Jejak Karya

Jejak Karya

Wednesday, October 07, 2020

CARA KELUARGA KAMI MENGELOLA KEUANGAN SELAMA PANDEMI

Wednesday, October 07, 2020 0 Comments



Ada banyak perubahan mendasar yang singgah dalam kehidupan kita selama pandemi Covid-19 ini. Jam kerja kita berubah, ritme tubuh juga tentu saja berubah. Termasuk cashflow keuangan keluarga pun berubah.

 

Dulu sebelum pandemi, saya dan suami sudah bersepakat kalau uang yang saya dapatkan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, misalnya belanja yang sifatnya harian atau terkadang belanja kebutuhan dapur dan keperluan rumah tangga lainnya. Sedangkan uang penghasilan suami digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang membutuhkan alokasi dana yang lebih besar, misalnya: bayar listrik, servis mobil, servis sepeda motor, dll.

 

Sejak pandemi, saya off menjalankan aktivitas saya sebagai mentor menulis di DNA Writing Club juga guru ekskul penulis cilik di SDIT Bina Insani. Otomatis, penghasilan tambahan saya berkurang. Akhirnya, saya dan suami bersepakat untuk mengatur cashflow keuangan keluarga.


Ada beberapa hal yang kemudian kami lakukan:

  • Mengecek kondisi finansial.

Untuk mengecek kondisi finansial, kita bisa menyusun rincian pemasukan dan pengeluaran, mulai dari harian, pekanan, dan bulanan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kondisi finansial keluarga kita sehat atau tidak.

 

  • Memastikan kebutuhan pokok terpenuhi.

Kebutuhan pokok menjadi prioritas utama yang harus dibeli, seperti sembako, kebutuhan toiletris, listrik, dll.

 

  • Menyusun budget dan mengatur prioritas keuangan.

Pastikan kita dapat belajar berhemat dengan cara mengurangi pengeluaran yang tidak perlu.

 

  • Tidak panic buying

Saat awal pandemi, kita sempat berada dalam kondisi ini. Mulai dari belanja masker, hand sanitizer, vitamin C, sampai sembako. Padahal tanpa kita sadari hal ini bisa masuk kategori pemborosan.

 

  • Menyiapkan dana darurat

Tentu saja, dana darurat saat kondisi tidak menentu seperti sekarang ini wajib dipersiapan. Dana darurat dapat kita sisihkan dengan mengatur uang belanja, memangkas pengeluaran yang tidak prioritas, mencari sumber penghasilan tambahan yang nantinya kita alokasikan untuk disimpan sebagai dana darurat.

 

  • Mencari hiburan yang hemat

Selama pandemi ini, akses kita untuk bergerak sangat terbatas. Pilihan untuk tetap #dirumahsaja memang tidak bisa kita hindari demi menjaga kesehatan bersama. Tentu saja rasa bosan, jenuh, BeTe kerap menghampiri. Karena itu, jadilah wong sing solutip kalau kata Bu Tedjo. Kita bisa mencari hiburan yang hemat. Misalnya, kalau saya selama pandemi ini belajar di kelas melukis juga belajar handlettering. Manfaatnya, selain keterampilan seni saya bertambah, saya sekaligus bisa refreshing. Tentu saja, efeknya bisa meningkatkan imunitas tubuh saya karena hormon bahagia terstimu

 

  • Lebih rajin memasak dan menghindari membeli makanan dari luar.

Sebelum pandemi, dalam sehari, saya biasanya masak 1x saja. Misalnya masak untuk lauk sarapan sekaligus untuk makan siang. Sorenya, kalau nasi masih ada, tinggal beli lauk matang. Tapi, selama pandemi ini saya praktikkan apa yang telah saya pelajari setelah mengikuti kelas PAWON. Salah satunya dalam hal food preparation dan menyusun menu makan keluarga. Alhamdulillah, saya pun belajar untuk lebih rajin memasak dan menghindari membeli makanan dari luar.

 

  • Mencari sumber penghasilan tambahan.

Selama pandemi ini, saya berkolaborasi dengan keponakan yang pandai memasak membuat brand masakan olahan ayam yang kami beri nama RATU PAWON. Produknya berupa ayam ungkep, ayam goreng kremes, ayam bakar spesial, dan kremesan. Alhamdulillah, selama bulan Ramadan produk Ratu Pawon laris manis bahkan banyak yang repeat order. Kami juga sempat mengadakan program berbagi/sedekah lauk berbuka dan sahur untuk anak yatim-dhuafa dan panti asuhan. Lebih dari 300 ayam ungkep sold out. Masya Allah.

Selain itu, saya juga membuka kelas menulis online untuk anak-anak. Juga menjadi reseller buku-buku anak. Alhamdulillah dua aktivitas itu bisa menjadi sumber penghasilan tambahan bagi saya.

