Jejak Karya

Jejak Karya

Friday, February 19, 2016

[Review Film Ketika Mas Gagah Pergi] : MALAIKAT UNTUK ‘DIK MANIS’ ITU BERNAMA ‘MAS GAGAH’

Friday, February 19, 2016 1 Comments
  • Judul Film  : Ketika Mas Gagah Pergi
  • Sutradara : Firman Syah
  • Produser : Helvy Tiana Rosa
  • Penulis Naskah : Helvy Tiana Rosa
  • Produksi : IndoBroadcast Production, ACT
  • Genre : Drama Religi 
  • Pemain: Hamas Syahid Izzudin, Aquino Umar, Masaji Wijayanto, Izzah Ajrina, Wulan Guritno, Mathias Muchus, Nungki Kusumastuti, Miller Khan, Epy Kusnandar, Ali Syakieb, Shireen Sungkar, Joshua Suherman, Irfan Hakim, Virzha Idol, Fendy Chow, dll.


Ini film kita! Kita yang modalin, kita yang buat, dunia yang nonton!
Inilah jargon penuh semangat dari para pejuang KMGP (Ketika Mas Gagah Pergi).  Alhamdulillah, setelah penantian yang cukup panjang selama kurang lebih 12 tahun, KMGP The Movie yang diadaptasi dari cerita karya Helvy Tiana Rosa, pendiri Forum Lingkar Pena, inipun bisa tayang dalam bentuk layar lebar mulai 21 Januari 2016.

Lihat dulu trailer-nya, nih!




Sinopsis Cerita
Bagian pembuka film Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP) ini penonton sudah dimanjakan dengan pemandangan wilayah Indonesia Timur yang begitu memesona. Adegan pertama dimulai ketika Gagah (Hamas Syahid Izzudin) naik sepeda motor menuju suatu tebing lalu mengambil beberapa gambar (memotret), sampai akhirnya dia terpeleset dan terjatuh. Selanjutnya, alur melompat saat ada narasi dari Gita (Aquino Umar) tentang kehidupan keluarganya dan ditampilkan flashback saat Gagah dan Gita kecil.

Mas Gagah adalah segalanya bagi Gita. Mas Gagah selalu ada untuknya. Mas Gagah dan Gita pun tumbuh dewasa. Mas Gagah kuliah di jurusan Teknik Sipil dan Gita SMA. Kesedihan menghinggapi mereka saat sang Papa (Dwiki Dharmawan) meninggal dunia. Setelah Papa meninggal, Mas Gagah yang menggantikan peran Papa sebagai kepala keluarga dan tulang punggung keluarga. Mas Gagah mampu mengisi ruang kosong di hati adiknya yang tomboy itu. Selain tampan, ia juga cerdas, gaul, dan sangat penyayang. Mas Gagah tak pernah keberatan memenuhi kemauan adiknya. Semuanya berjalan sangat menyenangkan. Keakraban yang selalu dirindukan terjalin antara kakak beradik itu.

Konflik mulai muncul saat Mas Gagah harus pergi ke Ternate karena tugas kuliah. Sepulangnya dari Ternate, Mas Gagah berubah, drastis! Begitu menurut Gita dan juga Mama (Wilan Guritno). Mas Gagah lebih suka mengenakan baju koko dan berjenggot. Ia pun membatasi dirinya dari hal-hal yang berbau duniawi. Mas Gagah lebih suka mengaji daripada nge-mal dan nonton konser musik. Ia pun memutuskan untuk tidak jadi model lagi.

Mas Gagah pun memberanikan diri untuk menjelaskan semua perubahannya itu pada Mama dan Gita. Bagi Gagah, dirinya berhijrah mengikuti ajaran Islam untuk hidup yang lebih baik sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Hadits. Tapi, bagi Gita yang ABG gaul, perubahan pada kakaknya itu ‘sangat lebay dan enggak banget’. Hubungan keduanya pun membeku. Tidak ada lagi keceriaan dan keakraban antara Gagah dan Gita. Perang dingin berkecamuk di rumah itu. Apalagi Mas Gagah yang dulu sering berkelakar memanggilnya “Gito”, sekarang ganti dengan panggilan “Dik Manis” yang terdengar sangat aneh di telinga Gita.

Gagah pun terus bersemangat dalam menjalankan ajaran Islam.
“Islam itu indah… Islam itu cinta…”

Mas Gagah kerap menasihati Gita untuk menjalankan perintah-perintah agama. Gita sebal. Menurutnya, abangnya itu terlalu fanatik dan norak. Ia hanya mau sosok kakaknya kembali seperti dulu. Tak hanya memusuhi Mas Gagah, Gita pun benci dengan sosok Kyai Ghufron -yang menurut Gagah beliaulah yang telah memberikan banyak pelajaran berharga saat di Ternate. Gagah tak pantang menyerah untuk mengajak Gita dan Mama untuk lebih mengenal Islam.

Puncak kekesalan Gita ia lampiaskan dengan menolak untuk diantar jemput Mas Gagah lagi. Saat naik bis umum, Gita kerap dipertemukan dengan sosok laki-laki berkemeja kotak-kotak yang suka berceramah. Aneh! Bagi Gita, sosok laki-laki itu sangat aneh. Berceramah kok di bis, tidak mau dibayar pula.

Laki-laki ganteng yang sering memakai kemeja kotak-kotak itu bernama Yudi (Masaji). Cara dakwahnya ditentang oleh abahnya (Mathias Muchus). Tapi, Yudi berusaha membela diri, kalau berdakwah itu bisa dimana saja. Dakwah Yudi yang anti mainstream itu awalnya membuat Gita jengah karena Yudi mengingatkan Gita dengan sosok abangnya yang kini berubah.

Gita seringkali bertemu sosok Yudi di bis umum dan tempat-tempat umum lainnya, termasuk di area pemukiman penduduk yang terkena musibah. Sosok Yudi selalu menjadi orang yang paling dulu dalam membantu mereka yang sedang membutuhkan. Sampai akhirnya, Gita ditolong oleh Yudi saat handphone-nya mau dicopet. Beberapa hari setelah kejadian itu, Gita berjumpa lagi dengan Yudi saat ia sedang berceramah di bus umum yang ia naiki. Mereka pun berkenalan dengan singkat dan cepat. “Fisabilillah”, nama itu yang terdengar di telinga Gita. Hingga akhirnya, Gita memanggil Yudi dengan sebutan “Mas Fisabilillah”.

