Jejak Karya

Jejak Karya
Showing posts with label Hessa Kartika. Show all posts
Showing posts with label Hessa Kartika. Show all posts

Sunday, June 21, 2020

BELAJAR MENJADI ORANG TUA KEDUA

Sunday, June 21, 2020 0 Comments



Sejak saya TK hingga SMA, Babe dan Ibuk sering dititipi keponakan yang merantau untuk sekolah di Wonogiri. Ada yang dari Sumatera (Mas Jarot), Paranggupito (Mas Sutris), dan Giriwoyo (Budi). Babe dan Ibuk sudah menganggap mereka seperti anak-anak sendiri. Dan sepertinya hal itu menurun kepada saya dan suami. Tahun kedua pernikahan, kami dititipi satu keponakan dari keluarga Mas Sis, putri kedua kakak pertamanya Mas Sis yang tinggal di Bayat, Klaten. Namanya Desi. Ia ingin melanjutkan kuliah di Semarang. Saya pun senang karena ada teman di rumah jika Mas Sis harus pulang malam atau ada pekerjaan ke luar kota.

“Dek Norma dan Dek Sis, nitip anakku, Desi, nggih. Semoga dengan ikut tinggal bersama kalian Desi jadi anak yang ngerti agama, jadi anak salihah, belajarnya lebih sungguh-sungguh, jadi lebih dewasa, kelak bisa jadi orang sukses yang membanggakan keluarga,” begitu ucapan Mbak Puji, kakak pertama Mas Sis saat melepas kepergian Desi ke Semarang untuk tinggal bersama kami.

Satu hal yang harus kami pelajari adalah kami harus belajar menjadi orangtua Desi selama ia tinggal di Semarang. Mencoba memahami karakter khas anak remaja, bergaul dengannya ala sahabat, mengawalnya beradaptasi di masa transisi dari anak SMA ke anak kuliahan, juga dari suasana pergaulan di desa dengan di kota yang tentu saja akan banyak sekali perbedaan.

Kala itu penampilannya masih seperti remaja gaul pada umumnya dengan hijab kekinian dan masih enggan memakai rok. Kadang keluar rumah juga tidak mengenakan kerudung. Satu hal utama yang terus kami tekankan adalah salat wajib di awal waktu atau minimal tidak telat. Karena Desi sering mengalami insomnia alias jarang bisa segera tidur malam, ia jadi sering bangun malas-malasan untuk menunaikan salat Subuh, kadang masih suka menunda-nunda. Masih banyak PR kami yang lain. Pelan-pelan, sedikit demi sedikit, kami berusaha agar Desi bisa belajar menjadi muslimah yang semangat beribadah dan menjadi pribadi yang lebih baik.

Setelah satu semester perkuliahan berjalan, ada saudara yang menitipkan anaknya lagi untuk tinggal bersama kami. Namanya Nur. Dulu adik kelasnya Desi waktu SMA, masih sedesa dengan Desi juga, masih ada hubungan saudara jauh juga. Alhasil, Desi sekarang ada temannya. Apalagi mereka kuliah di kampus yang sama. Karakter Nur juga hampir sama dengan Desi, malah cenderung ndableg dan kurang inisiatif. Desi dan Nur masih suka bermalas-malasan, seolah-olah tugas mereka hanya berangkat kuliah lalu pulang, dan asyik rebahan sambil main HP sepuasnya. Saya tak kehabisan ide, berpikir bagaimana caranya agar mereka tidak menyia-nyiakan masa usia produktif mereka.

