Jejak Karya

Jejak Karya

Tuesday, March 15, 2016

[Resensi Buku] : DALAM DEKAPAN UKHUWAN (Salim A Fillah)

Tuesday, March 15, 2016 0 Comments

MENGASAH CAKRAWALA RASA DALAM DEKAPAN UKHUWAH
*Norma Keisya Avicenna

Judul Buku          : Dalam Dekapan Ukhuwah
Penulis                 : Salim A. Fillah
Penerbit               : Pro-U Media, Yogyakarta
Tahun Terbit        : 2010
Jumlah Halaman  : 472
ISBN                   : 979-1273-66-9

Alangkah syahdu menjadi kepompong; berkarya dalam diam, bertahan dalam kesempitan. Tetapi bila tiba waktu untuk jadi kupu-kupu, tak ada pilihan selain terbang menari; melantun kebaikan di antara bunga, menebar keindahan pada dunia. Dan angin pun memeluknya, dalam sejuk dan wangi surga.

Kalimat pembuka yang manis dan sarat makna. Rangkaian kalimat yang menyiratkan sebuah perjalanan hidup manusia, sebuah metamorfosis kehidupan.

Ustadz Salim mengawali bahasan dalam buku Dalam Dekapan Ukhuwah ini dengan prolog ‘Dua Telaga’. Prolog yang menggambarkan dua kisah sarat hikmah. Telaga pertama adalah air telaga yang wanginya semerbak melebihi wangi kasturi. Telaga yang rasanya lebih lembut dari susu, lebih manis dari madu, dan lebih sejuk dari salju. Di telaga itu, ada seorang lelaki yang kerap memberi minum mereka yang kehausan. Wajahnya selalu berseri dan selalu menanti kedatangan umatnya. Telaga dengan segala keistimewaannya itu adalah Al-Kautsar dan lelaki itu adalah Muhammad, namanya terpuji di langit dan bumi. Telaga yang kedua berkisah tentang Narcissus yang selalu bercermin di telaga untuk mengagumi pesona dirinya, mengagumi bayangannya. Narcissus menggambarkan sosok jiwa manusia yang hanya takjub pada dirinya sendiri.

Kisah dua telaga ini, mengajak pembaca untuk berhijrah dari kecintaan pada diri sendiri menjadi cinta sesama yang melahirkan peradaban cinta. Awal untuk memulainya adalah IMAN. Iman yang akan menjadi ukuran kualitas hubungan kita dengan sesama.

Ukhuwah disebut juga persaudaraan. Persaudaraan ini tidak dibangun atas dasar darah, nasab, dan keluarga, tetapi atas dasar keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.

Dalam buku ini, Ustadz Salim memilah bahasan besar tentang ukhuwah menjadi beberapa bab dengan judul-judul yang sangat menggugah, yang menjelma menjadi bata demi bata yang akan menyusun menara cahaya. Dalam setiap bab itu masih dibagi lagi menjadi beberapa judul tulisan.

‘Ambil Cintamu di Langit, Tebarkan di Bumi’ menjadi judul di bab pertama. Bab ini menjelaskan tentang ukhuwah, kedudukan ukhuwah dalam Islam, serta pentingnya bekerja dan beramal karena keduanya adalah bentuk kesyukuran terindah.

Bab selanjutnya adalah Tanah Gersang’. Salah satu judul yang menarik dalam bab ini yaitu ‘Segalanya adalah Cermin’ (halaman 83). Kita akan belajar dari kisah Mu’awiyah dan ‘Uqail ibn Abi Thalib. Darinya kita belajar setiap saudara adalah tempat kita bercermin untuk melihat bayang-bayang kita. 

Bab berikutnya adalah  ‘Sebening Prasangka’. Prasangka adalah batu bata cahaya dalam membangun menara ukhuwah. Salah satu nikmat terbesar dalam dekapan ukhuwah adalah keberanian untuk menerima penilaian atau kritikan dari orang lain sebagai masukan yang sangat berharga. Itu sikap agung yang telah diambil oleh Az-Zubair (penjaga setia Sang Nabi), Thalhah, ‘Ali, Sa’d ibn Abi Waqqash, ‘Abdurrahman ibn ‘Auf, dan juga ‘Utsman ibn ‘Affan (halaman 215).

Bahasan selanjutnya, Selembut Nurani’. Kita bicara tentang ruh-ruh yang diakrabkan iman, bicara tentang cinta, tentang jiwa yang mendamba naungan Allah SWT dalam mencintai sesamanya.

‘Sehangat Semangat’, menjadi judul bab selanjutnya. Semangat menjadi modal untuk terus bergerak menuju kebaikan dan ber-fastabiqul khoirot. Seperti upaya-upaya ‘Umar untuk mengungguli Abu Bakar yang terus berlangsung dalam setiap kesempatan. Cinta di antara mereka telah saling menyengat dalam bentuk gelora untuk mempersembahkan yang terbaik bagi Allah dan Rasul-Nya.

Selanjutnya, kita akan semakin memahami indahnya persaudaraan yang Senikmat Berbagi’.  Berbagi bagaikan cinta yang dapat menawarkan luka.

Batu bata lain dalam menara cahaya ukhuwah ini adalah ikrar. Kita membangun menara ukhuwah dalam ‘Sekokoh Janji’.  Membangun rasa saling percaya adalah puncak tertinggi kualitas hubungan.

Bagian epilog, kita diberikan jamuan sebuah kondisi yang Gelap, Tapi Hangat’. Kita harus terus saling bercermin tanpa lelah hingga bisa saling memahami dan mencintai saudara kita.

Buku ini membuat kita lebih banyak merenung, lebih banyak menangis, dan gelisah karena kita belum bisa menjadi saudara yang terbaik, belum bisa memahami urgensi ukhuwah yang sebenarnya. Ustadz Salim mengemas semuanya dengan bahasa yang akrab dan indah. Kombinasi kisah-kisah para sahabat, ditambah pula dengan penelitian dari buku-buku seperti ‘Winning With People’ (John C. Maxwell), ‘Every Word Has Power’ (Yvonne Oswald) dan sebagainya, semakin memperkaya bahasan dalam buku ini. Selain itu, hampir di setiap pergantian judul baru, juga diselingi puisi yang mampu membuat diri ini menutup buku sejenak lalu berpikir dan merenung.

