Jejak Karya

Jejak Karya

Sunday, April 17, 2016

"Menjadi Ibu dan Istri Shalihah, Bagaimana Sih Caranya?"



Oleh Ustadzah Sitaresmi Soekanto
Untuk menjadi ibu dan istri shalihah, caranya adalah dengan terus belajar dan berusaha menjadi istri dan ibu yang cerdas. Terutama belajar mengenai ilmu agama. Karena menuntut ilmu agama adalah fardhu 'ain. Termasuk di dalamnya menuntut ilmu tentang mendidik anak sesuai tuntunan syariat.
Anak juga tidak boleh menjadi alasan kita untuk malas atau tidak mau menuntut ilmu. (Bu Sita sedang hamil ke-2 saat ujian skripsi, dan hamil ke-9 saat kuliah S3).
Belajar merupakan never ending process sehingga banyak anak bukan berarti kita lebih pintar. Belajar merupakan proses seumur hidup.
Anak-anak bahkan bisa banyak memberikan pelajaran itu sendiri bagi kita sebagai orang tua.
Imam Syafi'i memiliki kiat menjadi pintar, yaitu :
1. Dzaka (Kecerdasan)
Meskipun ada yang berpendapat bahwa kecerdasan (IQ) merupakan given dari Allah, namun menurut Imam Syafi'i kecerdasan ini busa diasah. Cara mengasahnya yaitu dengan cara :
a. Banyak Membaca
Seorang ibu harus banyak membaca dan harus berusaha memiliki kemampuan membaca dengan cepat dan efektif. Misalnya dengan membaca daftar isi terlebih dahulu agar mendapat gambaran umum isi buku, skimming, dan scanning.
Dahulu para ulama sering membaca bersama-sama sebuah buku lalu mendiskusikan isinya.
b. Menulis
Kita bisa menulis banyak hal, misalkan ketika membaca sebuah buku, kita bisa mencatat daftat pustakanya sehingga jika suatu saat kita membutuhkan referensi maka catatan itu akan menjadi bibliografi bagi kita. Atau jika tiba-tiba muncul ide atau ketergerakan hati, maka menulislah. Bisa dicatat, atau Bu Sita terkadang men-tweet-kannya.
Kita juga bisa menuliskan perkembangan anak kita. Jangan malas untuk menulis. Hal-hal yang menakjubkan dari anak kita sebaiknya kita tuliskan.
Menulis merupakan budaya yang lebih tinggi dibandingkan budaya mendengarkan dan budaya lisan. Para ulama dan ilmuwan dahulu bahkan diberikan support dana khusus oleh khilafah untuk menulis buku dan mengembangkan ilmu untuk kemajuan Islam.
c. Banyak Berdiskusi
Berkumpul dengan rekan-rekan sevisi untuk belajar bersama dengan keterbukaan dan kebersamaan. Tidak boleh kita merasa lebih baik hanya karena anak kita lebih banyak agar kita selalu menjadi seorang pembelajar.
d. Banyak Transfer Ilmu
Kita tidak boleh pelit dengan ilmu karena ilmu itu seperti obor yang semakin dibagi apinya maka dia akan semakin menyala.
Takkan berkurang ilmu kita bila dibagikan kepada orang lain dan tidak usah segan untuk belajar dari siapa saja.
2. Al Hirsh (Semangat)
Kita harus memiliki internal motivation sehingga selalu bersemangat menuntut ilmu, bergembira, dan excited dalam eksplorasi terhadap hal-hal baru.
3. Al Bulghoh (Biaya/Effort)
Menuntut ilmu tentu membutuhkan usaha kita, misalnya dengan membeli buku, pergi ke perpustakaan, ikut kursus, mendatangi orang shalih, dsb.
4. Al Isthibar (Kesabaran)
Untuk pintar kita harus sabar, mendidik anak pun kita harus sabar. Bagaimana caranya? Nikmati saja prosesnya smile emoticonkarena kelak kita akan merindukan masa-masa ini.
5. Thulu Zaman (Dalam Rentang Waktu yang Cukup)
Seringkali kita ingin memperoleh suatu ilmu dengan cepat, padahal menuntut ilmu, apalagi hingga expert, tidak bisa instan.
6. Irsyadu Ustadz au Ustadzah (Bimbingan Guru)
Sunnah Nabi sendiri dalam menuntut ilmu adalah dengan cara talaqqi. Bimbingan guru sangat penting agar kita tidak tersesat dalam menuntut ilmu.
MENGAPA KITA HARUS MENJADI IBU DAN ISTRI YANG CERDAS?
Karena saat inu adalah awal dari siklus 7 abad kebangkitan Islam sehingga kita sebagai ibu harus berperan di dalamnya.
Kita harus memiliki frame besar dalam penyiapan generasi sehingga kita tidak sedikit-sedikit mengeluh capek dalam mengurus anak, tapi melihatnya sebagai mata rantai dalam penyiapan generasi menuju kejayaan Islam.
