Jejak Karya

Jejak Karya

Thursday, November 28, 2013

Pakai Rok, Siapa Takut?!




Saat sedang asyik membaca sebuah pamflet yang terpasang di depan ruang kuliahku, seorang muslimah berjilbab lebar berjalan mendekatiku. Beliau menyapaku. Kami pun bersalaman, berjabat tangan, kemudian cium pipi kanan dan kiri. Akrab. Muslimah itu koordinator akhwat (korwat) Syi’ar Kegiatan Islam (SKI) Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Sebut saja namanya Mbak Titi. Sepucuk kertas berwarna pink ia sodorkan padaku. “UNDANGAN SPECIAL”, tulisan berhuruf kapital semua sempat terbaca sekilas olehku.“Wajib hadir ya, Dek!” ujarnya.“Insya Allah, Mbak,” jawabku. Mbak Titi pun pamit karena akan ada kuliah lagi.
            Mbak Titi, salah satu sosok muslimah yang sangat menginspirasiku untuk menjadi ‘muslimah yang sesungguhnya’. Beliau berjilbab rapi. Anggun sekali. Beliau juga aktif di organisasi dakwah. Prestasinya pun gemilang. Ingin rasanya mengikuti jejak langkah beliau. Beliau benar-benar menginspirasiku, Masih teringat saat menjadi mahasiswi baru, itulah masa-masa awal aku mengenakan jilbab. Jilbabku memang belum terlalu lebar, tapi sudah menutupi dada. Aku pun sudah tidak risih memakai kaos kaki. Hmm, tapi aku masih memakai celana waktu itu. Maklum, sebelum berjilbab, aku termasuk muslimah yang sedikit  tomboy. Hehe…

            Alhamdulillah, seiring berjalannya waktu dan seringnya bergaul dengan muslimah-muslimah berjilbab syar’i, penampilanku pun mulai berubah. Aku masih ingat betul tentang sebuah kejadian yang membuatku malu, tapi menjadikanku tersadar. Waktu itu Departemen Kemuslimahan SKI FMIPA UNS menggelar seminar kemuslimahan di sebuah daerah. Aku ditunjuk sebagai moderator. Ustadzah menyampaikan materi tentang busana syar’i muslimah. Pada sesi tanya jawab, ada seorang peserta yang bertanya kepada ustadzah, “Ustadzah, apakah celana termasuk pakaian syar’i untuk muslimah?”. Waduh, jleb banget ini pertanyaannya, mengingat waktu itu aku mengenakan celana saat memoderatori acara. Malu. Ustadzah pun memberi jawaban yang sangat bagus, “Celana itu sering dipakai laki-laki atau perempuan? Celana itu pakaian laki-laki kan? Pakaian muslimah yang syar’i kan salah satu syaratnya tidak boleh menyerupai laki-laki. Bisa disimpulkan sendiri ya jawabannya. Dan lagi sekarang ada juga celana rok yang dirancang khusus untuk muslimah, sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak berpakaian syar’i”.