Saya sangat kesulitan dalam mencari letak kekurangan buku ini. Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya berkata, “Temukan tujuh puluh dalih untuk menganggap benar perilaku saudara yang tampak keliru di matamu. Dan jika setelah tujuh puluh alasan terasa tak masuk akal juga, maka katakan pada dirimu: ’Saudaraku ini punya ‘udzur yang tak kutahu.’” Memang, ‘tak ada karya yang tak retak’. Ada satu hal yang menjadi kekurangan. Ustadz Salim dan buku Dalam Dekapan Ukhuwah ini telah membuat pembacanya tidak tenang; setiap kali pembaca membuka halaman pertama, akan muncul rasa penasaran untuk segera membaca halaman-halaman berikutnya hingga akhir.

Buku yang dapat mengasah ‘cakrawala rasa’ ini, sangat saya rekomendasikan untuk dibaca dan dikoleksi bagi siapapun yang berharap dan menginginkan kebaikan ukhuwah dalam cinta-Nya. Buku ini juga sangat layak dibaca oleh para pejuang dakwah, para remaja dan para orang tua yang ingin selalu menggelorakan semangat untuk berlomba-lomba menyemai hikmah, memelihara ukhuwah, memetik barokah, menjadi pribadi yang merindu dan dirindu Jannah.

*Resensi ini mendapatkan JUARA 1 dalam Lomba Resensi yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nuruh Huda UNS







Monday, February 22, 2016

#1thGandjelRel : BLOGGERLICIOUS

Monday, February 22, 2016 9 Comments

Sugeng Ambal Warsa, Gandjel Rel!

Satu tahun mengudara eh bersliweran di dunia maya dan berkontribusi di dunia nyata tentu saja sudah banyak suka duka yang dilalui bersama para anggotanya. Ibarat kata sosok bayi yang baru berusia 1 tahun, lagi lucu-lucunya, super nggemesin, dan tentu saja semangat belajar yang tinggi dalam menikmati proses untuk menghadapi tantangan di masa depan *tsaaah.

Blogger Gandjel Rel digawangi oleh sosok-sosok perempuan tangguh yang super sibuk namun masih meluangkan waktunya untuk memikirkan ‘masa depan’ para perempuan lainnya -yang tinggal di Semarang. Para perempuan Semarang yang hobi nulis namun baperan mulu (kayak saya. *wkwkwk), yang hobi nge-review produk/endorser pemburu produk gretongan tapi kadang bingungan (kayak saya lagi. *hihihi), yang hobi ngeksis lewat karya tapi punya cita-cita biar lebih eksis lagi khususnya di dunia maya (kayak saya lagi. *xixixi).
5 blogger perempuan kece di belakang Gandjel Rel
[ki-ka : Mbak Dewie Rieka-Mbak Uniek-Mbak Lestari-Mbak Rahmi-Mbak Wuri dan si imut Arkan]
Siapakah para perempuan tangguh yang ada di belakang Gandjel Rel itu? Yupz, terpampang nyata di foto. Cantik-cantik, kan? Salut buat mereka berlima! Terima kasih karena gagasan n ide briliant-nya untuk membuat komunitas blogger perempuan Semarang, yang kemudian diberi nama Blogger Gandjel Rel. Bagus dan unik ya namanya? Saya sendiri baru ngeh apa itu Gandjel Rel dan bisa icip-icip waktu arisan PKK. Maklum karena saya bukan orang asli Semarang, baru 3 tahunan ini tinggal di Semarang.

Penampakan Roti Gandjel Rel (Sumber : Wikipedia)
Penasaran kan, apa itu Gandjel Rel? Yuk, cap… cus…
Gandjel Rel itu roti khas Semarang dan menjadi salah satu oleh-oleh khas Semarang. Gandjel diambil dari bahasa Jawa yang berarti pengganjal. Nama lain roti Gandjel Rel adalah roti gambang karena bentuknya memang mirip ‘Gambang’, salah satu jenis alat gamelan. Roti ini berbentuk kotak dan berwarna coklat. Bagian atasnya bertabur wijen dengan cita rasa yang khas. Tekstur rotinya ulet dan padat dipadu dengan aroma coklat dan kayu manis yang bisa bikin lidah bergoyang. Roti yang sangat mengenyangkan. Hmm, jadi pengin makan roti Gandjel Rel, nih! Roti ini juga selalu jadi rebutan masyarakat Kota Semarang saat perayaan Dugderan saat ada pembagian roti di tengah tradisi menjelang Ramadhan. Ribuan warga bahkan rela berdesak-desakan untuk mendapatkan roti tersebut karena dipercaya mampu memperkuat diri ketika nanti menjalankan ibadah puasa.

Filosofi ‘Gandjel Rel’ keren, kan? Roti yang menjadi ciri khas Semarang dan sangat bergizi tinggi. Karena ‘nama adalah doa’ semoga demikian halnya dengan Blogger Gandjel Rel, para anggotanya mampu membuang semua yang ‘mengganjal’ di hati lewat untaian kata-kata yang penuh makna, sesuai tagline-nya : “nge-blog ben rak ngganjel”. Selain itu, juga mampu berkontribusi di dunia nyata lewat event-event yang diselenggarakan dan diikuti di Kota Semarang.

Banyak event sangat berkesan yang saya ikuti bersama Komunitas Blogger Gandjel Rel, diantaranya saat kunjungan ke Penerbit Bentang Pustaka dan Stilleto Book, tanggal 7 Januari 2016 silam. Seruuuuu! Banyak dapat ilmu baru dan pengalaman super keren, serasa jalan-jalan ke Jogja bareng keluarga.
Seru-seruan di Penerbit Bentang Pustaka, Jogja

Selain itu, tanggal 13 Februari 2016 silam berkesempatan pula ikut Gathering Komunitas Blogger Semarang yang diselenggarakan oleh Blue Bird Semarang. Event-event gathering seperti ini menjadikan para anggotanya semakin akrab. Jempol, dah!


Ikutan gathering blogger Semarang di kantor Bluebird Semarang
Meskipun saya masih tergolong blogger yang cukup moody, nggak sekonsisten dulu bisa one day one posting (tahun 2010), tapi 2016 ini mulai pasang iket kepala untuk lebih serius lagi ngeblog dengan template yang lebih baru, kembaran sama My SUPERTWIN meskipun sampai sekarang juga masih tahap renovasi. Hmm, 2016 harus lebih produktif ngeblog n nyoba ikutan lomba-lomba blog. Salah satu resolusi 2016 ini saya namakan proyek BLOGGERLICIOUS, gimana caranya biar saya bisa membangun kembali habit ngeblog yang 'lezat dan nagih' ala Keisya Avicenna. hehe. 