Mas Gagah pun mendirikan sebuah rumah singgah di perkampungan kumuh yang ia beri nama “Rumah Cinta” bersama para preman insaf. Lalu, bagaimana kisah selanjutnya? Ada banyak kejutan yang ada di film berdurasi 96 menit ini.

Keunggulan film KMGP :
  • Ruh novelnya masih sangat terasa. Meskipun ada beberapa hal yang berbeda seperti setting tempat (di novel Madura, di film Ternate). Namun, hal ini justru menunjukkan kepiawaian sang penulis skenario, Mas Fredy Aryanto.
  • Akting para pemainnya yang sangat natural. Saya sangat suka dengan adegan Gita yang diperankan Aquino Umar, sosoknya sesuai angan saya tentang adik yang tomboy, gaul, dan asyik. Akting Yudi dan Gagah juga tak kalah keren. Itu semua juga tak bisa lepas dari didikan dan gemblengan dari Mas Otig Pakis yang memang sudah malang melintang di dunia seni peran. Akting para pemain pendukung pun juga tak kalah keren. Wulan Guritno sebagai Ibu Mas Gagah dan Mathias Muchus sebagai Ayah Yudi, berperan sangat gemilang. Trio “preman insyaf” Bang Urip (Epy Kusnandar), Maxi (Abdur Arsyad) dan Kang Asep Codet (Muhammad Bagya) menambah kesegaran film ini. Tokoh Tika (Meta Rizki Nurmala) sahabat ‘nongki-nongki chanci’ nya Gita yang sangat gaul juga mencuri perhatian penonton. Hahaha, saya sampai nyengir mencoba memahami bahasa-bahasa alay-nya seperti sya-bi, leh uga, dll. Ada 30 bintang terkenal yang turut meramaikan film ini antara lain: Shireen Sungkar, Ali Syakieb, Mentari De Marelle, Joshua Suherman, Virzha Idol, Miller Khan, Arbani Yasiz, Elovii, Rendy Martin, Nungki Kusumastuti, dan masih banyak lagi.

  • Teknik sinematografi yang cukup matang, benar-benar mampu memanjakan mata para penontonnya. Setting Ternate ditampilkan dengan sangat indah meskipun hanya sekilas.
  • Soundtrack film/musik yang digarap Dwiki Dharmawan  benar-benar mampu membawa penonton hanyut dalam setiap adegan. Lagu yang menjadikan film ini lebih kece diantaranya “Rabbana” dibawakan dengan sangat indah oleh Indah Nevertari juga lagu "Ketika Mas Gagah Pergi" yang dibawakan oleh Olivia Wardhani.




  • Dalam KMGP disinggung sedikit tentang persoalan kemanusiaan di Palestina. Saat dibawa ke rumah-rumah produksi, mereka ingin menghapus ‘bagian’ tersebut dalam film, namun Bunda Helvy berjuang untuk mempertahankannya. 12 tahun mempertahankan hal ini, ternyata nama pemeran utama film KMGP adalah Hamas Syahid Izzuddin, sebuah nama yang akan selalu mengingatkan kita pada Palestina. Masya Allah...
  • KMGP mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan kekeluargaan yang dikemas dengan beragam fenomena kekinian. KMGP merupakan film yang menggugah kesadaran kita tentang arti hijrah, perubahan ke arah yang lebih baik, dan bagaimana kita harus menyikapi dan menghargai sebuah perbedaan. Seperti kata Tika pada Gita saat mereka ‘nongki-nongki chanci’ : “Berbeda itu kece.” Atau seperti yang disampaikan Gagah saat Tika mengkonfirmasi perubahan yang terjadi pada diri Mas Gagah : “Jika kita tidak menyetujui suatu kebaikan yang mungkin belum bisa kita pahami, kita bisa coba untuk menghargainya."
  • Film ini dibuat dari dana patungan (crowdfunding) para pembacanya dan lebih dari 50% keuntungan bersih film ini disalurkan untuk dana kemanusiaan. Dan juga tercatat 12 Komunitas resmi mendukung film ini yaitu: Masyarakat Relawan Indonesia (MRI), Komunitas Sukses Mulia (KSM), Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), Rumah Kepemimpinan (RK), Forum Lingkar Pena (FLP), Hijaber Moms Community (HMC), Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT), One Day One Juz (ODOJ), Smart Club (SC), Tangan Di Atas (TDA), Sahabat Mas Gagah (SMG) dan Matasinema.
Tapi, memang tak ada karya yang tak retak. Saya tetap menjumpai beberapa kelemahan dalam film ini :
  •  Ada beberapa alur cerita yang cukup aneh buat saya. Lompatannya terasa begitu cepat sehingga terkesan kurang jelas dan membingungkan. Terutama saat adegan Mas Gagah yang pergi ke Ternate lalu adegan saat pulang yang terkesan sangat cepat.
  • Kesalahan kecil juga terekam mata saya, seperti jenggot Mas Gagah cukup aneh dan kurang konsisten. Hehe. Ada juga adegan saat Yudi yang tidak menanyakan nama gereja saat ia menolong seorang ibu korban kebakaran, Yudi akan menyusul sang suami ibu itu, tapi kan belum disebutkan gerejanya apa namanya dan dimana letaknya, Yudi langsung lari saja.
Film ini tetap keren. Kesalahan-kesalahan kecil itu tertutupi dengan teriakan takbir dalam hati saya. Allah Maha Besar! Rasanya, setelah selesai menonton film itu, saya ingin menghambur ke pelukan Bunda Helvy. Akhirnya, atas izin Allah, KMGP bisa difilmkan. Saya kembali terisak saat di akhir film, saya melihat melihat foto tiga “Mas Gagah” in memoriam : Chaerul Umam, Didi Petet dan Ferasta “Pepeng” Soebardi.