Satu trik yang saya lakukan adalah mengkaryakan dan memberdayakan mereka. Saya berikan tanggung jawab masing-masing untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Misalnya, tugas membuang sampah ke Tempat Pembuangan Sampah, menyapu, berbelanja ke pasar, dan memasak. Ketika memungkinkan, saya pun sering mengajak mereka salat berjamaah di rumah. Benar-benar tantangan mendidik remaja zaman now itu sesuatu sekali. Benar-benar tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mood swing yang unpredictable, karakter yang masih cenderung seenaknya sendiri, kurang menghargai waktu, dan banyak lagi. Ketika saya merasa kesal karena “ulah” mereka, saya mencoba bersabar dan tidak langsung menunjukkan kekesalan itu pada mereka. Cukup diam. Lalu, ketika suasana sudah tenang dan terasa menyenangkan terjadilah diskusi-diskusi ringan untuk meluruskan tanpa harus merasa paling benar, apalagi dengan mengungkit-ungkit kesalahan. Berat memang, tapi saya dan suami mencoba untuk terus belajar. Terlebih belajar untuk selalu memberikan keteladanan terbaik bagi mereka.

Sampai suatu ketika saya mendapatkan amanah untuk menjadi co-writer Bunda Darosy Endah untuk menulis buku pertama beliau. Buku itu berjudul Cahaya Cinta Ibunda, yang sekali cetak tembus 1500 eksemplar. Saya dan Mas Sis pun mendadak super sibuk kala itu. Saya pun melibatkan Desi dan Nur untuk membantu packaging dan proses pengiriman buku. Saya pun sering mengajak mereka silaturahim ke rumah Bunda Darosy, terus beberapa kali meminta bantuan mereka menjaga stand buku saat Bunda ceramah, bahkan mengajak mereka mendengarkan ceramah Bunda Darosy beberapa kali. Alhamdulillah, pikiran dan hati mereka mulai tercerahkan. Satu indikatornya, mereka perlahan mengubah penampilan keseharian mereka. Mulai belajar memakai rok dan kerudung menutup dada. Ya, mereka belajar memakai pakaian muslimah yang lebih syar’i. Mereka juga jadi lebih peduli dan belajar bagaimana memanajemen waktu dengan baik.

Hidayah itu memang harus terus diperjuangkan. 
Istiqomah itu harus selalu dijaga dan diikhtiarkan.
Untuk menjadi agen kebaikan memang pengorbanan dan perjuangannya sungguh luar biasa.
Tak jemu untuk selalu perkaya diri dengan ilmu, juga harus selalu memurnikan niat dan mengingat tujuan akhir yang ingin dicapai.
Sehingga, ketika ada batu sandungan, semuanya benar-benar dikembalikan kepada Allah, karena Dia-lah Dzat yang membolak-balikkan hati.
Tiada tempat bergantung dan bersandar kecuali hanya kepada-Nya.

Indah, jika semua karena Allah.



Monday, April 20, 2020

[CERNAK]: PION-PION KEMENANGAN

Monday, April 20, 2020 0 Comments




“Rafa, tumben akhir-akhir ini kamu jam segini sudah mandi?” ledek Kak Mita yang sedang sibuk membantu Bunda mengelap piring.
“Biarin!” Rafa malah menjulurkan lidahnya ke kakak sulungnya itu. Bunda yang melihat kelakuan kakak-beradik itu hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
Sore itu, Rafa kembali asyik dengan papan hitam-putih kesayangannya di teras rumah. Ia sedang menunggu seseorang. Dua hari yang lalu, Ayah membelikan oleh-oleh papan catur untuknya. Rafa belum mahir memainkannya. Tapi, ia sangat beruntung, ada yang mau mengajarinya.
Kreeek… Pagar besi rumahnya terbuka. Rafa segera berlari ke arah pagar.
“Kamu dah wangi, Rafa! Anak rajin,” kata orang yang baru datang itu sambil mengacak rambut Rafa.
“Ah, Kakek bisa saja. Ayo, Kek, masuk. Sudah Rafa tunggu, lho!”
Rafa dan Kakek Tomo kini bersila berhadap-hadapan di kursi bambu, di teras rumah Rafa. Sore ini, Rafa belajar main catur lagi dengan Kakek Tomo. Rumah Kakek Tomo bersebelahan dengan rumah Rafa.
“Ini aku sudah tata seperti yang sudah Kakek ajarkan,” kata Rafa senang.
“Coba Kakek lihat. Sudah benar belum posisinya.”
Kakek Tomo menatap Rafa dengan mata berbinar lalu menggangguk.
“Coba ulangi lagi yang Kakek ajarkan kemarin, Rafa,” pinta Kakek Tomo.
Rafa mulai menjelaskan kepada Kakek Tomo kalau pion jalannya bergerak maju satu petak ke petak yang tidak ditempati. Pion juga bisa bergerak secara menyerong atau diagonal untuk menangkap bidak lawan, apabila bidak lawan berada satu petak di diagonal depannya. Kalau benteng bisa bergerak sepanjang petak horizontal kayak gini, maupun vertikal kayak gini, tapi tidak bisa melompati bidak lain. Gajah dapat bergerak sepanjang petak secara menyerong atau diagonal, tapi juga tidak bisa melompati bidak lain.