Bagi saya, ngeblog itu bisa mendatangkan banyak manfaat. Saya sendiri sudah merasakan beberapa manfaatnya:
  • ·       Blog bisa jadi ‘personal branding’, bisa juga ‘profil online’ kita. Dulu, saya pernah dapat undangan untuk jadi pembicara seminar muslimah di Padang, karena ada salah seorang mahasiswi di Universitas Andalas Padang yang ‘nyasar’ ke blog saya. Akhirnya, terbang deh ke Padang naik pesawat gretongan… #berkahngeblog
  • ·        Blog bisa jadi ‘market online’ produk-produk kita.
  • ·        Blog bisa jadi sarana untuk menjadi penulis yang baik. Blog itu dapat mengasah keterampilan kita menulis. Saya jadi tahu kualitas tulisan saya sejak pertama kali ngeblog (tahun 2008) sampai sekarang. Harapannya, dengan begitu, bisa terus semangat belajar untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas tulisan kita.
  • ·       Nge-blog juga bisa membangun jaringan, bisa pertemanan juga bisa jaringan bisnis. “The richest people in the world build networks. Everyone else looks for work,” kata Pak Robert Kiyosaki.
  • ·    Dengan punya blog, bisa ikutan lomba-lomba blog ‘n Give Away, juga nongki-nongki chanci kalau komunitas blogger pada ngumpul-ngumpul ‘n kopdaran. Asyik, apa asyiiik bangeeet, tuh?!

Harapan saya untuk Blogger Gandjel Rel, semoga semakin eksis, semakin bergelimang prestasi, para anggotanya bisa semakin produktif berkarya, makin kompak dan solid. Blogger Gandjel Rel  juga makin banyak dapat undangan-undangan keren yang bisa mengikutsertakan para anggotanya. Hihihi. Sukses buat Gandjel Rel! Semoga ke depannya semakin memberikan warna-warna yang indah untuk turut andil dalam memajukan Kota Semarang. Aamiin...

Happy blogging! Chayooo, GRes!!!


::Keisya Avicenna




Friday, February 19, 2016

[Review Film Ketika Mas Gagah Pergi] : MALAIKAT UNTUK ‘DIK MANIS’ ITU BERNAMA ‘MAS GAGAH’

Friday, February 19, 2016 1 Comments
  • Judul Film  : Ketika Mas Gagah Pergi
  • Sutradara : Firman Syah
  • Produser : Helvy Tiana Rosa
  • Penulis Naskah : Helvy Tiana Rosa
  • Produksi : IndoBroadcast Production, ACT
  • Genre : Drama Religi 
  • Pemain: Hamas Syahid Izzudin, Aquino Umar, Masaji Wijayanto, Izzah Ajrina, Wulan Guritno, Mathias Muchus, Nungki Kusumastuti, Miller Khan, Epy Kusnandar, Ali Syakieb, Shireen Sungkar, Joshua Suherman, Irfan Hakim, Virzha Idol, Fendy Chow, dll.


Ini film kita! Kita yang modalin, kita yang buat, dunia yang nonton!
Inilah jargon penuh semangat dari para pejuang KMGP (Ketika Mas Gagah Pergi).  Alhamdulillah, setelah penantian yang cukup panjang selama kurang lebih 12 tahun, KMGP The Movie yang diadaptasi dari cerita karya Helvy Tiana Rosa, pendiri Forum Lingkar Pena, inipun bisa tayang dalam bentuk layar lebar mulai 21 Januari 2016.

Lihat dulu trailer-nya, nih!




Sinopsis Cerita
Bagian pembuka film Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP) ini penonton sudah dimanjakan dengan pemandangan wilayah Indonesia Timur yang begitu memesona. Adegan pertama dimulai ketika Gagah (Hamas Syahid Izzudin) naik sepeda motor menuju suatu tebing lalu mengambil beberapa gambar (memotret), sampai akhirnya dia terpeleset dan terjatuh. Selanjutnya, alur melompat saat ada narasi dari Gita (Aquino Umar) tentang kehidupan keluarganya dan ditampilkan flashback saat Gagah dan Gita kecil.

Mas Gagah adalah segalanya bagi Gita. Mas Gagah selalu ada untuknya. Mas Gagah dan Gita pun tumbuh dewasa. Mas Gagah kuliah di jurusan Teknik Sipil dan Gita SMA. Kesedihan menghinggapi mereka saat sang Papa (Dwiki Dharmawan) meninggal dunia. Setelah Papa meninggal, Mas Gagah yang menggantikan peran Papa sebagai kepala keluarga dan tulang punggung keluarga. Mas Gagah mampu mengisi ruang kosong di hati adiknya yang tomboy itu. Selain tampan, ia juga cerdas, gaul, dan sangat penyayang. Mas Gagah tak pernah keberatan memenuhi kemauan adiknya. Semuanya berjalan sangat menyenangkan. Keakraban yang selalu dirindukan terjalin antara kakak beradik itu.

Konflik mulai muncul saat Mas Gagah harus pergi ke Ternate karena tugas kuliah. Sepulangnya dari Ternate, Mas Gagah berubah, drastis! Begitu menurut Gita dan juga Mama (Wilan Guritno). Mas Gagah lebih suka mengenakan baju koko dan berjenggot. Ia pun membatasi dirinya dari hal-hal yang berbau duniawi. Mas Gagah lebih suka mengaji daripada nge-mal dan nonton konser musik. Ia pun memutuskan untuk tidak jadi model lagi.

Mas Gagah pun memberanikan diri untuk menjelaskan semua perubahannya itu pada Mama dan Gita. Bagi Gagah, dirinya berhijrah mengikuti ajaran Islam untuk hidup yang lebih baik sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Hadits. Tapi, bagi Gita yang ABG gaul, perubahan pada kakaknya itu ‘sangat lebay dan enggak banget’. Hubungan keduanya pun membeku. Tidak ada lagi keceriaan dan keakraban antara Gagah dan Gita. Perang dingin berkecamuk di rumah itu. Apalagi Mas Gagah yang dulu sering berkelakar memanggilnya “Gito”, sekarang ganti dengan panggilan “Dik Manis” yang terdengar sangat aneh di telinga Gita.

Gagah pun terus bersemangat dalam menjalankan ajaran Islam.
“Islam itu indah… Islam itu cinta…”

Mas Gagah kerap menasihati Gita untuk menjalankan perintah-perintah agama. Gita sebal. Menurutnya, abangnya itu terlalu fanatik dan norak. Ia hanya mau sosok kakaknya kembali seperti dulu. Tak hanya memusuhi Mas Gagah, Gita pun benci dengan sosok Kyai Ghufron -yang menurut Gagah beliaulah yang telah memberikan banyak pelajaran berharga saat di Ternate. Gagah tak pantang menyerah untuk mengajak Gita dan Mama untuk lebih mengenal Islam.

