Jejak Karya

Jejak Karya

Sunday, January 10, 2016

HIJAB, MAHKOTA SURGA TERINDAH

Sunday, January 10, 2016 0 Comments
Menikmati deburan ombak di Pantai Pacitan


Ajaibnya sang waktu, masa lalu yang menyakitkan
lambat laun bisa menjelma menjadi nostalgia romantis yang tak ingin dilupakan…

Serpihan Kenangan Masa Silam
Juli 2003. Tak terasa sudah 11 tahun lalu, tapi peristiwa itu selalu melekat dalam memori otakku. Saat ini, aku seperti memutar kembali sebuah rekaman skenario kehidupan yang telah dituliskan-Nya dengan luar biasa dan pastinya sarat akan makna.
Waktu itu, aku adalah seorang gadis remaja yang tengah asyik menikmati masa putih abu-abu. Juli 2003, aku naik kelas 2 SMA. Seperti biasa, tahun ajaran baru selalu identik dengan MOS (Masa Orientasi Siswa). Aku berangkat pagi ke sekolah, bertemu dengan teman-teman baru di kelas yang baru. Aku memutuskan untuk duduk satu bangku dengan Ifang.
“Ifang, ayo kita ke bawah! Aku pengin lihat MOS anak-anak kelas satu,” ajakku pada Ifang.
Sebelum bel masuk berbunyi, aku dan Ifang serta beberapa teman yang lain ke lapangan upacara. Kami ingin melihat murid-murid kelas satu yang di-MOS oleh para senior yang kebanyakan dari pengurus OSIS. Aku menyaksikan MOS tengah ‘panas-panasnya’ berlangsung. Peraturan senior masih sama: “Pertama, senior selalu benar. Kedua, jika terjadi kesalahan, kembali ke peraturan pertama!” Hah, peraturan macam apa ini? Tiba-tiba…
 Dejavu! Aku mengalami suatu hal yang membuat diriku seolah kembali ke masa MOS satu tahun silam. Setahun lalu, aku memang pernah mengalami kejadian yang sangat tidak menyenangkan saat MOS. Ketika melihat MOS adik kelas, aku merasa seperti ‘di-MOS’ lagi. Ya, mungkin ini yang disebut trauma. Trauma MOS! Mendadak kepalaku pusing bukan main. Aku benar-benar tidak bisa berkonsentrasi dengan kegiatan pengenalan kelas, pelajaran pertama Biologi, dan semua hal yang seharusnya aku nikmati pada hari pertama masuk sekolah. Di telingaku berdengung suara-suara para senior yang berteriak-teriak, membentak-bentak, marah-marah seperti kejadian MOS yang aku alami satu tahun silam. Ketika di rumah pun, aku mengalami hal-hal yang membuat seisi rumah kebingungan.
Pada akhirnya, aku ambruk. Aku mengalami sebuah guncangan psikologis yang cukup hebat. Hasil Computerized Tomography Scan (CT-scan), menunjukkan ada yang bermasalah dengan syaraf otakku. Rasa trauma ini bukan hal yang biasa, terlalu rumit untuk dijelaskan dengan istilah kedokteran.
Cobaan yang cukup berat dialami keluargaku. Waktu itu, rumahku tengah direnovasi. Tapi, karena aku harus opname dan menjalani perawatan di rumah sakit, dengan terpaksa renovasi dihentikan dan dialihkan untuk biaya pengobatanku. Biaya rumah sakit, biaya obat, biaya terapi, semuanya tidak murah. Puncak cobaan terberat itu adalah saat tim dokter memutuskan bahwa aku harus cuti sekolah selama satu tahun. Saat itu menjadi saat paling rapuh dan terpuruk dalam hidupku. Tapi keberadaan keluarga mampu membuatku belajar untuk bisa kuat dan tegar. Karena Allah SWT pasti sudah menyiapkan  hikmah di balik setiap peristiwa.