 

Entah kapan, kondisi pandemi Covid-19 benar-benar berakhir dan ekonomi bisa pulih. Saat ini yang bisa kita lakukan adalah beradaptasi. Yang terpenting, selalu rajin bersedekah sesempit apapun kondisi kita. Insya Allah, Allah akan memberikan rezeki kepada kita dari arah yang tak disangka-sangka. Cukup yakini saja!

 


 

Thursday, October 01, 2020

BELAJAR OTODIDAK MENJADI GURU

Thursday, October 01, 2020 0 Comments

 



“Mbak Norma, aku les lagi ya sama Mbak Norma,” kata Randi (6 SD) via telepon.

 

Randi, murid les mapel saya sejak dia kelas 3 SD. Pertemuan dengannya bermula tatkala saya ngontrak rumah di Jalan Damar Barat III. Jalan itu berhadapan dengan sebuah sekolah negeri tempat Randi belajar.

 

Siang itu, Randi diantar ibunya ke rumah saya. Ibunya cerita kalau Randi cukup tertinggal dengan teman-temannya. Nilainya di bawah rata-rata dan ibunya sering memberi label kalau Randi anak ‘nakal’ dan cukup susah diatur. Di rumah, dia tidak pernah belajar. Dia mau belajar kalau ditungguin kakaknya yang tentara. Tapi, kondisinya kan tidak memungkinkan. Kakaknya sekarang harus dinas di Solo. Randi dengan kakaknya memang selisih cukup jauh usianya, sekitar 10 tahun.

 

Singkat cerita, Randi akhirnya les privat dengan saya sepekan 3x. Butuh perjuangan untuk membersamainya belajar. Setidaknya saya punya bekal pernah menjadi tentor pengajar SD di Ganesha Operation (Solo-Wonogiri-Bogor-Semarang) selama kurang lebih 3 tahun.

 

Setelah 2 tahun tinggal di Damar, kami pindah kontrakan di daerah Jati. Randi pun bertekad tetap les ke rumah saya (DNA) meskipun harus naik angkot pulang pergi. Masya Allah. Semangat anak ini memang luar biasa. Alhamdulillah, prestasi akademiknya di sekolah juga meningkat tajam sampai kemudian dia lulus SD dan diterima di sebuah SMP pilihannya.

 

Dan yang terpenting, kala itu Randi tidak hanya belajar akademik saja. Tapi, saya tekankan padanya untuk selalu belajar menjadi anak yang baik dan salih. Terbukti, ketika bapaknya (yang kadang menjemput Randi ketika les) bilang kalau Randi suka membantu orang tuanya di rumah, mau belajar sendiri tanpa disuruh, juga mulai rajin salat. Alhamdulillah. Saya berpesan padanya, jika nanti tidak les lagi di DNA untuk benar-benar jaga sikap dan pergaulan karena memasuki dunia remaja itu banyak sekali tantangan dan godaannya.

 

Randi (paling kiri) saat les di DNA bersama teman-temannya.

Semoga Allah selalu menjagamu, Randi. Semoga kamu tumbuh jadi anak salih kebanggaan bapak-ibuk. Semoga Allah mudahkan langkahmu untuk mewujudkan impian dan cita-citamu di masa depan nanti.

[*]

 

Saya Bangga Menjadi Guru

Guru…

Tidak pernah terlintas dalam benak saya untuk terjun dalam profesi ini. Namun, saya bangga menjadi guru. Profesi menjadi seorang guru adalah profesi yang ‘menantang’. Meskipun ada sebagian orang yang beropini berprofesi menjadi seorang guru adalah suatu pekerjaan yang enteng. Karena sekilas, tugasnya hanya mengajar dan mengajar. Akan tetapi, sejatinya seorang guru tidaklah hanya bertugas mengajar di dalam kelas.

 

Seorang guru juga dituntut untuk bisa memberi contoh kepada murid-muridnya, tanpa harus melihat siapa dan di mana ia berada. Untuk itu, tidak keliru jika ada pepatah yang mengatakan: “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Dalam artian, sebagai seorang guru harus senantiasa memperbaiki diri sendiri terlebih dahulu sebelum memperbaiki orang lain (baca: anak didik).

 

Betapa pentingnya keteladanan seorang guru. Saya bangga menjadi seorang guru karena saya bisa terus memotivasi diri sendiri untuk melakukan perbaikan diri secara kontinyu. Bagaimana kita mengajarkan kebaikan kalau diri kita sendiri belum baik? Bagaimana kita mentransfer ilmu kalau otak kita miskin ilmu karena malas untuk belajar?

 

Jika seorang guru sudah memberi contoh yang baik, maka dengan sendirinya seorang murid akan malu untuk tidak mencontohnya. Hal inilah yang membuat kharismatik seorang guru akan tumbuh dengan sendirinya tanpa harus diminta. Karena hubungan emosional antara guru dan murid sangat berpengaruh atas pembentukan karakter anak didik.