Puncak kekesalan Gita ia lampiaskan dengan menolak untuk diantar jemput Mas Gagah lagi. Saat naik bis umum, Gita kerap dipertemukan dengan sosok laki-laki berkemeja kotak-kotak yang suka berceramah. Aneh! Bagi Gita, sosok laki-laki itu sangat aneh. Berceramah kok di bis, tidak mau dibayar pula.

Laki-laki ganteng yang sering memakai kemeja kotak-kotak itu bernama Yudi (Masaji). Cara dakwahnya ditentang oleh abahnya (Mathias Muchus). Tapi, Yudi berusaha membela diri, kalau berdakwah itu bisa dimana saja. Dakwah Yudi yang anti mainstream itu awalnya membuat Gita jengah karena Yudi mengingatkan Gita dengan sosok abangnya yang kini berubah.

Gita seringkali bertemu sosok Yudi di bis umum dan tempat-tempat umum lainnya, termasuk di area pemukiman penduduk yang terkena musibah. Sosok Yudi selalu menjadi orang yang paling dulu dalam membantu mereka yang sedang membutuhkan. Sampai akhirnya, Gita ditolong oleh Yudi saat handphone-nya mau dicopet. Beberapa hari setelah kejadian itu, Gita berjumpa lagi dengan Yudi saat ia sedang berceramah di bus umum yang ia naiki. Mereka pun berkenalan dengan singkat dan cepat. “Fisabilillah”, nama itu yang terdengar di telinga Gita. Hingga akhirnya, Gita memanggil Yudi dengan sebutan “Mas Fisabilillah”.

Mas Gagah pun mendirikan sebuah rumah singgah di perkampungan kumuh yang ia beri nama “Rumah Cinta” bersama para preman insaf. Lalu, bagaimana kisah selanjutnya? Ada banyak kejutan yang ada di film berdurasi 96 menit ini.

Keunggulan film KMGP :
  • Ruh novelnya masih sangat terasa. Meskipun ada beberapa hal yang berbeda seperti setting tempat (di novel Madura, di film Ternate). Namun, hal ini justru menunjukkan kepiawaian sang penulis skenario, Mas Fredy Aryanto.
  • Akting para pemainnya yang sangat natural. Saya sangat suka dengan adegan Gita yang diperankan Aquino Umar, sosoknya sesuai angan saya tentang adik yang tomboy, gaul, dan asyik. Akting Yudi dan Gagah juga tak kalah keren. Itu semua juga tak bisa lepas dari didikan dan gemblengan dari Mas Otig Pakis yang memang sudah malang melintang di dunia seni peran. Akting para pemain pendukung pun juga tak kalah keren. Wulan Guritno sebagai Ibu Mas Gagah dan Mathias Muchus sebagai Ayah Yudi, berperan sangat gemilang. Trio “preman insyaf” Bang Urip (Epy Kusnandar), Maxi (Abdur Arsyad) dan Kang Asep Codet (Muhammad Bagya) menambah kesegaran film ini. Tokoh Tika (Meta Rizki Nurmala) sahabat ‘nongki-nongki chanci’ nya Gita yang sangat gaul juga mencuri perhatian penonton. Hahaha, saya sampai nyengir mencoba memahami bahasa-bahasa alay-nya seperti sya-bi, leh uga, dll. Ada 30 bintang terkenal yang turut meramaikan film ini antara lain: Shireen Sungkar, Ali Syakieb, Mentari De Marelle, Joshua Suherman, Virzha Idol, Miller Khan, Arbani Yasiz, Elovii, Rendy Martin, Nungki Kusumastuti, dan masih banyak lagi.

  • Teknik sinematografi yang cukup matang, benar-benar mampu memanjakan mata para penontonnya. Setting Ternate ditampilkan dengan sangat indah meskipun hanya sekilas.
  • Soundtrack film/musik yang digarap Dwiki Dharmawan  benar-benar mampu membawa penonton hanyut dalam setiap adegan. Lagu yang menjadikan film ini lebih kece diantaranya “Rabbana” dibawakan dengan sangat indah oleh Indah Nevertari juga lagu "Ketika Mas Gagah Pergi" yang dibawakan oleh Olivia Wardhani.




  • Dalam KMGP disinggung sedikit tentang persoalan kemanusiaan di Palestina. Saat dibawa ke rumah-rumah produksi, mereka ingin menghapus ‘bagian’ tersebut dalam film, namun Bunda Helvy berjuang untuk mempertahankannya. 12 tahun mempertahankan hal ini, ternyata nama pemeran utama film KMGP adalah Hamas Syahid Izzuddin, sebuah nama yang akan selalu mengingatkan kita pada Palestina. Masya Allah...
  • KMGP mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan kekeluargaan yang dikemas dengan beragam fenomena kekinian. KMGP merupakan film yang menggugah kesadaran kita tentang arti hijrah, perubahan ke arah yang lebih baik, dan bagaimana kita harus menyikapi dan menghargai sebuah perbedaan. Seperti kata Tika pada Gita saat mereka ‘nongki-nongki chanci’ : “Berbeda itu kece.” Atau seperti yang disampaikan Gagah saat Tika mengkonfirmasi perubahan yang terjadi pada diri Mas Gagah : “Jika kita tidak menyetujui suatu kebaikan yang mungkin belum bisa kita pahami, kita bisa coba untuk menghargainya."
  • Film ini dibuat dari dana patungan (crowdfunding) para pembacanya dan lebih dari 50% keuntungan bersih film ini disalurkan untuk dana kemanusiaan. Dan juga tercatat 12 Komunitas resmi mendukung film ini yaitu: Masyarakat Relawan Indonesia (MRI), Komunitas Sukses Mulia (KSM), Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), Rumah Kepemimpinan (RK), Forum Lingkar Pena (FLP), Hijaber Moms Community (HMC), Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT), One Day One Juz (ODOJ), Smart Club (SC), Tangan Di Atas (TDA), Sahabat Mas Gagah (SMG) dan Matasinema.
Tapi, memang tak ada karya yang tak retak. Saya tetap menjumpai beberapa kelemahan dalam film ini :
  •  Ada beberapa alur cerita yang cukup aneh buat saya. Lompatannya terasa begitu cepat sehingga terkesan kurang jelas dan membingungkan. Terutama saat adegan Mas Gagah yang pergi ke Ternate lalu adegan saat pulang yang terkesan sangat cepat.
  • Kesalahan kecil juga terekam mata saya, seperti jenggot Mas Gagah cukup aneh dan kurang konsisten. Hehe. Ada juga adegan saat Yudi yang tidak menanyakan nama gereja saat ia menolong seorang ibu korban kebakaran, Yudi akan menyusul sang suami ibu itu, tapi kan belum disebutkan gerejanya apa namanya dan dimana letaknya, Yudi langsung lari saja.
Film ini tetap keren. Kesalahan-kesalahan kecil itu tertutupi dengan teriakan takbir dalam hati saya. Allah Maha Besar! Rasanya, setelah selesai menonton film itu, saya ingin menghambur ke pelukan Bunda Helvy. Akhirnya, atas izin Allah, KMGP bisa difilmkan. Saya kembali terisak saat di akhir film, saya melihat melihat foto tiga “Mas Gagah” in memoriam : Chaerul Umam, Didi Petet dan Ferasta “Pepeng” Soebardi.