Al waqtu juz’un minal ‘ilaj: “Waktu adalah sebagian dari proses penyembuhan.
Detik merangkak menjadi menit, sang jam berlalu menggulung hari demi hari, bulan demi bulan pun berganti. Tak terasa, sudah memasuki tahun ajaran baru. Alhamdulilah, aku sudah sembuh total. Aku sudah bertekad tahun ajaran 2004/2005 akan kembali masuk sekolah. Pada suatu malam di sepertiga bagiannya, aku sempat mengalami kejadian luar biasa saat sholat Tahajud. Allah SWT benar-benar menunjukkan kebesaran-Nya kala itu.
Ada sebuah azzam di hatiku. Ketika naik kelas tiga nanti aku mampu membuktikan dengan berprestasi masuk peringkat tiga besar -yang itu artinya aku sudah benar-benar sembuh dari sakit-, aku akan mengenakan jilbab. Sebuah azzam untuk merealisasikan gambaran peristiwa unik dalam mimpiku malam itu. Aku tersenyum damai saat mengenakan mahkota bercahaya, mahkota yang akan menjaga hati, jiwa, dan ragaku. Begitulah mimpiku.
Aku menjalani masa-masa kelas 2 SMA dengan sangat menyenangkan dan berprestasi gemilang. Aku pun mulai dikenalkan oleh sahabat-sahabatku dengan organisasi ROHIS (Kerohanian Islam) dan aku pun mulai aktif di mentoring. Aku selalu tersenyum saat mengenang masa jahiliyah-ku dulu ketika kelas 1 SMA. Gaulnya dengan anak-anak basket dan pernah memprakarsai aksi membolos satu kelas saat pelajaran Bahasa Inggris.
Perjuangan Hijab Cintaku
18 Juli 2005
“Dee, hari ini adalah hari baru bagiku. Keinginanku untuk berhijrah dan berhijab akhirnya terealisasikan. Ya Allah, istiqomahkan aku untuk selalu berada di jalan-Mu. Semoga ini menjadi salah satu ikhtiarku untuk senantiasa memperbaiki diri. Ya Allah, sujud syukur atas segala hal terindah yang telah Engkau berikan dalam hidupku…” [Catatan harianku]
Hari ini MOS hari pertama. Hari pertama pula aku menjadi siswa kelas 3 SMA. Pukul 5 pagi aku diantar Ayah ke kost Gestin, sahabat dekatku. Mereka berangkat bersama ke sekolah. Hari ini aku mendapatkan amanah menjadi panitia MOS. Subhanallah, dulu aku pernah sakit akibat trauma MOS dan sekarang harus mengemban amanah menjadi senior MOS. Skenario Allah SWT yang sangat luar biasa!
Ketika bertemu para panitia MOS, mereka langsung mengucapkan selamat dan mendoakanku semoga senantiasa istiqomah.
Aku sempat merasa terkejut ketika ada SMS masuk, ternyata dari seorang ikhwan yang menjabat sebagai Wakil Ketua ROHIS SMA sekaligus Ketua II OSIS. Ardi namanya. SMS itu berbunyi: “Alhamdulillah, Subhanallah…Allahu Akbar! Barokallahu ya ukhti, selamat karena telah berjilbab, semoga istiqomah. Be A Good Muslimah! Your Brother.” SMS pertama, yang menjadi pemula SMS-SMS lain.
Hari-hariku pun semakin ceria. Meski ada kejadian yang mengusik ketenangan hatiku. SMS-SMS itu! SMS dari Ardi. Semula hanya bertujuan untuk sharing, diskusi, dan menguatkan semangat. Tapi berlanjut menjadi ajang curhat pribadi, SMS-SMS tidak penting, bahkan ungkapan kekaguman. Astaghfirullah, aku tahu kalau kedekatanku dengan Ardi sudah melampaui batas. Tapi, aku pun menyadari muncul benih-benih cinta di dalam hati ini.
“Ya Rabbi, di saat hamba ingin memulai kehidupan yang baru, kenapa ujian yang Engkau berikan justru semakin berat dan menyesakkan hati? Ujian cinta!” jerit batinku kala itu. Mungkin inilah salah satu bukti bahwa manusia adalah insan fluktuatif. Tegar, namun terkadang rapuh...
Sampai akhirnya, ada SMS dari seorang sahabat untukku:
“Bukanlah hal yang aneh jika manusia futur. Tapi, yang aneh adalah manusia yang membiarkan dirinya tetap futur. Bahkan ada yang tertawa, tersenyum senang saat futur, walau hanya diwujudkan di hati. Pernahkah membaca firman-Nya,”Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati akan dimintai pertanggungjawabannya.” (QS.Al-Isra’:36).”
Belum selesai aku baca, linangan air mata sudah menciptakan jejak di pipiku. Aku lanjutkan membaca SMSnya…
Betapa ruginya jika manusia hatinya berkurang keimanannya dan hanya terisi dengan nikmatnya menjalani kehidupan dunia. Maka Allah memberikan tawaran: surga atau neraka, taat atau ingkar! Tapi jangan takut! Jangan bersedih! Tidak ada yang lebih indah dari tetap berharap akan ampunan dari Yang Maha Sempurna. Dia-lah pemegang masa depan dan takdir kita. Tak ada yang lebih baik dari pemberian-Nya. Kembali ke jalan-Nya adalah sebaik-baik ibadah. Karenanya, terhapuslah dosa terdahulu. Sahabat, tiada lain ini hanyalah nasihat. Tapi sahabat yang baik itu saling menasihati, bukan hanya saling memuji. Semoga tetap dalam lindungan-Nya dan ini diambil manfaatnya. Afwan jiddan…”
Aku menangis sejadi-jadinya. Betapa selama ini aku begitu terlena! Terlalu lama aku berkubang dalam lumpur dosa. Astaghfirullah…
“Terima kasih Ya Rabb, diri ini seketika tersadar, keistiqomahan itu mahal harganya! Jilbabku, hijabku, izinkan aku memperbaiki semuanya dan membuka lembaran baru dengan hati yang baru…” ratapku dalam tangisan taubatku.