 

Permasalahan yang muncul di negeri ini terutama dalam ranah pendidikan, bangsa ini memang sedang dilanda degradasi moral. Bangsa ini butuh dan kekurangan figur teladan yang baik. Jarang kita menemukan seorang figur yang bisa menginspirasi bawahannya (baca: muridnya) untuk memiliki kesadaran hidup menuju ke arah yang lebih baik. Jadi, bisa ditarik kesimpulan bahwa guru yang baik adalah mereka yang bisa mengajar para muridnya menuju perubahan tingkah laku yang lebih baik.

 

Guru dan Bukan Guru

Di dunia ini hanya ada 2 profesi, yaitu guru dan bukan guru. Kita boleh kagum pada seorang dokter ahli yang mampu menyembuhkan penyakit yang kritis, juga sangat kagum kepada yang merancang sebuah jembatan panjang dengan tingkat kesulitan tinggi. Pertanyaannya, kehebatan orang-orang tersebut apakah terlepas dari peranan seorang guru? Banyak cerita tentang keberhasilan seorang anak akibat guru yang hebat, namun banyak cerita juga tentang kegagalan karena guru salah didik. Kegagalan Albert Einstein, Thomas Alfa Edison, Stephen Hawking dan sebagainya di sekolah, dia bayar melalui belajar sendiri, dia menjadikan alam dan ilmu sebagai gurunya.

 

Pentingkah seorang guru? Penting! Tapi guru yang mana? Yang jelas tidak ada tempat bagi guru yang “kecelakaan”, yaitu guru yang hanya manjadi guru sekadar mendapatkan pekerjaan. Namun, seorang guru profesional adalah guru dengan panggilan nurani, panggilan jiwa.

 

Mungkin pada awalnya tidak sengaja jadi guru, namun jika yang bersangkutan dengan cepat menyadari akan pentingnya peran dia sebagai guru, lalu ia bangun paradigmanya, dan dengan nurani ia melangkahkan kaki ke hadapan anak-anak didiknya. Inilah guru yang dicari, ditunggu, dipuja, dan disayang sepanjang masa. Hal inilah yang terus memotivasi saya ketika memilih “jalan” dan profesi ini.

 

Belajar Otodidak Menjadi Seorang Guru

Bassic keilmuan saya adalah scientist. MIPA murni, dan bukan dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Tapi profesi menjadi seorang pengajar menjadi salah satu impian dan cita-cita saya pasca kampus. Bismillah, akhirnya saya memutuskan dan mengambil pilihan untuk mengajar di bimbingan belajar. Seperti terhipnotis oleh sebuah kalimat motivatif: 

“Menjadi Guru atau Tidak Sama Sekali”. Hehe...

 

“Menjadi guru adalah pilihan yang berani. Berani jadi guru, harus berani pula menjalani segala konskuensinya. Apabila mampu menjalaninya secara konsisten, jalan ke surga akan menunggu, jika tidak, bahaya menghadang!”

 

Kalimat ini bukan untuk menakut-nakuti, melainkan untuk mengangkat kembali pamor guru yang mulai memudar. Dan kalimat itulah yang mampu memotivasi saya untuk memantabkan hati di profesi ini.  

 

Menurut pendapat saya, modal utama jadi guru adalah “nurani”, bukan “akademiknya”. Maka siapapun itu, apapun latar belakang pendidikannya, jika tidak memiliki nurani sebagai pendidik, mohon maaf, tidak ada toleransi.

 

Pertanyaannya, “apakah latar belakang pendidikan mempengaruhi hal ini?”. Jawabannya bisa “Ya”, bisa “Tidak”. Maybe YES, Maybe NO! Artinya, latar belakang pendidikan tidaklah terlalu penting, apalagi dalam sebuah sistem pendidikan yang “tidak terarah” seperti yang kita alami saat ini.

 

Apakah hanya orang-orang yang berlatar belakang pendidikan dari Ilmu Kependidikan dan Keguruan saja yang boleh jadi guru? Idealnya memang begitu, tapi tunggu dulu! Pada dasarnya setiap manusia ditakdirkan menjadi guru bagi generasi penerusnya. Namun banyak di antara kita yang tidak menyadari hal ini, bahkan yang sudah memilih profesi jadi guru pun banyak yang tidak menyadari hal ini, sehingga dia menyia-nyiakan kesempatan berharga dalam hidupnya.

 

Jika sistem dan proses pendidikan dari awal berjalan sesuai dengan kaidahnya, yaitu membantu anak untuk menemukan potensi dirinya sedini mungkin, lalu mereka dibekali dengan sikap “belajar bagaimana belajar”, sehingga belajar menjadi bagian dari hidupnya dan pada akhirnya tidak “menyesatkan” orang dari fitrahnya, maka mereka yang memilih “GURU” sebagai PROFESI adalah orang-orang yang tepat. Bukan kecelakaan atau kebetulan jadi guru. Memilih jadi guru karena memang telah dipersiapkan oleh Allah SWT sebelum ruh ditiupkan dalam rahim.