Selama 12 tahun memperjuangkan film KMGP, Bunda Helvy kehilangan 3 ‘abang’ yang sangat mendukungnya itu. Sejak 2004, sutradara terkemuka Chaerul Umam berkata bahwa kalau KMGP difilmkan, ia harus menjadi sutradaranya karena ia sangat suka kisah yang menurutnya bisa membangun karakter pemuda Indonesia tersebut. Tahun 2013 beliau meninggal dalam keadaan menjadi sutradara film KMGP. Enam bulan sebelum wafat, dalam keadaan sehat, beliau berwasiat pada Helvy, bila beliau meninggal, orang yang tepat menyutradarai film KMGP adalah Firman Syah. Pepeng sejak tahun 2004 ingin membuat kuis televisi “Mencari Mas Gagah” dimana para pemuda muslim diadu wawasan, akhlak, bacaan Al Qur’an, dan prestasinya. Pemenangnya akan menjadi pemeran utama KMGP. Sayang, tahun 2005 Pepeng sakit hingga lumpuh dan kemudian wafat. Didi Petet terlibat dalam casting pemain. Ia penasaran karena saat casting tak berhasil menemukan orang yang cocok memerankan Mas Gagah. Ia berharap bisa bertemu dengan Mas Gagah, namun sayang, tak sempat karena beliau wafat.

Film produksi IndoBroadcast bekerjasama dengan Aksi Cepat Tanggap ini telah ditunggu selama lebih dari 20 tahun oleh para pembacanya yang turut “patungan” untuk kehadiran film ini. Bunda Helvy berkomitmen menyumbangkan 50% keuntungan film untuk dana kemanusiaan dan apabila tercapai 1 juta penonton, akan ditambah lagi 1 Milyar untuk pendidikan anak-anak di Indonesia Timur dan 1 Milyar lagi untuk pendidikan anak-anak Palestina.

Ayo, segera tonton filmnya! Kalau ada agenda nonton bareng di kotamu, segera ajak sahabat dan semua keluargamu!

Baca bukunya! Tonton filmnya!


Sssst, ini ada trailer KMGP The Movie #2





Tuesday, February 09, 2016

[Nostalgia Putih-Abu] : SPARKLING SMANSA

Tuesday, February 09, 2016 2 Comments


Biarkan satu halaman terbuka setiap hari…
Renungkanlah rahasia yang ada di dalamnya…

Masa SMA bagiku menjadi masa yang penuh warna. Saat aku merasakan desiran hati yang berbeda (terserang virus merah jambu, hihihi),  saat aku mendapatkan ujian hidup yang luar biasa dari-Nya, saat aku belajar berorganisasi, saat aku menemukan sahabat-sahabat sejati, saat aku mengenal indahnya Islam, saat aku memutuskan mengenakan hijab untuk pertama kalinya, saat aku belajar menemukan jati diri dan menentukan visi-misi hidupku di masa depan.