Selama 12 tahun memperjuangkan film KMGP, Bunda Helvy kehilangan 3 ‘abang’ yang sangat mendukungnya itu. Sejak 2004, sutradara terkemuka Chaerul Umam berkata bahwa kalau KMGP difilmkan, ia harus menjadi sutradaranya karena ia sangat suka kisah yang menurutnya bisa membangun karakter pemuda Indonesia tersebut. Tahun 2013 beliau meninggal dalam keadaan menjadi sutradara film KMGP. Enam bulan sebelum wafat, dalam keadaan sehat, beliau berwasiat pada Helvy, bila beliau meninggal, orang yang tepat menyutradarai film KMGP adalah Firman Syah. Pepeng sejak tahun 2004 ingin membuat kuis televisi “Mencari Mas Gagah” dimana para pemuda muslim diadu wawasan, akhlak, bacaan Al Qur’an, dan prestasinya. Pemenangnya akan menjadi pemeran utama KMGP. Sayang, tahun 2005 Pepeng sakit hingga lumpuh dan kemudian wafat. Didi Petet terlibat dalam casting pemain. Ia penasaran karena saat casting tak berhasil menemukan orang yang cocok memerankan Mas Gagah. Ia berharap bisa bertemu dengan Mas Gagah, namun sayang, tak sempat karena beliau wafat.

Film produksi IndoBroadcast bekerjasama dengan Aksi Cepat Tanggap ini telah ditunggu selama lebih dari 20 tahun oleh para pembacanya yang turut “patungan” untuk kehadiran film ini. Bunda Helvy berkomitmen menyumbangkan 50% keuntungan film untuk dana kemanusiaan dan apabila tercapai 1 juta penonton, akan ditambah lagi 1 Milyar untuk pendidikan anak-anak di Indonesia Timur dan 1 Milyar lagi untuk pendidikan anak-anak Palestina.

Ayo, segera tonton filmnya! Kalau ada agenda nonton bareng di kotamu, segera ajak sahabat dan semua keluargamu!

Baca bukunya! Tonton filmnya!


Sssst, ini ada trailer KMGP The Movie #2





Tuesday, February 09, 2016

[Nostalgia Putih-Abu] : SPARKLING SMANSA

Tuesday, February 09, 2016 2 Comments


Biarkan satu halaman terbuka setiap hari…
Renungkanlah rahasia yang ada di dalamnya…

Masa SMA bagiku menjadi masa yang penuh warna. Saat aku merasakan desiran hati yang berbeda (terserang virus merah jambu, hihihi),  saat aku mendapatkan ujian hidup yang luar biasa dari-Nya, saat aku belajar berorganisasi, saat aku menemukan sahabat-sahabat sejati, saat aku mengenal indahnya Islam, saat aku memutuskan mengenakan hijab untuk pertama kalinya, saat aku belajar menemukan jati diri dan menentukan visi-misi hidupku di masa depan.