 

Orang Tua sebagai Guru Pertama

Pembelajaran daring selama pandemi Corona ini “mewajibkan” setiap orang tua yang sudah memiliki anak usia sekolah (dari TK hingga kuliah) untuk berperan ganda sebagai guru anak-anak ketika di rumah. Kalau untuk anak yang usia SMP-SMA atau kuliah sudah bisa lebih mandiri. Namun, untuk anak-anak yang usia TK dan SD, peran orang tua masih sangat signifikan. Karena itu, perlu merefleksi diri kembali karena sejatinya orang tualah guru pertama anak-anak di lingkungan keluarga

 

Salah satu cara untuk mensyukuri kondisi sekarang yang mewajibkan kita menjadi “guru” adalah  “konsisten” pada amanah sebagai pendidik. Tujuan kita mendidik anak adalah agar anak-anak tumbuh menjadi manusia yang cerdas, berilmu pengetahuan, dan berakhlak mulia. Ukuran keberhasilan mendidik adalah terjadinya perubahan perilaku anak dari tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa, dan tidak terbiasa menjadi terbiasa, sesuai dengan apa yang kita inginkan bersama.

 

Menjadi Guru Teladan

Sosok Nabi Muhammad kiranya bisa dijadikan contoh bagaimana agar kita menjadi guru panutan (teladan). Nabi Muhammad merupakan sosok yang digugu dan ditiru. Nabi Muhammad bisa menjadi sumber inspirasi dan teladan bagi para sahabat-sahabatnya. Bahkan sampai kini pun Nabi Muhammad merupakan panutan yang belum ada tandingannya. Maka kepada beliaulah kita harus meneladani. Dengan demikian, kita bisa menjadi guru teladan bagi anak didik kita seperti halnya Nabi Muhammad menjadi teladan bagi sahabat-sahabatnya serta umatnya.

 

Ada beberapa tips yang ingin saya bagikan untuk menjadi guru teladan:

 

❤Memiliki karakter yang kuat sebagai seorang pendidik. Bisa ditinjau dari 4 aspek: komitmen, kompeten, kerja keras, dan konsisten dalam mengemban amanah serta mampu memberikan keteladanan dari aspek: kesederhanaan, kedekatan, dan pelayanan maksimal.

 

❤ Cerdas: intelektual, emosional, dan spiritual.

 

❤Bekerja keras dengan penuh pengabdian. Menjadi guru teladan itu butuh perjuangan, pengorbanan, dan totalitas.

 

❤ Guru teladan adalah guru yang C.O.M.F.O.R.T

C = Carring = Peduli

O = Observant = Perhatian

M = Mindfull = Cermat/ teliti

F = Friendly = Ramah

O = Obliging = siap sedia/ tanggap

R = Responsible = bertanggung jawab

T = Tackfull = bijaksana

 

❤Menjadi guru teladan adalah pencapaian maksimal dari sebuah prestasi dalam menjalani suatu profesi. Jadi, mulailah terlebih dulu dengan membangun motivasi internal. Karena BERPRESTASI adalah DAKWAH! Mungkin satu hal ini bisa menjadi motivasi.

 

❤Guru teladan adalah guru yang cerdas dan sempurna akalnya, baik akhlaknya, dan kuat fisiknya. Karena dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam; dengan akhlak yang baik ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya; dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik, dan mengarahkan anak didiknya.

 

Semoga Allah SWT senantiasa memudahkan dan meridhoi setiap langkah-langkah kita, untuk menjadi lentera yang membebaskan: dari gulita menuju pelita. Aamiin.

 

Wallahu a’lam bishowab.

 



BELAJAR DARI PERJUANGAN HIDUP BUDE SUJI

Thursday, October 01, 2020 0 Comments

 


Sosok Ibu Luar Biasa itu Bernama Sujiyati

Saya memanggil beliau Bude Suji. Awal kenal, saat saya mencari tukang pijat untuk Dzaky yang waktu itu masih berusia 2 bulan. Saya mendapatkan nomor HP Bude Suji dari Mbak Sesil, teman di grup HSMI. Ternyata, Bude Suji adalah pedagang jajanan keliling yang setiap jam 7.30 lewat depan rumah.  Beliau selalu membawa anak perempuannya di boncengan sepedanya. Saya pernah beli dagangan beliau, tapi nggak kenalan lebih dekat apalagi tahu kalau ternyata beliau pintar memijat. Singkat cerita, Bude Suji menjadi tukang pijat langganan saya dan Dzaky. Pijatannya enak. Cocok lah.


Saya pernah mendapatkan cerita dari Bude Suji tentang perjalanan hidupnya. Suami beliau meninggal dunia saat Bude Suji hamil Puri (anak kedua, yang selalu beliau ajak berdagang sejak bayi). Suami beliau meninggal sangat mendadak. Kemungkinan besar karena angin duduk atau serangan jantung. Waktu itu, usia kehamilan Bude Suji memasuki usia 7 bulan.


Usai salat Magrib suami Bude Suji mengeluhkan kurang enak badan terus rebahan di kamar setelah dikerikin Bude Suji. Setelah azan Isya berkumandang, Bude Suji ingin membangunkan beliau untuk menunaikan salat berjamaah di masjid. Tapi, beliau tidak bangun dan tidak bergerak sama sekali. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Semoga suami Bude Suji husnul khatimah.