Dream ‘N Action : Hijab, Cinta, dan Cita-Cita
“Setiap orang harus memiliki  cita-cita besar, mimpi yang tinggi dan harapan yang ideal. Namun, dalam menghadapi realitas keseharian, berpikir dan bertindaklah secara sederhana. Gak usah neko-neko! Karena kebahagiaan adalah  sesuatu yang harus diperjuangkan. Energi kasih sayang harus terus dinyalakan, agar visi untuk mengetuk pintu surga dapat terus diupayakan.”

Atas skenario-Nya yang indah, lulus SMA aku diterima di Universitas Sebelas Maret, Solo. Aku sangat bersyukur karena tidak satu kampus dengan Ardi. Ardi diterima di Universitas Diponegoro, Semarang. Aku belajar untuk cepat beradaptasi di lingkungan baru.
Setelah agenda orientasi mahasiswa selesai, aku mulai disibukkan dengan jadwal kuliah dan praktikum yang cukup padat. Aku menimba ilmu di jurusan Biologi, Fakultas MIPA.
Tak disangka, Ardi masih saja mencoba menghubungiku. Tapi aku acuhkan semuanya. Aku sudah bertekad untuk benar-benar membentengi diri dan menjaga hati. Aku terus berusaha menyadari bahwa Allah SWT sedang memberikan ujian dan terkadang Allah SWT menguji pada titik terlemah dari diri seorang manusia.
Ya Rabb, selalu kupinta tunjukkan padaku jalan terindah menuju keridhoan-Mu…
Aku putuskan untuk bergabung di kerohanian Islam. Aku ingin memperbaiki diri, belajar untuk menjadi seorang muslimah yang shalihah. Aku harus memperbaiki caraku berhijab, baik secara fisik terlebih hati. Terus memperkaya diri dengan ilmu. Tekadku, hijab tidak akan menghalangiku untuk bisa berprestasi!
Sempat muncul rasa minder pada awalnya. MIPA terkenal sebagai pesantrennya kampus. Banyak muslimah yang sudah mengenakan hijab secara syar’i. Adab-adab pergaulan dengan lawan jenis pun sangat diperhatikan. Ada sedikit rasa canggung saat bergaul dengan mereka. Tapi, menjadi pribadi yang lebih baik itu butuh perjuangan.
“Ya Allah, Engkaulah yang Maha Kuasa. Jika Engkau menghendaki sesuatu, tiada sesuatu pun di bumi dan di langit yang menghalangi-Mu. Apapun yang Engkau kehendaki akan terjadi. Jika Engkau menghendaki untuk memudahkan suatu urusan, tidak ada seorang pun yang mampu menyulitkan-Mu. Engkau berkuasa atas segala sesuatu.”
Pada suatu hari, usai mengikuti sebuah training motivasi di kampus, aku tuliskan semua impianku di sebuah buku yang aku beri nama “Dream Book”.  Sebenarnya, malu rasanya tatkala menuliskan impian nomor 44 yaitu MENIKAH. Aku tuliskan lengkap visi dan misi pernikahanku serta kriteria calon pendamping hidupku. Ada sosok sholeh yang kurindukan. Tapi, saat aku merindukan sosok itu aku merasa tak pantas, karena diri ini belumlah shalihah.
Dan sederet impian lainnya, lulus kuliah dengan IPK cumlaude, jadi penulis, jadi trainer muslimah, jalan-jalan keliling Indonesia dan dunia, umroh, naik haji bersama keluarga, bertemu sosok-sosok inspiratif dengan kisah luar biasa mereka tatkala memutuskan untuk berhijab (Asma Nadia, Helvy Tiana Rosa, Oki Setiana Dewi, Alyssa Soebandono, Meyda Safira, dll.) dan masih banyak lagi impian yang kutuliskan. Aksara-aksara yang menjelma jadi doa. DNA! Dream N Action! Tekadku waktu itu, kita boleh bermimpi sebanyak-banyaknya, setinggi-tingginya, tapi harus dibarengi dengan aksi nyata yang hebat, pantang menyerah, yakin Allah SWT selalu melihat usaha kita dan Allah SWT pasti akan menjawab setiap doa kita.