Pernak-Pernik Bintang 1
Bisa masuk dan diterima di SMA paling kece, paling favorit, paling WOW di Kota Wonogiri adalah sebuah kebanggaan dan kebahagiaan yang luar biasa! Itu juga yang aku rasakan. Meskipun keputusanku dan saudari kembarku diprotes teman-teman dekat yang memutuskan untuk melanjutkan sekolah di SMA favorit Kota Solo. Akhirnya, setelah musyarawarah dengan Mas Dhody (kakak laki-lakiku yang pernah merasakan ngekos di Solo waktu sekolah di SMK N 1 Solo), Babe, sama Ibuk,  diputuskan kalau si kembar (SUPERTWIN) SMA-nya di Wonogiri saja. Baru nanti kalau kuliah boleh ke luar kota Wonogiri. Tak perlu bersusah payah untuk bisa diterima di SMA N 1 Wonogiri (SMANSA). Nilai rata-rataku Ujian Nasional SMP (mungkin dulu istilahnya EBTANAS) 9,… (sembilan koma sekian… *lupa) dengan nilai Matematika sempurna (10). Alhamdulillah, saat pengumuman penerimaan siswa/siswi baru, aku dan kembaranku dinyatakan LOLOS SELEKSI. Seragam dengan bordiran bintang 1 di lengan kiri pun aku dapatkan.
Seperti biasa, jadi siswa baru itu harus ikut MOS (Masa Orientasi Siswa atau Masa Orientasi Sekolah). Barang PR-nya ya ampuuun… super ugal-ugalan. Bikin tas dari karung tepung segitiga biru-lah, bawa roti dengan merk X, air mineral merk Y, harus kunciran dengan pita sejumlah 7, dan masih banyak lagi. Yang bikin nganyelke itu peraturan seniornya…
Pertama, senior selalu benar!
Kedua, jika senior melakukan kesalahan, kembali ke peraturan pertama!
Bah, apa pula?! Peraturan macam apa itu?
Setiap pagi harus sudah kumpul sebelum jam 6 pagi. Otomatis Ibuk dan Babe pun  ikutan rempong. Setelah aku dan kembaranku sarapan, Ibuk mbantuin nguncir dan Babe nganterin sampai batas pengantar yang ditentukan.
Setelah peluit panjang yang menyayat hati itu dibunyikan oleh Tim Disiplin, semua anak-anak baru haru segera berbaris rapi di lapangan. Aku masuk di kelas 1.5, beda kelas dengan kembaranku yang masuk di kelas 1.7.
Lalu, kami mengikuti upacara pembukaan MOS. Setelah upacara selesai, ada cek barang PR, bentak-bentakan nggak jelas yang sangat memekakkan telinga dan membuat ciut nyali. Selama MOS 3 hari itu, ada 1 hari dimana aku mengalami perlakuan yang tidak mengenakkan dari para senior putri (terutama salah satu senior cewek tergalak). Aku dikerubung oleh beberapa senior yang teriak-teriak nggak jelas di telingaku dan ternyata hal itu terekam di memory bawah sadarku.
MOS pun usai, ternyata ada perubahan penempatan kelas. Akhirnya, aku dan kembaranku menjadi 1 kelas, di kelas 1.3. Kami juga tidak tahu kenapa bisa jadi satu kelas. Ternyata gurunya pun tidak sadar kalau ternyata kami berdua itu kembar. Dan… cerita-cerita seru di kelas 1.3 pun dimulai. Ada beberapa ‘catatan harian bintang 1’ yang tak bisa aku lupakan :
1.     Di kelas, aku dan kembaranku terkenal cukup rajin, baik dalam hal mengerjakan PR, mengerjakan LKS (belum disuruh mengerjakan saja, kita berdua sudah kerjakan di rumah. Hihihi *kesregepen). Alhasil, teman-teman sekelas sering meminjam pekerjaan kami. Kalau pagi-pagi sebelum bel masuk berbunyi, teman-teman yang lain pada rempong mengerjakan PR atau menyalin tugas, aku, kembaranku, dan temanku yang namanya Uyun, kita malah asyik nangkring di meja guru. Samping meja guru memang ada sebuah jendela, yang dari sana kita bisa melihat lapangan basket, trotoar, jalan raya. Ehm, dan tentu saja, curi-curi pandang dengan ‘someone special’ yang kita ‘taksir’. Hahaha. Astaghfirullah… Kalau inget kejadian nongki-nongki di meja guru ini bikin aku ketawa sampai mules.
2.    Di kelas 1.3 ini, aku dan kembaranku membentuk sebuah Genk namanya ‘Genk BeRr’ dan kita berdua yang jadi bos-nya. Hahaha. Anggota khusus adalah teman-teman sederet (bangku depan sampai belakang) ditambah beberapa anggota lain yang turut meramaikan. BeRr sendiri ntah apa filosofinya, yang jelas kita selalu ber-lajar ber-sama, ber-main ber-sama, ber-senang-senang ber-sama, ulangan ber-sama (nyontek-nyontekan), mbolos ber-sama, dll. Hahaha. Kacau! Parah! Memang, kelas 1.3 ini anggota terbanyak memang cowok-cowok anggota basket SMA, yang sangat takluk dengan aku dan kembaranku. Takluknya karena aku dan kembaranku sering membantu para cowok itu saat mengerjakan ulangan. Hihihi. Betapa baiknya ya kita? *janganditiru! Ini kebaikan yang salah dan menyesatkan.
3.    Aku dan kembaranku duduk di baris ke-3, cowok-cowok biasanya suka duduk di barisan belakang. Saat ada guru yang ‘njelehi’, ‘bikin ngantuk, ‘ingin kabur rasanya’, aku dan kembaranku biasanya menyiasati dengan membawa camilan dan kita taruh di laci. Saat ‘aman’, diam-diam kita makan tu camilan atau permen. Nah, biasanya anggota Gank BeRr yang lain berkirim surat untuk minta ‘sedekah camilan atau permen’ yang kita punya. Hahaha.
4.    Aku dan kembaranku pernah mempelopori aksi membolos satu kelas. Waktu itu, jam terakhir Bahasa Inggris dan kosong. Akhirnya, aku dan teman-teman sepakat mendingan kita bolos aja. LKS yang disuruh untuk mengerjakan pun sudah aku kerjakan. Teman-teman segera kami suruh untuk menyalin dengan cepat lalu dikumpulkan. Ada dua teman cowok yang ‘mlipir’ keluar terlebih dulu untuk menangkap tas yang dilemparkan lewat jendela. Habis itu, setiap dua orang ‘mlipir’ ke luar sekolah lewat pintu yang berbeda-beda. Seru sekali waktu itu! Sayangnya, keesokan harinya, kita sekelas mendapatkan hadiah amarah besar dari ibu wali kelas dan dihukum oleh Guru Bahasa Inggris. Maafkan kenakalan kami, ya, Bu! *sungkem
5.    Kelas bintang 1 ini aku benar-benar merasakan suka dukanya jadi seorang ‘secret admirer’ cowok kelas 1 juga tapi kelasnya di bawah, dekat lapangan basket. Sering banget, pura-pura ke kamar mandi bawah, hanya sekadar biar bisa curi-curi pandang atau mengunjungi teman SMP yang sekelas dengannya. Padahal cowok itu dulu juga 3 tahun sekelas sama aku waktu SMP. Tapi, di SMP aku nggak sedikit pun menaruh hati padanya. Fokusku waktu SMP ya belajar, belajar, dan belajar. Nggak ngikut-ngikut teman, SMP udah punya gebetan bahkan punya pacar. Ntahlah! Biarlah, benih-benih rasa suka itu muncul dan aku tetap menjadi pengagum rahasianya dalam diam… *uhuk! (Waktu itu aku belum kenal ROHIS. Lha wong kalau mentoring sering kabur. Aku masih jadi anak kelas 1 yang gaul tapi rajin, seorang aktivis KIR. Hihihi.)
Dan… aktivitas nongki-nongki di atas meja guru setiap pagi pun tetap menjadi rutinitas yang mengasyikkan.

