Jejak Karya

Jejak Karya

Friday, August 24, 2012

MELATI [27]: “THE LOST of…”

Friday, August 24, 2012 0 Comments


by Norma Keisya Avicenna on Thursday, August 16, 2012 at 8:13am ·

Rasa kehilangan hanya akan ada jika kau pernah merasa memilikinya”

Kehilangan adalah sebuah kenikmatan bagi hati yang mengikhlaskan. Kehilangan bukanlah saatnya untuk mencari kambing hitam atas suatu kesalahan, tapi tak lain adalah saat yang sangat berharga untuk memperkuat pikiran positif kita kepada Allah Swt.

Di dalam salah satu hadits Rasulullah Saw,tersebutlah seorang wanita bernama Ummu Sulaim. Tahu kan Ummu Sulaim? Wanita mulia dengan mahar keislaman Abu Thalhah. Subhanallah…

Pada suatu hari, anaknya sakit panas. Tepat pada saat itu, suaminya Abu Tholhah tengah pergi mencari nafkah. Saat menjelang malam, anak kesayangannya itupun meninggal. Ummu Sulaim meminta kepada kerabatnya, untuk tidak memberitahukan kepada Abu Thalhah, tentang kematian anaknya. “Biar aku saja yang memberi tahu,” katanya.
Ketika Abu Thalhah pulang, dia pun bertanya tentang kondisi anaknya. Ummu sulain menjawab dengan senyum: “Dia sudah lebih tenang”.

Sebagai istri yang baik, maka dia pun melayani suaminya. Setelah semua selesai, bertanyalah Ummu Sulaim: “Suamiku sayang! Bagaimana pendapatmu, jika seseorang menitipkan barang kepada kita, ketika sudah tiba waktunya dia meminta barangnya untuk dikembalikan?”
“Tentu harus dikembalikan,” kata suaminya.
“Tidak boleh marah?” desak istrinya.
“Ya,” jawab suaminya tegas.
“Anak kita sudah diambil pemiliknya….”

Mendengar cerita istrinya itu, Abu Tholhah tampak sangat marah, lalu dia mengadukan masalah ini kepada Nabi Muhammad Saw. Namun apa yang terjadi, setelah selesai Abu Thalhah bercerita maka Nabi Muhammad Saw membenarkan tindakan istri Abu Tholah. Beliaupun lantas mendoakan agar apa yang telah dilakukan suami istri di malam itu menjadi berkah, dan akan menghasilkan seorang anak sebagai pengobat hati keduanya. Kemudian sembilan bulan berikutnya, anak mereka lahir, lalu diberi nama Abdullah. Maka terjawablah apa yang telah dilakukan oleh Ummu Sulaim atas prasangka baiknya pada Allah Swt.

Sungguh... pelajaran yang luar biasa, bukan?
Kehilangan pun pernah terjadi pada Nabi Ayyub as. Beliau kehilangan kekayaan dan orang orang yang disayanginya. Bukan itu saja, Beliau pun menderita penyakit yang menggorogoti seluruh tubuhnya. Sampai-sampai ia berdo’a: “Ya Allah, penyakit ini boleh jadi menggerogoti seluruh tubuhku. Tapi ya Rabb, jangan sampai penyakit ini juga menggeroti hati dan lisanku, sehingga aku masih mampu berzikir kepada-Mu.”

Subhanallah...
Begitulah ketabahan Nabi Ayyub. Beliau ikhlas atas kehilangan kekayaan dan  kesehatan yang dititipkan kepadanya. Bahkan dengan penyakitnya, membuat semua orang jijik kepadanya. Namun buah dari kesabaran dan keikhlasan akan selalu membahagiakan. Pada akhirnya Allah Swt mengembalikan kembali semua kehilangan yang dialami Ayyub.

Hidup di dunia tidaklah kekal. Apa yang kita miliki tidak selamanya akan terus menjadi milik kita. Demikian halnya setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup kita…ada kelahiran, selalu diiringi dengan kematian. Dari sana kita belajar tentang ‘mendapatkan’ atau sebaliknya, ‘kehilangan’, hm…begitulah hakikat hidup! Terkadang kita sebagai manusia terlalu mengikuti ego dan hawa nafsu untuk memiliki sesuatu, atau menambah jumlah sesuatu kepemilikan, sehingga kita pasti pernah melakukan hal yang tidak sepatutnya untuk mencapai yang kita inginkan, ketika kita begitu mencintai sesuatu akan terasa sedih ketika kita kehilangannya. Karena setiap manusia pasti pernah mengalami kehilangan. Kita bisa saja kehilangan seseorang yang sangat berharga dalam hidup kita, kehilangan materi, jabatan, kesehatan, dan cinta. Bahkan, keberhasilan yang dicapai seseorang...