Tiba-tiba, Bunda datang sambil membawa nampan berisi teh jahe hangat dan pisang goreng. Aromanya sungguh menggugah selera.
“Wah, Rafa serius sekali belajarnya! Terima kasih ya, Kakek Tomo. Sudah meluangkan waktu untuk mengajari Rafa main catur,” kata Bunda.
“Sama-sama, Yunda. Dulu, tiap sore gini, aku sama ayahmu juga suka main catur di tempat ini. Rafa sangat berbakat jadi pemain catur, nih. Mungkin keturunan dari almarhum kakeknya,” kata Kakek Tomo sambil terkekeh.
Bunda tampak senang.
“Ya sudah, silakan dilanjutkan belajarnya. Rafa perhatikan dengan sungguh-sungguh apa yang diajarkan Kakek Tomo, ya.”
Rafa pun mengacungkan dua jempol tangannya.
“Ayo, kita lanjutkan. Nah, sekarang kakek jelaskan tentang kuda, raja, dan ratu.”
Rafa memerhatikan dengan sungguh-sungguh, kadang mengernyitkan dahi, lalu mengulangi penjelasan Kakek.
“Hmm, Raja dapat bergerak satu petak ke segala arah, Ratu punya gerakan kombinasi dari Benteng dan Gajah, kalau Kuda memiliki gerakan mirip huruf L, yaitu memanjang dua petak atau melebar satu petak. Kuda itu satu-satunya bidak yang dapat melompati bidak-bidak lain,” gumam Rafa sambil manggut-manggut.
[*]
Hari-hari berlalu, setiap sore Kakek Tomo mengajari Rafa teknik bermain catur yang benar.  Rafa pun mulai mahir. Sampai suatu hari,
“Rafa, coba baca apa yang Kakek bawa ini!” Kakek Tomo menyerahkan selembar kertas.
“Apa ini, Kek?” Rafa membaca isi kertas yang diberikan Kakek Tomo.
“Lomba catur junior?” Rafa menatap Kakek.
“Kamu coba ikut, ya, untuk mengasah kemampuanmu bermain catur,” Kakek Tomo menawarkan.
“Nanti Rafa tanyakan ke Ayah dan Bunda dulu, ya, Kek.”
“Oke, ayo, kita latihan lagi!”
Kakek Tomo sangat senang karena Rafa bisa menjadi sahabat kecilnya yang menyenangkan. Rafa sudah dianggap seperti cucunya sendiri. Kakek Tomo tidak kesepian lagi karena di rumah, ia hanya tinggal dengan anak bungsunya. Kedua anaknya yang lain tinggal di luar kota, istrinya sudah meninggal 5 tahun yang lalu.
Akhirnya, Rafa diperbolehkan ikut lomba catur junior. Rafa semakin giat berlatih.
[*]
“Kek, kenapa ya, aku sudah berkali-kali ikut lomba catur, tapi selaluuu saja kalah,” keluh Rafa suatu sore.
“Rafa, catur itu tidak hanya olahraga, tapi juga olah rasa. Harus dengan hati, tidak saja mengandalkan otak yang cerdas dan strategi yang jitu saja,” nasihat Kakek Tomo.
“Jadi, Rafa harus gimana dong, Kek?”
Kakek Tomo lalu memberikan trik khusus.
“Minggu depan ada perlombaan lagi, Kek. Doakan Rafa bisa menjadi juara ya, Kek.”
Kakek Tomo mengangguk mantap.
“Kamu pasti bisa, Rafa!”
[*]
Perlombaan catur dimulai. Rafa mengingat-ingat apa yang sudah diajarkan Kakek Tomo.
Ayah, Bunda, Kak Mita, dan Kakek Tomo turut datang untuk menyemangati Rafa. Satu per satu, lawan-lawan pecatur junior itu berhasil Rafa taklukkan hingga ia masuk final dan beradu dengan pecatur yang sudah sering menang di kompetisi nasional. Tapi, Rafa terus bersemangat.
Bidak-bidak catur yang ada di depannya itu ia anggap seperti sahabatnya. Pion-pion kecil itu adalah pion-pion kemenangan untuknya. Ia harus bisa menjaganya dengan baik agar tidak bisa dikuasai lawan. Rafa melangkahkan bidak-bidak caturnya dengan perlahan, namun pasti, penuh dengan strategi.
Sampai akhirnya, “skak mat!” Rafa berteriak sambil tersenyum lebar. Rafa memenangkan lomba catur kali ini.
Kini Rafa mengerti, kalau ingin juara, maka harus tekun berlatih, dan terus semangat.
Semuanya bahagia. Akhirnya, Rafa bisa jadi juara.