Kepergian sosok tercinta yang begitu cepat membuat Bude Suji seolah kehilangan separuh jiwanya. Tapi, satu hal yang membuat Bude Suji tetap optimis adalah Sifa (anak pertama yang berusia 10 tahun waktu itu), dan janin yang ada dalam kandungannya.


Alhamdulillah, anak kedua lahir dengan banyak rezeki tak terduga yang Bude Suji dapatkan. Padahal waktu itu, uang di dompet Bude Suji hanya tinggal 100.000 saja untuk persiapan persalinan. Qadarullah, banyak sosok berhati mulia yang dikirimkan Allah untuk membantu beliau.


Perjuangan Mengadu Nasib

Satu bulan usia bayi Puri, Bude Suji mendapatkan kiriman uang 300.000 dari adiknya yang tinggal di Jakarta. Rencananya uang itu akan Bude Suji gunakan untuk ke Jakarta. Kebetulan semasa tinggal di Jakarta dulu dengan mendiang suaminya, Bude Suji pernah beli sebuah kios di pasar. Modal nekat Bude Suji ingin mengubah nasib dan melupakan sejenak kesedihan karena tiada lagi sang pendamping hidup.


Dengan mengajak bayi Puri dan Sifa, mereka naik bis ke Jakarta dari Klaten. Dengan uang saku terbatas, Bude Suji hanya bisa membeli 1 tiket. Sifa terpaksa duduk di bawah. Saat perjalanan itu, Bude Suji duduk dekat penumpang lain yang bernama Mas Ari.


“Bu, anaknya duduk di kursi saya saja. Kasihan. Saya yang duduk di bawah saja,” ucap Mas Ari. Laki-laki muda berhati malaikat itu menawarkan kursinya untuk Bude Suji. Sepenuh hati Bude Suji menolak, tapi Mas Ari terus memaksa.


Bude Suji lantas mengobrol banyak hal tentang kisah hidupnya. Mas Ari sebenarnya ingin membantu banyak, salah satunya ingin membelikan satu tiket lagi untuk Sifa, tapi Mas Ari juga habis kena musibah. Ibunya baru saja meninggal dan dia sedang mencari pekerjaan.


Malangnya, kondektur bis itu sangat galak. Dia memaki-maki Bude Suji. Tangisan Puri semakin membuatnya murka. Padahal sopir dan penumpang lain tidak mempermasalahkan. Singkat cerita, Bude Suji diturunkan paksa di Terminal Banyumanik. Dengan linangan air mata, Mas Ari membuka dompetnya. Ia mengeluarkan selembar terakhir uang yang dia punya. Uang 50.000 itu berpindah tangan ke Bude Suji. Masya Allah. Sungguh mulia sekali hatinya. Mas Ari sampai menangis karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah perlakuan kondektur yang sudah mirip orang kesetanan itu. Benar-benar tidak punya hati. Penumpang lain pun hanya bisa menyaksikan dengan  pilu.


Bude Suji lantas mencari tempat duduk di terminal Banyumanik. Petir menggelegar. Sebentar lagi akan turun hujan. Ada sosok sopir taksi yang mendekati Bude Suji dan mengajaknya mengobrol. Bude Suji pun menceritakan semua yang baru saja terjadi.


Hujan pun turun. Bude Suji diminta sopir itu masuk ke dalam taksinya. Lalu, Bude Suji diantar mencari kos-kosan di daerah Gang Mangga.


“Kalau ingin pulang Klaten atau Solo lebih baik besok saja,” pesan sopir itu.

Namun, Bude Suji berpikir kalau toh besok dia pulang, pasti orangtuanya sangat sedih dan kepikiran macam-macam. Lebih baik mencoba bertahan hidup di Semarang. Sang sopir itu pula yang membayar kos-kosan Bude Suji juga memberi uang saku kepada Puri dan Sifa masing-masing 20.000 rupiah. Sejak malam itu Bude Suji tinggal di kos-kosan itu. Bersyukur Bude Suji dipertemukan dengan orang-orang berhati malaikat.


(Kata Bude Suji, sang sopir itu dan anak istrinya kini sudah seperti keluarga sendiri bagi Bude Suji. Silaturahim mereka sangat terjaga. Masya Allah).


Menjadi Pedagang Keliling

Rezeki tak terduga pun datang kembali. Saat sang pemilik kos menyampaikan akan memberikan Bude Suji modal untuk berdagang. Bude Suji juga dibelikan peralatan untuk memasak. Masya Allah. Bude Suji lalu berjualan utri (lepet singkong) sambil menggendong Puri saat Sifa sudah mulai sekolah. Rezeki dari Allah lewat tangan sang pemilik kos membuat kehidupan Bude Suji menjadi lebih baik. (Beberapa tahun kemudian suami sang pemilik kos meninggal dunia. Sang istri juga jadi gampang sakit-sakitan hingga akhirnya meninggal dunia. Bude Suji yang akhirnya merawat jenazahnya karena anak-anaknya jijik akibat luka diabetes yang diderita ibunya. Semoga husnul khatimah.)