Kehilangan memang menyedihkan tapi kita tidak bisa menghindari itu. Jangan pernah disesali dan ditangisi kehilangan itu. Tapi marilah kita renungkan, buatlah perbandingan dengan kondisi sebelumnya.  Hitunglah dan ukurlah porsinya, seberapa besar kita kehilangan dan seberapa besar yang kita dapatkan.

Dalam hidup, suatu hal akan muncul dan akan pergi pada waktunya nanti. Tak ada yang abadi di dunia ini.  
Kehilangan akan membuat kita merasa rapuh tapi di sisi lain kehilangan bisa membuat kita tegar.

Yang perlu kita lakukan saat kehilangan adalah INTROSPEKSI DIRI! MUHASABAH…
Apakah kita pernah mengambil hak orang lain, sehingga Allah Swt mengambil hak kita secara paksa.  Sadari apakah kehilangan membawa manfaat contoh ketika seseorang kehilangan pekerjaan, ternyata setelah proses kehilangan itu dia menjadi seorang pengusaha sukses….karena dia berusaha untuk tidak meratapi episode kehilangannya karena dia memilih untuk terus berusaha untuk OPTIMIS dan BANGKIT! Dan ingat walau dalam keadaan kehilangan akan lebih menyejukan hati jika kita berusaha mengambil hikmah dari kejadian tersebut.

Karena dalam setiap kehilangan ada pembelajaran yang  membuat jiwa makin dewasa atau mungkin menjadi sebuah proses lepasnya sebuah ego dalam diri…

[Keisya Avicenna, lembar ke-27 Ramadhan… sambil nguping nasyid yang sangat menyentuh… Ramadhan segera berlalu, kawan…. T_T)

Sandarkan lelah hari 
Hilangkan duka  
Kala kau terluka pedih hati 

Tak selamanya indah 
Kini mungkin hadirnya saat duka 
Saat lara 

Yang sudah berlalu biarkanlah sudah 
Tak perlu sesali jangan kau tangisi 
Jika asa dan bahagia tak kau rasa 
Dengarkanlah dan rasakanlah 

Kicau burung berdendang 
Nyanyian alam riuh bersahutan 
Betapa merdunya 
Coba lihat dan renungkan 
Langit dan istananya hamparan samudra 
Betapa indahnya 
Percayalah kau dalam lindungan cinta Maha Segala Maha 

(Petuah Hati_Jamus Kalimasada)

MELATI [25]: “KAK CEN, ZEN, dan TLJ”

Friday, August 24, 2012 0 Comments
by Norma Keisya Avicenna on Tuesday, August 14, 2012 at 5:24pm ·
Gumpalan awan berarak dalam latar biru. Menjadi naungan hamba-hamba terkasih yang hatinya kaya akan rasa syukur jua rasa sabar. Yang jiwanya tak mengenal keluh meski raganya harus bersimbah peluh…
Akukah? Engkaukah?

***
Di suatu sore yang bertabur cinta…
Zen: “Kak Cenuuuuung… bangkit dan bersemangatlah! MELATI [25] belum ditulis lhoooh…”
Cenung: “Hu um. Zen… ini juga dah bangkit kok! Dah nangkring dengan sangat elegan di depan Doralepito.”
Zen: “Nah, gitu donk! Tetap jadilah Kak Cenungku yang penuh semangat. Ingat jargon kita: ‘Sakit itu bukan untuk dikeluhkan tapi untuk dikalahkan.’ Hu um kan?”
Cenung: “Hu um, Zen. Sini, tak peluk biar hangat sambil temenin Kak Cenung nulis.”
Zen: “Hyaaa… tapi jangan erat-erat yak. Mentang-mentang Zen gemuk.”
Cenung: “Iya, beresss…”
***
Zen: “Kak Cenung, nulis apa tuh?”
Cenung: “Ah, mau tahu aja kau…”
Zen: “Hiks, Zen ngambek nih!” (pasang muka dilipet)
Cenung: “Aih…aih… nggak dikasih tahu aja ngeluarin jurus andalan. Kak Cenung balikin ke abad 22 lho nanti.”
Zen: “Kyaaa… jangan dunk, Kak! Zen dah kerasan di Istana 5 Cinta. Zen selalu bahagia bisa menjadi sahabat mbolang Kak Cenung. Zen senang dulu bisa ikutan mbolang ke Nawangan, ke Jogja, bahkan ke Sumatera. Heuheu… Nggak jadi ngambek kalau gitu!”
Cenung: “Sippp… akur! Mari kita menulis…”
(Cenung pun sibuk menarikan jemarinya di atas tuts-tuts doralepito kesayangannya)