Tidak ada yang tidak mungkin jika KUN FAYAKUUN-Nya telah bekerja sepenuh energi CINTA.
Namun adakah yang layak untuk ditangisi kalau semua dijalani dengan semangat tinggi dan niat yang bersih? Tidak ada kesusahan bagi orang yang menempuh perjalanan dengan keikhlasan. Karena Allah tidak pernah ingkar dengan janji-Nya. It can be a MIRACLE if you believe. Tepat dan terbaik!
Semakin membara semangat dalam hati ini untuk memperbaiki diri dan terus menyempurnakan hijab ini, aku rasakan semakin dahsyat pula cara kerja Allah SWT dalam mewujudkan impian-impian yang pernah aku tuliskan itu.
Alhamdulillah, aku  lulus kuliah dalam waktu 3,6 tahun dengan prestasi yang sangat memuaskan. Aku langsung kerja sambil terus belajar menulis dari para mentorku. Aku harus punya buku. Buku yang best seller! Mengapa harus best seller? Karena semakin banyak yang membeli, semakin banyak yang membaca, Insya Allah akan semakin banyak kebermanfaatan yang tersampaikan. Jika satu kalimat saja yang aku tulis itu bisa membuat kehidupan atau pribadi seseorang menjadi lebih baik, pasti Allah SWT telah menyiapkan hadiah istimewa juga buatku, entah di dunia atau di akhirat sana. Aksara-aksara berdaya yang bisa menjelma menjadi tabungan jariyah kelak. Aku ingat, dulu waktu sakit saat SMA, salah satu terapi yang aku jalani adalah MENULIS. Karena itu, akupun menulis! Menulis bisa menjadi terapi jiwa bahkan bisa bermanfaat buat sesama.
Ada kisah baru yang akan dimulai, ada kisah lain yang menunggu untuk segera diakhiri. Ini bukan cinta yang terbungkam oleh diam tapi cinta yang terlanjur malu untuk menngungkapkan. Bukan karena apa atau siapa, menjawab kapan atau mengapa, bertanya bagaimana atau mencari tahu ada di mana? Bukan, bukan tentang itu semua! Semestinya pikirmu tahu dan hatimu semakin mengamini, bahwa dirimu adalah milik-Nya dan dirinya juga milik-Nya. Jadi, biarkan saja Sang Pemilik Jiwa berkehendak sesuka atas apa yang menjadi milik-Nya. Semuanya tak akan tertukar, maka tetap tersenyumlah biar segalanya semakin indah, mudah, dan full barokah…”
Impian menikah tanggal 10-11-12 yang aku tuliskan di Dream Book pun menjejak nyata atas izin-Nya. Proses dapat tawaran untuk menikah (tanggal 27 September) sampai (H-1) aqad nikah total 44 hari dan MENIKAH itu impian yang aku tulis di nomor 44. NIM (Nomor Induk Mahasiswa) ku ketika kuliah pun M0406044. Allahu Akbar! Benar janji Allah, laki-laki yang baik diperuntukkan untuk wanita yang baik. Maka, aku akan terus memperbaiki diri. Terus memantaskan diri di hadapan-Nya. Perjuangan menjadi muslimah shalihah, istri shalihah, dan nanti ibu shalihah baru saja dimulai.
Dan kini… Alhamdulillah, sudah lebih dari 10 buku yang aku tulis. Salah satunya berjudul “BEAUTY JANNATY”. Buku yang berisi motivasi untuk para muslimah agar menjadi wanita dunia yang layak dicemburui para bidadari surga. Sebuah buku istimewa buah dari perjuangan panjang. Sebuah buku istimewa yang menjadi pengingat dan penyemangat bagi diri ini. Sebuah buku istimewa yang terbit setelah aku menikah. Sebuah buku istimewa yang membuatku bisa berbagi inspirasi sekaligus traveling di berbagai kota di Indonesia dengan mengisi bedah buku, seminar, dan talkshow. Hingga terwujud pula impianku bertemu sosok-sosok inspiratif yang dulu aku tuliskan di Dream Book. Aku bulatkan tekad, aku akan terus menulis, terus berkarya. Karena aku tidak ingin, jika kelak jatah hidupku di dunia ini habis, aku hanya dikenang orang dari tiga kalimat saja : nama, tanggal lahir, dan tanggal wafat. Tapi, harus ada warisan karya yang bisa aku tinggalkan. Maka, aku harus terus menulis, aku harus terus berkarya, aku akan terus berusaha menjadi pribadi yang inspiratif, produktif, dan kontributif.