Pernak-Pernik Bintang 2
Alhamdulillah, aku dan kembaranku naik kelas 2 dengan nilai yang cukup memuaskan, masih ranking 5 besar. Di bintang 2 ini, aku dan kembaranku terpisah. Aku kelas 2.2 dan kembaranku kelas 2.3. Dan pagi itu menjadi pagi yang kelabu dalam hidupku.
Hari pertama masuk sekolah di kelas 2, aku diajak teman-temanku untuk melihat MOS anak-anak kelas 1 di lapangan basket. Entah kenapa, aku seperti merasa di-MOS lagi. Suara terikan, bentakan, caci maki para senior yang sempat aku rasakan setahun silam, seperti memenuhi telingaku. Sampai akhirnya, aku ambruk, pingsan, lalu mengalami kejadian aneh dalam diriku. Aku trauma! Aku merasa aneh dengan semua kondisi di sekelilingku. Babe dan Ibuk yang waktu itu kerja, dipanggil guru BK untuk menjemputku. Sampai di rumah aku mencoret-coret majalah-majalahku. Seperti orang ketakutan. Akhirnya, sore itu juga, orang tuaku membawaku ke rumah sakit khusus syaraf di Solo. Setelah antri yang cukup panjang dan melelahkan, aku pun diperiksa oleh seorang dokter yang rambutnya sudah memutih tapi sangat sabar. Aku harus di CT-Scan. Singkat cerita, hasilnya menunjukkan ada yang tidak beres dengan syaraf di bagian otak kecilku. Aku harus diopname dan harus menjalani serangkaian test dan terapi. Tentu saja, biayanya sangat tidak sedikit! Padahal waktu itu, rumahku sedang direnovasi. Akhirnya, semua biaya yang sekiranya untuk renovasi rumah, digunakan untuk biaya pengobatanku. Ibuk selalu ada di sampingku. Beliau rela cuti selama 22 hari agar bisa selalu ada di dekatku. Babe, Mbak Thicko, dan Mas Dhody beberapa hari sekali naik bis ke Solo untuk menengokku di rumah sakit. Saat sakit itu, beberapa teman menengokku dan para tetangga juga. Akhirnya, setelah 22 hari aku harus menjalani rawat inap, aku diperbolehkan pulang, tapi harus tetap rawat jalan. Sampai akhirnya aku kembali ke sekolah. Dengan senang hati, teman-teman menyambutku. Sayangnya, aku benar-benar tidak bisa konsentrasi mengikuti pelajaran. Kepalaku pusing bukan kepalang. Akhirnya, aku ambruk lagi, sempat tak sadarkan diri beberapa hari,  dan harus dirawat lagi. Hingga akhirnya, dokter pun memutuskan aku cuti sekolah dulu satu tahun! Apaaa? Seketika aku langsung menangis. Aku sangat sedih. Namun, keluargaku menguatkanku.
Singkat cerita, aku pun dibuatkan sebuah warung kecil (26 Oktober 2003) oleh Babe dan Ibuk. Warung yang harus aku kelola sendiri. Tujuannya agar aku punya kesibukan di rumah. Meskipun saat itu, terkadang aku merasa sangat sedih. Bagaimana tidak? Setiap hari aku melihat kembaranku pakai seragam putih abu-abu, menikmati masa SMA yang penuh warna. Sedangkan aku, sibuk memikirkan gimana caranya agar aku cepat sembuh dan bisa kembali ke sekolah. Waktu itu, setiap bulan, Babe tetap membayar SPP-ku. Jadi, aku tetap tercatat sebagai siswa di SMA itu. Aku pun belajar memaafkan saat para senior galak yang beberapa diantaranya sudah lulus itu datang untuk menengokku dan minta maaf atas kesalahan mereka di masa lalu.
Warung kecilku di depan rumah. Sengaja fotoku disensor pakai remote TV. Hihihi. Coz aku belum pakai jilbab waktu itu.

Hari-hari berlalu, aku belajar meyakini bahwa segala yang menimpaku saat ini adalah kehendak-Nya, jalan takdir-Nya yang begitu indah, dan aku harus sabar serta ikhlas menjalani ini semua. Terkadang, untuk mengobati rasa kangen, aku berkirim surat ke teman-teman SMA dan menitipkan surat-surat itu ke Mbak Thicko. Teman-teman juga sering main dan menghiburku. Aku juga mengungkapkan isi hatiku dengan menulis diary dan membuat puisi. Mbak Thicko juga sering membawakanku kaset-kaset nasyid dan majalah juga buku yang ia pinjam dari kakak kelas. Salah satu buku yang paling berkesan adalah novel Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP) karya HelvyTiana Rosa. Dari tokoh Gita, aku pun bertekad dalam hati, suatu hari nanti aku ingin mengenakan hijab. Waktu itu, Mbak Thicko memang sudah mulai aktif mentoring, ikut majelis ta’lim sekolah, dan gabung di ROHIS. Dalam mentoring itu, hanya Mbak Thicko dan Uyun yang belum berhijab.
Novel Ketika Mas Gagah Pergi yang dipinjamkan Mbak Thicko untukku

Sampai akhirnya tahun ajaran baru semakin dekat, aku menyiapkan mental sebaik mungkin. Karena kenyataan yang akan aku hadapi adalah aku akan mengulang di kelas 2, otomatis teman-teman seangkatan dulu akan naik ke kelas 3 (jadi kakak kelasku) dan yang akan menjadi teman seangkatanku adalah adik kelas. Alhamdulillah, aku diterima di kelas 2.3 dan sebangku dengan Meutika. Adik kelas yang sudah aku kenal sejak SMP karena kami sama-sama les di bimbel BPG Nurul Islam.
Tidak terlalu sulit bagiku untuk menyesuaikan diri. Teman-teman di 2.3 sangat asyik dan seru! Wali kelas kami (Bu Rini) juga sangat care. Beliau sudah aku anggap seperti ibuku sendiri. Aku pun ber-azzam, ketika naik kelas 3 nanti aku bisa ranking 3 besar dan itu tandanya aku benar-benar sudah sembuh, aku akan mengenakan hijab. Aku sampaikan keinginanku itu ke Mbak Thicko dan keluargaku. Semuanya setuju!
Di kelas 2 ini, aku benar-benar punya banyak teman yang asyik dan menyenangkan, baik yang sekelas maupun yang beda kelas. Aku pun mulai gabung di ROHIS (jadi tim MADING) dan masuk OSIS (sebagai tim kreatif) tanpa melalui LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan). Aku juga ikut mentoring. Prestasi yang cukup membanggakan adalah aku dan tim nasyid putri SMA N 1 Wonogiri berhasil mendapatkan juara 1 lomba nasyid SMA tingkat Kabupaten Wonogiri. Selanjutnya, aku juga dipercaya untuk membuat desain kaos kelas, lalu aku usulkan namanya ‘DEUX TROIS’ yang artinya 2.3.