Kekuatan umat Islam adalah pada pemudanya. Bahkan presiden Turki, Erdogan, menyampaikan bahwa saat ini adalah New Crusade War in the New Paradigm di mana kekuatan populasi umat muslim menjadi penting.
Di Turki sedang digalakkan setiap ibu melahirkan minimal sebanyak tiga kali.
Saat ini di mana peradaban dunia dipimpin oleh Yahudi maka kecenderungannya adalah destruktif. Sedangkan jika peradaban dunia dipimpin oleh umat Islam maka kecenderungannya adalah konstruktif.
Setiap kita memiliki potensi konstruktif dan desktruktif, namun bagaimana kita bisa mengoptimalkan potensi konstruktif kita dalam bagian membangun peradaban Islam.
Amar ma'ruf berarti mencoba mensinergikan potensi konstruktif, nahi munkar berarti jika tidak bisa mengeliminir minimal meminimalisir potensi destruktif, baik dalam skala pribadi maupun masyarakat.
Islam seharusnya unggul di segala bidang karena jumlah kita banyak, berbeda dengan Yahudi yang jumlahnya sedikit. Namun sayangnya saat ini mereka masuk ke center of power dunia.
Menjadi IBU :
- harus memiliki frame perjuangan global.
- jangan merasa menderita sendiri menjadi ibu, bila kita bete ke anak bisa jadi anak pun sesungguhnya bete dengan kita.
- we have our own life too. Jadi kita harus balance dan tetap memperhatikan kebutuhan kita sebagai pribadi, misalnya jangan lupa berolahraga, berkumpul untuk kegiatan positif, dsb.
- yang paling penting : perhatikan pasokan ruhiyah kita. Pastikan cadangan kesabaran kita cukup karena kita sedang mempersiapkan generasi.
Kesadaran akan bingkai besar perjuangan membuat kita :
- memiliki endurance sebagai seorang ibu.
- sadar yang kita lakukan bukan sekadar untuk diri sendiri atau keluarga saja, tapi untuk Islam.
- bahwa apapun itu bisa menjadi dakwah.
- ketika kita menjadi muslimah smart maka efeknya adalah untuk keagungan Islam. Jangan sampai keagungan Islan tertutupi oleh tampilan pemeluknya.
- bisa memenangkan konsep hidup Islam yang konstruktif.
Setelah kita tahu bingkai besarnya, maka jangan lupakan step-step kecilnya misalnya hal-hal kecil terkait thoharoh najis anak, memahamkan soal najis pada anak di usia tertentu, mengajarkan anak mandiri sejak dini.
Jangan sampai kita mistreatment dalam pola asuh. Misalnya, anak terlalu dekat (manja) dengan orangtuanya tidak baik, terlalu jauh dengan anak juga tidak baik.
Kita juga harus konsisten terhadap aturan yang diterapkan pada anak sehingga anak kita tidak menjadi anak yang manipulatif dan intimidatif. Misalnya jika kita tidak memperbolehkan anak melakukan suatu hal, maka di kondisi apapun konsisten dengan hal tersebut.
Jangan lupa untuk mengajarkan maskulinitas pada anak lelaki dan feminitas pada anak perempuan. Dan pastikan untuk selalu membingkainya dengan nilai-nilai Islam. Ilmu yang ada saat ini harus dipilih dan dipilah jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Misalnya tentang teori parenting yang tidak membolehkan berkata "Jangan" pada anak, padahal di Al Quran, Luqman menggunakan kata tersebut pada anaknya.
Kemudian, jangan gunakan konsep abstrak pada anak misalnya : nakal, tidak sayang adik, dll.
Rasulullah saw selalu percaya setiap anak memiliki potensi positif. Selalu berkata lah yang baik yang keluar dari mulut ibu. Jangan menuduh anak, misalnya berkata "Kamu lebay, Nak" dsb.
Selalu tangkap hal-hal baik yang muncul dari anak dan apresiasilah. Karena seorang ibu harus memiliki kecerdasan untuk mengapresiasi termasuk apresiasi pada anak. Kenapa? Karena Allah saja dalam QS Al Insan : 22 mengapresiasi hambaNya. Rasulullah saw saja sering mencium anak-anak yang artinya ekspresif dalam mengungkapkan kasih sayang terhadap anak-anak.
Ibu juga butuh keteladanan kolektif. Komunitas mama shalihah contohnya, bisa membentuk keteladanan kolektif. Misalnya ada yang bisa membuat MPASI variatif, maka bisa dicontoh oleh yang lain, dll.
--------------
Wallahu 'alam bishshawab.



1 comment:

Terima kasih sudah berkunjung. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup.


Salam,


Keisya Avicenna