***
Zen: “Kak Cenung, The Lost Java apaan sih?”
Cenung: “Ah, payah kau, Zen! Itu novel karya sahabat kakak. Namanya Kun Geia.”
Zen: “Nama yang aneh…”
Cenung: “Hu um. Seaneh orangnya… (mbatin.com) Peace, Prof! hehe…”
Nama Kun Geia itu sarat makna lho, Zen! (kata yang punya nama sih).The Lost Java itu lebih dari sekedar novel Science-Fiction, Zen... Ceritanya dipersiapkan dengan matang. Jadilah alur dalam buku ini penuh dengan jalinan yang syarat ketegangan, menyuguhkan kepuasan tersendiri bagi para pemburu bacaan thriller. Begituuu…”
Zen: “Lhah… thriller mah apaan tuh?
Cenung: (tepok jidat!) “Kata Eyang Yahoo: Thriller berasal dari Bahasa Inggris yang diartikan "petualangan yang mendebarkan". Tipe alur ceritanya biasanya berpacu dengan waktu, penuh aksi menantang, tempat (dalam seluruh atau sebagian cerita) di lokasi-lokasi eksotis seperti kota-kota di luar negeri, gurun, kutub bumi atau di tengah-tengah lautan.”
Zen: “Jadi, The Lost Java itu memadukan antara petualangan dan fiksi ilmiah gitu ya, Kak Cen?”
Cenung: “Hu um. Cerdas kamu!” (tepok jidat Zen!)
Zen: “Terus apa istimewanya, Kak?”
Cenung: “Nih… catatan perenungan Kak Cenung yang didapat dari The Lost Java…”
(Cenung pun membuka folder THE LOST JAVA dari Doralepitonya) 


Setiap gunung yang tinggi ditaklukkan melalui setiap langkah demi langkah dengan konsisten (aksi pendakian Vinson Massif oleh Tim WAR).
Setiap buku yang kita baca diselesaikan melalui setiap kata demi kata (aksi arrogant baca The Lost Java).
Setiap 'visualisasi' yang indah diciptakan melalui setiap goresan demi goresan tinta yang tegas... (goresan impian saya untuk TLJ)
Setiap tempat tujuan ditempuh melalui setiap mil yang dilewati. Begitu juga tujuan kita bisa dicapai dengan melakukan setiap langkah demi langkah untuk menuju ke sana...menuju ke puncak realisasi impian kita.

