Jejak Karya

Jejak Karya

Thursday, April 30, 2020

BERDAMAI DENGAN PERUNDUNGAN





Perundungan atau biasa kita kenal dengan istilah bullying merupakan suatu fenomena sosial yang akhir-akhir ini muncul kembali di lingkungan masyarakat, terutama di kehidupan anak-anak sekolah. Perundungan bisa dilakukan oleh pelaku baik secara sadar atupun tidak sadar. Selama ini banyak masyarakat yang menganggap perundungan hanya sebagai bentuk bercandaan saja (nge-prank). Mereka tidak menyadari bahwasanya mereka sedang menjadi pelaku perundungan.

Seseorang yang menjadi korban perundungan akan menyimpan rasa dendam dan akan mencari target yang lebih lemah. Akibatnya, perilaku ini akan terus berputar dari satu korban ke korban yang lain, membentuk sebuah siklus berantai yang menjadi lebih memprihatinkan apabila tidak segera diselesaikan.

Penyelesaian kasus-kasus perundungan harus melibatkan banyak pihak. Baik dari guru, murid, orang tua dan teman-teman di lingkungan sekitar. Masalah terkait kasus-kasus perundungan membutuhkan fokus penanganan yang tinggi karena dapat terjadi baik secara online atau offline. Dampak dari perundungan sangat beragam, mulai dari munculnya perasaan minder hingga munculnya kasus-kasus bunuh diri di kalangan pelajar.

Dewasa ini, semakin meningkatnya kemajuan teknologi membuat arus informasi menjadi semakin tak terbendung. Dunia seolah melebur menjadi satu tanpa batas. Hal ini juga berdampak pada budaya pergaulan yang semakin cair. Masyarakat menjadi lebih leluasa untuk mengomentari kehidupan orang lain di dunia maya. Dampaknya, banyak remaja yang semakin hari bertambah stress karena kehidupan di dunia maya yang semakin tak terkontrol.
           
Pengertian Perundungan
Menurut KBBI, perundungan berarti proses, cara, perbuatan merundung yang dapat diartikan sebagai seseorang yang menggunakan kekuatan untuk menyakiti atau mengintimidasi orang-orang yang lebih lemah darinya. Biasanya dengan memaksanya untuk melakukan apa yang diinginkan oleh pelaku. Perundungan dikenal juga sebagai arti dari kata dalam Bahasa Inggris yaitu bully.

Kata bullying berasal dari Bahasa Inggris, yaitu dari kata bull yang berarti banteng yang senang menyerunduk ke sana kemari. Dalam Bahasa Indonesia, secara etimologi kata bully berarti penggertak, orang yang mengganggu orang lemah. Sedangkan secara terminology definisi bullying menurut Ken Rigby adalah “sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang”.

Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang. Pelaku bullying yang biasa disebut bully bisa dilakukan oleh seseorang, bisa juga sekelompok orang yang mempersepsikan dirinya memiliki power (kekuasaan) untuk melakukan apa saja terhadap korbannya. Korban juga mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang lemah, tidak berdaya dan selalu merasa terancam oleh bully.



Jenis-jenis Perundungan
Perundungan secara Fisik
Penindasan fisik merupakan jenis perundungan yang paling tampak dan paling dapat diidentifikasi di antara bentuk-bentuk penindasan lainnya. Jenis penindasan secara fisik di antaranya adalah memukul, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit, memiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan, serta merusak dan menghancurkan pakaian serta barang-barang milik anak yang tertindas. Semakin kuat dan semakin dewasa sang penindas, semakin berbahaya jenis serangan ini, bahkan walaupun tidak dimaksudkan untuk mencederai secara serius.

Perundungan secara Verbal
Verbal bullying  (kekerasan verbal) adalah bentuk penindasan yang paling umum digunakan, baik oleh anak perempuan maupun anak laki-laki. Kekerasan verbal dapat terjadi di mana saja.

Penindasan verbal dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan, dan pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual. Selain itu, penindasan verbal dapat berupa perampasan uang jajan atau barang-barang, telepon yang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, serta gosip.

Bullying Relasional
Bullying Relasional merupakan jenis perundungan yang paling sulit dideteksi dari luar. Penindasan relasional adalah pelemahan harga diri si korban penindasan secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian, atau penghindaran. Menghindar atau menyingkir merupakan alat penindasan yang terkuat. Anak yang digunjingkan mungkin tidak mendengar gosip itu, namun tetap akan mengalami efeknya.