Ini desain sederhanaku yang aku buat dengan tulisan tangan…

Pernak-Pernik Bintang 3
18 Juni 2005…
Siapa sangka, dulu aku begitu benci dengan MOS. Tapi, saat naik kelas 3 ini karena aku juga aktif di OSIS dan terlibat dalam kepanitiaan MOS, aku terpilih untuk menjadi “TP” atau “Tim Penilai”. Amanah maha berat yang harus aku sandang!
Ada yang berbeda denganku hari itu. Ya, Norma yang dulu sudah bermetamorfosis. Ada kain putih menutup kepalaku dan menjulur hingga menutupi dada. Naik kelas 3 SMA ini, aku mantap mengenakan hijab. Sahabat yang pertama kali mengucapkan selamat dan memelukku adalah Gestin. Ia pula yang memberikan satu stel seragam panjang untukku lengkap dengan kerudung segi empat warna putih. Teman-teman OSIS langsung heboh. Beberapa diantara mereka mengucapkan selamat dan teman-temanku yang sudah berhijab terlebih dulu (kebanyakan anak OSIS yang merangkap ROHIS) mendoakan aku semoga istiqomah. Bahagia sekali rasanya! Mungkin ini salah satu hikmah yang bisa aku dapatkan atas sakitku beberapa waktu silam. Aku memiliki banyak sahabat yang sangat peduli dan penuh kasih sayang.
Itu jilbab kaos Rabbani pertamaku... awal-awal pake kerudung.

Taraaa... ^_^ *imut, kan? hihihi *krukupan kresek

Amanah selama MOS aku tunaikan dengan maksimal. Ujian pun tak berhenti begitu saja. Ujian setelah berhijab justru jauh lebih berat. Aku menangkap ada sesuatu gelagat yang tidak beres dengan tingkah seorang temanku. Dia ikhwan, amanahnya cukup mentereng di OSIS juga ROHIS. Awalnya, ia mengirimkan surat padaku yang ia titipkan ke Gestin. Aku anggap itu curhatan biasa, aku pun membalasnya karena posisinya sejak SMP ikhwan itu memang adik kelasku. Hingga akhirnya, ia mengirimkan surat ungkapan kekagumannya padaku beserta kaset Edcoustic dan buku karya Salim A Fillah yang waktu itu memang lagi booming di kalangan anak ROHIS (Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan). Whuaaatz?
Singkat cerita, aku mulai menata hati, menjaga hatiku dengan sebaik-baik penjagaan. Aku tidak ingin, cintaku pada-Nya dinomorduakan. Meskipun rasanya sangat berat, aku sangat bersyukur, ada banyak sahabat yang selalu mendukungku.
Kelas 3 ini aku jadi warga 3 IPA 4, letak kelasnya di lantai 2. Aku pun benar-benar sibuk. Pulang sekolah ada les di bimbel. Aku juga dapat amanah sebagai bendahara kelas yang cukup ‘sangar’ ketika nagih uang LKS atau iuran wajib. Hihihi. Untungnya, aku tidak perlu membayar LKS atau buku-buku. Gratis khusus untuk bendahara kelas. Asyik, kan? *ngiritbanget!
Buku sakti kelas 3 IPA 4. hihihi

Isi buku keuanganku, yang buatin Ibuk lho!
Oh ya, aku punya guru favorit yaitu Bu Rini (wali kelasku saat kelas 2.3 dulu). Bu Rini jadi guru Fisika yang bisa menyulap pelajaran Fisika yang njlimet n bikin mumet itu jadi pelajaran yang menyenangkan dan selalu bikin greget. Alhamdulillah, ulangan Fisikaku selalu dapat nilai bagus. Di kelas 3 ini, nilai yang cukup mengenaskan yaitu Kimia. Aku sering remidi, tak heran kalau aku pulang sekolah sering les privat sama Gestin karena ia sangat jago dalam pelajaran Kimia.
Selain Bu Rini, guru favoritku yaitu Pak Larno, guru Matematika yang kebanyakan teman-teman menyebut beliau ‘guru killer’, guru yang selalu membawa spidol berkeliling kelas, spidol itu akan beliau taruh di meja siswa, lalu ia harus menyelesaikan soal di papan tulis. Kalau Pak Larno sudah memegang spidol dan berjalan berkeliling, aku selalu menggoda teman sebangkuku Dian Novalia (Dinov). Ia pasti berkeringat dingin. Tapi, aku suka cara beliau mengajar. Dari dulu memang aku sangat suka pelajaran Matematika. Betapa menyenangkan bisa memecahkan soal-soal logaritma, integral, dan aneka rumus yang kadang membuat teman-temanku ‘mabuk’. Hihihi.
Segala perjuanganku untuk serius belajar di kelas bintang 3 ini, membuahkan hasil yang tak sia-sia. Aku berhasil mengantongi nilai UN Bahasa Inggris dengan nilai sempurna 10! Alhamdulillah… aku pun mulai sibuk untuk persiapan mengikuti SNMPTN. Universitas Sebelas Maret adalah kampus pilihan sekaligus impianku. Karena setelah lulus dari kelas 3, kembaranku pun memutuskan untuk memakai hijab dan ia diterima di Fakultas MIPA UNS. Aku ingin menyusulnya. Hehehe.

Bersama teman-teman dikelas 3 IPA 4 SMANSA

Hmm, ini ada beberapa lagu kenanganku saat SMA, membuat masa putih abu-abuku semakin berkilau. Sparkling SMANSA…
“Saat lonceng pagi datang..
getarkan relung hati kecilku…
akankah terasa lagi senja yang hadir seperti dulu?
Berlari mengejar angin…di tepi riuh deburnya air..
menanti perahu layar pulang menepi..
MENJALA CINTA
takkan kudengar suaramu
nyanyikan KEAJAIBAN KECILMU…
tak kan kau dendangkan lagi… senandung syair hidupmu…
bayang dirimu menghilang… seiring kepak camar menjelang...
tiada yang lebih manis semanis engkau ada di sini…”
[ADA Band]

"Sebiru hari ini, birunya bagai langit terang benderang
Sebiru hati kita, bersama di sini

Seindah hari ini, indahnya bak permadani taman surga
Seindah hati kita, walau kita kan terpisah

Bukankah hati kita telah lama menyatu
Dalam tali kisah persahabatan ilahi
Pegang erat tangan kita terakhir kalinya
Hapus air mata meski kita kan terpisah
Selamat jalan teman
Tetaplah berjuang
Semoga kita bertemu kembali
Kenang masa indah kita
Sebiru hari ini

Seindah hari ini, indahnya bak permadani taman surga
Seindah hati kita, walau kita kan terpisah..."