Kala itu, ada yang kemudian memberikan stroller bayi yang tidak dipakai kepada Bude Suji. Bude Suji manfaatkan untuk mendorong Puri dan bagian belakang untuk membawa dagangan. Dagangan Bude Suji pun semakin variatif, sampai akhirnya bisa beli sepeda bekas dan membuat gerobak kecil.

 

Sampai sekarang, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari juga membayar uang sekolah Puri dan Sifa, Bude Suji masih suka menerima pesanan snack dan kue-kue tradisional, kadang sayur matang dan lauk pauk. Namun sudah tidak berkeliling lagi. Bude Suji titipkan pada penjual sayur yang berjualan dekat kontrakan beliau. Penghasilan tambahan lain, Bude Suji dapatkan dari hasil memijat. Beliau tukang pijat khusus bayi, anak-anak, dan wnaita saja.


Akhir tahun 2019 kemarin, Bude Suji merawat ibunya yang terkena stroke. Awalnya, sang ibu ikut adiknya Bude Suji yang tinggal di Jakarta. Tapi, ibu tidak betah dan memilih ikut Bude Suji. Tentu saja, Bude Suji harus memutar otak cara mengatur duit setiap harinya karena beliau tidak punya penghasilan tetap. Ibunya Bude Suji harus menjalani terapi setiap pekan di Rumah Sakit Banyumanik, juga untuk menebus obat yang biayanya tidak sedikit. Tapi, Bude Suji selalu yakin, Allah tidak akan memberikan ujian kepada hamba-Nya di luar kesanggupan sang hamba. Bude Suji sangat memegang teguh keyakinan itu. Sedikit demi sedikit Bude Suji mulai menyisihkan penghasilannya khusus untuk biaya pengobatan ibu. Beliau juga berpikir bagaimana caranya mendapatkan penghasilan tambahan.


Apalagi sejak pandemi Corona bulan Maret silam, aktivitas pijat Bude Suji benar-benar berhenti. Bude Suji lalu mencoba berjualan lumpia dan pisang karamel. Alhamdulillah, laris manis. Beliau juga sempat menjadi reseller produk Ratu Pawon-nya Mbak Desi. Status Sifa dan Puri yang yatim juga sering mengetuk hati para dermawan. Yang jelas, Bude Suji sering mendapatkan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Ya, beliau selalu rutin salat Duha dan Tahajud, juga selalu ringan tangan untuk membantu orang yang membutuhkan meski dalam kondisi terbatas sekalipun.


Bude Suji baru berani menerima panggilan pijat lagi bulan Agustus kemarin. Tentu saja dengan memerhatikan protokol kesehatan. Masya Allah, saya sangat bersyukur bisa Allah pertemukan dengan sosok seperti Bude Suji. Dari beliau, saya belajar banyak hal tentang nilai-nilai kehidupan.


 

Puri - Bude Suji - Sifa


Pekan kemarin saat memijat Dzaky dan saya, beliau bercerita kalau akhir-akhir ini kakinya sering sakit. Beliau juga sering pusing karena punya darah tinggi. Saya sampaikan ke beliau jangan sampai kecapekan dan telat makan. Sehat selalu nggih Bude Suji. Semoga Allah selalu memberikan rezeki yang berkah berlimpah untuk keluarga Bude Suji.


 [*]

Jaga Kesehatan Selalu, Ya!

Di saat kondisi pandemi seperti sekarang ini, kesehatan  memang menjadi prioritas utama. Imunitas tubuh harus selalu bagus. Jika tubuh kita sehat, insya Allah banyak hal yang bisa kita kerjakan, aktivitas harian pun bisa kita lakukan dengan maksimal. Karena itu, pos keuangan untuk dana kesehatan harus diperhatikan juga.


Tidak cukup dengan bayar asuransi kesehatan atau setor bulanan lewat BPJS, anggaran dana kesehatan bisa digunakan juga untuk membeli vitamin, buah-buahan segar, juga untuk berolahraga.


Akhirnya, mari terus berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga imunitas tubuh dan kesehatan keluarga. Semoga sahabat senantiasa sehat dan terus bersemangat.


 


 

 

Wednesday, September 30, 2020

TELADAN MUSLIMAH BERPOLITIK DARI ALMARHUMAH USTAZAH YOYOH YUSROH

Wednesday, September 30, 2020 0 Comments


“Ya Rabb, aku sedang memikirkan posisiku kelak di akhirat.