Mahkota Surgaku Kini Hingga Nanti
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya…" (QS. An-Nuur [24]: 31)
Hidup berisi dengan aneka macam peristiwa. Peristiwa yang menghadirkan silih berganti perasaan yang mengisi jiwa. Maka, kokohkanlah keimanan saat perjalanan membuat kita bertanya, saat membuat kita meragu dan kecewa. Yakinlah, skenario Allah SWT tengah berlangsung dan jadilah penyimak yang baik dengan penuh sangka yang baik pada-Nya. Tanamkan dalam diri kita Allah Mahatahu yang tepat dan terbaik bagi hamba-Nya!
Sesungguhnya Allah menjadikan seluruh tubuh seorang wanita ini perhiasan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Segala sesuatu dari tubuh seorang wanita yang terlihat oleh orang yang bukan mahromnya, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak.
Hakekat jilbab adalah hijab lahir dan batin. Hijab mata kita dari hal-hal yang mendatangkan murka Allah, jagalah pandangan dari hal-hal yang dilarang. Hijab lidah kita adalah menjauhkan diri dari ghibah dan perkataan yang sia-sia, usahakan selalu basahi lisan kita dengan berdzikir kepada Allah. Hijab tangan kita adalah ringan berbuat tatkala ada orang lain yang membutuhkan bantuan. Hijab kaki kita adalah saat kita gunakan menapak di jalan-jalan kebaikan. Hijab pikiran kita adalah saat kita mampu berpikir visioner jauh menatap masa depan serta menjauhkan pikiran kita dari hal-hal negatif. Hijab hati kita untuk selalu meletakkan nama Allah di tingkatan tertinggi, kemudian Rasulullah, orang tua, dan seterusnya.
Akupun bertekad, segala hal yang aku torehkan di dunia sebagai bagian dari perwujudan cita-cita menjadi bagian dari para perempuan langit, para perempuan yang dirindukan surga. Teringat nasihat seorang sahabat, “Mereka yang dalam diam tiada henti menyebut nama Allah. Mereka yang selalu giat menghafalkan Al-Qur'an demi mendapat keridhoan Allah. Mereka yang hendak memberikan mahkota penuh cahaya untuk kedua orang tua kelak di surga nanti. Mereka yang bersikukuh mengenakan hijab sebagai bentuk kecintaan kepada Allah. Walau ‘diancam’ akan kehilangan pesona dunia, mereka tiada gentar untuk tetap bertahan. Mereka yakin bahwasanya perhiasan sejati seorang muslimah itu adalah dari amal ibadah dan akhlaknya yang jernih, bukan berasal dari moleknya tubuh yang mengundang nafsu dan syahwat. Ya, mereka adalah perempuan langit!” Dan aku ingin menjadi bagian dari mereka.
Bismillah… Semoga istiqomah untuk menjaga hati dan diri dengan mengenakan mahkota surga terindah. Karena menjadi seorang muslimah itu indah dan mulia, seperti sejarah para ummul mukminin dan para shohabiyah. Semoga senantiasa mampu menjadi muslimah shalihah yang dirindu Jannah. Aamiin…

"Mainkan Saja Peranmu, Tugasmu Hanya TAAT kan?!" (Salim A.Fillah)