BIODATA PENULIS

Norma Keisya Avicenna
Terlahir kembar pada tanggal 2 Februari 1987. Alhamdulillah, 30an buku (baik solo maupun antologi) sudah ditulis. Sejak 2013 mendirikan sebuah komunitas sekaligus markas pelatihan menulis cerita untuk anak-anak dan remaja, yaitu DNA Writing Club di Semarang. Komunitas ini sudah melahirkan lebih dari 100 penulis cilik dan remaja. Penulis bisa dihubungi di:
~ WA : 085647122033
~ IG: @keisyaavicenna
~ FB: Norma Keisya Avicenna



Sunday, March 29, 2020

DNA LITERASI 2020-2024

Sunday, March 29, 2020 0 Comments
DNA Literasi 2020-2024


DNA… Dream ‘N Action!


Nah, salah satu action (aksi) untuk merealisasikan impian di atas, yaitu membuat jurnal literasi pekanan seperti di bawah ini.

Agenda Literasi Pekanan


Tinggalkanlah jejak yang bermakna, maka bukan saja kehidupan kita yang akan menjadi lebih baik tapi juga kehidupan mereka yang mengikutinya. Berikanlah jejak-jejak yang berharga dan membawa kebahagiaan bagi setiap orang dan suatu waktu, cepat atau lambat, kita pasti akan menemukan jejak kesuksesan dan kebahagiaan dalam diri kita.

Agar lebih semangat, saya juga menyusun REWARD sekaligus PUNISHMENT yang saya sesuaikan dengan kemampuan diri.



SEMANGAT, N.U.N.G.M.A!!!


[N]ikmati indah perjalanan yang terbentang di depanmu.
[U]kirlah kisah terindah ‘tuk membuat jejak terhebat dalam hidupmu.
[N]iscaya ‘kan kau temui beraneka ragam keagungan-Nya.
[G]ali dan rasakan gema alam yang berembus bersama sentuhan kasih-Nya.
[M]enulis dan berkaryalah, jadilah pencetak sejarah
[A]gar nama dan karyamu lebih abadi daripada usiamu



#misiasik4
#KelasBatalyon
#KelasMenulisOnline
#HessaKartika
#PejuangLiterasi





Saturday, March 21, 2020

IMPIAN LITERASI 2020

Saturday, March 21, 2020 0 Comments


The future belongs to those who believe in the beauty of their dreams - Eleanor Roosevelt -


Impian akan mengarahkan kita kemana akan melangkah, bagaimana akan berbuat dan bersikap. Dengan impian kita akan tahu dimana titik akhir dari perjuangan. 