            Bagai tersambar petir di siang bolong. Jawaban ustadzah benar-benar membuatku tersinggung. Hehe.. Maksudnya, tersinggung dalam hal positif. Sejak saat itu, aku bertekad memakai rok terus. Aku ingin menyempurnakan pakaian muslimah yang aku kenakan. Aku tetap memakai celana sebagai ‘dalaman’ rok, sehingga aktivitasku pun tetap menyenangkan. Pakai rok tuh nggak ribet lho!
            Oh ya, lanjut kisahku sebelumnya. Aku buka ”UNDANGAN SPECIAL” berwarna pink yang diberikan Mbak Titi tadi. Wah, dua pekan lagi akan diadakan Dauroh Muslimah selama dua hari, menginap di kaki Gunung Lawu. Di undangan itu, kami ditugaskan untuk menghafal QS. Al-Hujurat ayat 11-13 beserta artinya. Subhanallah… ^_^. Selain itu, di undangan juga terlampir daftar perlengkapan yang harus kami bawa, mulai dari air mineral 1,5 liter, mantel ponco, sampai tali. Hmm, bakal seru nih acaranya. Sebagai muslimah, aku sangat suka berpetualang. Banyak yang bilang, mobilitasku tinggi. Hehe, karena suka mbolang. Sampai-sampai salah satu ustadz di kampus –yang juga pembina salah satu organisasi di kampus- bilang, “Etika itu tidak bisa diam.” Mungkin karena aku banyak kegiatan dan aktif di beberapa organisasi kampus. 
            Aku mempersiapkan kegiatan Dauroh itu dengan sebaik-baiknya. Meskipun tertatih-tatih, akhirnya aku bisa menghafalkan QS Al-Hujurat ayat 11-13 beserta artinya yang ditugaskan panitia. Beberapa perlengkapan pun aku siapkan.
            Hari yang ditunggu pun tiba. Acara Dauroh ini dilaksanakan pada hari Sabtu dan Ahad. Sabtu pagi sekitar jam 06:00, aku mendatangi seorang panitia (muslimah) yang berslayer biru di lengannya di sebuah tempat yang sudah disebutkan dalam undangan. Aku ucapkan salam, kami berjabat tangan serta cium pipi kanan dan kiri seperti kebiasaan kami kala bertemu. Aku cukup mengenal panitia Dauroh yang membebat lengannya dengan slayer biru ini. Beliau kakak tingkatku, stafnya Mbak Titi di Departemen Kemuslimahan SKI FMIPA UNS. Mbak Sonya namanya. Akan tetapi, sikapnya hari itu sungguh berbeda, karena beliau sebagai panitia dan dituntut untuk bersikap tegas serta menjaga jarak dengan peserta, termasuk aku.
            Setelah saling sapa dengan suasana yang cukup serius, Mba Sonya menagih tugas hafalanku. Aku pun menyetorkan hafalan  QS. Al-Hujurat ayat 11-13 lengkap dengan artinya. Alhamdulillah, lolos! Mbak Sonya pun memberiku petunjuk apa yang harus lakukan selanjutnya. Ternyata aku harus naik bus menuju tempat acara. Tanpa didampingi panitia. Wow, seru nih! Mengunjungi tempat baru untuk pertama kalinya. Semoga nggak nyasar.
            Aku mengikuti petunjuk dari Mbak Sonya tadi. Hmm, jadi serasa berpetualang ke suatu tempat asing dengan hanya berbekal peta buta. Seru!!! Alhamdulillah, sampailah aku di lokasi. Ternyata di lokasi sudah ada beberapa peserta yang sebagian besar aku kenal. Mereka muslimah-muslimah (akhwat-akhwat) yang aktif di organisasi kampusku juga. Hari pertama itu kami mendapatkan beberapa materi dan tausiyah dari beberapa pembicara. Malam itu kami menginap di sebuah villa. Karena berada di kaki gunung, suasananya begitu dingin. Subhanallah…
            Keesokan harinya, kami dibagi menjadi beberapa kelompok. Kegiatan hari ini diawali dengan olah raga bersama. Alhamdulillah, olah raga ini cukup menghangatkan tubuh. Setelah sarapan, kami mulai melakukan tracking atau penjelajahan per kelompok. Kami harus mengunjungi 6 (enam) pos panitia. Di setiap pos, kami akan mendapat tugas dan akan diberi petunjuk jalan selanjutnya jika kami bisa menjalankan tugas di tiap pos dengan baik. Jarak antar pos cukup jauh, kami hanya dipandu petunjuk dari panitia dan tanda berupa tali rafia berwarna merah yang diikatkan pada ranting-ranting di sepanjang jalan yang kami lewati.
            Jalur tracking cukup berliku, kami harus melewati sungai kecil, ladang, dan bukit yang berlokasi di kaki Gunung Lawu. Tiap kelompok harus membuat yel-yel. Yel-yel tersebut mampu membangkitkan semangat dan menambah kekompakan kami selama perjalanan. Salah satu hal yang paling berkesan adalah saat melaksanakan shalat Dhuha di pinggir sungai. Subhanallah, sejuknyaInilah pengalaman pertamaku shalat Dhuha di atas batu besar dengan backsound gemericik aliran sungai. Benar-benar asyik!
Matahari mulai tersenyum terik, tapi semangat kami terus menanjak naik. Apalagi medan yang kami tempuh juga sangat menantang. Bisa dibilang, menjelajah hutan. Tak ada yang mengeluh, meskipun kami semua berjilbab lebar dan mengenakan rok semua. Tak menjadi halangan bagi kami untuk melakukan penjelajahan. Salah satu medan yang harus kami tempuh adalah sebuah bukit yang cukup terjal sebelum mencapai pos terakhir di puncak bukit. Tanpa mengenakan tali pengaman layaknya pendaki profesional, kami harus merambat naik ke puncak bukit. Berbahaya memang, apalagi kami sambil menggendong tas di punggung. Sangat menantang! Kami sempat panik waktu ada sebuah tas dari salah seorang peserta yang tiba-tiba lepas dan meluncur jatuh. Alhamdulillah, untungnya tidak mencelakai peserta lain.
Kami ‘merambat’ di bukit itu pelan-pelan. Kami jadikan dahan-dahan, akar pohon serta bebatuan sebagai pegangan atau tempat berpijak. Bayangkan saja, waktu itu kami semua mengenakan rok dan kami harus menaiki bukit tanpa menggunakan alat bantu. Amal jama’i atau saling kerja sama sangat diperlukan dalam menaklukkan tantangan tersebut. Kerja tim menjadi faktor kesuksesan bagi misi kami untuk sampai ke puncak bukit.
Meski jilbab kami kotor karena menyapu tanah dan rok kami koyak karena harus bergesekan dengan akar pohon atau bebatuan saat menaiki terjalnya bukit, akhirnya kami berhasil sampai ke puncak. Subhanallah, saat di puncak kami disuguhkan pemandangan indah yang membuat kami tak henti memuji ciptaan-Nya. Benar-benar kami takjub melihat kumpulan awan yang berbaris rapi, hijaunya rimbun pepohonan, deretan rumah-rumah penduduk yang tampak begitu kecil, dan tentunya udara pegunungan yang luar biasa segar.
Dalam petualangan ini aku bisa mengambil pelajaran bahwa muslimah berjilbab, dengan memakai rok sekalipun, tetap bisa melakukan aktivitas di tempat yang penuh tantangan. Oleh karena itu tidak ada lagi alasan yang  menghalangi kita untuk memakai jilbab atau hijab dengan syar’i. Setiap tantangan dalam berhijab, insyaAllah akan mampu kita hadapi asalkan kita benar-benar komitmen dalam menjalankan perintah-Nya yang satu ini.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup.


Salam,


Keisya Avicenna