Penindasan relasional dapat digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman atau secara sengaja ditujukan untuk merusak persahabatan. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan napas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa mengejek, dan bahasa tubuh yang kasar.


Cyber Bullying
Cyber bullying merupakan jenis perundungan yang terbaru karena semakin berkembangnya teknologi, internet dan media sosial. Inti dari cyber bullying adalah korban terus-menerus mendapatkan pesan negatif baik dari sms, pesan di internet dan media sosial lainnya.

Tindakan cyber bullying dapat berupa :

  • Mengirim pesan yang menyakitkan atau menggunakan gambar.
  • Meninggalkan pesan voicemail yang kejam.
  • Menelepon terus menerus tanpa henti namun tidak mengatakan apa-apa (silent calls).
  • Membuat website yang memalukan bagi si korban.
  • Si korban dihindarkan atau dijauhi dari chat room dan lainnya.
  • “Happy slapping”, yaitu video yang berisi dimana si korban dipermalukan atau di-bully lalu disebarluaskan.


Peran Keluarga dalam Mengatasi Perundungan
Sebuah keluarga yang kokoh dan sejahtera memiliki nilai-nilai luhur yang kuat. Nilai-nilai luhur yang dapat diterapkan adalah cinta dan kasih saying, komitmen, tanggung jawab, saling menghormati, kebersamaan keluarga, dan komunikasi yang lancer antar anggota keluarga. Suatu keluarga yang kokoh pasti memiliki nilai-nilai luhur tersebut.

Setiap orangtua baik ayah maupun ibu, memiliki tanggung jawab untuk menerapkan nilai-nilai tersebut. Penanaman nilai-nilai luhur harus di-install ke dalam diri anak sejak ia dilahirkan. Salah satu peran orang tua adalah dengan memberikan kasih sayang dan perhatian sebesar-besarnya. Pada masa inilah seorang ibu berperan sangat besar. Hal ini akan berdampak pada ikatan emosional antara anak dan ibu (mother-childhood bonding) yang menentukan tingkat kecerdasan emosi seorang anak.

Untuk mengetahui penyebab bullying yang terjadi di usia remaja, kita dapat melihat bagaimana pola asuh orangtua yang dberikan ketika anak berusia 3-6 tahun. Anak yang berusia 3 tahun tidak dapat diberikan disiplin yang keras, orang tua dapat memberikan himbauan dan peringatan untuk menegur anak. Orang tua harus menghindari memberikan kata-kata kasar kepada anak, hal ini dikarenakan anak yang sering kali diberi kata-kata kasar tidak akan mempan jika dinasihati dengan kata-kata manis.

Hal terpenting yang perlu diupayakan bagi orang tua adalah bagaimana orang tua dapat memperbaiki perangainya terlebih dahulu. Orang tua berusaha untuk menjadi lebih sabar dan lebih banyak membaca buku tentang pendidikan anak. Kesabaran dapat ditingkatkan dengan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah.

Sebelum kita sebagai orang tua mampu menginternalisasikan nilai-nilai luhur ke dalam diri seorang anak, maka kita perlu menginternalisasikan ke dalam diri kita sendiri. Keluarga yang sehat bukanlah keluarga yang hidup tanpa adanya permasalahan. Masalah adalah wahana yang baik untuk menanamkan nilai-nilai luhur, misalnya mencari solusi Bersama, membangun komunikasi yang terbuka, meminta maaf bagi yang salah, mengapresiasi yang benar, dan sarana berlatih untuk memaafkan anggota keluarga yang salah.

Di tengah-tengah derasnya laju informasi saat ini, orang tua dan guru seharusnya hadir di garda terdepan untuk membantu anak-anaknya menemukan jati diri mereka. Menanamkan konsep diri dan karakter positif agar mereka tumbuh menjadi generasi yang sehat baik secara jasmani maupun rohani. Setiap orang tua dan para pendidik seharusnya juga mampu memahami aspek perkembangan sosioemosional anak-anak mereka. Karena hal ini sangat berpengaruh terhadap kejiwaan. Jiwa-jiwa yang sehat akan menumbuhkan pribadi-pribadi yang mudah untuk berempati dan saling menghargai sehingga dapat memutus rantai perundungan yang sudah banyak terjadi.


No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup.


Salam,


Keisya Avicenna