Pernak-Pernik Bintang 1
Bisa masuk dan diterima di SMA paling kece, paling favorit, paling WOW di Kota Wonogiri adalah sebuah kebanggaan dan kebahagiaan yang luar biasa! Itu juga yang aku rasakan. Meskipun keputusanku dan saudari kembarku diprotes teman-teman dekat yang memutuskan untuk melanjutkan sekolah di SMA favorit Kota Solo. Akhirnya, setelah musyarawarah dengan Mas Dhody (kakak laki-lakiku yang pernah merasakan ngekos di Solo waktu sekolah di SMK N 1 Solo), Babe, sama Ibuk,  diputuskan kalau si kembar (SUPERTWIN) SMA-nya di Wonogiri saja. Baru nanti kalau kuliah boleh ke luar kota Wonogiri. Tak perlu bersusah payah untuk bisa diterima di SMA N 1 Wonogiri (SMANSA). Nilai rata-rataku Ujian Nasional SMP (mungkin dulu istilahnya EBTANAS) 9,… (sembilan koma sekian… *lupa) dengan nilai Matematika sempurna (10). Alhamdulillah, saat pengumuman penerimaan siswa/siswi baru, aku dan kembaranku dinyatakan LOLOS SELEKSI. Seragam dengan bordiran bintang 1 di lengan kiri pun aku dapatkan.
Seperti biasa, jadi siswa baru itu harus ikut MOS (Masa Orientasi Siswa atau Masa Orientasi Sekolah). Barang PR-nya ya ampuuun… super ugal-ugalan. Bikin tas dari karung tepung segitiga biru-lah, bawa roti dengan merk X, air mineral merk Y, harus kunciran dengan pita sejumlah 7, dan masih banyak lagi. Yang bikin nganyelke itu peraturan seniornya…
Pertama, senior selalu benar!
Kedua, jika senior melakukan kesalahan, kembali ke peraturan pertama!
Bah, apa pula?! Peraturan macam apa itu?
Setiap pagi harus sudah kumpul sebelum jam 6 pagi. Otomatis Ibuk dan Babe pun  ikutan rempong. Setelah aku dan kembaranku sarapan, Ibuk mbantuin nguncir dan Babe nganterin sampai batas pengantar yang ditentukan.
Setelah peluit panjang yang menyayat hati itu dibunyikan oleh Tim Disiplin, semua anak-anak baru haru segera berbaris rapi di lapangan. Aku masuk di kelas 1.5, beda kelas dengan kembaranku yang masuk di kelas 1.7.
Lalu, kami mengikuti upacara pembukaan MOS. Setelah upacara selesai, ada cek barang PR, bentak-bentakan nggak jelas yang sangat memekakkan telinga dan membuat ciut nyali. Selama MOS 3 hari itu, ada 1 hari dimana aku mengalami perlakuan yang tidak mengenakkan dari para senior putri (terutama salah satu senior cewek tergalak). Aku dikerubung oleh beberapa senior yang teriak-teriak nggak jelas di telingaku dan ternyata hal itu terekam di memory bawah sadarku.
MOS pun usai, ternyata ada perubahan penempatan kelas. Akhirnya, aku dan kembaranku menjadi 1 kelas, di kelas 1.3. Kami juga tidak tahu kenapa bisa jadi satu kelas. Ternyata gurunya pun tidak sadar kalau ternyata kami berdua itu kembar. Dan… cerita-cerita seru di kelas 1.3 pun dimulai. Ada beberapa ‘catatan harian bintang 1’ yang tak bisa aku lupakan :
1.     Di kelas, aku dan kembaranku terkenal cukup rajin, baik dalam hal mengerjakan PR, mengerjakan LKS (belum disuruh mengerjakan saja, kita berdua sudah kerjakan di rumah. Hihihi *kesregepen). Alhasil, teman-teman sekelas sering meminjam pekerjaan kami. Kalau pagi-pagi sebelum bel masuk berbunyi, teman-teman yang lain pada rempong mengerjakan PR atau menyalin tugas, aku, kembaranku, dan temanku yang namanya Uyun, kita malah asyik nangkring di meja guru. Samping meja guru memang ada sebuah jendela, yang dari sana kita bisa melihat lapangan basket, trotoar, jalan raya. Ehm, dan tentu saja, curi-curi pandang dengan ‘someone special’ yang kita ‘taksir’. Hahaha. Astaghfirullah… Kalau inget kejadian nongki-nongki di meja guru ini bikin aku ketawa sampai mules.
2.    Di kelas 1.3 ini, aku dan kembaranku membentuk sebuah Genk namanya ‘Genk BeRr’ dan kita berdua yang jadi bos-nya. Hahaha. Anggota khusus adalah teman-teman sederet (bangku depan sampai belakang) ditambah beberapa anggota lain yang turut meramaikan. BeRr sendiri ntah apa filosofinya, yang jelas kita selalu ber-lajar ber-sama, ber-main ber-sama, ber-senang-senang ber-sama, ulangan ber-sama (nyontek-nyontekan), mbolos ber-sama, dll. Hahaha. Kacau! Parah! Memang, kelas 1.3 ini anggota terbanyak memang cowok-cowok anggota basket SMA, yang sangat takluk dengan aku dan kembaranku. Takluknya karena aku dan kembaranku sering membantu para cowok itu saat mengerjakan ulangan. Hihihi. Betapa baiknya ya kita? *janganditiru! Ini kebaikan yang salah dan menyesatkan.
3.    Aku dan kembaranku duduk di baris ke-3, cowok-cowok biasanya suka duduk di barisan belakang. Saat ada guru yang ‘njelehi’, ‘bikin ngantuk, ‘ingin kabur rasanya’, aku dan kembaranku biasanya menyiasati dengan membawa camilan dan kita taruh di laci. Saat ‘aman’, diam-diam kita makan tu camilan atau permen. Nah, biasanya anggota Gank BeRr yang lain berkirim surat untuk minta ‘sedekah camilan atau permen’ yang kita punya. Hahaha.
4.    Aku dan kembaranku pernah mempelopori aksi membolos satu kelas. Waktu itu, jam terakhir Bahasa Inggris dan kosong. Akhirnya, aku dan teman-teman sepakat mendingan kita bolos aja. LKS yang disuruh untuk mengerjakan pun sudah aku kerjakan. Teman-teman segera kami suruh untuk menyalin dengan cepat lalu dikumpulkan. Ada dua teman cowok yang ‘mlipir’ keluar terlebih dulu untuk menangkap tas yang dilemparkan lewat jendela. Habis itu, setiap dua orang ‘mlipir’ ke luar sekolah lewat pintu yang berbeda-beda. Seru sekali waktu itu! Sayangnya, keesokan harinya, kita sekelas mendapatkan hadiah amarah besar dari ibu wali kelas dan dihukum oleh Guru Bahasa Inggris. Maafkan kenakalan kami, ya, Bu! *sungkem
5.    Kelas bintang 1 ini aku benar-benar merasakan suka dukanya jadi seorang ‘secret admirer’ cowok kelas 1 juga tapi kelasnya di bawah, dekat lapangan basket. Sering banget, pura-pura ke kamar mandi bawah, hanya sekadar biar bisa curi-curi pandang atau mengunjungi teman SMP yang sekelas dengannya. Padahal cowok itu dulu juga 3 tahun sekelas sama aku waktu SMP. Tapi, di SMP aku nggak sedikit pun menaruh hati padanya. Fokusku waktu SMP ya belajar, belajar, dan belajar. Nggak ngikut-ngikut teman, SMP udah punya gebetan bahkan punya pacar. Ntahlah! Biarlah, benih-benih rasa suka itu muncul dan aku tetap menjadi pengagum rahasianya dalam diam… *uhuk! (Waktu itu aku belum kenal ROHIS. Lha wong kalau mentoring sering kabur. Aku masih jadi anak kelas 1 yang gaul tapi rajin, seorang aktivis KIR. Hihihi.)
Dan… aktivitas nongki-nongki di atas meja guru setiap pagi pun tetap menjadi rutinitas yang mengasyikkan.