SUKSES BERSAMA akan berefek jauh lebih dahsyat!
Ibarat PUZZLE,"LENGKAP dan MELENGKAPI" ^_^ ada kekuatan "SALING" di sana...#NM
***
Pengorbanan itu kau ikhlas jikalau dalam suatu kondisi kau harus "pecah berserakan" supaya yang lain "terkumpulkan selalu". Ikhlas itu kau beri dengan tangan kananmu lalu kau "butakan" tangan kirimu.
Belajarlah dari keikhlasan Gia yang rela diamputasi jari2 tangannya demi misi penyelamatan bumi dan umat manusia. Belajarlah dari pengorbanan Husna, yang tulus hatinya rela ditinggalkan sang suami untuk pergi menjalankan misi mulia. Hatinya tak utuh kala itu, pasti! Tapi ia telah membuktikan bahwa di balik punggung laki-laki hebat, ada wanita luar biasa di belakangnya...
#catatan perenunganku untuk TLJ
***
Dalam dunia marketing, mari kita senantiasa meneladani sosok Baginda tercinta, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam...serta istri tercinta beliau, Bunda Khadijah. Modal utamanya apa? Yupz, sikap AMANAH/dapat dipercaya. Dengan kata lain, berbisnislah dengan hati pasti juga akan sampai ke hati. Berbisnislah dengan cinta, pasti akan banyak pelanggan yang suka. Nah, AMANAH itu jujur dalam hal apapun termasuk ketika meyakinkan konsumen tentang produk yang dijualnya.
Itu yang saya eksekusi di lapangan. Ketika saya tahu THE LOST JAVA "LUAR BIASA DAN LAYAK DIBACA BANYAK ORANG", itulah yang saya sampaikan kepada pihak konsumen.
Bahkan sebagai manager TLJ, saya berani ngasih garansi. MERASA RUGI? UANG KEMBALI! Saya hanya ingin belajar menjadi muslimah amanah dalam meneladani 2 idola saya...
^_^
Yukz, jadikan TLJ sahabat yang mencerdaskan dalam perjalanan mudik ke kampung halaman.
Yukz, jadikan TLJ kado pernikahan sahabat yang mau walimahan (karna ada pesan istimewa untuk para istri/suami di dalamnya yang dikemas dalam cerita sederhana, luar biasa, namun sarat makna).
Yukz, jadikan TLJ kado istimewa saudara di Hari Raya...
Uhuy!
#Pengin TLJ dibedah di kota Anda? Contact tim management: 085647122033.
***
Perjalanan menjanjikan kesan tersendiri yang jarang dialami, atau mungkin tidak terulang kembali setelah ini… [TLJ, halaman 106]
"Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia. Berlarilah tanpa lelah, sampai engkau meraihnya..." [Laskar Pelangi]
"Inilah karya nyata nyata kami, 6 'ilmuwan' dengan bassic keahlian masing-masing yang tergabung dalam Tim WAR 'MISSION OF THE LOST JAVA' siap berkeliling Indonesia dan dunia... MENGHADIRKAN SEGALA YANG TERBAIK untuk SEMESTA."
[Tim WAR: #KG, #NM, #nm, #fq, #wb, #dw]
"Izinkan anakku hidup lebih lama. Biarkan ia beranjak dewasa. Beri ia kesempatan untuk membuat dunia bangga dengan karya-karyanya, kumohon..."
Permintaan tertulus seorang ibu untuk anaknya melesat cepat ke angkasa, berhenti di pintu langit pertama dan tergantung di sana, belum diizinkan melanjutkan perjalanan untuk melewati lapis ke tujuh langit dan dilaporkan pada Pemilik Arsy.
Siapakah sosok wanita mulia itu?
Ada apa gerangan dengan bayi mungilnya?
Kelak... bayi itulah yang akan menjadi satu dari sekian ilmuwan terbaik Indonesia. "Let's do something ! Save the Earth now or there will be no day after this year..." (kalimat cerdas nan lugas yang ia sampaikan dalam Intergovernmental Panel On Climate Change). Tapi, Konspirasi ZIONIS membuat segalanya menjadi sangat rumit. Namun, yang pasti... "KONSPIRASI HARUS DILAWAN DENGAN KONSPIRASI!!!"
***
[T]atkala [L]angkah telah [J]auh...
[T]apak-tapak [L]elah mulai menggelayuti [J]iwa
[T]api [L]entera harapan mampu bersihkan [J]elaga hati
#NM
***
Sebab "jurang" tak selalu berarti kekalahan,
sebab "jurang" tak melulu masalah ketidakberdayaan,
sebab "jurang" tak selamanya tempat kejatuhan...
Karena "jurang" juga diciptakan untuk mereka yang ingin mendaki, karena "jurang" ada bagi mereka yang berani, untuk menyeberangi, untuk menaikinya kembali, bila ia terjatuh nanti...
Jadi, biarkan bila jatuh ke "jurang", bila memang harus jatuh.
Sebab selalu ada yang membantumu untuk naik kembali...
#Laa yukalifullahu nafsan illa wus'aha... Mereka yang paling berbahagia tidaklah harus memiliki yang terbaik dari segala sesuatu. Mereka pun bisa sangat berbahagia kala mengoptimalkan segala sesuatu yang datang dalam perjalanan hidup mereka... (Semoga aku salah satu dari "mereka" itu...). BERSYUKURLAH!
(salah satu dari sekian banyak pelajaran tersirat dari novel THE LOST JAVA)
***
Zen: “Wow! Keren ya, Kak Cen!”
Cenung: “Hu um. Kita juga punya tim management lho, Zen… Dan kita punya kode rahasia yang nggak setiap orang mampu mengaksesnya. #KG, #NM, #nm, #fq, #wb, #dw. Kita juga bikin seragam Tim WAR, Zen! (Cenung nunjukin foto seragam Tim WAR ke Zen). Kita punya satu misi yang sama terangkum dalam ‘MISSION of THE LOST JAVA’. Asyiiik apa asyiiik banget tuh? Hehe.”
Zen: “Wah…wah… SUKSES, ya Kak Cen! Selamat jadi manager dan tim management yang ugal-ugalan dan arrogant. Hehe…Hm, covernya TLJ kan dominan biru, seragam Tim WAR nanti juga biru. Dan Indonesia 2 per 3 bagiannya lautan yang sering divisualkan dengan warna BIRU. Atap bumi kita (langit) juga berwarna BIRU. EDCOUSTIC aja punya nasyid tuh... "se-BIRU hari ini". So, biar hari-hari kita makin BIRU dan SERU... WAJIB baca TLJ... Ayooooo, SERBUUU!” (Zen jadi ikutan arrogant!)
Cenung: “Hehe… Siippp… Toasssh duluuu…”