Sunday, January 10, 2016 1 Comments

Ketika ijazah S1 sudah di tangan, teman temanmu yang lainsudah berpenghasilan,sedangkan kamu, dari pagi hingga malam sibuk membentuk karakter bagi makhluk yang akan menjadi jalan surga bagi masa depan.Mainkan saja peranmu, dan tak ada yang tak berguna dari pendidikan yang kau raih, dan bahwa rezeki Allah bukan hanya tentang penghasilan kan? Memiliki anak-anak penuh cinta pun adalah rezeki-Nya.Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika pasangan lain mengasuh bersama dalam cinta untukbuah hati, sedang kau terpisah jarak karena suatu sebab.Mainkan saja peranmu, suatu hari percayalah bahwa Allah akan membersamai kalian kembali.Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika nyatanya kondisi memaksamu untuk bekerja, meninggalkan buah hati yang tiap pagi melepas pergimu dengan tangis.Mainkan saja peranmu, sambil memikirkan cara agar waktu bersamanya tetap berkualitas.Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?Ketika katamu lelah ini seakan tiada habisnya, menjadi punggung padahal rusuk.Mainkan saja peranmu, bukankah semata-mata mencari ridha Allah? Lelah yang Lillah, berujung maghfirah.Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika belahan jiwa nyatanya bukan seperti imajinasimu dulu, mainkan saja peranmu, bukankah Allah yang lebih tahu mana yang terbaik untukmu? Tetaplah berjalan bersama ridha-Nya dan ridhanya, untuk bahagia buah cinta.Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika timbul iri pada mereka yang dalam hitungan dekat setelah pernikahannya langsung Allah beri anugerah kehamilan, sedangkan kau kini masih menanti titipan tersebut.Mainkan saja peranmu dengan sebaik sebaiknya sambil tetap merayu Allah dalam sepertiga malam, menengadah mesra bersamanya.Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?Ketika hari-hari masih sama dalam angka menanti, menanti suatu bahagia yang katamu bukan hanya untuk satu hari dan satu hati.Mainkan saja peranmu sambil perbaiki diri semata-mata murni karena ketaatan pada-Nya hingga laksana Adam yang menanti Hawa di sisi.Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika ribuan pasangan pengantin mengharapkan amanah Ilahi, membesarkan anak kebanggaan hati, dan kau kini membesarkan, mengasuh dan mendidik anak yang meski bukan dari rahimmu.Mainkan saja peranmu, sebagai ibu untuk anak dari rahim saudarimu.Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?Ya, taat.
Bagai Nabiyullah Ibrahim, melaksanakan peran dariAllah untuk membawa istri dan anaknya ke padang yang kering. Kemudian, rencana Allah luar biasa, menjadikannya kisah penuh hikmah takdir manusia.Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?Ya, taat.
Bagai Nabiyullah Ayub yang nestapa adalah bagiandari hidupnya, dan kau dapati ia tetap mempesona, menjadikannya kisah sabar yang tanpa batas berujung surga.Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?Ya, taat.
Bagai Nabiyullah lainnya. Berkacalah pada mereka, dan jejaki kisah ketaatannya, maka taat adalah cinta.Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?Taat yang dalam suka maupun tidak suka.Taat yang bukan tanpa keluh, namun mengupayakan agar keluh menguap bersama doa-doa yang mengangkasah menjadikan kekuatan untuk tetap taat.Mainkan saja peranmu, dalam taat kepada-Nya, dan karena-Nya.

Monday, March 16, 2015

“Melalui Anak-Anak, Saya Belajar…”

Monday, March 16, 2015 1 Comments

Have you seen, my Childhood?
I’m searching for the world that I come from
‘cause I’ve been looking around
In the lost and found of my heart …
No one understands me
(Michael Jackson)

Lagu yang dinyanyikan Michael Jackson (MJ) tersebut  menggambarkan betapa  pedihnya kehidupan  yang dirasakan penyanyi itu di masa kecilnya. Semua masalah yang dihadapi Michael Jackson ketika dewasa bermula dari ketidakbahagiaannya di masa kecil. Tidak hanya kekerasan fisik yang dirasakan karena tindakan ayahnya, tapi juga kekerasan verbal yang membuatnya trauma dan luka mental. Sang ayah menampar dan mencambuk saat MJ kecil latihan, juga saat akan naik ke panggung. Sang ayah juga kerap mengenakan topeng monster untuk memastikan MJ kecil tidak lupa menutup jendela kamarnya. Ayah MJ juga sering menghina dan mengancam anaknya sendiri. Julukan ‘big nose’ (hidung besar) dari ayahnya membuat MJ –ketika dewasa- sering mengubah penampilan dengan operasi plastik hingga berkali-kali. Sejak usia lima tahun, waktu MJ habis untuk berlatih dan tampil di berbagi pertunjukan. Ah, sangat menyedihkan ...
[*]

Fatiyya Azfa Nafisa. Nama yang sangat indah pemberian orangtuanya. Nama yang memiliki arti seorang wanita yang berjiwa muda, tangkas, cantik dan indah akhlaqnya.  Nama panggilannya Azfa. Anaknya moody, cerdas, suka baca, suka IPA, dan hobi nulis. Azfa baru duduk di kelas 5 SD. Azfa adalah keponakan saya. Setelah menikah, saya harus menyandang status sebagai ‘Tante’ dengan 22 ponakan. Wow! Rameee, jelas! Heboooh, selalu! Tapi saya sangat bersyukur karenanya.

“Tante, aku sedih. Aku nggak lolos lomba nulis …”
“Tante, kok aku kalah terus, sih? Aku jadi malas nulis lagi!”
“Tante, aku cuma dapat juara 2. Seharusnya aku bisa juara 1 lomba nulis cerpen di sekolah… Aku juga gagal jadi juara olimpiade. Hiks …”
“Tanteee, aku sebel sama temenku di kelas! Dia bikin gosip aneh-aneh tentang aku …”