Keberhasilan dan kesuksesan dalam hidup selalu berawal dari impian. Namun tidak semua orang berhasil mewujudkan impiannya. Hal ini bergantung pada bagaimana kita bisa mengarahkan impian kepada kenyataan yang kita harapkan. Orang yang berhasil mewujudkan impiannya adalah orang yang dapat menyelaraskan antara impian dengan tindakan. Suatu impian akan dapat dicapai jika kita tidak terlena dengan impian-impian kita dan selalu hidup dalam dunia impian, namun kita juga harus mau mengubah sikap dan tindakan kita menuju ke arah impian yang kita cita-citakan. 

Jika saat ini kondisi dan keadaan kita sangat jauh dari impian yang kita miliki, kita harus mengubah perilaku dan tindakan untuk mencapainya. Dengan kata lain, kita harus berani keluar dari zona nyaman (comfort zone). Are you ready? (Yes, I’m ready! Insya Allah…).

Inilah Impian Literasi saya di 2020. Semoga Allah izinkan menjejak nyata bersama alur cerita yang sungguh istimewa.
  1. Menulis dan menerbitkan buku nonfiksi ‘motivasi kemuslimahan’ yang BEST SELLER.
  2. Menulis dan menerbitkan buku cerita anak (pict book, kumcer anak, novel anak, komik anak muslim, dll)
  3. Menjuarai lomba kepenulisan/lomba literasi: lomba menulis novel anak, lomba menulis esai/artikel, lomba blog, dll.
  4. DNA Writing Club semakin produktif berkarya dan berprestasi di dunia literasi.
  5. Aktif menulis dan posting di blog minimal 3x/pekan.




Mengapa saya harus terus menulis, melahirkan generasi penulis, dan berkomitmen untuk sukses di dunia literasi yang menjadi jalan juang hidup saya? Karena ketika jatah hidup saya di dunia ini habis, saya tidak ingin hanya dikenang orang dari 3 kalimat saja : NAMA, TANGGAL LAHIR, dan TANGGAL WAFAT. Karena itu, harus ada ‘warisan karya’ yang semoga penuh makna yang bisa saya tinggalkan, bisa menjadi tabungan jariyah sebagai pemberat timbangan amal di Yaumul Mizan kelak. Aamiin.

Oh ya, jangan lupa untuk selalu membawa serta impian kita ke mana pun kita pergi, di mana pun kita berada, dalam berbagai kondisi dan situasi yang bagaimana pun yang sedang menimpa. Kita harus selalu percaya dan yakin bahwa impian yang kita miliki akan tercapai melalui usaha-usaha kita yang tekun dan tidak kenal menyerah serta tidak lupa untuk meminta pertolongan Allah, penulis skenario terindah. Dengan demikian keberhasilan akan dapat kita peroleh. Bermimpilah, iringi dengan aksi dan percayalah!

#pejuangLiterasi
#kelasMenulis
#kelasBatalyon
#HessaKartika
#MisiAsik3



Tuesday, March 10, 2020

Awal Jumpa Begitu Istimewa, Selanjutnya Jadi Jalan Cinta Mensejajarkan Aksara

Tuesday, March 10, 2020 0 Comments



Awalnya, saya adalah seorang penulis diary. Saya sangat suka mengungkapkan isi hati lewat goresan pena di buku harian. Belajar mengikat makna dan inspirasi yang didapat, yang sayang jika hanya untuk dikenang sesaat, lalu lenyap begitu saja. Maka, saya dokumentasikan lewat pasukan aksara, yang bisa saya buka kembali kapan saja, untuk sekadar menengok masa lalu, melakukan muhasabah diri, juga evaluasi untuk membuat goresan yang lebih baik pada catatan kehidupan di masa depan. Mungkin sudah puluhan buku harian saya dan sampai saat ini masih tersimpan rapi.