[Keisya Avicenna, lembar ke-25 Ramadhan… menulis itu menyembuhkan. Menulis itu menyehatkan. Catatan ini untuk hiburan semata, ikhtiar meredakan rasa sakit yang mendera…^_^ SEMANGAT SEHAT, KAK CEN!!!*Zen memelukku… “Terima kasih, Zen! Mumumu…”]

Mengumpulkan yang terserak dari TLJ ^^b

MELATI [26]: “AKU HANYA INGIN BERBUAT BAIK, TERUS BERBUAT BAIK…”

Friday, August 24, 2012 0 Comments
by Norma Keisya Avicenna on Thursday, August 16, 2012 at 7:59am ·
Bahkan jika ada orang yang tega membicarakan di belakang, mempunyai pikiran negatif tentang tindakan kita, dsb TETAPLAH BERBUAT BAIK! TERUSLAH BERBUAT BAIK!

Jika garis vertikal adalah genotip garis horisontal adalah lingkungan. Maka, garis liniernya adalah fenotip. Dengan kata lain, faktor keluarga dan faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap akhlaq kita baik tutur kata, perilaku, tindakan, cara pikir, dll. Tapi yang terpenting, milikilah PRINSIP agar kita tidak terombang-ambing dalam suatu kondisi yang mungkin menyulitkan posisi kita. "Kamu berusaha 'mewarnai' (+) tapi kamu tidak ikut 'terwarnai' (-)"

Dan salah 1 prinsip yang saya aplikasikan hari ini adalah: "Aku tidak akan mengucapkan/memerintahkan sesuatu yang aku sendiri tidak melakukannya. Karena keteladanan itu sangat penting bahkan menjadi cara paling efektif untuk mengajak orang lain dalam kebaikan..."
Jadi, orientasi kita bukan penilaian manusia tapi hanya mengharap ridho Allah Swt semata.

#Alhamdulillah, agenda buka bersama hari ini dengan keluarga GO Wonogiri happy ending. GO Solo juga seru kaya'nya... (kangen-kangenan via SMS). Semangaaat buat semuanya! Selamat merengkuh keberkahan di lembaran-lembaran terakhir Ramadhan T_T
[status tertanggal 15 Agustus 2012 yang sungguh membuatku berpikir tentang banyak hal…]

[Keisya Avicenna, lembar ke-26 Ramadhan… aku hanya ingin belajar seperti MELATI: meski mungil namun senantiasa menjaga kesucian hatinya...menebarkan wanginya meski banyak yang memandang sebelah mata. Sederhana namun bersahaja!]

MELATI [24]: "DIAM"

Friday, August 24, 2012 0 Comments


by Norma Keisya Avicenna on Tuesday, August 14, 2012 at 10:50am ·
Diam tak berarti marah…
Diam tak berarti sendu
Diam tak berarti pilu
Diam juga tak berarti takut atau terasing…

Hanya…
Ada yang harus dijaga
Dalam hening waktu bicara
Dalam ukiran harap mengangkasa
Dalam jenak meniti do'a

Aku masih disini…

Terpaku menatap raga
Mencoba menata kembali ‘tuk menjaga hati…
Agar rasaku kepadamu tak melebihi kecintaanku pada Rabbku


Aku mencoba merenungi kembali tentang perasaanku
yang sampai sekarang aku tak kuasa untuk menyampaikan
Bukannya aku tak berani
Bukan pula aku munafik ataupun tak mau jujur padamu
Tapi, aku hanya mencoba menyimpan perasaan ini
Sampai kelak waktunya tiba…

Sahabatku pun pernah berkata, "Aku milik-Nya, dia pun milik-Nya. Biarkan Sang Pemilik berbuat sesuka atas apa yang menjadi kepemilikan-Nya..."