Beberapa keluhan itu pernah Azfa sampaikan ke saya dengan muka memelas, penuh emosi, bahkan pernah sambil nangis. Azfa sering belajar nulis dan persiapan olimpiade IPA di rumah saya. Ya, kita cukup dekat. Ketika sifat moody-nya kambuh (mood jelek), sosok yang biasanya ceria dan terlihat cukup dewasa dibandingkan anak seusianya itu bisa sedih berlarut-larut. Terutama saat ia harus mengalami kejadian yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Apakah saya akan mengucapkan kalimat ini?
“Kamu sih Kak, belajarnya nggak sungguh-sungguh!” (*mata melotot)
“Latihan  nulisnya kurang serius tuh!” (*mimik menghakimi dan menyalahkan)
Dan beragam kalimat lain yang justru tanpa disadari membangun mental negatif dalam pribadi si anak. Kita seolah menjadi hakim atas kejadian yang menimpanya. Atau saya akan mengucapkan kalimat ini …

“Kak, dalam sebuah kompetisi itu ada yang menang dan ada yang kalah. Kalau kamu siap menang, kamu juga harus siap untuk kalah. Kekalahan jangan membuatmu terlalu sedih. Jadikan itu sebagai pelajaran. Berarti Kakak harus belajar lebih sungguh-sungguh lagi, harus berlatih lebih giat lagi. Kakak pasti bisa! Ingat Kak, kegagalan itu keberhasilan yang tertunda. Mungkin Kakak juga kurang berdoa atau masih malas-malasan beribadah. Hayooo … Hmm, Allah tuh sayang banget sama anak-anak shalihah yang selalu optimis dan nggak mudah nyerah! Kakak mau kan semakin disayang Allah?” (*pasang mumancer_muka manis ceria)

Tentu saja saya akan memilih mengucapkan kalimat yang di bawah. Karena ‘didengarkan’ adalah kebutuhan seorang anak. Di saat Azfa ‘down’ saya berusaha menjadi sahabatnya. Mendengarkan segala keluh kesahnya. Dan yang terpenting, saya mencoba memberikan motivasi.
“Children Believe Everything You Say!” Hohoho.

Sampai akhirnya Azfa pun berkata … 
“Iya sih, Tant. Kakak kadang masih malas-malasan kalau disuruh Abi sholat. Masih suka ngambek kalau dinasehati Ummi. Mood-moodan waktu belajar… dst (-pengakuan dosa- hihihi). Ya, AKU PASTI BISA!” (*Azfa pasang muka optimis sambil jingkrak-jingkrak bahagia).

Dan setelah itu, kita toast, ketawa-ketiwi bersama, lalu bermain sepuasnya. Tebak-tebakan konyol, main games di HP (banyak-banyakan nilai), dan kegiatan lain yang Azfa suka. Azfa pun kembali ceria dan belajar untuk mengambil hikmah atas kejadian yang ia alami. Saya pun belajar untuk menciptakan sebuah kebahagiaan kecil yang bisa menghapus kesedihan dan kekecewaan di hatinya. Hati seorang anak-anak.

“Terima kasih ya, Tanteee!” (*katanya kemudian, lalu bergaya ala Teletubbies)
“Iya, Kak. Sama-sama…”  (*sambil ngelap mata yang berembun)

Kembali merenungi penggalan kisah hidup Michael Jackson yang saya tulis di atas, saya akhirnya menarik sebuah pelajaran bahwa melalui kegembiraan, anak-anak dapat membangun masa depannya. Masa depan yang diraih dengan penuh semangat, bahagia, dan rasa percaya diri yang kuat. Anak-anak dengan mental yang selalu siap menghadapi masalah dan mampu menyelesaikannya dengan baik.

Kebahagiaan di masa kecil mungkin kelihatan sepele, namun ternyata dampaknya sangat luar biasa. Kita juga bisa berkaca dari pola asuh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallamyang dikenal sebagai sosok yang sangat mengutamakan kebahagiaan anak-anak. Beliau memperlama sujud untuk memberi kesempatan Hasan dan Husein (cucu-cucunya) bermain di atas punggungnya. Inilah salah satu contoh tindakan sederhana tapi terlihat betapa Rasulullah memberikan tempat istimewa untuk membuat anak-anak senang, bahagia, bahkan saat melakukan ibadah.

“Melalui anak-anak, saya belajar…”
Bukankah seharusnya seperti itu, bunda-bunda shalihah? Karena anak-anak bisa menjadi tiket kita untuk mengetuk pintu surga.

*Keisya Avicenna
Tulisan ini dikutsertakan dalam  STORY CONTEST "ANAKKU TIKET SURGAKU" yang diselenggarakan oleh Penerbit Tiga Serangkai
[Alhamdulillah, LOLOS!]




Hari-hari melukis pelangi bersamamu...Hari-hari melukis pelangi bersamamu...