Pernak-Pernik Bintang 2
Alhamdulillah, aku dan kembaranku naik kelas 2 dengan nilai yang cukup memuaskan, masih ranking 5 besar. Di bintang 2 ini, aku dan kembaranku terpisah. Aku kelas 2.2 dan kembaranku kelas 2.3. Dan pagi itu menjadi pagi yang kelabu dalam hidupku.
Hari pertama masuk sekolah di kelas 2, aku diajak teman-temanku untuk melihat MOS anak-anak kelas 1 di lapangan basket. Entah kenapa, aku seperti merasa di-MOS lagi. Suara terikan, bentakan, caci maki para senior yang sempat aku rasakan setahun silam, seperti memenuhi telingaku. Sampai akhirnya, aku ambruk, pingsan, lalu mengalami kejadian aneh dalam diriku. Aku trauma! Aku merasa aneh dengan semua kondisi di sekelilingku. Babe dan Ibuk yang waktu itu kerja, dipanggil guru BK untuk menjemputku. Sampai di rumah aku mencoret-coret majalah-majalahku. Seperti orang ketakutan. Akhirnya, sore itu juga, orang tuaku membawaku ke rumah sakit khusus syaraf di Solo. Setelah antri yang cukup panjang dan melelahkan, aku pun diperiksa oleh seorang dokter yang rambutnya sudah memutih tapi sangat sabar. Aku harus di CT-Scan. Singkat cerita, hasilnya menunjukkan ada yang tidak beres dengan syaraf di bagian otak kecilku. Aku harus diopname dan harus menjalani serangkaian test dan terapi. Tentu saja, biayanya sangat tidak sedikit! Padahal waktu itu, rumahku sedang direnovasi. Akhirnya, semua biaya yang sekiranya untuk renovasi rumah, digunakan untuk biaya pengobatanku. Ibuk selalu ada di sampingku. Beliau rela cuti selama 22 hari agar bisa selalu ada di dekatku. Babe, Mbak Thicko, dan Mas Dhody beberapa hari sekali naik bis ke Solo untuk menengokku di rumah sakit. Saat sakit itu, beberapa teman menengokku dan para tetangga juga. Akhirnya, setelah 22 hari aku harus menjalani rawat inap, aku diperbolehkan pulang, tapi harus tetap rawat jalan. Sampai akhirnya aku kembali ke sekolah. Dengan senang hati, teman-teman menyambutku. Sayangnya, aku benar-benar tidak bisa konsentrasi mengikuti pelajaran. Kepalaku pusing bukan kepalang. Akhirnya, aku ambruk lagi, sempat tak sadarkan diri beberapa hari,  dan harus dirawat lagi. Hingga akhirnya, dokter pun memutuskan aku cuti sekolah dulu satu tahun! Apaaa? Seketika aku langsung menangis. Aku sangat sedih. Namun, keluargaku menguatkanku.
Singkat cerita, aku pun dibuatkan sebuah warung kecil (26 Oktober 2003) oleh Babe dan Ibuk. Warung yang harus aku kelola sendiri. Tujuannya agar aku punya kesibukan di rumah. Meskipun saat itu, terkadang aku merasa sangat sedih. Bagaimana tidak? Setiap hari aku melihat kembaranku pakai seragam putih abu-abu, menikmati masa SMA yang penuh warna. Sedangkan aku, sibuk memikirkan gimana caranya agar aku cepat sembuh dan bisa kembali ke sekolah. Waktu itu, setiap bulan, Babe tetap membayar SPP-ku. Jadi, aku tetap tercatat sebagai siswa di SMA itu. Aku pun belajar memaafkan saat para senior galak yang beberapa diantaranya sudah lulus itu datang untuk menengokku dan minta maaf atas kesalahan mereka di masa lalu.
Warung kecilku di depan rumah. Sengaja fotoku disensor pakai remote TV. Hihihi. Coz aku belum pakai jilbab waktu itu.

Hari-hari berlalu, aku belajar meyakini bahwa segala yang menimpaku saat ini adalah kehendak-Nya, jalan takdir-Nya yang begitu indah, dan aku harus sabar serta ikhlas menjalani ini semua. Terkadang, untuk mengobati rasa kangen, aku berkirim surat ke teman-teman SMA dan menitipkan surat-surat itu ke Mbak Thicko. Teman-teman juga sering main dan menghiburku. Aku juga mengungkapkan isi hatiku dengan menulis diary dan membuat puisi. Mbak Thicko juga sering membawakanku kaset-kaset nasyid dan majalah juga buku yang ia pinjam dari kakak kelas. Salah satu buku yang paling berkesan adalah novel Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP) karya HelvyTiana Rosa. Dari tokoh Gita, aku pun bertekad dalam hati, suatu hari nanti aku ingin mengenakan hijab. Waktu itu, Mbak Thicko memang sudah mulai aktif mentoring, ikut majelis ta’lim sekolah, dan gabung di ROHIS. Dalam mentoring itu, hanya Mbak Thicko dan Uyun yang belum berhijab.
Novel Ketika Mas Gagah Pergi yang dipinjamkan Mbak Thicko untukku

Sampai akhirnya tahun ajaran baru semakin dekat, aku menyiapkan mental sebaik mungkin. Karena kenyataan yang akan aku hadapi adalah aku akan mengulang di kelas 2, otomatis teman-teman seangkatan dulu akan naik ke kelas 3 (jadi kakak kelasku) dan yang akan menjadi teman seangkatanku adalah adik kelas. Alhamdulillah, aku diterima di kelas 2.3 dan sebangku dengan Meutika. Adik kelas yang sudah aku kenal sejak SMP karena kami sama-sama les di bimbel BPG Nurul Islam.
Tidak terlalu sulit bagiku untuk menyesuaikan diri. Teman-teman di 2.3 sangat asyik dan seru! Wali kelas kami (Bu Rini) juga sangat care. Beliau sudah aku anggap seperti ibuku sendiri. Aku pun ber-azzam, ketika naik kelas 3 nanti aku bisa ranking 3 besar dan itu tandanya aku benar-benar sudah sembuh, aku akan mengenakan hijab. Aku sampaikan keinginanku itu ke Mbak Thicko dan keluargaku. Semuanya setuju!
Di kelas 2 ini, aku benar-benar punya banyak teman yang asyik dan menyenangkan, baik yang sekelas maupun yang beda kelas. Aku pun mulai gabung di ROHIS (jadi tim MADING) dan masuk OSIS (sebagai tim kreatif) tanpa melalui LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan). Aku juga ikut mentoring. Prestasi yang cukup membanggakan adalah aku dan tim nasyid putri SMA N 1 Wonogiri berhasil mendapatkan juara 1 lomba nasyid SMA tingkat Kabupaten Wonogiri. Selanjutnya, aku juga dipercaya untuk membuat desain kaos kelas, lalu aku usulkan namanya ‘DEUX TROIS’ yang artinya 2.3.


Ini desain sederhanaku yang aku buat dengan tulisan tangan…

Pernak-Pernik Bintang 3
18 Juni 2005…
Siapa sangka, dulu aku begitu benci dengan MOS. Tapi, saat naik kelas 3 ini karena aku juga aktif di OSIS dan terlibat dalam kepanitiaan MOS, aku terpilih untuk menjadi “TP” atau “Tim Penilai”. Amanah maha berat yang harus aku sandang!
Ada yang berbeda denganku hari itu. Ya, Norma yang dulu sudah bermetamorfosis. Ada kain putih menutup kepalaku dan menjulur hingga menutupi dada. Naik kelas 3 SMA ini, aku mantap mengenakan hijab. Sahabat yang pertama kali mengucapkan selamat dan memelukku adalah Gestin. Ia pula yang memberikan satu stel seragam panjang untukku lengkap dengan kerudung segi empat warna putih. Teman-teman OSIS langsung heboh. Beberapa diantara mereka mengucapkan selamat dan teman-temanku yang sudah berhijab terlebih dulu (kebanyakan anak OSIS yang merangkap ROHIS) mendoakan aku semoga istiqomah. Bahagia sekali rasanya! Mungkin ini salah satu hikmah yang bisa aku dapatkan atas sakitku beberapa waktu silam. Aku memiliki banyak sahabat yang sangat peduli dan penuh kasih sayang.
Itu jilbab kaos Rabbani pertamaku... awal-awal pake kerudung.