Bagi saya, menulis catatan harian dapat membangun dan membentuk sense of art, karena kita perlahan terlatih berolah kata, sehingga otomatis atau secara refleks, kita bisa membedakan apakah kalimat yang kita tulis terasa manis disajikan atau masih membutuhkan polesan. Selain itu, dengan menulis catatan harian dapat memperbanyak perbendaharaan kosa kata dan memperkaya diksi, sekaligus kita dapat menyimpan sumber ide terbaik berdasarkan pengalaman kita. Proses menulis bagi saya juga jalan juang dalam proses pendewasaan. Dari setiap aksara yang terangkai jadi kata lalu bersejajar menjadi kalimat yang –semoga- berdaya dan penuh makna, sejatinya itulah proses melihat diri kita sendiri (bercermin) dari masa ke masa. Nah, salah satu cara saya agar selalu “on the track” dan selalu semangat menulis adalah bergabung dengan komunitas kepenulisan, salah satunya Pejuang Literasi. 

Perjumpaan saya dengan Komunitas Pejuang Literasi bermula ketika mendapatkan kesempatan istimewa dalam Proyek Nulis Buku Bareng. Alhamdulillah, ada 6 buku antologi yang terlahir, yaitu: Being A New Mom : Priceless!, Ta’aruf Awal Cinta yang Ma’ruf, Mommy MPASI, Story of My Wedding, Sedahsyat Doa, dan Antologi Fabel Cerita Anak Liburan Sekolah. Sebagian besar tulisan saya di antologi ini bersumber dari buku diary yang saya tuliskan sebelumnya, dipoles sedemikian rupa dan Alhamdulillah bisa dibukukan bersama karya-karya komandan Pejuang Literasi yang lainnya. Bersyukur sekali rasanya.

Oh ya, secara etimologis, istilah literasi berasal dari bahasa Latin “literatus” yang artinya “orang yang belajar”. Literasi merupakan suatu kemampuan seseorang untuk menggunakan potensi dan keterampilan dalam mengolah serta memahami informasi saat melakukan aktivitas membaca dan menulis. Literasi memiliki fungsi penting dalam kehidupan. Kesadaran berliterasi akan mengantarkan sebuah peradaban pada kedudukan yang terhormat dan bermartabat. Nah, kan, kecakapan literasi mutlak diperlukan sekarang ini. Literasi baca-tulis menjadi pemantik utama untuk menumbuhkan kecakapan literasi yang lain.

Bersyukur rasanya bergabung dengan Pejuang Literasi yang memiliki semangat “Bertumbuh, Berkarya, dan Berbagi” ini. Pejuang Literasi bagaikan inkubator yang mengalirkan oksigen bagi para komandan didalamnya, memberikan nafas kehidupan untuk terus semangat mewariskan karya yang bermakna. Apalagi ketiga foundernya adalah sosok-sosok wanita tangguh dengan jam terbang literasinya yang sungguh luar biasa, produktif berkarya dan sarat akan prestasi. Semoga diri ini pun dapat mengikuti jejak cinta beliau sebagai bagian dari keluarga Pejuang Literasi.

Akhirnya, mari bersama-sama, berkolaborasi untuk terus menularkan kebajikan, menjadi agen perubahan lewat aksara, lewat kata, lewat kalimat, lewat buku, lewat karya nyata yang bermanfaat, menjadi pribadi yang berdaya. Mari terus bergotong-royong melakukan praktik baik literasi, salah satunya dengan bergabung bersama para komandan dan pasukan aksara di Pejuang Literasi.

#pejuangliterasi #kelasBatalyon #HessaKartika #MisiAsik1