DNA Fun Writing di Yayasan Izzatul Islam Getasan Bersama Kak Keisya dan Lazis Salatiga

Monday, March 16, 2015 0 Comments




“DNA... Dream ‘N Action! Yes, I am Junior Writer!”
Suara yel-yel penuh semangat terdengar dari dalam masjid. Hari Selasa-Kamis tanggal 24-26 Februari 2015 menjadi hari yang spesial di SDIT dan SMPIT Izzatul Islam Getasan. Yayasan Izzatul Islam bekerja sama dengan Lazis Salatiga menyelenggarakan pelatihan menulis untuk para murid. Sebelumnya, guru Bahasa Indonesia mengadakan seleksi dan terpilih 25 murid SDIT dan 2 murid SMPIT.

Trainer menulis selama tiga hari ini adalah Kak Norma Keisya Avicenna. Kak Norma adalah seorang penulis dan juga memiliki klub menulis untuk anak-anak di Semarang, namanya DNA Writing Club. Kak Norma sangat bersemangat melatih anak-anak dalam training yang ia beri nama “DNA Fun Writing” ini.

Pada hari pertama, anak-anak diberikan materi tentang teknik menulis cerita pendek (cerpen). Kak Norma menjelaskan tentang unsur-unsur instrinsik yang harus ada dalam sebuah cerpen. Selanjutnya, anak-anak berlatih menangkap ide dan membuat judul. Setelah selesai, mereka pun mendapatkan tantangan dari Kak Norma untuk menulis cerpen selama 15 menit. Luar biasa, ternyata anak-anak cukup berbakat dan berhasil menulis cerpen yang menarik. Anak-anak pun mendapat tugas menulis cerpen di rumah dengan tema persahabatan untuk kelas 3 dan 4 SD, sedangkan untuk kelas 5 SD dan kelas 7 temanya lingkungan.

Pada hari kedua, anak-anak diberi pelatihan menulis puisi. Kak Norma memberikan materi dan contoh puisi yang bagus. Selanjutnya, anak-anak mendapatkan tantangan untuk menulis dua buah puisi dengan judul yang harus mereka ambil dan pilih sendiri dari ‘kotak inspirasi’ yang dibawa Kak Norma.

Pada hari ketiga, anak-anak membuat kelompok. Ada 5 kelompok : Aisyah, Fathimah, Khadijah, Khansa’, dan Umar bin Khattab. Kak Norma juga mengajarkan membuat dan mengemas sebuah mading yang menarik dengan berbagai tema. Anak-anak berlomba membuat mading. Dalam hal ini mereka belajar untuk kreatif dan bekerja sama dalam satu kelompok. Anak-anak sangat antusias dan penuh semangat.

Di akhir kegiatan “DNA Fun Writing”, Kak Norma membagikan beberapa doorprize untuk anak-anak yang telah menghasilkan karya-karya terbaik mereka. “Semangat berkarya dan terus berlatih dan banyak membaca untuk menjadi seorang penulis cilik!” Begitu pesan Kak Norma saat menutup acara.

Pelatihan Merajut Lazis Jateng Bersama Mbak Riri

Monday, March 16, 2015 0 Comments



Hari Ahad, tanggal 22 Februari 2015, bertempat di ruang kelas SMP IT Izzatul Islam Getasan dilaksanakan pelatihan merajut untuk ibu-ibu. Mereka adalah anggota kelompok pengajian di wilayah Getasan. Ada sekitar 20 orang yang ikut. Acara ini diselenggarakan atas kerja sama Yayasan Izzatul Islam dengan Lazis Salatiga.
Trainer merajut hari itu adalah Mbak Riri Margono dari Semarang. Saat akan memulai pelatihan, Mbak Riri bertanya kepada semua peserta apakah sudah ada yang bisa merajut sebelumnya. Ternyata sama sekali belum ada yang bisa.

Awalnya, Mbak Riri membagikan peralatan merajut yaitu benang rajut dan hakpen serta buku petunjuk teknis dasar merajut. Selanjutnya, para peserta diajari membuat rantai dan tusuk panjang. Karena itu dasar dari membuat rajutan. Ibu-ibu sangat antusias memperhatikan arahan dari Mbak Riri. Ada beberapa orang ibu yang langsung bisa membuat rantai dan tusuk panjang. Selanjutnya, Mbak Riri mengajarkan cara membuat bros mawar. Bagi peserta yang sudah cukup mahir, Mbak Riri mengajarkan membuat bros mawar dengan beragam model dan bentuk lainnya.

Ada yang berkomentar susah karena sehari-hari pegang cangkul sekarang harus belajar merajut. Ada yang komentar sangat seru, ada yang bertanya nanti kalau sudah berhasil membuat beberapa rajutan cara menjualnya bagimana, dan lain sebagainya. Pada intinya, ibu-ibu sangat senang karena mendapatkan keterampilan baru. Semangat belajar mereka juga sangat tinggi.
Semoga kegiatan seperti ini bisa dilaksanakan secara rutin.