Mungkinkah aku berdampingan dengan penghulu para wanita, Khodijah Al Kubro, yang berjuang dengan harta dan jiwanya? Atau dengan Hafsah binti Umar  yang dibela oleh Allah saat akan dicerai karena showwamah (rajin puasa) dan qowwamahnyaI (rajin tahajud)? Atau dengan Aisyah yang telah hafal 3500-an hadits, sedang aku… ehm, 500 juga belum... atau dengan Ummu Sulaim yang shobiroh (penyabar) atau dengan Asma yang mengurus kendaraan suaminya dan mencela putranya saat istirahat dari jihad... atau dengan siapa ya.

Ya Alloh, tolong beri kekuatan untuk mengejar amaliah mereka, sehingga aku laik bertemu mereka bahkan bisa berbincang dengan mereka di taman firdausMu?

[Ustazah Yoyoh Yusroh]

 

[*][*][*]

 

Islam telah mengatur peran perempuan dan laki-laki secara sempurna. Semuanya istimewa. Setiap aktivitas laki-laki dan perempuan harus sesuai dengan norma hukum perbuatan manusia, yaitu: al ahkam al khamsah (lima hukum perbuatan manusia). Kelima hukum itu adalah wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram. Tidak ada satu pun amal perbuatan manusia yang tidak ada status hukumnya.

Ketika seorang muslimah memainkan peran politiknya, maka ia tidak boleh abai terhadap status hukum dari setiap aktivitas yang dijalaninya. Terhadap perkara wajib, maka setiap muslimah yang memilih terjun ke dunia politik tidak memiliki pilihan kecuali berupaya melaksanakannya dengan segenap kemampuannya.

Contoh perkara wajib itu adalah kewajiban melakukan amar makruf nahi munkar yang tercantum dalam QS Al-Imran ayat 104. Allah berfirman yang artinya: “Hendaklah (wajib) ada segolongan umat yang menyerukan kepada kebaikan (Islam), memerintahkan kema’rufan dan mencegah kemungkaran. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Salah satu wujud amar makruf nahi mungkar adalah berdakwah untuk menyeru manusia kepada Islam. Selain menyeru secara langsung pada individu, bentuk peran politik seorang muslimah dalam aktivitas ini adalah keikutsertaannya dalam sebuah partai politik Islam yang berjuang untuk menegakkan sistem Islam secara kaffah (menyeluruh).

 

Tidak banyak muslimah Indonesia yang paham dan sadar bahwa dunia politik adalah dunia yang setara milik kaum laki-laki dan perempuan. Seringkali, dunia politik justru dianggap sebagai dunia keras milik laki-laki, karena politik selama ini identik dengan perebutan kekuasaan, keculasan, penindasan, pembunuhan, perang, dan ceceran darah.

 

Padahal, perempuan juga memiliki kepentingan-kepentingan tertentu yang belum tentu dapat diwakili oleh laki-laki. Persepsi negatif itulah yang ditepis almarhumah Yoyoh Yusroh. Di bawah ini, saya ingin menuliskan beberapa fakta istimewa sosok politisi muslimah yang patut untuk kita teladani jejak perjuangannya.

 

·         Yoyoh Yusroh dikaruniai 13 orang anak, semuanya penghafal Quran dan sangat berprestasi.

 

·         Seorang politisi perempuan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang wafat karena kecelakaan pada 27 April 2011.

 

·         Beliau sangat aktif dalam dunia politik, agama, dan sosial.

 

·         Pernah berjuang masuk ke jalur Gaza untuk bertemu dengan Parlemen Palestina.

 

·         Beliau adalah sosok yang mampu menjalankan amanah dengan totalitas, manajerial yang baik, dan kepemimpinan yang unggul.

 

·         Kata Bunda Hj. Neno Warisman tentang Ustazah Yoyoh Yusroh: “Setiap amanah yang diembankan, beliau menjalankannya ‘sampai titik darah penghabisan’. Bunda Yoyoh adalah cucuran air mata air yang bening. Berparas dan berpostur biasa, namun kekuatan hati beliau dan kemampuan manajerial serta keunggulan dalam akalnya, menjadikan Almarhumah pantas menjalani sebagian besar hidup sebagai pemimpin.”

 

·         Dalam pandangan Linda Gumelar, Yoyoh Yusroh adalah politisi yang tetap konsisten dalam tugas-tugasnya, baik sebagai seorang Ibu dari 13 orang anak, maupun sebagai politisi yang terlibat aktif dalam pengambilan kebijakan di wilayah publik.

 

·         Menurut Mustafa Kamal, Ustazah Yoyoh adalah sosok yang dengan naluri keibuannya, justru menjadikan politik menjadi tentram, serta tidak selau alot dan pelik. "Sosok keibuan tetap hadir dalam peran publiknya. Suatu hal yang patut mendapat perenungan yang mendalam bagi para aktifis perempuan dalam politik maupun pergerakan pada umumnya," ujarnya.

 

·         Kiprah Ustazah Yoyoh, sebagai poltisi perempuan, di wilayah publik juga diapresiasi banyak pihak, baik rekan maupun lawan politik.

 

·         Dalam pembahasan RUU Pornografi misalnya, Ustazah Yoyoh adalah salah seorang legislator yang gigih untuk terus memperjuangkannya, semata-mata untuk kebaikan masyarakat Indonesia. Melalui kesabaran dan kegigihannya, akhirnya UU Pornografi bisa disahkan.