Aku diam…
Terpejam…

Agar  nyala lentera suci itu tetap terjaga
Bagai janji setiaku padaNya…

[Keisya Avicenna, lembar ke-24 Ramadhan…]
*hanyafiktifbelakabagiyangmerasa,maaf-maafkatayaa… :)

MELATI [23]: "MENANGIS ITU BUKAN LAKI-LAKI!"

Friday, August 24, 2012 0 Comments


by Norma Keisya Avicenna on Sunday, August 12, 2012 at 7:30am ·
Kadang, ada kalanya seorang anak mendambakan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya secara berlebih. Ini wajar! Tatkala sang anak mulai beranjak dewasa, ia berusaha mati-matian untuk menjadikan dirinya sebagai kebanggaan orang tua. Alasannya hanya satu, untuk membalas jasa bagi kebaikan orang tua. Walaupun balas jasa sang anak itu  satu berbanding tak terhingga dengan semua kebaikan yang telah diberikan dan segala bentuk pengorbanan orang tua.

Diri ini benar-benar merasakan perih, sakit, luka yang begitu dahsyat ketika harus ‘dipukul’ dengan beningnya air mata orang tua yang mengalir, seiring permohonan maaf kepada anaknya. Bukan anak yang mohon maaf kepada orang tuanya!

Bermula dari keinginan untuk membahagiakan mereka dengan mencoba mencari sekolah lanjutan yang tepat. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan, kakak perempuanku harus mendaftar sebagai dosen di UNDIP. Tentu saja biaya yang dikeluarkan tidaklah sedikit. Konsentrasi orang tuapun terpecah, bahkan aku merasa mereka lebih sibuk mengurusi pendaftaran kakak perempuanku itu sehingga sedikit meninggalkan kepentinganku untuk mencari sekolah lanjutan.

Terbesit rasa kesal karena perguruan tinggi yang diharapkan seakan mustahil untuk diraih sedangkan diri ini sudah gagal PMDK. Rasa iri kepada sang kakak pun semakin memuncak. Semakin menjadi bahkan begitu hebat! Terakhir aku mencoba bicara dengan orang tua bahwa aku ingin sekolah di STT TELKOM, tapi lagi-lagi gagal karena biaya per semester 4 juta lebih. Aku tambah kacau, aku tidak ingin kejadian ini sama dan berulang seperti tahun-tahun lalu, di mana aku selalu gagal mendapatkan sekolah yang aku inginkan.

Marah, iri, kesal yang membabi buta, aku lampiaskan begitu saja kepada Ibu. Umpatan demi umpatan keluar dari ‘mulut jahanam’ ini. Hati kotor ini berbisik, “aku di -nomor dua-kan”. Di tambah lagi, Bapak sering menonjolkan prestasi kakak perempuanku. Kakak yang dulu sekolah di SMA favorit di Jakarta daripada aku yang hanya sekolah di desa, yang mungkin tidak ada apa-apanya dengan sekolah kakakku itu. Hati ini tambah miris!

Ketika kakak perempuanku itu pulang ke rumah, tak sepatah kata pun terucap untuk menyambut, tak ada sekilas wajah  terlihat untuk menatap, yang ada hanya pikiran bahwa diri ini adalah pecundang yang selalu gagal…

Ibu -yang selalu mencoba meneduhkan si anak durhaka ini- malah kembali dijadikan bulan-bulanan mulut hina ini. Begitu berhari-hari. Malah sempat terbesit, “Lebih baik aku menjadi berandalan, membuat orang tua malu! Jika mereka tidak mau aku menjadi anak kebanggaan mereka!” Ibu tetap sabar. Hati anaknya yang terbakar emosi ini masih juga belum mengerti linangan air mata ibunya dalam hati.