[EDCOUSTIC]

“Dunia ini masih seluas yang kau impikan...
Tak perlu kau simpan luka itu, sedalam yang kau rasa
Memang ada waktu agar kau bisa kembali semula.
Percayalah padaku, kita kan bisa melewatinya…
Jangan bersedih, oh kawanku…aku masih ada disini
Semua pasti kan berlalu, aku kan slalu bersamamu…
Jalan hidup tak slamanya indah
Ada suka…Ada duka..
Jalani semua yang kau rasakan, kita pasti bisa!"
[EDCOUSTIC]

Dan inilah rentetan kalimat yang aku tuliskan di
ALBUM KENANGAN SMANSA 2005/2006 :

“Hidup memang penuh dengan goresan warna. Jadikan hidup ini selalu penuh dengan harapan baik kepada Sang Pemilik Jiwa. Bersiaplah menghadapi putaran waktu, hingga setiap langkah dan helaan nafas senantiasa bernilai ibadah kepada-Nya...


Tulisan ini diikutsertakan dalam event Giveaway Nostalgia Putih-Abu Mbak Arina 





Monday, January 18, 2016

[Menang Kuis] CANTIKNYA AKHLAK KHADIJAH

Monday, January 18, 2016 0 Comments

Pemenang Kuis "Cantiknya Akhlak Khadijah"
Banyak komentar yang beda-beda tipis bagusnya, namun kuis ini harus ada lima pemenangnya. Dan inilah pemenang pilihan juri yang berhak mendapatkan buku "Cantiknya Akhlak Khadijah" secara gratis.
Bismillah.
1
Seorang perempuan dikatakan memiliki akhlak yang cantik bisa dilihat dari bahasa yang ia gunakan ketika berbicara. Sebab, tertata tidaknya pikiran seseorang itu bisa dilihat dari bahasanya.
Selain itu, ia juga memiliki pandangan luas akan kemuslimaahan, juga mencontoh kebaikan atau sifat-sifat perempuan calon penghuni surga semisal Khadijah dan Aisyah.
- Gusti Trisno -
2
Akhlak cantik itu ... sederhana dan tidak berlebihan, menjaga lisan dari menyakiti hati orang lain, menjaga kesucian diri, dan menghiasi diri dengan ketaatan pada Rabb dan Rasul-Nya, seperti cantiknya akhlak Khadijah binti Khuwailid.
- Edas N Najm -
3
Akhlak cantik itu… adalah cerminan sebaik-baik perhiasan dunia bagi seorang muslimah. Hatinya senantiasa dibalut rasa taqwa kepada Allah, jiwanya berpegang teguh pada agama, pribadinya senantiasa haus akan ilmu, dan dahaga dengan pahala.
Akhlak cantik itu… tidak pernah gentar untuk melawan hawa nafsu, terjaga tutur katanya, terhormat tingkah lakunya, tidak suka tebar pesona, ‘hijab dan hijrahnya karena Allah semata’ senantiasa melekat bersama fisik, hati, dan pikirannya.
Akhlak cantik itu… kita bisa belajar dari sosok wanita yang mampu menorehkan tinta emas yang mewarnai sejarah kegemilangan dan keunggulan Islam. Seperti sabda Sang Baginda, “Ada empat wanita mulia yang juga penghulu segala wanita di dunia; mereka itu ialah Asiah binti Muzahim, istri Firaun; Maryam binti Imran, ibunda Isa; Khadijah binti Khuwailid, istri Rasulullah saw, dan Fatimah binti Muhammad, putri kesayangan Baginda.” (HR. Bukhari)
Akhlak cantik itu… adalah akhlak yang selalu rindu rahmat-Nya, akhlak yang seharusnya dimiliki oleh wanita dunia yang senantiasa menggesa dirinya untuk berlomba-lomba mengalahkan para bidadari surga…
4
Akhlak cantik itu ...
Akhlak yang memberikan inspirasi orang lain untuk melakukan kebaikan. Orang akan menjadi lebih baik lagi hanya melihat tingkah laku kita. Seperti Khadijah ra, wanita mulia yang setia mendampingi Rasulullah Saw tanpa mengenal lelah.
Akhlak cantik itu ...
Menjaga auratnya baik ketika sholat maupun tidak. Menutup aib orang lain. Tidak bergunjing di belakangnya. Hatinya juga terjaga. Alangkah baiknya jika istiqomah menutup aurat hingga akhir hayatnya.
Akhlak cantik itu....
Selalu menjaga diri dengan doa. Selalu tak lepas dengan doa. semua pengharapan selalu kepada Allah. Tak ada selain dia. Ada uang tak ada uang, selalu bersyukur atas pemberian Allah. Ia akan yakin doa adalah pengkuat jiwa.
Akhlak cantik itu...
Selalu berharap ridho Allah. Jika istri ridho ada pada suami. Jika anak, ridho ada pada orang tua. Jadi, hidup untuk mengharapkan ridho Allah.
Semua akhlak cantik itu ada pada Khadijah ra.
Apakah kau ingin cantik seperti Khadijah ra?
- Naqqiyahsyam-
5
Tak sempurna ilmu itu tanpa adab, dan adab itupun ada hanya karena adanya cantiknya Akhlak,
Maka, Akhlak yang cantik hanyalah yang bersumber pada Dzat Yang Maha Indah dan Maha baik. Buah dari ketaatan dan ketundukkan seorang hamba pada RabbNya secara sepenuhnya, seperti yang dicontohkan oleh ibunda kita Khadijah ra.
-Secercah Cahaya Revolusi

Sumber :