 

·         Kiprah Ustazah Yoyoh Yusroh di parlemen menunjukkan kepada publik bahwa perempuan juga mampu menjalankan amanah politik dengan baik. Menurutnya, memisahkan perempuan dari politik sama dengan memisahkan masyarakat dari lingkungannya.

 

·         Selain di bidang politik, Ustazah Yoyoh juga aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan dan dakwah. Kiprahnya di dunia dakwah diapresiasi oleh Departemen Agama dengan memberinya penghargaan sebagai Mubaligh Nasional pada tahun 2001.

 

·         Tidak hanya di tingkat nasional, Ustazah Yoyoh juga turut menjadi anggota Internasional Muslim Women Union (IMWU) sebagai salah satu wadah perjuangan bagi muslimah sedunia.

 

·         Dalam pandangan Mahfudz Siddik, Yoyoh Yusroh adalah sosok yang sangat peduli dengan isu-isu internasional, terutama perjuangan kemerdekaan Palestina. Menurut Mahfudz, Yoyoh selalu aktif dalam mengkampanyekan perjuangan kemerdekaan Palestina, tidak hanya dengan pendekatan agama, tapi juga pendekatan humanis. "Isu mengenai negara-negara muslim yang sedang konflik, beliau nyaris tidak pernah mengangkat dari dimensi politik, yang justru membuat orang berdebat. Tapi, yang justru diangkat adalah sisi kemanusiaan yang akhirnya orang cenderung bersepakat," ujarnya.

 

·         Tilawah dan mengulang hafalan Quran adalah rutinitas harian yang tak terlewatkan. Salim A Fillah pernah mendapati beliau bersama suami tengah asyik mengulang hafalan berdua, bergantian menyimak dan membenarkan. Secara khusus, beliau senantiasa menyelesaikan tilawah tiga juz setiap harinya. Tentu sebuah capaian yang luar biasa, yang barangkali tak terbayangkan dalam benak banyak kader yang selalu gagal menyelesaikan satu juz tilawah karena alasan kesibukan. Ketika ditanya bagaimana mungkin menyempatkan diri untuk tilawah sebanyak itu dalam setiap harinya, Ustazah Yoyoh Yusroh menjawab dengan yakin dan mantap : "Justru karena sibuk dan banyak hadapi aneka persoalan serta begitu beragam manusia, maka harus memperbanyak interaksi dengan Al Quran". 

 

·         Dalam pandangan Linda Gumelar, Yoyoh Yusroh adalah politisi yang tetap konsisten dalam tugas-tugasnya, baik sebagai seorang Ibu dari 13 orang anak, maupun sebagai politisi yang terlibat aktif dalam pengambilan kebijakan di wilayah publik..

 

·         Dalam kehidupan rumah tangganya, almarhumah dan  suaminya, ustadz Budi Dharmawan, psikolog yang kerap berbicara di berbagai acara terkait keluarga, adalah pasangan yang memiliki komitmen tinggi  membentuk sebuah keluarga sakinah mawaddah warahmah  dalam bingkai dakwah. Mereka sangat memahami bahwa Rasulullah SAW, para ummul mukminin (istri-istri Rasulullah), dan sahabat-sahabat perempuan Rasulullah telah memberikan contoh bahwa peran muslimah dalam kehidupan  mencakup peran di dalam dan luar rumah. Kedua peran itu menyatu, integral, dan komprehensif, tidak ada dikotomi antara keduanya. Semua muslimah harus memiliki kedua peran itu, tidak berkutat hanya pada satu ranah. Pemahaman  kuat terhadap konsep itulah yang menjadi penggerak almarhumah menjalani amanah di manapun dengan profesional.

 

·         Beberapa hari sebelum meninggal, beliau menuliskan SMS berisikan kegelisahan dan muhasabah hatinya kepada seorang akhwat. SMS itu saya tulis kembali di paragraf awal. Silakan baca lagi dan renungkan dengan hatimu yang terdalam.

 



·         Biografi Ustazah Yoyoh Yusroh tertuang dalam buku “Langkah Cinta Untuk Indonesia” dan “Mutiara yang Telah Tiada”. Buku yang sangat istimewa.


Saya masih teramat jauuuuuuuh dari beliau, tapi membuat catatan seperti ini (baca: Menjadi Ibu Profesional Kebanggaan Keluarga)   semoga menjadi pemantik semangat dalam diri untuk terus berbenah menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Akhirnya, satu pelajaran dan teladan dari beliau adalah kepiawaiannya memadukan urusan keluarga, dakwah, dan politik sungguh patut menjadi motivasi bagi para muslimah atau aktivis perempuan untuk terlibat aktif dalam dunia politik dan kebijakan publik. Di samping itu, tetap menjadikan keluarga sebagai prioritas utama. Masya Allah. Al Fatihah untukmu, sang bidadari surga…