Di sekolah, saat teman-teman yang lain sibuk mengurus PMDK, aku hanya duduk menatap karena cita-citaku untuk ikut PMDK sudah kandas. Sementara teman-temanku enak, mereka berpeluang bisa masuk perguruan tinggi negeri tanpa harus ikut tes saringan masuk. Sedangkan aku? Aku mungkin harus berjuang mati-matian untuk ikut tes SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru), yang tentu saja aku ragu. Aku ini kan orang bodoh? Lalu kenapa aku dilahirkan? Setiap orang bilang bahwa aku beda sama kakak, benar! Aku beda, aku lebih bodoh, aku lebih jahat, aku lebih keras kepala, egois! Aku mulai menebar benci pada semua orang. Prinsipku saat itu, kalau aku benci pada semua orang, maka aku laki-laki sejati!!! Lebih baik aku suka daripada orang lain suka. Aku sering makan ati…

Waktu itu, sepulang sekolah aku ingin makan siang. Keadaan rumah tidak seperti biasanya, ada rasa jengkel ketika menatap wajah Ibu! Seperti hari-hari sebelumnya, beliau menanyakan keadaan di sekolah, tapi jawaban yang keluar dari mulut ini malah kata-kata yang sinis. Kata-kata yang terlontar adalah kata-kata yang sangat menyakitkan. Sampai puncaknya, Ibu menangis. Ibu menangis di hadapanku, memohon maaf kepadaku. Sedang aku? Aku hanya diam berusaha bertahan dengan pikiran-pikiran iblisku yang mencoba meracuni. Ibu menangis…sekali lagi mohon maaf. Sembari bercerita bahwa beliau tidak pernah sekalipun membedakan anak-anaknya. Bagi beliau, anak-anaklah kekuatan untuk menjalani hidup. Bapak yang bekerja tiada henti demi siapa? Demi anak-anak…Ibu tidak pernah menganggap aku bodoh!!! Aku pintar…aku adalah kebanggaan beliau. Ibu terus minta maaf, teriring kristal-kristal bening yang terus membuat jejak membasahi kulit pipinya yang mulai keriput termakan usia.

Tiba-tiba piring yang tadi aku pegang, aku letakkan. Aku bersimpuh di kaki Ibu. Aku menangis sejadi-jadinya! Aku tak kuasa memandang air mata Ibu. Aku bersimpuh dan Ibu membelaiku dengan kasih sayangnya, aku hanya bisa berkata,
“Sampun Ibu, sampun…kulo lepat!”1) Hanya itu yang dapat keluar dari mulut neraka ini. Aku mencium tangan Ibu sebisanya. Aku merasakan perjuangannya membesarkanku, kurasakan tangan halus itu yang senantiasa menemani langkahku.

“Aku durhaka sama Ibu…”, kataku sambil terisak.
Tapi apa yang beliau katakan?
“Tidak, kamu tidak salah. Wajar…kamu masih remaja, Ibu bangga sama kamu.”

Aku benar-benar merasa telah menyakiti hati Ibu. Aku sulit melepaskan genggaman tanganku di kaki beliau, sudah banyak kesalahan yang aku perbuat. Aku tidak sadar bahwa selama ini aku hanya bisa merepotkan beliau, mencemooh beliau, memaki, berkata keras…

Aku durhaka…
Aku durhaka…
Ibu, ampuni aku! Jikalau beliau hilang kesabaran, pasti aku sekarang telah menjadi manusia laknat, terkutuk!

Ibu tidak berharap apa-apa dariku. Ibu hanya ingin menyaksikan anak-anaknya berhasil. Itulah yang kuingat, dan sampai sekarang aku masih bisa melihat sosok Ibu yang penuh cinta kasih pada anak-anaknya. Aku ingin mempersembahkan yang terbaik untuk Ibu. Sering aku melihat Ibu berdoa panjang seusai sholat malam, tapi aku tak tahu jika dalam doanya…ada namaku!

Ibu…ampuni aku!
Ibu…ampuni anakmu…

(Aku kembali ingat kejadian itu…dan inilah pelebur kerasnya hatiku. Aku tidak malu jika harus menangis karena meratapi kesalahan. Karena selama ini, aku hanya menganggap menangis itu bukan laki-laki! Aku menangis karena Ibu…Ibu yang akan selalu aku hormati. Ibu, surga ada di bawah telapak kakimu…)

1)        “Sudah Ibu, sudah…saya salah!”

[Keisya Avicenna… lembar ke-23 Ramadhan *terinspirasidarikisahseorangsahabat…]