Wednesday, January 13, 2016

PERPUSTAKAAN, SWARGANE SI TUKANG NULIS

Wednesday, January 13, 2016 0 Comments


Nyantai di Kafe Lingga, Hotel Lingga Bandung


Nalika aku isih cilik, aku seneng banget maca.  Wong tuwaku banjur langganan kalawarti bocah, kaya Majalah Bobo lan Donal Bebek. Nalika aku wis SMP lan SMA wong tuwaku ganti langganan kalawarti kanggo remaja, Majalah Aneka Yess lan Majalah Annida. Jaman semono, Bapak uga langganan ariwarti, layang kabar sing metune saben dina. Sanajan gajine bapak dadi pegawe gur cukupan, nanging bapak lan ibuk seneng nek keluargane dadi pinter lan jembar wawasane amarga maca. Sak omah dadi seneng maca kabeh. Ana ing ariwarti apa dene kalawarti kuwi kamot sawernaning kawruh kayata bab agama, bab tetanen, bab dedagangan, bab politik, bab seni, bab sejarah lan sakpanunggalane. Akeh banget faedahe.
Amarga seneng maca, aku yo dadi bocah sing seneng nulis crita. Nganti aku tau melu lomba nulis lan ngringkes buku wacan. Nalika iku, aku bisa makili Kabupaten Wonogiri lomba neng tingkat Provinsi Jawa Tengah. Seneng banget atiku.
Wektu preinan sekolah, aku karo kembaranku kerep lunga nang perpustakaan. Aku maca lan nyilih buku. Saben dina aku ngisi wektu liburanku ana ing perpustakaan kuwi. Kala-kala janjian karo kanca-kanca ben iso dolan bareng.
            Nganti sak iki aku wis urip bebrayan ing Semarang, aku isih seneng maca buku lan langganan tuku kalawarti. Aku uga seneng lunga nang perpustakaan. Ana ing kutha Semarang, aku kerep maca buku utawa nyilih buku nang Perpustakaan Wilayah (Perwil) Provinsi Jawa Tengah, sing manggon ana ing Jalan Sriwijaya.
            Perwil ana 3 tingkat. Tingkat dasar kanggo panggonan ngurusi administrasi, koyo pendaftaran lan nggawe kartu anggota anyar. Menawa arep gawe kartu anggota, kena bayaran Rp 10.000,00. Ana ing tingkat dasar iki uga ana ‘playground’, panggonan kanggo dolanan bocah-bocah. Kajaba kuwi, uga ana loker, WC, lan mushola. Munggah nang lantai 2, ana loker maneh. Loker gunane kanggo nyimpen barang-barang . Awake dhewe mung diolehake nggawa piranti-piranti sabutuhe bae. Cukup nggawa dompet, HP, buku catetan, piranti kanggo nulis utawa laptop. Nang lantai 2, ana ruangan khusus kanggo maca buku anak-anak lan remaja, uga ana ruangan khusus kanggo maca buku nonfiksi, buku novel uga dipisah ana ing ruangan dhewe. Sabanjure, ana ing tingkat 3 ana ruangan kanggo nyimpen buku-buku kuno lan arsip-arsip liyane.
            Neng Perwil Jateng, ana buku-buku sing ora iso disilih kaya buku ensiklopedia, nanging iso di-fotokopi. Ana petugas sing bagian motokopi. Dadine rasah kuatir mbok menawa ana bagian penting saka buku ensiklopedia sing dibutuhake, iso di-fotokopi sakperlune. Sakwise nemtokake buku sing arep disilih, awake dhewe banjur nyang meja petugas. Saiki perpustakaan wis soyo apik lan modern, nganggo sistem komputerisasi, wis ora perlu dicateti siji mboko siji. Kari nunjukake barcode (barcode buku lan kartu anggota perpustakaan) nang alat, langsung diproses kanthi otomatis. Neng cedhak lawang metu uga ana piranti detektor sing gunane kanggo ndeteksi menawa ana pengunjung perpustakaan sing ‘nakal’ (nyilih buku nanging ora ijin). Kesel maca buku utawa sakwise nyilih buku, iso mampir jajan ana ing kantin sisih perpustakaan. Perwil Semarang pancen panggonan sing cocok banget kanggo ngangsu kawruh lan refreshing.
[*]
            Kanggo wong sing seneng moco lan uga seneng nulis crita kaya aku, ana ing perpustakaan  prayogane wis kaya ana ing ‘swarga’. Buku-buku sing ditata rapi ana ing rak buku, ambune dluwang sing khas, nggawe aku betah suwe-suwe ana ing perpustakaan. Pilihan buku sing isa diwaca lan disilih ana werna-werna. Opo meneh nek aku lagi akeh entuk gawean nulis. Perpustakaan dadi panggonan favorit kanggo nggolek referensi wacan. Kajaba kuwi, perpustakaan (Perwil Jateng) iso dadi kantor kapindhoku kanggo nyambut gawe. Tukang nulis crita lan nulis buku wacan dadi gaweanku saiki. Aku iso entuk dhuwit (royalti) saka nulis. Sadurunge nulis, aku kudu nggolek referensi (sumber wacan) sing iso nglengkapi tulisan-tulisanku. Perpustakaan (Perwil Jateng) bener-bener dadi ‘swarga’ kanggoku, si tukang nulis.
            Kajaba buku, neng Perwil Jateng uga ana fasilitas sambungan internet (Wi-Fi) gratis sing super cepet. Umpama pas aku ora nggawa laptop, ana komputer sing iso digunakake. Wah, tambah seneng atiku! Bukune lumayan komplit lan ditata kanthi rapi, ruangane jembar, fasilitase mbantu nggarap gaweanku nulis.
[*]
            “Buku yaiku jendela dunia lan maca sing bisa dadi kuncine.”
            Nanging jendela tanpa omah banjur opo dadine? Perpustakaan kuwi sing dadi omahe. Akeh wong, ora mung siswa, mahasiswa, peneliti, pegawai, ugo wong kang iseng-iseng wae kepengen maca buku padha menyang perpustakaan. Dadi ora bisa dipungkiri menawa perpustakaan bisa dadi salah sawijining panggonan kang migunani.
            Kanggoku perpustakaan akeh banget faedahe, kaya to :
1.      Panggonan sing nyawisake koleksi literatur sing migunani.
2.      Bisa ngrangsang kesenengan maca kanggo masyarakat amarga maca bisa dadi sumber pangaweruhan sing paling gedhe.
3.      Perpustakaan iso dadi panggonan kanggo refreshing.
4.      Akeh sumber informasi sing bisa dientukake saka perpustakaan, lak sak panunggalane.
Amarga saka keuntungan sing akeh kui, prayogane awake dhewe kudu seneng nggolek ilmu ana ing perpustakaan. Awake dhewe uga bisa ngajak kanca utawa keluarga rame-rame menyang perpustakaan.

Bandung, Desember 2015

[Keisya Avicenna]