Taraaa... ^_^ *imut, kan? hihihi *krukupan kresek

Amanah selama MOS aku tunaikan dengan maksimal. Ujian pun tak berhenti begitu saja. Ujian setelah berhijab justru jauh lebih berat. Aku menangkap ada sesuatu gelagat yang tidak beres dengan tingkah seorang temanku. Dia ikhwan, amanahnya cukup mentereng di OSIS juga ROHIS. Awalnya, ia mengirimkan surat padaku yang ia titipkan ke Gestin. Aku anggap itu curhatan biasa, aku pun membalasnya karena posisinya sejak SMP ikhwan itu memang adik kelasku. Hingga akhirnya, ia mengirimkan surat ungkapan kekagumannya padaku beserta kaset Edcoustic dan buku karya Salim A Fillah yang waktu itu memang lagi booming di kalangan anak ROHIS (Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan). Whuaaatz?
Singkat cerita, aku mulai menata hati, menjaga hatiku dengan sebaik-baik penjagaan. Aku tidak ingin, cintaku pada-Nya dinomorduakan. Meskipun rasanya sangat berat, aku sangat bersyukur, ada banyak sahabat yang selalu mendukungku.
Kelas 3 ini aku jadi warga 3 IPA 4, letak kelasnya di lantai 2. Aku pun benar-benar sibuk. Pulang sekolah ada les di bimbel. Aku juga dapat amanah sebagai bendahara kelas yang cukup ‘sangar’ ketika nagih uang LKS atau iuran wajib. Hihihi. Untungnya, aku tidak perlu membayar LKS atau buku-buku. Gratis khusus untuk bendahara kelas. Asyik, kan? *ngiritbanget!
Buku sakti kelas 3 IPA 4. hihihi

Isi buku keuanganku, yang buatin Ibuk lho!
Oh ya, aku punya guru favorit yaitu Bu Rini (wali kelasku saat kelas 2.3 dulu). Bu Rini jadi guru Fisika yang bisa menyulap pelajaran Fisika yang njlimet n bikin mumet itu jadi pelajaran yang menyenangkan dan selalu bikin greget. Alhamdulillah, ulangan Fisikaku selalu dapat nilai bagus. Di kelas 3 ini, nilai yang cukup mengenaskan yaitu Kimia. Aku sering remidi, tak heran kalau aku pulang sekolah sering les privat sama Gestin karena ia sangat jago dalam pelajaran Kimia.
Selain Bu Rini, guru favoritku yaitu Pak Larno, guru Matematika yang kebanyakan teman-teman menyebut beliau ‘guru killer’, guru yang selalu membawa spidol berkeliling kelas, spidol itu akan beliau taruh di meja siswa, lalu ia harus menyelesaikan soal di papan tulis. Kalau Pak Larno sudah memegang spidol dan berjalan berkeliling, aku selalu menggoda teman sebangkuku Dian Novalia (Dinov). Ia pasti berkeringat dingin. Tapi, aku suka cara beliau mengajar. Dari dulu memang aku sangat suka pelajaran Matematika. Betapa menyenangkan bisa memecahkan soal-soal logaritma, integral, dan aneka rumus yang kadang membuat teman-temanku ‘mabuk’. Hihihi.
Segala perjuanganku untuk serius belajar di kelas bintang 3 ini, membuahkan hasil yang tak sia-sia. Aku berhasil mengantongi nilai UN Bahasa Inggris dengan nilai sempurna 10! Alhamdulillah… aku pun mulai sibuk untuk persiapan mengikuti SNMPTN. Universitas Sebelas Maret adalah kampus pilihan sekaligus impianku. Karena setelah lulus dari kelas 3, kembaranku pun memutuskan untuk memakai hijab dan ia diterima di Fakultas MIPA UNS. Aku ingin menyusulnya. Hehehe.

Bersama teman-teman dikelas 3 IPA 4 SMANSA

Hmm, ini ada beberapa lagu kenanganku saat SMA, membuat masa putih abu-abuku semakin berkilau. Sparkling SMANSA…
“Saat lonceng pagi datang..
getarkan relung hati kecilku…
akankah terasa lagi senja yang hadir seperti dulu?
Berlari mengejar angin…di tepi riuh deburnya air..
menanti perahu layar pulang menepi..
MENJALA CINTA
takkan kudengar suaramu
nyanyikan KEAJAIBAN KECILMU…
tak kan kau dendangkan lagi… senandung syair hidupmu…
bayang dirimu menghilang… seiring kepak camar menjelang...
tiada yang lebih manis semanis engkau ada di sini…”
[ADA Band]

"Sebiru hari ini, birunya bagai langit terang benderang
Sebiru hati kita, bersama di sini

Seindah hari ini, indahnya bak permadani taman surga
Seindah hati kita, walau kita kan terpisah

Bukankah hati kita telah lama menyatu
Dalam tali kisah persahabatan ilahi
Pegang erat tangan kita terakhir kalinya
Hapus air mata meski kita kan terpisah
Selamat jalan teman
Tetaplah berjuang
Semoga kita bertemu kembali
Kenang masa indah kita
Sebiru hari ini

Seindah hari ini, indahnya bak permadani taman surga
Seindah hati kita, walau kita kan terpisah..."

[EDCOUSTIC]

“Dunia ini masih seluas yang kau impikan...
Tak perlu kau simpan luka itu, sedalam yang kau rasa
Memang ada waktu agar kau bisa kembali semula.
Percayalah padaku, kita kan bisa melewatinya…
Jangan bersedih, oh kawanku…aku masih ada disini
Semua pasti kan berlalu, aku kan slalu bersamamu…
Jalan hidup tak slamanya indah
Ada suka…Ada duka..
Jalani semua yang kau rasakan, kita pasti bisa!"
[EDCOUSTIC]

Dan inilah rentetan kalimat yang aku tuliskan di
ALBUM KENANGAN SMANSA 2005/2006 :

“Hidup memang penuh dengan goresan warna. Jadikan hidup ini selalu penuh dengan harapan baik kepada Sang Pemilik Jiwa. Bersiaplah menghadapi putaran waktu, hingga setiap langkah dan helaan nafas senantiasa bernilai ibadah kepada-Nya...


Tulisan ini diikutsertakan dalam event Giveaway Nostalgia Putih-Abu Mbak Arina