah seorang tukang lentera di sebuah desa kecil, setiap petang lelaki tua ini berkeliling membawa sebuah tongkat obor penyulut lentera dan memanggul sebuah tangga kecil. Ia berjalan keliling desa menuju ke tiang lentera dan menyandarkan tangganya pada tiang lentera, naik dan menyulut sumbu dalam kotak kaca lentera itu hingga menyala lalu turun, kemudian ia panggul tangganya lagi dan berjalan menuju tiang lentera berikutnya. Begitu seterusnya dari satu tiang ke tiang berikutnya, makin jauh lelaki tua itu berjalan dan makin jauh dari pandangan kita hingga akhirnya menghilang ditelan kegelapan malam. Namun demikian, bagi siapapun yang melihatnya akan selalu tahu kemana arah perginya pak tua itu dari lentera-lentera yang dinyalakannya.

Penghargaan tertinggi adalah menjalani kehidupan sedemikian rupa sehingga pantas mendapatkan ucapan:

“Aku selalu tahu kemana arah perginya dari jejak-jejak yang ditinggalkannya. ”



Seperti halnya perjalanan si lelaki tua dari satu lentera ke lentera berikutnya, kemanapun kita pergi akan meninggalkan jejak. Tujuan yang jelas dan besarnya rasa tanggung jawab kita adalah jejak-jejak yang ingin diikuti oleh putera puteri kita luar biasa, dan dalam prosesnya akan membuat orang tua kita bangga akan jejak yang pernah mereka tinggalkan bagi kita.



Tinggalkanlah jejak yang bermakna, maka bukan saja kehidupan kita yang akan menjadi lebih baik tapi juga kehidupan mereka yang mengikutinya. Berikanlah jejak-jejak yang berharga dan membawa kebahagiaan bagi setiap orang dan suatu waktu, cepat atau lambat kita pasti akan menemukan jejak kesuksesan dan kebahagiaan dalam diri kita.



[Serakan Inspirasi Keisya Avicenna, saatnya kembali mengukir jejak-jejak terbaik. jikalau harus meninggalkan, semoga jejak kebaikan-lah yang bisa aku wariskan!!! 17 Mei 2011]

Celoteh Aksara [42]: “Ada PELANGI di Hatiku”

Thursday, May 26, 2011 0 Comments
by Norma Keisya Avicenna on Wednesday, May 18, 2011 at 12:17pm



Sesuatu yang membuat jiwa-jiwa terpilih senantiasa hadir bersama ketulusan hati, untuk selalu tersenyum dan gembira meski terkadang harus tertatih…



***

Mei, hari ke-17

Berangkat dari istana 5 cintaku, KYDEN, dengan semangat yang berbeda. LUAR BIASA!!!



Kemarin sempat dapat SMS dari kepala suku FLP Pelangi. Mumpung hari ini (Selasa) tanggal merah tu pethunya ngajakin rapat Pelangi di Taman Balekambang. Sesampai di Solo, Nung sempatkan untuk ingak-inguk kostan (yang mungkin sebentar lagi akan Nung tinggalkan. Hiks!). Setelah itu ngebis sampai Terminal Tirtonadi. Berhubung hari ini HARI BUKU, Nung bawain 2 buku antologinya Mbak Thicko “PARA GURU KEHIDUPAN” ke lokasi rapat. Hehe. Buat Mas Dwi ‘n Mbak Nury. Sedangkan Nung membawa sebuah buku yang menjadi target bacaan pecan ini: “AGAR TELAPAKMU MENJADI SURGA”. Sip, semangat membaca!!!



Nah, dari Terminal Tirtonadi, Nung mbecak deh. Hm, banyak menangkap “moment” yang seolah mengingatkan Nung untuk lebih bersyukur dan semakin memaknai hidup. Hehe…



Sampailah di Balekambang, beli empek-empek dulu then masuk area taman. Hm, ketemu Mas Cowie, Ayu’, n Mbak Nury. Kita jalan menuju “pendhopo” di sebelah barat kolam. Dah ada Mas Sururi, Mas Tyo, dan Mbak Amrih. Kita pun duduk-duduk. Konferensi meja kotak pun digelar. Dan akhirnya, Kang Sofa datang. Menyusul kemudian Mas Alib (yang ngasih julukan Nung: ‘gatotkacawati’. xixixi), then Mbak Ummi. Terjadilah pembahasan yang sangat seru!



“Salah satu prinsip Nung mah kayak ‘batu bata’, siap ditempatkan di mana saja. Intinya dimanapun Nung berada, di situ Nung bisa terus belajar untuk menjadi lebih baik.”

Kalimat-kalimat yang sempat terucap, n dapat komentar dari Mas Tyo: “wuih, ndewi banget igh!”. Hahaha…ngik!



Pending sholat Dhuhur…

Sambil nunggu kedatangan Diah Cmut, Ayu’ dan Nung beli makan siang di sekitar Manahan. Hihi. Disangoni Mas Alib ‘n Kang Sofa (gubraaaak!). Banyak kejadian konyol sama Ayu’. Untungnya gak ngisin-isini. Semuanya masih dalam batas kewajaran. Abububu…



Singkat cerita, kita makan siang bersama sambil terus membincangkan rencana bahagia hari Sabtu. Insya Allah, hasil rapat memutuskan kita akan rihlah ke Pacitan hari Sabtu besok, kumpul di Depo Pertamina Ngemplak jam 06.00. Huaaaayyooo, bagi yang belum bayar segera setor duit ke Diah Cmut selaku bendahara. Kalau gak bayar-bayar, gak bakal dapat cemilan, snack ‘n makan siang (Ancaman sie konsumsi nih. Krik…krik…krik…).



Dan pertemuan PELANGI hari ini berakhir bahagia…^^v



“Telah kutemui PELANGI di balik kabut hitam

Telah kutemukan pula kuncup bunga diantara mahkota yang berduri…

Hingga aku mencintai terang persis seperti aku mencintai kegelapan

Hari ini menjadi sesuatu yang paling mengesankan yang pernah kuketahui dalam hidup ---dan kelak akan selalu kukenang…

Karena kita akan meninggalkan bekas dalam tetesan embun

Lalu bangkit menyatukan diri di awan

Jatuh ke bumi menjadi hujan

Dan PELANGI pun terlahir menghadirkan ketulusan…”



TERIMA KASIH, PELANGIKU!!!

***

[Keisya Avicenna, saat hatiku dipenuhi spektrum cinta yang melukiskan bianglala. Terima kasih, ya Rabb! ]

SENJAKU BERPUISI

Thursday, May 26, 2011 0 Comments
by Norma Keisya Avicenna on Monday, May 16, 2011 at 5:27pm
Kutatap pesona jingga di ufuk barat sana
Tatkala kumelepas kepulangan sang mawar merah ke tanah rantaunya..
Selamat menyulam bahagiamu, cinta!

Dan kini...selepasku mengucap sampai jumpa pada deretan ular besi, aku kembali dibuat terkesima dng rona anggun lukisan langit...

Di sana, di suatu tempat terbaik tengah ada hati yg mengeja cinta, bukti mahabbah tertinggi pada-Nya.

Ya Rabb, yakinkah hati ini, kuatkanlah azzam ini...

~saat menatap rembulan yg sudah sempurna melingkar meski langit msh tampak kebiruan~

[Keisya Avicenna, menikmati kayuhan perjuangan pak becak yg mengantarkanku dr Balapan smp jalan raya tmptku akan kembali ke bumi cintaku]